• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Ella Novita Br Tarigan TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Ella Novita Br Tarigan TUGAS AKHIR"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

“Peran Partisipasif BKGS (Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga) dalam Merawat Toleransi di Kota Salatiga Ditinjau dari Perspektif Teologi

Agama-Agama Paul F. Knitter”

Oleh:

Ella Novita Br Tarigan 712015132

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana.

Program Studi Ilmu Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis uapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, kasih dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Ada banyak pristiwa dan proses yang penulis alami dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Sering terselip perasaan sedih, kesal, kecewa pada diri sendiri, ketika tidak bisa menyelesaikannya dengan target waktu yang telah ditentukan, tapi semuanya itu dapat membuat penulis semakin menyadari bahwa Tuhan tidak pernah menunggalkan penulis sendirian, Tuhan begitu menunjukkan kasih dan cintaNya begitu besar melalui pristiwa-pristiwa yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada lembaga maupun personal yang turut menyukseskan kehidupan penulis sebagai sivitas akadeika UKSW seara khusus dalam penyelesaian Tugas akhir ini. Mereka tersebut adalah :

1. Kepada kedua orang tua saya, mamak dan bapak saya yang senatiasa selalu memberi dukungan baik bentuk motivasi, materi dan dukungan doa yang diwujudkan dalam setiap nasehat dan doa sehingga saya selalu mendapatkan semangat yang luar biasa dari mereka.

2. Kepada kedua adek saya, Candra dan Irvanta yang selalu memberi saya semangat dan memotivasi saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

3. Pembimbing penulis yaitu Pdt Agus Supratio, M.Th dan Pdt. Chindy Quartymina M.A. Atas segala arahan dan bimbingan yang beliau berikan penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 4. Para dosen dan staff tata usaha yang telah membantu penulis selama

perkuliahan sampai menyelesaikan tugas akhir.

5. kepada seluruh pengurus BKGS yang telah mengizinkan penulis untuk dapat melakukan penelitian, terkhusus penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Purwanto selaku ketua yang selalu setia memberikan informasi lengkap dari BKGS.

(7)

vii

6. Teman-teman terdekat yang sentiasa memotivasi penulis Bobi Barus, Monica Seles Purba, Lela Monita kemit, Rano Oktavianus Ginting, Okni Nopriani Ginting, Harini Natalia Sembiring, Putri Lestari Barus, Fransiska Stefani Hutajulu, Wenta Berahmana, Apriliani Pandia, Veronica Tarigan, Valentine Sembiring, terimakasih berkat dukugan dan motivasi yang kalian berikan penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

7. Kepada Bg Andryan Sanjaya sembiring yang telah menjadi pembimbing 3 saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

8. Kepada orang tua saya yang ada di Pekan baru, begitu juga kepada kak Desy, Bg Roy dan Veronica

9. Kepada Kak Rachel Agatha dan Bg Sadrah Barus yang telah memotivasi den selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

10. Kepada Bg Eka, Deo, Dendi, Novinni si Gemay dan Tarjo Dkk, teman-teman kontrakan Dandi, Mise, Itta, Remia, Afri, Chalerin, Dally, yang selalu memberi motivasi kepada saya. Sebagaian dari mereka selalu setia mengantar saya kesana kemari untuk penyelesaian Tugas Akhir. 11. BAJEM GBKP U.S.A, teman-teman Permata Salatiga, teman-teman

(IGMK) Ikatan Generasi Muda Karo Salatiga. Terimakasih sudah senantiasa mendukung, memotivasi, menasehati, untuk menyelesaikan tugas akhir, dan menjadi wadah untuk penulis untuk senantiasa belajar. 12. Kepada Ibu Budi yang saya angggap sebagai ibu saya, yang selalu

membantu dan memotivasi saya.

13. Kepada teman-teman Pengurus Permata GBKP BAJEM USA priode 2017-2019

14. Kepada semua teman-teman angkatan 2015 yang selalu memberi motivasi dan semangat.

(8)

viii

Daftar Isi

Halaman judul...i

Lembar Pengesahan...ii

Pernyataan Tidak Plagiat...iii

Pernyataan Persetujuan Akses...iv

Pernyataan Bebas Royalti dan Publikasi...v

Kata Pengantar...vi

Daftar Isi...viii

Motto...x

Abstrak...xi

Pendahuluan... …….1

Teologi Agama-Agama Secara umum... …….7

Biografi Paul Knitter...7

Model-model Teologi Agama-Agama Paul F Knitter... …….8

Model Penggantian ...8

Model Pemenuhan...9

Model Mutualitas...10

Model Penerimaan...11

Profil Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga...12

Profil Kota Salatiga...13

Partisipasi BKGS dalam Membangun Sikap Toleransi di Kota Salatiga...15

Mengadakan Bakti Sosial ...16

Kegiatan Mengamankan Idul fitri dan Pawai Barongsai di Salatiga ...17

Mengikuti Kemah Kebangsaan dan Outbound Lintas Iman ...17

Mengadakan Sosialisasi Pileg dan Pilpres...18

(9)

ix

Mengadakan Perkunjungan dan Retreat dengan Pemuka Agama ...18

Partsipasi BKGS pada Pemerintahan Kota Salatiga...19

Kendala yang dihadapi BKGS dalam Menjalankan Tugas dan Tanggung ...20

Peran BKGS dala Menciptakan Toleransi di tengah Pluralitas Agama...20

Peran BKGS ditinjau dari Teologi Agama-agama Paul knitter...22

Kesimpulan...25

Saran Kepada BKGS (Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga)...26

Saran Kepada Gereja-Gereja di Salatiga...27

(10)

x

Motto

“Hasil tidak menghianati Usaha “

“Tidak masalah lambat, asal jangan berhenti”

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ia

memberi kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak

dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal

sampai akhir”

(11)

xi

Abstrak

Salatiga merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang sarat akan keberagaman. Salah satu wujud keberagaman yang dimkasud yaitu realita pluralitas agama. Adapun realita keberagaman ini nyatanya telah tiga kali membawa Salatiga menyandang predikat sebagai salah satu kota toleran di Indonesia versi SETARA Institute. Prestasi ini menegaskan bahwa perbedaan yang ada mampu dimaknai sebagai anugrah yang mensyaratkan keterlibatan semua elemen penduduk merawat toleransi sekaligus membangun kerjasama yang baik antar lembaga. BKGS sebagai bagian elemen stuktural yang ada, tampak dari penelitian ini juga turut berpartisipasi merawat toleransi di Salatiga melalui ragam kegiatan. Upaya partisipatif BKGS inilah yang akan dianalisis oleh penulis dengan menggunakan teori Teologi Agama-Agama Paul F. Kintter. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa model mutualitas dan penerimaan yang tampak terefleksikan dari keterlibatan BKGS.

(12)

1

Pendahuluan

Toleransi beragama berarti menghargai perbedaan agama yang ada. Toleransi merupakan cita-cita yang paling ingin diwujudkan oleh Indonesia dengan konteksnya yang sarat keragaman. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) menjelaskan, toleransi adalah sifat atau bersikap menanggung (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri,

misalnya toleransi agama (ideologi, ras dan sebagainnya).1 Hidup harmonis dalam

masyarakat yang majemuk agama dan budayanya, mensyaratkan kemampuan untuk memahami secara benar dan menerima perbedaan tanpa nafsu untuk mencari kemenangan terhadap yang berbeda. Dialog dan saling menghargai atau toleransi merupakan kunci dalam upaya membangun kehidupan bersama yang harmonis.2 Kehadiran sikap toleransi dapat meminimalisasi masalah sosial yang terjadi di tengah masyarakat yang majemuk.

Pluralitas agama adalah realitas sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya pluralitas dalam konteks kehidupan beragama tidak hanya ditandai oleh kehadiran berbagai agama yang secara eksistensial memiliki tradisi yang berbeda satu dengan yang lain, tetapi juga ditandai oleh pluralitas penafsiran yang tidak hanya melahirkan berbagai aliran dan sekte keagamaan, tetapi juga melahirkan perbedaan pandangan dan juga sikap.

