• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gelatinisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gelatinisasi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh suhu gelatinisasi terhadap karakteristik granula pati

Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pati pada waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk semula (Winarno, 2002). Gelatinisasi disebut juga sebagai peristiwa koagulasi koloid yang mengakibatkan terperangkapnya air. Gelatinasi tidak dapat kembali kebentuk semula karena terjadinya perubahan struktur granula pada suhu tertentu. Gel yang kehilangan cairan akan kehilangan struktur dan mengalami pengerutan yang biasa disebut dengan istilah sineresis. Contohnya sineresis dalam bidang pangan seperti pada selai dan yoghurt yang mengeluarkan cairan, saat lama disimpan. Untuk mencegah terjadinya sineresis dalam produk pangan, terlebih untuk produk pangan yang menggunakan pati dalam pembuatannya, maka muncullah modifikasi dalam pengolahannya untuk produk pangan dengan tujuan mencegah terjadinya sineresis. Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, terjadi penurunan kekentalan suspensi pati dengan meningkatnya suhu pemanasan, kekentalan produk yang tidak sesuai yang diinginkan dan kelarutan pati alami terbatas di dalam air. Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, O.B. 1989).

Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Proses gelatinasi terjadi apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula. Terjadi peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspense dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Suhu gelatinisasi pati merupakan sifat khas untuk masing-masing pati. Suhu

(2)

gelatinisasi ini diawali dengan pembengkakan yang ‘’irreversible‘’ granula pati dalam air panas dan diakhiri pada waktu telah kehilangan sifat kristalnya (McCready, 1970 ).

Proses Gelatinasi Pada Pati

Menurut Hariyadi (1984) bahwa pati tergelatinisasi dengan adanya air akan membentuk struktur pasta pati. Pasta pati tersebut akan bercampur dengan granula pati yang belum tergelatinisasi. Sehingga dapat disimpulkan prinsipnya pembentukan gel terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Pembentukan gelatinasi dalam bidang pangan mengambil peran yang sangat penting, contohnya dalam pembuatan saos tomat, butter, yoghurt, selai, confection (permen dan marsmellow), sehingga pengetahuan tentang proses pembentukan gel, perannya dan pencegahan terjadinya sineresis dapat meningkatkan kualitas produk pangan yang dihasilkan.

1. Kruger, J. E. & R. B. Matsuo (1996). Pasta & Noodle Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. USA.

2. Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga. Penerjemah: Yoshita. Jakarta: UI-Press. Hal. 1176-1182.

(3)

3. Hariyadi, P. 1984. Mempelajari kinetika gelatinisasi sagu (Metroxylon sp) (Skripsi) Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian

4. Hodge, J. E. dan W . M. Osman, 1976. Carbohydrates. In: Fanema, C. R, Editor. Principle of food science. Marcel Decker Inc. New York. Hlm 41 – 138

5. Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches. Properties and Uses. CRC Press, Boca Raton, Florida

Setiap pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, dan ada tidaknya percabangan dalam rantai karbon tersebut. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut sebagai granula. Granula pati tidak larut dalam air pada temperatur ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa (Hodge dan Osman, 1976). Bentuk dan ukuran granula pati berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya dan merupakan karakteristik setiap jenis pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil, dan sebaliknya dengan yang besar (Chaplin, 2002). Menurut Winarno (2004), Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.

http://foodtech.binus.ac.id/2015/10/12/pati-alami-vs-pati-termodifikasi/ Anonim. 2003. Tapioca starch and modified starch. SCT.Co.Ltd., Bangkok. http://www.scttrading.com/products/tapiocastarch/.

Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. _________. 2006. Starch. www.lsbu.ac.uk/starch.htm.

Fleche, G. 1985. Chemical modification and degradation of starch. Di dalam van Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels (Eds). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc, New York Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M., Properties of Corn and Wheat Starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their Size, 2001, EJPAU, Vol. 4.

Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates, pp. 41-130. Di dalam O.R. Fennema, ed. Principle of Food Science. Part I. Food chemistry. Mercel Dekker, Inc. New York

(4)

structure : a review. J. Agric. Food Chem. 46(8):2895-2905

Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar. United States of America. Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wurzburg, O.B. 1989. Introduction. Di dalam Wurzburg, O.B. (Ed). Modified Starchs : Properties and Uses. CRC Press, Inc., Florida

Swelling volume adalah kemampuan pati untuk mengembang jika dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Collado et al., (2001) menyatakan Swelling volume merupakan perbandingan volume pasta pati terhadap berat keringnya. Berdasarkan hal tersebut satuan swelling volume adalah ml/g bk. Kelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Kedua parameter tersebut merupakan petunjuk besarnya interaksi antara pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin (Baah, 2009).

