LAPORAN KASUS
ODS RETINOPATI DIABETIK NON PROLIFERATIF
DERAJAT MINIMAL DAN
ODS PRESBIOPI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Mata
Rumah Sakit Tentara dr.Soedjono Magelang
Disusun oleh : Meilani Sulaeman
1420221145
Pembimbing:
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ODS PRESBIOPI ODS RETINOPATI DIABETIK NON
PROLIFERATIF DERAJAT MINIMAL DAN
ODS PRESBIOPI
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang
Oleh :
Meilani Sulaeman 1420221145
Magelang, Februari 2017 Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Pembimbing,
BAB I
STATUS PASIEN
I.1
IDENTITAS PASIENNama Pasien : Tn.S
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaaan : Wiraswasta
Alamat : Mertoyudan, Magelang
Status Menikah : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 9 Februari 2017
I.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Kamis, 9 Februari 2017 pukul 11:30 WIB secara autoanamesis di Poli Mata RST Dr. Soedjono, Magelang.
A. Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan dan kiri kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan penglihatan mata kanan dan kiri kabur. Awalnya kabur dirasakan pada mata kanan sejak ±6 bulan yang lalu. Kemudian ±3 bulan yang lalu keluhan kabur dirasakan pula pada mata kiri. Keluhan mata kabur disertai dengan melihat bintik-bintik gelap sehingga mengganggu pandangannya. Keluhan tersebut berubah-berubah, terkadang pandangan dirasakan lebih jelas terutama saat pasien rutin minum obat kencing manisnya. Keluhan melihat lingkaran-lingkaran cahaya disangkal. Keluhan mata merah, cekot-cekot pada mata dan mual muntah disangkal. Keluhan pandangan lebih jelas pada malam hari dibandingkan
siang hari disangkal, keluhan membaca tanpa kaca mata baca di sangkal. Keluhan sulit membaca dekat saat usia kurang dari 45 tahun disangkal.
Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak ±10 tahun yang lalu dimana pasien merasakan keluhan sering kencing pada malam hari, mudah merasa lapar dan mudah merasa haus. Sampai saat ini pasien rutin menjalani kontrol ke bagian penyakit dalam. Pasien mengatakan diberikan 2 jenis obat kencing manis, namun pasien mengaku obat tersebut jarang di minum karena merasa jenuh mengkonsumsi obat terus-menerus dan semenjak 6 bulan terakhir hingga kini gula darah pasien berkisar 200-300 dan 3 bulan yang lalu sempat mencapai 400.
Keluhan kesulitan membaca dekat pun sudah pasien rasakan sejak ± 5 tahun yang lalu saat pasien mengaji, sehingga pasien harus menjauhkan yang ia baca agar lebih jelas, karena dirasakan sangat mengganggu pasien memeriksakan matanya ke dokter dan menggunakan kaca mata baca. Satu tahun yang lalu pasien merasa kaca mata baca yang digunakan sudah tidak cocok dan mengganti dengan kaca mata baca plus 2. Keluhan kabur saat melihat jauh dan lebih kabur saat melihat dekat disangkal.
Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat penyakit kolesterol tidak ada, riwayat konsumsi obat untuk sakit lutut atau sendi disangkal, riwayat konsumsi obat penenang disangkal, riwayat trauma yang mengenai mata pasien disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat diabetes melitus diakui sejak ±10 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit kolesterol disangkal Riwayat trauma pada mata disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Saudara kandung (kakak) menderita kencing manis. Riwayat hipertensi tidak ada.
Riwayat penyakit kolesterol tidak ada.