Pluralitas agama pada satu sisi merupakan peluang dalam pengembangan religiositas (keberagaman), ketika terjadi keterbukaan untuk menyadari dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada. Namun pada sisi yang lain, merupakan sebuah tantangan, sebab agama juga hadir memecahkan kesatuan sosio-religius primordial suatu kelompok. Hal ini mengakibatkan muncul pula sikap anti pluralitas atau sikap intoleransi. Suatu sikap yang sering mengakibatkan konflik antar agama.3

Adanya pluralitas agama, sepatutnya juga diterima tidak sebatas realitas sosial, tetapi juga dalam kerangka teologis. Eka Dharmaputra mengatakan

1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1204.

2 Edy Setyawati, Kebudayaan di Nusantara dari Keris, Tor-Tor, sampai Budaya Industri

(Depok : Komunitas Bambu, 2014), 14-16.

(13)

2

“Perbedaan-perbedaan religius tidak dilihat semata-mata sebagai sesuatu yang tak terelakkan pada aras praktis, melainkan sebagai suatu yang bermakna dan penting pada aras teologis. Kehadiran dan eksistensi mereka yang beragama lain dipahami tidak semata-mata sebagai realitas sosial, namun juga sebagai fenomena teologis. Dengan kata lain, itu harus dihadapi secara teologis pula.4

Kenyataan akan adanya pluralitas agama menuntut kesadaran setiap agama untuk mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama. Dalam konteks kehidupan masyarakat yang plural secara agama, setiap agama mendapat tantangan untuk tidak lagi merasa bahwa dirinya merupakan agama yang paling benar di antara agama yang lain atau menjadi satu-satunya jalan keselamatan untuk seluruh umat manusia. Hal ini disebabkan semakin pentingnya mempertimbangkan kondisi pluralitas antar agama yang semakin tidak terelakkan sebagai kategori dinamis dalam beragama, sehingga muncul kesadaran misalnya

to be religous is to be interreligious.5 Jika setiap agama masih memegang klaim-klaim kebenarannya adalah kebenaran yang mutlak, maka harapan-harapan akan adanya toleransi antar umat beragama nampaknya tidak akan bisa terwujud dengan baik. Pengukuhan akan kebenaran itu sendiri bisa menjadi pemicu munculnya konflik yang bisa membawa pada tindakan kekerasan di tengah kehidupan bermasyarakat. Untuk membawa toleransi umat beragama hadir dan nyata di dalam masyarakat, dibutuhkan adanya kemauan setiap agama untuk terbuka dan berdialog di antara umat beragama.

Berkaitan dengan memperingati Hari Toleransi Internasional yang

diperingati setiap 16 November, SETARA Institut6 melakukan kajian dan

indexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktik

toleransi. Tujuan pengindeksan ini antara lain untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan membanggakan toleransi di wilayahnya

4

Eka Dharmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia: Teks-teks Terpilih Eka

Darmaputera, disunting oleh : Martin L. Sinaga dkk, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 269.

5 Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman

(Jakarta: Paramadina, 2001), 14. 6

SETARA Institut adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh beberapa individu yang didedikasikan untuk ide bahwa setiap orang harus diperlakukan sama sementara menghormati keragaman, mengutamakan solidaritas dan menjunjung tinggi martabat manusia. Organisasi ini didirikan oleh orang-orang yang ingin menghapuskan diskriminasi dan intoleransi atas dasar agama, suku, warna kulit, jenis kelamin, dan status sosial lainnya, serta meningkatkan solidaritas.

(14)

3

masing-masing, sehingga dapat menjadi pemicu bagi kota-kota lain untuk turut

bergegas mengikuti, membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.7

Kota Salatiga merupakan salah satu miniatur kerukunan umat beragama di Indonesia, ini terlihat dari keanekaragaman agama dan etnis yang ada di Salatiga. Wali Kota Salatiga Yuliyanto mengatakan bahwa “kerukunan umat beragama dapat terjalin dengan baik karena peran pemuka agama dan masyarakat yang ada di Salatiga.” Di kota ini juga ternyata ada sekitar 3000 orang pendatang yang berbeda agama dan etnis, tetapi mereka mau membaur dengan masyarakat kota Salatiga. Hal ini sangat baik dalam perkembangan kota Salatiga untuk mempertahankan kota yang dijuluki sebagai kota beriman.8 Terpilihnya kembali kota Salatiga sebagai kota paling toleran di Indonesia, merupakan yang ketiga

kalinya sejak tahun 2015 dan 2017.9

Dalam meraih predikat sebagai kota toleran, tentunya ada peran serta dari lembaga keagamaan di kota Salatiga. Seperti peran dari BKGS (Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga), dalam membangun sikap toleran antar agama-agama. Gereja-gereja yang bergabung dengan BKGS ada sebanyak 94 gereja. Mantan ketua BKGS Pdt. Prasetyawan dan ketua BKGS Purwanto mengatakan “toleransi merupakan menghormati, menghargai eksistensi masing-masing dengan segala pernik-pernik dan ritual-ritualnya”. BKGS memandang agama lain sebagai teman seperjalanan sewaktu hidup di dunia, teman dan mitra kerjasama untuk mencapai kedamaian dan kerukunan. Berbagai upaya dilakukan oleh BKGS untuk mengarahkan gereja-gereja yang ada di dalam naungannya berkaitan dengan sikap toleransi dengan agama yang lain, salah satu contohnya adalah dengan mengikuti

kemah kebangsaan10 dan outbound pemuda lintas iman yang diikuti semua anak

7 Setara Istitute, “Indeks Kota Toleran tahun 2017”, diakses pada 16 November 2017

http://setara-institute.org/indeks-kota-toleran-tahun-2017/

8

Hero Santoso, “Salatiga Miniatur Kerukunan umat Beragama di Indonesia” diakses pada 25 Februari 2015

http://www.harian7.com/2015/02/salatiga-miniatur-kerukunan-umat.html

9 Rangga Rosa, “Salatiga Kembali Raih Predikat Kota Toleran No 2 Nasional” diakses

pada 10 Desember 2018, pukul

14.47. https://daerah.sindonews.com/read/1361517/22/salatiga-kembali-raih-predikat-kota-toleran-nomor-2-nasional-1544428022

10

Program ini diadakan mulai pada 9 Oktober 2018. Tujuan dari program ini adalah untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga kerukunan antar umat beragama di kota Salatiga. Salah satu kegiatan kemah kebangsaan adalah mengadakan diskusi yang topik pembahasannya adalah merangkul intoleransi untuk mewujudkan pilpres dan pileg

(15)

4

muda Kristen dan pemuda lintas agama, kebersihan kota Salatiga lintas iman, pemilu damai dan doa bersama yang difasilitasi oleh Badan Kesatuan Kebangsaan dan Politik Pemerintahan Kota Salatiga.

Terpilihnya kembali Salatiga sebagai kota toleransi semakin menegaskan besarnya rasa toleransi antara pemerintah, lembaga keagamaan serta masyarakat yang terus dikembangkan dengan membangun kerjasama, dialog, dan relasi yang diperlukan. Hal tersebut penting agar dapat memberikan panduan bagi kota lainnya untuk turut mengikuti, menciptakan ataupun membangun toleransi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu kehidupan bersama manusia terdapat keragaman suku, ras, budaya dan agama. Keragaman tersebut terlebih agama terjadi karena faktor lingkungan tempat manusia itu hidup yang juga tidak

sama.11 Dengan demikian, pemahaman teologi agama-agama sangat dibutuhkan

sebagai refleksi teologis dalam kehidupan bersama di tengah-tengah pluralitas.12 Dalam membangun teologi agama-agama, realitas pluralitas inilah yang harus menjadi dasar pijakan atau landasannya, sehingga akan tercipta suatu teologi agama-agama yang bermuara pada lahirnya suatu tatanan sosial yang menempatkan posisi agama yang sama dan sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya. Suatu teologi yang menyadarkan setiap agama bahwa ia ada dan hidup dalam kenyataan dunia majemuk dan dinamis.