Menurut Herawati (2009), pengaruh interaksi antara pencucian dan waktu terhadap viskositas pasta diduga terkait dengan reaksi hidrolisis parsial selama modifikasi HMT berlangsung. Keberadaan air dan suhu tinggi yang diterapkan pada modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya amilopektin pati dan bertambahnya fraksi pati yang mempunyai berat molekul rendah (Lu et al. 1996; Vermeylen et al.2006). Bertambahnya pati dengan berat molekul rendah memiliki kemampuan pengembangan yang terbatas

Kelarutan dan swelling volume merupakan dua hal yang berkaitan dan terjadi pada saat gelatinisasi. Menurut Hoover dan Hadziyev (1981) dalam Ratyanake et al. (2002) ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan (Baah, 2009).

Pati dengan profil gelatinisasi tipe A (pati sagu) biasanya memiliki swelling volume yang lebih besar dibandingkan pati dengan profil gelatinisasi tipe B contohnya pati gandum, pati jagung, pati beras dan pati tapioka (Wattanachant et al.,2002). Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C contohnya pati kacang-kacangan memiliki swelling volume yang terbatas atau sangat rendah jika dibandingkan tipe A (Kim et al., 1996).

(5)

Pada umumnya pati dengan swelling power atau swelling volume yang tinggi mempunyai kelarutan pasta pati yang tinggi pula. Seperti halnya studi yang dilakukan oleh Kim et al. (1996), melaporkan bahwa pati kentang yang mempunyai swelling volume lebih tinggi dibanding pati kacang-kacangan mempunyai kelarutan yang tinggi pula.

Dalam kondisi termodifikasi HMT, granula pati kemungkinan tidak mengalami proses interaksi seperti pada proses gelatinisasi tanpa modifikasi. Hal ini disebabkan karena menurut Miyoshi (2001) pati yang dimodifikasi HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalisasi. Perubahan ini kemungkinan menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula untuk membengkak menjadi terbatas.

Keterkaitan antara swelling volume dan kelarutan terkait dengan kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan interkasi hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. Tester andkarkalas (1996) seperti yang dikutip oleh Muhamed et al. (2008), telah mengekspresikan bahwa pengembangan granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang menstabilisasi struktur double heliks dalam kristal terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Adanya pengembangan tersebut akan menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama amilosa akan keluar. Semakin banyak molekul amilosa yang keluar dari granula pati maka kelarutan semakin tinggi. Oleh karena itu, pati dengan kandungan amilosa yang tinggi pada umumnya memiliki kelarutan yang tinggi pula seperti halnya pati ubi jalar yang mengandung amilosa 15 – 25%. Namun demikian, kandungan amilosa tidak selamanya berbanding lurus dengan kelarutan. Keberadaan kompleks antara amilosa dengan lipid seperti pada kacang-kacangan dapat mengurangi kelarutan amilosa (Kim et al. 1996).

Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Tester dan Karkalas, 1996). Kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan kapasitas penyerapan air dan kelarutan. Pada amylomaize dengan kadar amilosa 42,6-67,8%, kapasitas penyerapan airnya sebesar 6,3 (g/g) (0C) dan kelarutannya sebesar 12,4%. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka amilosa tidak

(6)

dapat meninggalkan granula. Nisbah penyerapan air dan minyak juga dipengaruhi oleh serat yang mudah menyerap air (Richana & Suarni, 2007).

Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang terlarut air dengan mudah keluar masuk ke dalam sistem larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas (amilosa) akan ikut keluar bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa (Chen et al, 2003).

Besarnya jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi viskositas pati. Semakin banyak komponen amilosa yang keluar, viskositas semakin menurun, akan tetapi, metode modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati ubi jalar termodifikasi secara HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati ubi jalar alami.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dingin abu dilarutkan dengan larutan HCL (1:1) dan 10 ml air, saring dengan kertas saring. Kertas saring diabukan, abunya dilarutkan dengan asam klorida dan diasam perklorat,

Meskipun, gelombang dakwah telah berada di Malaysia semenjak awal 1970 an lagi namun, kemunculan pendakwah wanita hanya muncul sekitar tahun 1990 an di mana

Membagi lapisan menjadi tiga lapisan, Lapisan pertama adalah sekolah menengah umum (SMU) dan lapisan kedua adalah sekolah madrasyah aliyah (MA) serta lapisan ketiga adalah

Sebagai respon atas segala permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan tersebut, Bupati Sragen menggagas pembentukan UPT-PK (Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan

Prinsip akauntabiliti dan integriti amat penting untuk diterapkan di dalam diri setiap penjawat awam melalui dua kaedah iaitu usaha yang berterusan oleh penjawat

Dalam penelitian ini Penulis ingin mengetahui pelayanan seperti apa yang mampu menarik perhatian pengunjung serta menimbulkan motivasi mereka untuk berbelanja, dan ada atau

Setelah menyelesaikan penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa upaya pembentukan keluarga sakinah di Majelis Taklim Padangsidimpuan yaitu meningkatkan

Pada Laporan Akhir ini, penulis mengambil latar belakang penulisan laporan di PT Erlangga Cabang Kayuagung, dengan mengambil pembahasan tentang pengolahan data penjulan