Pasien seorang wiraswasta. Sehari-hari berdagang kelontongan di pasar. Pasien periksa ke poli mata dengan biaya ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup. Pasien seorang perokok sejak duduk di bangku SMA, 1 hari menghabiskan ½ hingga 1 bungkus rokok.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalisata :
Kesadaran : Composmentis Aktifitas : Normoaktif Kooperatif : Kooperatif Status Gizi : Cukup
B. Vital Sign : Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,6˚C Pernafasan : 20 x/menit Status O ftalmikus : OD OS
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
1. Visus 6/7,5 NC 6/7,5 NC
Add + 2,5 J6 2. Bulbus Okuli
- Gerakan Bola Mata
- Strabismus Baik ke segala arah
-Baik ke segala arah
-3. Suprasilia Normal Normal
4. Palpebra Superior : - Edema - Hematom - Entropion - Ektropion - Xanthelasma -Tidak ditemukan -Tidak ditemukan
5. Palpebra Inferior : - Edema - Hematom - Entropion - Ektropion -6. Konjungtiva - Injeksi konjungtiva - Injeksi siliar - Sekret -7. Kornea - Kejernihan - Infiltrat - Sikatrik - Keratik presipitat Jernih -Jernih -8. COA - Kedalaman - Hifema - Hipopion Cukup -Cukup -9. Iris - Kripte - Rubeosis - Edema - Sinekia Normal Tidak ditemukan -Normal Tidak ditemukan -10. Pupil - Bentuk - diameter - reflek pupil - Respon pupil Bulat ± 3 mm + Bulat ± 3 mm +
terhadap midriatil
- sinekia midriasis lambat dan tidak maksimal
-midriasis lambat dan tidak maksimal -11. Lensa - kejernihan - iris shadow Jernih -Jernih -12. Corpus vitreum - Kejernihan - Perdarahan - Floaters Jernih Tidak ditemukan Tidak ditemukan Jernih Tidak ditemukan Tidak ditemukan 13. Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
14. Funduskopi - Papil N II - Vasa Dilatasi vena Mikroaneurisma Crossing fenomena NVE - Makula Refleks fovea Edema - Retina Eksudat Fokus +2,00 Bentuk bulat, warna merah
jingga, batas tegas, CDR 0,4, NVD tidak ditemukan A/V : 2/4 (+) (+) (-) Tidak ditemukan (+) Tidak ditemukan Fokus +2,00
Bentuk bulat, warna merah jingga, batas tegas , CDR 0,4, NVD tidak ditemukan A/V : 2/4 (+) (+) (-) Tidak ditemukan (+) Tidak ditemukan
Dot blot hemorrhage Cotton wool patch Ablasio retina
(+), 1 buah, jenis hard exudat, bentuk bulat, berwarna kekuningan.
Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan
(+), 1 buah, jenis hard exudat, bentuk bulat, berwarna kekuningan. Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan 15. TIO (Secara Digital) Normal Normal
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ODS Retinopati Diabetik Non proliferatif
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan gula darah GDS, GDP, GD2PP.
Pemeriksaan GDS Angiografi fluorescein Stereoscopic biomicroskopic
Optical Cohorence Tomography (OCT)
2. ODS Presbiopia
I.5 DIAGNOSIS BANDING
1. Keluhan pandangan mata kanan dan kiri kabur
ODS Retinopati Diabetika Non-proliferatif (NPDR) Dipertahankan
karena pada anamnesis didapatkan keluhan pandangan kabur yang berubah-rubah dipengaruhi kontrol gula darah, riwayat diabetes dengan konsumsi obat yang tidak teratur, dari hasil funduskopi didapatkan mikroaneurisma, dilatasi vena dan eksudat keras.
ODS Retinopati Diabetika Proliferatif (PDR) Disingkirkan karena
pada pemeriksaan funduskopi PDR ditemukan neovaskularisasi pada disk (NVD) maupun neovaskularisasi di tempat lain (NVE) sedangkan pada pasien ini tidak didapatkan temuan tersebut.
ODS Retinopati Hipertensi Disingkirkan karena pada retinopati hipertensi didapatkan riwayat hipertensi, pemeriksaan tanda vital tekanan darah masuk kategori hipertensi, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan AV Rasio kecil, tanda crossing sign, copper wire arteriol, silver wire arteriol maupun perdarahan flame shape sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan temuan tersebut. ODS Katarak komplikata ex causa diabetes mellitus
Disingkirkan karena pada katarak terutama stadium imatur didapatkan kontroversi yakni pandangan lebih jelas saat malam hari dibandingkan siang hari dan dapat membaca tanpa kaca mata baca (second sight), pada pemeriksaan dapat ditemukan kekeruhan pada lensa, iris shadow positif, COA dangkal dan fundus refleks suram sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan kontroversi, tidak ditemukan kekeruhan pada lensa, tidak ditemukan COA yang dangkal dan tidak ditemukan fundus reflex suram.