Banyak sekali model-model yang telah diciptakan oleh beberapa teolog dalam menentukan sikap terhadap agama yang lain, salah satunya adalah model yang ditulis oleh Paul F. Knitter. Di dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teologi Agama-Agama, Paul F. Knitter memberikan empat model pendekatan yang dipakai oleh agama Kristen dalam usaha untuk memahami kehidupan pluralitas agama. Model-model pendekatan teologi agama-agama Knitter dibuat sebagai sebuah usaha untuk menjawab persoalan-persoalan dalam membangun hubungan antar umat beragama. Pembagian model-model yang dilakukan Knitter ini didasarkan pada pemikiran-pemikiran para teolog dunia yang cukup

ceria, penanaman ideologi Pancasila dan kebangsaan bagi generasi muda serta generasi muda, Pancasila, semangat kebhinekaan dan toleransi.

11

John A. Titaley, Religiositas di Alinea Tiga “Pluralisme, Nasionalisme dan

Transformasi Agama-Agama” (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana), 169.

12 Tim Balitbang PGI, Teologi Agama-Agama di Indonesia “Theologia Religionum”

(16)

5

memberikan pengaruh pada perkembangan pemikiran dalam bidang teologi. Model-model tersebut adalah model penggantian, model pemenuhan, model mutualitas dan model penerimaan. Dari ke empat model inilah penulis akan berusaha untuk melihat model yang mana yang telah dipakai oleh BKGS dalam berperan aktif menciptakan kota Salatiga sebagai kota toleransi, dilihat dari pandangan atau penilaian BKGS terhadap agama lain dengan caranya berelasi atau berdialog dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun model-model teologi agama-agama Knitter adalah teologi agama-agama yang ditulis bukan dari konteks Asia, akan tetapi penulis melihat beberapa model yang dijelaskan Knitter masih bisa direlevansikan dengan konteks Indonesia yang plural. Relevansi yang dimaksud terletak pada esensi sikap keberagaman yang Knitter paparkan supaya setiap agama menekankan dialog kebersamaan. Dari gambaran yang penulis paparkan di bagian sebelumnya, terlihat bahwa sikap BKGS terhadap agama-agama lain sangat dekat dengan

model penerimaan.13 Hal ini dilihat dari pandangan ketua BKGS dan mantan

ketua BKGS bahwa setiap agama harus saling berdialog dan tidak lagi menjunjung tinggi superioritas agama tertentu, tetapi dengan cara menerima realita keberagaman dari semua agama. Agama Kristen termasuk gereja selayaknya dipahami sebagai bagian dari kehidupan yang sarat dengan keberagaman dan kemajemukan, sehingga sudah sepatutnya gereja mewujudkan tanggung jawabnya. Tanggung jawab yang dimaksud yakni untuk menciptakan kedamaian dan toleransi serta mengembangkan pemahaman lintas agama yang tidak eksklusif dengan mengakui bahwa keberagaman itu juga merupakan karya Tuhan. Dari sini gereja diharapkan mampu bersikap terbuka terhadap kepelbagaian suku, ras dan agama. Bahkan gereja bisa membangun kerjasama dengan agama yang lainnya, sehingga gereja dapat berpartisipasi untuk menciptakan dan merawat toleransi.

Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan yaitu: Sejauh mana peran partisipatif BKGS dalam merawat toleransi di Kota Salatiga yang menyandang predikat sebagai kota toleransi di Indonesia? dan Model yang

(17)

6

mana yang dipakai BKGS dalam merawat toleransi di Kota Salatiga ditinjau dari ke empat model teologi agama-agama Paul F. Knitter?

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peran dan upaya BKGS dalam mempertahankan dan membangun budaya toleransi bagi masyarakat di kota Salatiga dan menjelaskan bagaimana peran BKGS ditinjau dari TAA Paul Knitter. Secara teoritis, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi studi-studi selanjutnya tentang toleransi dan hubungan gereja dengan pluralitas agama, sebagai sumber menulis karya ilmiah, dan dapat menjadi bahan tambahan literatur kampus. Secara praktis, penelitian ini diharapkan membantu pemerintah agar terus meresponi pluralitas agama secara tepat dengan merawat semangat toleransi umat beragama tanpa melihat suku, agama, dan ras. Di sisi lain, karya tulis ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada masyarakat dalam melakukan dialog keagamaan sekaligus program-program yang mengaktivasi perjumpaan-perjumpaan lintas agama.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif, penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistimatis dan akurat, fakta dan

karateristik mengenai populasi atau bidang tertentu14 Penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Penulis menetapkan sampel yang diambil yaitu pihak-pihak yang dipandang paling mengetahui tentang masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui tentang fenomena toleransi di tengah keadaan yang plural.

Dalam memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan, observasi dan wawancara terhadap kegiatan atau program kerja yang dilakukan oleh BKGS, dokumen cetak (studi kepustakaan) berupa karya ilmiah, buku ataupun penelitian yang memiliki kesamaan dengan topik penelitian ini dan dokumen cetak (studi dokumenter) berupa arsip ataupun dokumen dari BKGS yang terkait hasil evaluasi program.

Sistematika penulisan pada bagian I ialah latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian II Landasan Teori yang berisi: teori tentang model-model teologi agama-agama Paul. F Knitter. Bagian III berisi hasil penelitian. Bagian IV

(18)

7

berisi analisis dan pembahasan model yang dipakai oleh BKGS. Bagian V penutup yang berisi: kesimpulan dan saran penulis.

Teologi Agama-Agama

Teologi agama-agama (dalam bahasa inggris Theology of Religions, dalam bahasa latin Theologia Religionum) yaitu cabang dari ilmu teologi yang membahas bagaimana kekristenan memberi respon teologis terhadap kenyataan adanya pluralitas agama di luar dirinya.15

Biografi Paul F. Knitter

Paul F. Knitter lahir pada 25 Februari 1939 di Chicago. Knitter melanjutkan studinya di Pontifical Gregorian University Roma, pada 1962. Melalui perjumpaan akademik dengan Rahner, sikap teologis Knitter terhadap agama lain mulai bergeser dari eksklusivisme menjadi lebih terbuka terhadap agama lain (inklusivisme). Setelah memperoleh gelar lisensiant bidang teologi di Roma (1968), ia melanjutkan study ke Universitas Munster, Jerman (1972) di bawah bimbingan Karl Rahner dengan tesis berjudul “Sikap Katolik terhadap

Agama-agama lain”.16 Berjalannya waktu, Knitter merasakan jembatan Rahner

mulai goyah. Oleh karena itu ia memilih mencari pedoman/prespektif baru dalam

memandang “sesuatu yang religius” di luar teori Kristen anonim Rahner.17

Pada 1984, ketika mengunjungi El Savador, Amerika Tengah dan Kikaragua Knitter memahami bahwa teologi pembebasan bukan saja sebagai “metode baru”, tetapi suatu pemahaman baru tentang agama. Hal ini berpengaruh terhadap cara berteologinya dimana ia tidak dapat menjalankan teologi-teologi

kecuali ada kaitannya dengan teologi pembebasan.18 Dialog dan pembebasan

merupakan dua segi dari agenda yang sama.19 Pemahaman yang baru inilah yang

kemudian mendorong Knitter menulis model-model agama Kristen. Dalam memandang agama lain ini Knitter mencoba mengingatkan umat Kristiani (tetapi bukan hanya umat kristiani) akan adanya kewajiban untuk bersikap serius terhadap agama-agama lain, lebih memahami mereka, berdialog dengan mereka

15 Th Sumartana, Theologia Religionum, dalam Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di

Indonesia, Ed. Tim Balitbang PGI (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 19.

16

Paul. F Knitter, Satu Bumi Banyak Agama (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 4.

17 Knitter, Menggugat Arogansi, 29. 18 Knitter, Satu Bumi, 8.

(19)

8

dan bekerja sama dengan mereka untuk mengupayakan pembebasan bagi semua makhluk hidup di dunia.