2. Keluhan kesulitan membaca dekat
ODS Presbiopia Dipertahankan karena pada anamnesis terdapat
ODS Presbiopia Prekok disingkirkan karena pada presbiopia
prekok didapatkan pada usia dibawah 40 tahun akibat komplikasi diabetes melitus, sedangkan keluhan membaca pasien pertama kali dirasakan saat usia 50 tahun.
ODS Hipermetropia Disingkirkan karena pada hipermetropia
terdapat keluhan penglihatan kabur ketika lihat jauh dan lebih kabur ketika lihat dekat sedangkan pada pasien ini tidak ada keluhan tersebut.
I.6 DIAGNOSIS KERJA
ODS Retinopati Diabetika Non-proliferatif (NPDR) derajat minimal ODS Presbiopia
I.7 TERAPI
1. ODS Retinopati diabetic non-proliferatif
a. Medikamentosa Topical : tidak ada Oral : Vit.E 1x1 per oral. Parenteral: tidak ada Operatif : tidak ada
b. Non Medikamentosa: tidak ada
2. ODS Presbiopi
a. Medikamentosa
Topical: tidak ada Oral: tidak ada Parenteral: tidak ada Operatif: tidak ada b. Non Medikamentosa
Penggunaan kacamata add + 2,5
I.8 EDUKASI
1. ODS Retinopati diabetik non-proliferatif
Menjelaskan bahwa penglihatannya berkurang oleh karena penyulit dari penyakit kencing manisnya.
Memberitahukan bahwa keluhan kabur pada kedua matanya dapat kembali membaik selama pasien dapat mengontrol kadar gula darahnya. Memberitahu pasien agar terus mengontrolkan kadar gula darahnya pada dokter spesialis penyakit dalam dan rutin meminum obat untuk kencing manisnya karena bila gula darah tidak dikendalikan maka dapat berkembang ke stadium lanjut dan dapat mengakibatkan kebutaan.
Memberitahu pasien untuk sering kontrol ke dokter mata minimal setiap 9 bulan sekali supaya perjalanan penyakit dapat dipantau.
2. ODS Presbiopia
Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah satunya disebabkan melemahnya otot mata karena usia tua.
Menjelaskan bahwa kaca mata baca yang digunakan hanya sebagai alat bantu untuk membaca jarak dekat.
Menjelaskan kepada pasien bahwa kaca mata yang dipakai pasien (+2,00) masih bisa digunakan untuk membaca namun jika membaca lama akan pusing sehingga kaca mata bacanya tetap harus diganti dengan kaca mata baca yang sesuai saat ini yaitu +2,5.
I.9 RUJUKAN
Dalam kasus ini dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu kedokteran lainnya, yaitu bagian penyakit dalam untuk pengobatan Diabetes Melitus dan hipertensi yang ada pada pasien.
I.10 KOMPLIKASI
1. ODS Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
a.Rubeosis iridis progresif b. Glaukoma neovaskuler c. Perdarahan vitreus rekuren d. Ablasio retina
2.ODS Presbiopi : -I.11 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad functionam ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 RETINOPATI DIABETIK
1. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita Diabetes Mellitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang, tetapi melalui proses degenerasi kronis. Retinopati ini berupa aneurisma, melebarnya vena, pendarahan, dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini dapat dideteksi adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Durasi diagnosis DM, pada pasien yang didiagnosis DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetik setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai 90%. Insidensi tinggi yakni mencakup 40-50% penderita diabetes mellitus. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang per tahun akibat retinopati diabetes. Di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4.
3. Faktor Resiko
a. Kontrol glukosa darah yang buruk. b. Kehamilan.
c. Hipertensi yang tidak terkontrol.
d. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik.
e. Faktor risiko lain meliputi merokok, obesitas, anemia, dan hiperlipidemia. 4. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik
Diagnosis retinopati diabetik berdasarkan hasil funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya, namun dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi sering digunakan sebagai skrining. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)
membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina, pada tahap awal. Neovaskularisasi merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.