Model-model Teologi Agama-Agama Paul F. Knitter

Salah satu tugas yang paling mendesak yang dihadapi teologi Kristen hari ini adalah memberikan laporan tentang eksistensi dan vitalitas baru dari agama-agama lain, dengan kata lain, suatu teologi agama-agama-agama-agama di dunia. Jika peran teologi adalah untuk memfokuskan terang Kitab Suci dan tradisi sejarah berlangsung pada pengalaman manusia, maka pengalaman baru dari pluralisme

agama menuntut semacam interpretasi terhadap kekeristenan.20 Untuk itulah,

Knitter berusaha menafsir ulang doktrin-doktrin Kristen agar dapat “berjalan bersama” dengan agama lain. Secara singkat penulis akan mendeskripsikan secara singkat model-model teologi agama-agama Kristen menurut Knitter yang terbagi menjadi empat model pendekatan yaitu:

Model Penggantian

Model penggantian menghormati perbedaan yang ditemui dalam agama-agama lain, namun tujuannya menghilangkan dan menggantikannya dengan tradisi Kristen. Agama Kristen diciptakan untuk menggantikan semua agama lain. Sikap ini juga dominan dan pada umumnya dianut sepanjang sebagian besar sejarah agama Kristen. Di dalam model ini, Allah menghendaki hanya satu agama, yaitu agama Kristen. Kasih Allah memang universal untuk semua orang, namun kasih itu diwujudkan melalui komunitas Yesus Kristus yang partikular dan singular.21 Dalam menganalisis model penggantian, Paul Knitter membaginya ke dalam dua bagian yaitu penggantian total dan penggantian parsial.

Penggantian Total, model ini menganggap bahwa ada yang kurang, atau menyimpang di dalam agama-agama lain, artinya tidak ada nilai dan kehadiran

Allah di agama-agama lain.22 Model penggantian total menganggap agama lain

sebagai buatan manusia sehingga menjadi penghalang bukan saluran, kasih Allah. Dalam istilah teologi, tidak ada wahyu maupun keselamatan di dalam

20

Paul F. Knitter, No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes Toward

Word Relegions (Maryknool: Orbits, 1985), 17.

21Knitter, Pengantar Teologi, 21.

(20)

9

agama lain. Atas dasar itu umat Kristen, penganut model penggantian total, tidak

memungkinkan untuk berdialog dengan agama-agama lain.23

Penggantian Parsial, model memandang bahwa agama-agama lain bukan buatan manusia, tetapi agama lain di kehendaki oleh Allah, mereka adalah wakil Allah, “alat” Allah di mana Allah menjalankan rencana ilahinya. Dengan kata lain, Allah berbicara kepada agama lain melalui agama mereka masing-masing. Model ini menyetujui adanya sebuah dialog, hanya saja dialog yang dilakukan antar umat Kristiani dengan umat beragama lainnya hanya berupa usaha memahami agama-agama lain secara mendalam agar bisa menggantikan agama itu menjadi agama kristiani.24

Model Pemenuhan

Model ini merupakan satu langkah ke depan dalam usaha agama Kristiani membangun satu pemahaman yang berimbang terhadap agama-agama lain. Model ini menawarkan satu teologi yang dapat memberikan bobot yang sama kepada dua keyakinan dasar Kristiani yang telah kita dengar bersama: bahwa kasih Allah itu universal, diberikan secara nyata di dalam Yesus Kristus. Model ini percaya bahwa agama-agama lain memiliki nilai, bahwa Tuhan ada di sana, bahwa umat Kristiani perlu berdialog dengan mereka dan bukan hanya sekedar memberitakan (Injil) kepada mereka.25

Meskipun demikian, terdapat keterbatasan di model ini. Pandangan yang menyeimbangkan pengakuan kehadiran Tuhan di agama-agama lain dan kehadiran Tuhan yang khusus melalui Yesus tidak dapat diperjelas lagi, sebab kalau sudah beranjak terlalu jauh (menuju pluralisme, menurut penulis), identitas Kristen akan hilang, keunikan Yesus sebagai penyelamat manusia dan inkarnasi

Tuhan tidak berarti.26 Jadi model pemenuhan mengakui adanya kebenaran dan

keselamatan dalam agama-agama lain, namun agama-agama tersebut memiliki keterarahan kepada Kristus melalui gereja (inklusivisme).

Model Mutualitas

23

Knitter, Pengantar Teologi, 29. 24

Knitter, Pengantar Teologi, 37.

25 Knitter, Pengantar Teologi, 73. 26 Knitter, Pengantar Teologi, 73.

(21)

10

Model mutualitas lebih berpihak kepada kasih dan kehadiran Allah yang Universal terhadap agama-agama lain.27 Bagi model ini dialog dengan agama-agama lain merupakan sebuah kewajiban etis dan bagian mutlak dari kewajiban mengasihi sesama. Kita tidak bisa mengasihi orang lain, kecuali kita bisa mendengarkan mereka, menghormati mereka dan belajar dari mereka, itulah dialog. Bagi model ini, hubungan lebih penting daripada pluralitas. Hubungan semacam ini harus mutual, artinya hubungan dan percakapan dua arah ini memungkinkan keduanya saling bicara dan mendengarkan, terbuka untuk belajar dan berubah. Bagi model ini, apa pun yang mengancam mutualitas dialog harus dicurigai.28

Model ini memandang bahwa setiap agama memiliki “hak sederajat” untuk berbicara dan didengarkan berdasarkan nilai yang melekat di dalam mereka. Jadi, model ini tidak setuju dengan dan berusaha menghindari anggapan bahwa

ada agama yang superioritas.29 Menurut model ini berdialog bukan hanya

membicarakan tentang persamaan dan bagian internal agama saja, akan tetapi membahas tentang permasalahan-permasalahan global yang sedang terjadi dan

mencari solusinya bersama-sama.30

Ada tiga jembatan yang ditawarkan Knitter kepada umat Kristiani untuk menyebrang ke model mutualitas:

Jembatan Filosofis-Historis, jembatan ini bertumpu pada dua pilar: keterbatasan historis dari semua agama dan kemungkinan filosofis (atau probabilitas) bahwa ada satu kenyataan Ilahi di balik dan di dalam semua agama.

Jembatan Religius Mistik, jembatan ini ditopang oleh anggapan yang disetujui oleh kebanyakan umat beragama, bahwa Yang Ilahi itu lebih penting dari pada apa yang diketahui agama namun yang justru hadir dalam pengalaman mistik semua agama.

Jembatan Etis Praktis, Kebanyakan agama memilki kemampuan membangun jembatan ini, pengakuan bahwa kemiskinan dan penderitaan yang

27

Knitter, Pengantar Teologi, 129.

28

Knitter, Pengantar Teologi, 130.

29

(22)

11

merusak kemanusiaan dan bumi ini merupakan keperihatinan semua umat beragama. Semua agama terpanggil untuk mengatasi berbagai penderitaan ini, yang kalau dilaksanakan secara serius akan memampukan mereka mengakui

bahwa dialog yang lebih efektif diantara mereka perlu dilakukan. 31

Model Penerimaan

Model ini merupakan reaksi terhadap kekurangan model-model sebelumnya, model penggantian dan pemenuhan lebih menekankan partikularitas satu agama sehingga validitas agama-agama lain hancur, model mutualitas lebih menitik beratkan pada universalitas dari semua agama sehingga menutupi

perbedaan partikularitas yang ada. 32 Bagi para teolog, model penerimaan

tekanannya terletak pada yang positif yakni keindahan, nilai dan kesempatan menjadi ragam. Bagi mereka, perbedaan itu sangat menarik, berbuah dan mengandung rahmat kehidupan dari pada satu agama tertentu yaitu Allah yang hadir dalam bentuk Buddha dan Yesus, rela hidup dalam Dukkha atau penderitaan yang luas, guna membebaskan manusia dari keterpurukan yang menimpa mereka. Keteladanan yang ditonjolkan Allah dalam Buddha dan Yesus, mendorong agama-agama untuk belajar banyak dari sang Liyan. Bagi model ini, perbedaan antaragama bukan hanya bahasa, melainkan lebih jauh menyangkut tujuan akhir dan “pemenuhan” dalam setiap agama.

Perbedaan agama terjadi juga karena adanya perbedaan Tuhan. Untuk menjelaskan maksud tersebut kepada umat Kristen, Heim menggunakan kerangka teologi tradisional Kristen, bahwa Tuhan berbentuk Tritunggal33. Hal ini berarti bahwa semua umat beragama harus menggali keberadaan dan kehidupan mereka dalam perbedaan yang memunculkan hubungan antar agama, yaitu melalui dialog. Ketika dialog dilakukan, para penganut model mutualitas merasa perlu menanggalkan sesuatu yang absolut dari berbagi agama agar dialog dapat berjalan seimbang. Dalam dialog, peserta dialog harus tetap mempertahankan perbedaanya masing-masing. Dengan begitu, umat beragama yang berbeda-beda akan saling

31 Knitter, Pengantar Teologi, 133. 32 Knitter, Pengantar Teologi, 205. 33 Knitter, Pengantar Teologi, 230)

(23)

12

berdialog dan belajar. Perbedaan yang tak dapat dihindari ini, bagi Heim disebut “pluralisme orientasional”.34

Melalui keempat model yang telah ditulis oleh Knitter membantu penulis untuk melihat dan menganalisis model yang mana telah dipakai oleh BKGS dalam berdialog dengan agama-agama lain.

Profil (BKGS) Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga

BKGS (Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga) dibentuk pada 19 Desember 1974. Terbentuknya BKGS karna adanya dorongan dari beberapa pendeta untuk bersekutu, bersaksi dan melayani bersama. Dengan melakukan kerjasama antar gereja diyakini akan lebih optimal dalam peningkatan visi misi dan perkembangan pelayanan. Kelemahan yang mungkin ada di salah satu gereja dapat ditopang dengan kekuatan yang lebih dari gereja yang lain sehingga dapat saling menopang satu dengan yang lainnya, bahkan peluang yang ada di hadapan

gereja dapat diberdayakan dengan memanfaatkan kekuatan gereja lain.35

Gereja-gereja yang ada di bawah naungan BKGS ada sekitar 94 gereja, yakni :

Tabel 1. DATA ANGGOTA BKGS

No Gereja Jumlah No Gereja Jumlah No Gereja Jumlah

1 GBI 10 7 GSJA 3 13 BETANI 2

2 GKJ 10 8 GKI 3 14 GKB 2

3 GPDI 10 9 BPBI 3 15 BAPTIS 3

4 GIA 5 10 RK 2 17 GKJ TU 2

5 GJKI 4 11 GKMI 2 17 Lainnya 28

6 GPI 4 12 GPSDI 2 Jumlah 94

Sumber dari Buku Panduan BKGS

Sebagai sebuah organisasi BKGS tidak terlepas dari visi yaitu hadir sebagai duta Kristus yang bersaksi dan melayani demi kehadiran damai sejahtera di bumi. Sedangkan misinya yaitu dalam semangat kerjasama Kristiani gereja-gereja anggota BKGS mewujudkan kesaksian dan pelayanan kepada masyarakat luas, agar dunia percaya bahwa Allah Bapa telah mengutus anakNya yang tunggal

34 Knitter, Pengantar Teologi. 233.

35 Purwanto, Buku Panduan Musyawarah Anggota (MUSA) BKGS (Salatiga:BKGS,

(24)

13

demi keselamatan dunia. Berdasarkan pengakuan itu pula gereja-gereja Salatiga terdorong untuk mewujudkan keesaan dalam wadah Badan Kerja sama gereja-gereja di Salatiga yang di singkat menjadi mitra/partner/lembaga/badan lain yang

searah dan setujuan demi kesejahteraan masyarakat ciptaan.36

Profil Kota Salatiga

Salatiga, dikenal dengan julukan sebagai kota peristirahatan,37 merupakan

salah satu kota di Jawa Tengah, yang berada di lereng Gunung Merbabu dengan luas wilayah sebesar 56.781 Km² yang berarti bahwa Kota Salatiga hanya

menempati 0,17% dari luas provisnsi Jawa Tengah.38 Jumlah penduduk kota

Salatiga pada 2016 sebanyak 186.420 jiwa, yang artinya angka ini tumbuh sebesar 1,38% dibanding tahun sebelumnya. Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan), sebesar 95,77%. Penduduk Kota Salatiga belum menyebar secara merata di seluruh wilayah kota Salatiga. Umumnya, penduduk banyak menumpuk di daerah perkotaan dibandingkan pendesaan. Penduduk Kota Salatiga juga banyak dari luar, hal ini disebabkan adanya beberapa universitas besar di Salatiga

seperti UKSW, IAIN dan universitas lainnya.39

Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat. Hal ini terlihat dari tempat-tempat peribadatan yang ada di sekitar warga, seperti Masjid, Gereja, Pesantren, Klenteng dan Vihara. Banyaknya tempat peribadatan di kota Salatiga pada tahun 2016, mencapai 624 buah, yang terdiri dari 83,81% Majid dan Langgar, dan 15,06% Gereja Kristen dan Katolik, dan sisanya

merupakan Vihara, Klenteng dan Pura.40

Berkaitan dengan memperingati hari toleransi yang diperingati setiap 26 November, Setara Institute melakukan kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktik toleransi. Tujuannya adalah untuk

36

Purwanto, Musyawah Anggota, 20.

37 Zaenuddin H M, Asal- Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doloe (Jakarta: Ufuk Press

, 2012), 443.

38 Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, Statistik Daerah Kota Salatiga 2016 (Salatiga:

BPS Salatiga, 2016), 1.

39 Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, Kota Salatiga Dalam Angka 2017 (Salatiga: BPS

Salatiga, 2018), 49.

(25)

14

mempromosikan kota-kota yang terpilih sebagai toleran sehingga kota-kota lain juga bisa mengikutinya.

Pengindeksan yang dilakukan oleh Setara Institute menggunakan alat ukur dengan berbagai variabel, yang menjadi variabel tolak ukur tingginya tingkat toleran kota tersebut dinilai dari: Pristiwa toleransi, Hetererogenitas agama, Partisipasi masyarakat sipil, Rencana pembangunan, Kebijakan deskriminatif, Pernyataan, Inklusi sosial keagamaan dan Tindakan nyata. Skoring dalam studi ini menggunakan skala dengan rentan 1-7, yang menggambarkan rentang gradatif dari kualitas buruk ke baik. Artinya, 1 merupakan skoring untuk situasi paling buruk pada masing-masing indikator untuk mewujudkan kota toleran, sedangkan 7 adalah skoring untuk situasi paling baik pada masing-masing indikator untuk

mewujudkan kota toleran di kota-kota yang dimaksud. 41

Hasil skoring indexsing yang dilakukan Setara Institute sebagai berikut : Tabel II. HASIL SKORING INDEXING

No Kota Skoring No Kota Skoring

1 Singkawang 6,513 5 Ambon 5,960

2 Salatiga 6,477 6 Bekasi 5,8090

3 P. Siantar 6,477 7 Kupang 5,857

4 Manado 6,030 8 Tomohon 5,833

Sumber dari SETARA institute

Dalam hasil skoring tahun 2018, Salatiga terpilih kembali sebagai kota paling toleran urutan dua setelah kota Singkawang dengan skoring 6,477. Hal ini merupakan yang ketiga kalinya Salatiga terpilih. Salatiga mulai menjadi kota toleransi sejak tahun 2015, 2017 dan 2018. Wali Kota Salatiga Yuliyanto menyatakan “Kerukunan umat beragama dapat terjalin dengan baik karena adanya peran pemuka agama dan juga masyarakat kota Salatiga”. Terpilihnya kembali kota Salatiga sebagai Kota toleran merupakan sebuah kebanggaan bagi pemerintah dan juga masyarakat Kota Salatiga, sehingga hal demikian mendorong

41

Setara Institute, “Indeks Kota Toleran 2017” diakses pada 16 November 2017. http://setara-institute.org/indeks-kota-toleran-tahun-2017/

(26)

15

masyarakat dan pemerintah untuk terus mempertahankannya dengan cara tetap

memelihara dan menjaga sikap toleransi terhadap sesama.42

Partisipasi BKGS dalam Merawat Sikap Toleransi di Kota Salatiga BKGS sebagai sebuah organisasi persatuan gereja yang ada di Salatiga menyadari bahwa Salatiga sarat dengan perbedaan, bahkan perbedaan itu tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. BKGS menyadari bahwa toleransi tersebut bukan hanya sekedar menerima perbedaan itu saja, namun lebih dari itu BKGS menghormati dan menghargai setiap keyakinan yang dianut oleh agama yang lain. BKGS memandang agama lain sebagai sesama, mitra kerjasama untuk

mewujudkan kesejahteraan di dunia.43

Dalam wawancara yang dilakukan penulis dengan badan pengurus harian dan beberapa pengurus BKGS, hasil wawancara menyimpulkan bahwa terpilihnya kembali kota Salatiga sebagai kota toleran tidak terlepas dari peran BKGS dalam mewujudkan kerukunan. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan BKGS bentuk kontribusi terhadap penciptaan Salatiga sebagai kota toleransi adalah sebagai berikut;