Tabel: Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat. Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Hasil funduskopi pada NPDR menunjukkan mikroneurisma, pendarahan intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates (deposit lipid pada retina) (panah), cotton-wool spots (infark serabut saraf dan eksudat halus) (kepala panah hitam).
Hasil funduskopi pada PDR menunjukkan adanya neovaskularisasi preretinal.
5. Etiologi dan Patogenesis
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu
senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesis (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2–). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF).
Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan
floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.
Gambaran retina penderita DM
6. Gejala Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatik untuk jangka waktu yang lama, hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan makula atau pendarahan vitreus maka pasien akan menderita penurunan visual dan buta mendadak.
Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala subyektif yang dapat dirasakan antara lain:
- Kesulitan membaca
- Penglihatan ganda
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala obyektif pada retina yang dapat dilihat antara lain:
- Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan inti dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
Pada pemeriksaan fluoresin angiografi menunjukkan bintik-bintik hiperfluoresen.
- Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sosis.
- Perdarahan retina, terdiri dari perdarahan pada lapisan serat saraf, intraretina, dan infark pada retina.
- Eksudat pada retina terdiri dari hard dan soft. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambaran yang terlihat khas yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool spot merupakan tanda
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
- Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macular edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan inti dalam.
PEMERIKSAAN KLINIS
Jika didapatkan gambaran
Retinopati Diabetik segera
lakukan pemeriksaan : 1. Pemeriksaan GDS 2. Angiografi fluoresein
Pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein disuntikkan.
3. Stereoscopic biomicroskopic
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema macula pada retinopati diabetik non proliferatif menggunakan lensa +90 D.
Menggunakan cahaya untuk which uses light untuk menghasilkan gambaran cross-sectional pada retina.
Perbedaan antara Gambaran NPDR dan PDR
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+) Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA (+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+) Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
7. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan retinopati diabetik adalah pencegahan, dengan memerhatikan hal-hal yang dapat memengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
a. Pemeriksaan rutin pada spesialis mata
Sebagian besar penderita DM tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan Retinopati Diabetik non proliferatif sedang Setiap 6 bulan Retinopati Diabetik non proliferatif berat Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan
b. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetic Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan risiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM
Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan risiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetic yang sudah ada. Secara klinis, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa kontrol hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinis yang dilakukan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan
fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema makula, dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu:
a) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari makula untuk menyusutkan neovaskular.
b) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
c) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Hasil fotokoagulasi pada edema makula adalah sebagai berikut:
d. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan di mata, avastin diberikan via intravitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.
e. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus pasca fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
f. Scleral buckling
Apabila terdapat komplikasi ablasio retina, maka dilakukan scleral buckling, dengan intraocular silicone oil tamponade.
8. Komplikasi
a. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi pada iris awalnya terjadi dari tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat tekanan intraokular yang meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini kontraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetik dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
b. Glaukoma neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Etiologi biasanya berhubunan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera
spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat tekanan intraokular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
c. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, media, posterior, atau keseluruhan badan vitreous. Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang masif, pasien biasanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi B scan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
d. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
9. Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool
spots, dan edema papilla.
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology8 Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papilledema
Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema. Kapiler pada retinopati hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).
10. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
I.2 PRESBIOPI
1. Definisi
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopia merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40
tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopinya.
2.Etiologi
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut. b. Kelemahan otot-otot akomodasi.
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan (sklerosis) lensa.
3. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
4. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien – tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa
c. Presbiopi Absolut – Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.
5. Gejala
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin menjauh)
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca f. Terganggu secara emosional dan fisik
g. Sulit membedakan warna
6. Diagnosis Presbiopi
a. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi b. Pemeriksaan Oftalmologi
c. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan Snellen Chart.
d. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
e. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis. f. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa
menyebabkan presbiopia.
g. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
a. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah
untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat.
b. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30.
c. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D.
8. Komplikasi
Tidak ada komplikasi pada presbiopia.
Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, S. 2014. Presbiopia dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Edisi 5. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 75-76.
Ilyas, S. 2014. Retinopati Diabetik dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 230-234.
James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga. Hal: 35.
Nema HV., 2002. Text Book of Opthalmology, Edition 4, Medical Publishers, New Delhi, page: 249-251.
Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. Hal: 211-214.