Mengadakan Bakti Sosial

Dalam memelihara citra kota Salatiga sebagai kota toleransi maka BKGS melakukan kegiatan bakti sosial. Bakti sosial yang dilakukan dimulai sejak tahun 2015 sampai sekarang. Kegiatan baksos yang dilakukan antara lain pengobatan gratis massal, potong rambut, pijat refleksi, pembagian sembako bersubsidi dan kegiatan pasar murah, kegiatan ini mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat dan pemerintah kota Salatiga. Pada tahun 2018 untuk pembagian sembako murah pihak BKGS bekerjasama dengan Lurah, RT dan RW. Sembako yang telah dipersiapkan oleh BKGS disalurkan kepada Lurah, RT/RW, untuk selanjutnya diteruskan kepada masyarakat secara merata. 44

Kegiatan bakti sosial selanjutnya yang dilakukan oleh BKGS adalah bersih-bersih Kota Salatiga, untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan

42 Hero susanto, “Salatiga Miniatur Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” diakses

pada 25 Februari 2015. http://www.harian7.com/2015/02/salatiga-miniatur-kerukunan-umat.html

43 Wawancara dengan ketua BKGS, Purwanto pada 25 Mei 2019, pukul 14.00 44 Purwanto, Buku Panduan, 80.

(27)

16

kota yang bersih dan sehat. Setiap tahunnya BKGS menyelenggarakan kegiatan bersih kota bersama TNI dan pejabat di lingkungan Kota Salatiga. Kegiatan ini dimulai dari Jl. Sukowati menuju Jl. Jendral Sudirman dan berakhir di rumah dinas Walikota Salatiga. Kegiatan ini diikuti sekitar 250 pemuda remaja serta jemaat gereja-gereja kota Salatiga. Kegiatan yang dilakukan BKGS ini sangat diapresiasi oleh Pemerintah Kota Salatiga.

Selain itu ada kegiatan bakti sosial membagikan takjil. Pada tahun 2019, BKGS membuat satu pergerakan baru dengan cara membagi-bagikan takjil di Jl. Osamilki 88 Salatiga dan di Pasar Raya Salatiga yang diikuti oleh 35 pemuda BKGS yang bekerjasama dengan GMKI. Takjil yang dibagikan ada sekitar 470 paket. Takjil dibagikan ke seluruh masyarakat kota Salatiga yang ada disekitar tempat tersebut, hal ini sangat disambut hangat oleh masyarakat Kota Salatiga. Kegiatan ini diupayakan dilanjutkan di tahun berikutnya dengan jumlah takjil yang diperbanyak dan titik pembagiannya juga ditambah ke wilayah yang lainnya. 45

Kegiatan Mengamankan Idul Fitri dan Pawai Barongsai di Salatiga Selain bakti sosial, BKGS juga mengadakan kegiatan mengamankan perayaan Idul Fitri di lapangan Pancasila Salatiga yang dilakukan setiap tahun. Partisipasi BKGS dalam menjaga keamanan perayaan Idul Fitri dimulai dari tahun

2015 sampai sekarang.46 Dalam keikutsertaan ini BKGS juga bekerjasama dengan

majelis PUASA (Persatuan Umat Agama Kota Salatiga). Keikutsertaan ini sangat membangun hubungan yang baik antara anggota BKGS dengan masyarakat kota Salatiga. Partisipasi BKGS dalam mengamankan Idul Fitri semakin tahun semakin naik, yang diwakili oleh pemuda-pemuda gereja, dan tahun 2016 ada sekitar 90 orang, pada tahun berikutnya meningkat menjadi sebanyak 153 orang, dan pada tahun 2018 ada sekitar 159 orang yang berpatisipasi. Kegiatan lain yakni pawai Barongsai pada 19 Februari 2019 yang dilakukan umat Konghucu dalam merayakan hari raya imlek di Salatiga, dimana BKGS dan majelis PUASA juga berpatisipasi untuk ikut memeriahkan acara tersebut.47

45

Wawancara dengan Pdt. Andreas Sese Sunarko, pada Minggu 22 Juni 2019, pukul 10.00.

46 Wawancara dengan ketua BKGS, Purwanto pada 25 Mei 2019, pukul 14.00 47 Wawancara dengan Pdt Yohan Krisnato, pada Sabtu 19 Juni 2019, Pukul 17.00.

(28)

17

Mengikuti Kemah Kebangsaan dan Outbound Lintas Iman

Masih berlanjut pada Kemah Kebangsaan dan Outbound lintas iman, yang diselenggarakan oleh Kesbangpol Salatiga, pada 9 Oktober 2018. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga kerukunan antar umat beragama di Kota Salatiga. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh pemuda lintas agama. Kegiatan yang dilakukan biasanya menanam pohon dan mengadakan seminar tentang “membangun kerukunan umat beragama”. Semua peserta sangat antusias mengikuti semua rangkaian acara yang telah dipersiapkan, dan bukan hanya sekedar itu saja setelah acara tersebut selesai semua anggota peserta membuat group WA untuk tetap bisa berkomunikasi, mereka juga berkarya dengan mengikuti festival perlombaan membuat film di Kota Salatiga tentang kerukunan umat beragama, hasil karya mereka ternyata berhasil membuat satu film, dan menang juara dua di festival pembuatan film tersebut.48

Mengadakan Sosialisasi Pileg dan Pilpres

Kegiatan selanjutnya adalah Sosialisasi Pileg dan Pilpres, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2019, dalam rangka menjaga kondusivitas dan kerukunan. Kegiatan ini mengundang tokoh agama-agama lain dengan tujuan kegiatan ini adalah untuk mengantisipasi masyarakat kota Salatiga agar sewaktu Pileg dan Pilpres berlangsung tidak menimbulkan keributan atau kekacauan. Setelah dievaluasi maka kegiatan sosialisasi tersebut sangat berdampak yaitu tidak ada keributan, sepanjang Pileg dan Pilpres, bahkan berjalan dengan lancar.49

Mengadakan Kegiatan Natal dan Paskah di Lapangan Pancasila Selanjutya BKGS mengadakan kegiatan Natal dan Paskah bersama di lapangan Pancasila, kegiatan Paskah dan Natal merupakan kegiatan rutin yang dilakukan dari tahun ke tahun. Selama tiga tahun belakangan ini kegiatan tersebut relatif lancar dan aman, dari pihak pemerintah kota juga memberikan kemudahan-kemudahan dan dukungan sehingga semua berjalan tanpa ada hambatan. Dukungan dari semua gereja juga relatif baik, bahkan dukungan dari masyarakat juga baik, beberapa dari pemuda-pemudi dari agama lain bekerjasama dengan

48 Wawancara dengan Pak Purwarrno, Seketaris BKGS, pada Selasa 4 Juni 2019. 49 Wawanara dengan Purwanto, pada 25 Mei 2019, pukul 14.00.

(29)

18

Banser NU ikut mengambil bagian dalam rangka menjaga keamanan di lapangan Pancasila. Hal ini wajib untuk disyukuri karena bisa melaksanakan kegiatan

semacam ini dan didukung oleh seluruh masyarakat kota Salatiga.50

Mengadakan Perkunjungan dan Retreat dengan Pemuka Agama di Salatiga

Selanjutnya BKGS Melakukan perkunjungan silaturahmi ke tokoh-tokoh

setiap Agama di Salatiga. Pengurus BKGS bekerja sama dengan FKUB51 dan

majelis PUASA 52 mengadakan kunjungan-kunjungan hari raya keagamaan

terhadap pimpinan agama lain. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin.53 Bukan hanya berhenti sampai disitu BKGS masih berlanjut pada kegiatan untuk penyegaran Iman para hamba Tuhan sekaligus memberikan suasana dan wawasan baru, maka BKGS mengadakan Retreat Hamba Tuhan di Wisma Garuda Kopeng. Kegiatan ini dihadiri sejumlah pejabat Pemkot Kota Salatiga, Majelis PUASA dan Kepala Depag Salatiga. Tema yang diangkat dalam Retreat ini adalah “Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama”. Tujuan khusus retreat ini adalah memberikan penyegaran kepada para hamba Tuhan yang setiap harinya diperhadapkan dengan berbagai tantangan pelayanan baik di gereja selaku pemimpin umat, maupun di tengah-tengah masyarakat yang semakin kompleks dan meningkatkan kerjasama yang baik dengan semua agama supaya kedepannya

tetap dapat dipertahankan.54 Di dalam kegiatan ini setiap pemimpin umat

mengadakan dialog terbuka selanjutnya mengadakan diskusi tentang

permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di Kota Salatiga.

Bukan hanya itu saja yang dilakukan oleh BKGS, dibeberapa kesempatan BKGS selalu berpartisipasi dalam kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia, seperti gempa di Palu, NTB dan Lombok. BKGS berpartisipasi dengan cara memberi bantuan kepada mahasiswa UKSW yang terkena bencana tersebut, jenis bantuan yang diberikan seperti berupa sembako, dan berupa materi. Selain itu

50

Wawancara dengan Pdt Sumarno, pada Minggu, 15 Juni 2019, pukul 10.00. 51

Forum Persatuan Umat di Salatiga

52 Majelis PUASA adalah persatuan pemimpin umat agama di Salatiga 53 Purwanto, Buku Panduan, 90.

(30)

19

BKGS juga bekerjasama dengan FKUB untuk menyalurkan bantuan langsung ke

Palu, NTB dan Lombok.55

Partsipasi BKGS pada Pemerintahan Kota Salatiga

BKGS secara aktif hadir dalam proses perencanaan pembangunan di kota Salatiga. Pengurus diberikan kesempatan hadir dalam pembahasan dokumen perencanaan pembangunan. Sejak era reformasi, BKGS menjadi salah satu lembaga kemasyarakatan yang hadir dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD: 20 Tahun), Rencana Jangka Menengah Daerah (RKPD): 1 Tahun) Kota Salatiga. Pada kesempatan ini, BKGS dapat memahami visi, misi Pembangunan Kota Salatiga yang dijabarkan dalam rencana jangka panjang, jangka menengah dan rencana tahunan yang akan menjadi acuan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga. Pada berbagai forum ini, dapat memahami sistem dan prosedur perencanaan pembangunan dan APBD serta dapat menganalisis kebutuhan, masalah, peluang dan tantangan pembangunan di Kota Salatiga. Dalam konteks pengembangan BKGS, pengurus dapat memahami penjabaran kewenangan otonomi daerah dan strategi pembangunan serta menganalisis peluang BKGS dalam pemecahan masalah dan pemberdayaan potensi wilayah Kota Salatiga.

Dalam berbagai kesempatan pelantikan pejabat baik Wali Kota, wakil Wali Kota, eselon I, II, III, dan IV, rohaniawan baik Pendeta dan Romo (Pastor) sebagai anggota BKGS diberi kepercayaan untuk menjadi saksi iman. Momentum ini menjadi kesaksian iman dalam pekabaran injil bagi kemartabatan warga Kristen dan Katolik untuk mengabdi kepada Pemerintah Kota Salatiga secara bermartabat dengan selalu patuh akan kebenaran Alkitab dan menjadi laskar iman

dalam pembangunan Kota Hati Beriman.56

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga yang berkaitan dengan menciptakan kerukunan beragama, BKGS selalu saja berpartisipasi, bahkan diantara semua ormas-ormas yang ada di Salatiga BKGS masuk ke 10 besar. Hal ini menegaskan bahwa BKGS sangat berkontribusi besar bagi Pemerintah Kota Salatiga.

55 Wawancara dengan Pdt, Yoan Krinanto pada 19 juni 2019, pukul 17.00 56 Purwanto, Buku Panduan, 90.

(31)

20

Kendala yang dihadapi BKGS dalam Menjalankan Tugas dan Tanggung Jawab

Ada sekitar 94 Gereja yang bergabung dengan BKGS, akan tetapi ada beberapa gereja yang tidak aktif dalam melakukan program dan kegiatan yang diselenggarakan oleh BKGS, bahkan ada gereja yang sama sekali tidak memberikan kontribusi apapun dalam kegiatan seperti kegiatan kemah kebangsaan, Paskah, bakti sosial dan kegiatan lainnya sehingga tentu ini menjadi sebuah kendala bagi BKGS untuk mengikut sertakan semua gereja guna berpartisipasi.

Kegiatan yang selalu dilaksanakan oleh BKGS adalah Natal bersama dan juga Paskah bersama. Kegiatan Paskah yang biasanya dilaksanakan di sore hari maka pengurus meminta seluruh gereja anggota menyesuaikan kegiatan gereja lokalnya, dalam arti minggu sore ada Paskah maka sore hari diharapkan gereja lokal tidak menyelenggarakan Paskah di gerejanya, namun didorong untuk mendukung kegiatan bersama, agar selanjutnya tidak ada lagi gereja yang menyelenggarakan Paskah juga di sore hari.57 Untuk mengatasi semua kendala-kendala itu pengurus BKGS secara rutin datang perkunjungan ke gereja-gereja lokal, melakukan pendekatan dengan pendeta, majelis dan jemaat.

Dalam kegiatan yang dilakukan oleh BKGS, memperlihatkan bahwa BKGS konsisten terlibat aktif dalam upaya-upaya menghadirkan toleransi di Salatiga melalui beragam kegiatan yang membangun dialog dan kerja sama antar agama.

Peran BKGS dalam Merawat Toleransi di tengah Pluralitas Agama Pluralitas agama merupakan sebuah realitas sosial yang ada di dalam masyarakat. Agama-agama yang berbeda berjumpa dalam satu konteks yang sama. Selanjutnya pluralitas dalam konteks kehidupan beragama tidak hanya ditandai oleh hadirnya berbagai agama yang secara eksistensial memiliki tradisi yang berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi ditandai juga dengan pluralitas penafsiran yang tidak hanya melahirkan berbagai aliran dan sekte keagamaan, tetapi juga melahirkan perbedaan pandangan dan juga sikap. Pluralitas merupakan

(32)

21

sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dalam kehidupan masyarakat umat beragama.

Paul Knitter dalam teologi agama-agamanya menjelaskan bagaimana Kristen merespon adanya pluralitas di luar dirinya. Dengan demikian, pemahaman tentang teologi agama-agama sangat diperlukan sebagai refleksi teologis di dalam kehidupan bersama. Dalam membangun teologi agama-agama, kenyataan adanya pluralitas ini menjadi sebuah pijakan, sehingga tercipta tatanan sosial yang menempatkan posisi agama sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang bagaimana BKGS merespon adanya pluralitas di luar dirinya. BKGS menyadari bahwa pluralitas itu merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa diganggu gugat, karena itu merupakan sebuah realita sosial yang harusnya direspon dengan positif. BKGS menanggapi pluralitas sebagai sebuah tuntutan kesadaran setiap agama untuk mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama, hal ini yang menyebabkan BKGS menyadari bahwa setiap agama seharusnya tidak lagi merasa bahwa dirinya merupakan agama yang paling benar diantara agama yang lain ataupun

satu-satunya jalan menuju keselamatan.58

BKGS sebagai salah satu organisasi persatuan gereja di Salatiga yang menyadari keberadaannya di tengah keberagaman yang ada, tidak terpungkiri bahwa Salatiga merupakan sebuah kota yang sangat plural, hampir dari semua etnis, ras dan agama berkolaborasi di lingkungan Salatiga. Jadi untuk menjaga sikap supaya tercipta dan terpelihara kerukunan, maka dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat, BKGS berusaha untuk menghargai perbedaan tersebut dan berusaha untuk menunjukkan sikap penerimaan yang baik lewat sikap dan tindakan yang dilakukannya. BKGS memandang perbedaan bukan sebagai sebuah permasalahan tapi perbedaan sejatinya anugrah yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan bergereja mengingat bahwa BKGS hadir di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Jadi untuk hidup berdampingan dibutuhkan toleransi satu sama lain demi terciptanya keharmonisan di tengah

perbedaan yang sudah ada.59

58

Hasil wawancara dengan Purwanto, ketua BKGS pada 25 Mei 2019, pukul 14.00.

59 Hasil Wawancara dengan Pdt. Andreas Sese Sunarko sebagai seketaris BKGS , pada

(33)

22

Dalam rangka menumbuhkembangkan toleransi diperlukan keterbukaan dalam berdialog. Dialog yang terbuka sebagai kesadaran dalam setiap agama, dengan pemikiran bahwa setiap agama memilki nilai-nilai kebaikan tersendiri. Oleh sebab itu BKGS menekankan keterbukaan dan mau belajar dari agama yang lain supaya pandangan yang mengatakan bahwa agama yang satu lebih baik dari agama yang lainnya ataupun agama yang satu lebih buruk dari agama yang lainnya tidak ada lagi, karena agama adalah hal yang paling sensitif, karena dengan berdasarkan agama seseorang bisa saja melakukan sebuah tindakan kriminal karena menyangkut masalah keimanan dan kepercayaan.

Untuk merealisasikan dan memperkuat keterbukaan dalam dialog dengan umat beragama lain maka BKGS mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memperkuat toleransi seperti mengadakan bersih-bersih lingkungan dengan masyarakat kota Salatiga, mengadakan bakti sosial, berpartisipasi dalam acara Idul Fitri dan Imlek, melakukan perkunjungan silaturahmi ke rumah-rumah petinggi tokoh agama. Diakui kegiatan tersebut berhasil membuat masyarakat Salatiga tidak membuat keberagaman sebagai sebuah konflik, tetapi keberagaman dan perbedaan bisa mempersatukan mereka menjadi semakin erat.

Peran BKGS ditinjau dari Teologi Agama-Agama Paul Knitter Peran partisipatif yang dilakukan oleh BKGS dalam merawat sikap toleransi di kota Salatiga, bila dilihat dengan model teologi agama-agama Paul Knitter maka peran pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kerukunan umat beragama sejalan dengan model penerimaan dan mutualitas, sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian teori. Ada empat model yang ditawarkan oleh Knitter dalam bukunya “Pegantar Teologi Agama-Agama”. Empat model tersebut memiliki kapasitasnya tersendiri dalam membedah pemahaman tentang kebaragaman saat ini. Dengan melihat pemahaman dan juga peran yang telah dilakukan BKGS, penggunaan model di atas dapat disesuaikan dengan satu model atau lebih. Pada bagian analisis ini, model yang digunakan adalah model mutualitas dan penerimaan karena dalam menciptakan sebuah sikap toleransi bukan hanya sekedar menyadari perbedaan yang ada tetapi juga menghargai, menghormati, terbuka, berdialog dan juga belajar dari tradisi agama lain.

(34)

23

Hasil penelitian menjelaskan peran partisipasif BKGS dalam menciptakan kota Salatiga sebagai Kota toleransi yang menerapkan model mutualitas adalah “kemah kebangsaan”. Kemah kebangsaan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pemuda lintas iman di kota Salatiga untuk melestarikan lingkungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa adanya hambatan, di sini setiap peserta saling berdialog satu dengan yang lainnya sewaktu sesi penanaman pohon (reboisasi), setelah itu dilaksanakan seminar dan diskusi. Setiap kali peserta melakukan dialog mereka melupakan perbedaan-perbedaan yang mungkin membuat mereka tidak nyaman untuk berdialog. Peserta dialog tidak mengklaim bahwa ada agama yang superioritas, tetapi mereka menyadari bahwa setiap agama memiliki nilai tersendiri yang bisa dipelajari. Kegiatan ini merupakan penerapan praktek teologi agama-agama Knitter model mutualitas dan penerimaan, karena di model mutualitas dan penerimaan menekankan adanya sebuah dialog, dialog merupakan sebuah sebuah kewajiban etis dan kewajiban untuk mengasihi sesama. Kedua model ini juga menekankan bahwa di dalam agama yang lainnya juga ada kebenaran, sehingga memandang agama itu sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya. Dari kegiatan kemah kebangsaan merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan saling mengasihi satu dengan yang lainnya yang dimulai dengan mendengarkan mereka, menghormati mereka dan belajar dari mereka.

Kegiatan selanjutnya yang dilakukan BKGS adalah kegiatan diskusi dengan petinggi agama-agama di Salatiga. Kegiatan ini merupakan praktik teologi agama-agama Paul Knitter model mutualitas karena di kegiatan ini para petinggi agama berdialog tentang upaya menjaga kerukunan umat beragama yang dilakukan oleh petingi tokoh agama yang ada di Salatiga. Semua peserta dialog memberi kesaksian dan masukan untuk menjaga kerukunan, dan meyakinkan peserta yang lainnya mengenai cara atau hal-hal yang mereka lakukan dalam menjaga kerukunan dari tradisi agamanya. Akan tetapi pada saat yang sama, mereka akan sungguh berani terbuka pada kesaksian akan kebenaran yang diberikan peserta lain kepada mereka. Inilah satu korelasi dari suatu proses timbal balik; berbicara dan mendengarkan, belajar dan mengajar, memberi kesaksian dan diberi kesaksian. Semua peserta saling dengar dan mendengarkan.

(35)

24

Dari kegiatan tersebut sejalan dengan model mutualitas karena di dalam dialog yang dilakukan oleh BKGS dengan petinggi tokoh agama-agama di Salatiga dimulai dengan semua peserta saling mendengarkan dan didengarkan, tidak ada agama yang memandang diri lebih baik dari segala segi dari pada yang lain. Sebagaimana hubungan antar dua manusia tidak dapat tumbuh apabila salah satu diantara mereka, sebelum hubungan terjadi, memandang diri lebih tinggi atau harus menjadi pengambil keputusan, demikian juga hubungan yang diperlukan dalam dialog antar iman akan gagal apabila salah satu agama secara apriori memandang dirinya lebih unggul dalam segala hal dari pada agama lain, sehingga agama tersebut tidak mau dan tidak mampu belajar dari agama lain.

Dilihat dari pemahaman dan semua kegiatan yang dilakukan BKGS dalam mengusahakan toleransi di Salatiga tidak sejalan dengan model penggantian, karena di model penggantian sama sekali tidak diperbolehkan sebuah dialog karena di agama lain tidak ada nilai dan agama lain merupakan buatan dari

manusia.60 Hal ini berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh BKGS,

disetiap kegiatan yang dilakukan oleh BKGS selalu menerapkan dialog dan mereka sangat menghargai keyakinan agama yang lain dan tidak mengklaim

bahwa agama Kristen yang paling benar.61 Menurut penulis jika menerapkan

model ini BKGS pasti tidak bisa menciptakan relasi, kerjasama apalagi kekeluargaan dengan agama lainnya. Jika dilihat lagi dari model pemenuhan, kegiatan dan pemahaman BKGS terhadap agama lain juga tidak sejalan. Model pemenuhan memang menerima adanya dialog, dan menerima bahwa agama lain juga memiliki nilai sehingga harus dihormati, hanya saja di model ini mereka hanya berbicara tentang kebersamaan agama sehingga melupakan perbedaan. BKGS menyadari bahwa perbedaan itu tidak bisa di pisahkan dikehidupan, perbedaan merupakan sebuah karya Allah.

Dengan demikian semua kegiatan yang dilakukan oleh BKGS sejalan dengan model mutualitas, model ini menganggap bahwa dialog merupakan sebuah kewajiban etis dan bagian mutlak dari kewajiban mengasihi sesama. Dari semua kegiatan BKGS juga memperlihatkan bahwa dialog begitu penting untuk

60 Knitter, Pengantar Teologi, 28

(36)

25

menciptakan sebuah relasi untuk mewujudkan saling mengasihi satu dengan yang lainnya. Jika dilihat dari model penerimaan juga sejalan karena dalam model ini perbedaan itu diterima dan juga sangat menarik. Penganut agama saling menerima dan terbuka satu dengan yang lainnya. Bagi BKGS perbedaan itu memang menarik dan merupakan suatu ciri khas dari Indonesia yang sarat dengan perbedaan. BKGS mengakui bahwa di setiap agama mengandung nilai kebenaran yang bisa dipelajari, sehingga gereja perlu belajar dari agama yang lain sehingga walaupun berbeda dari perbedaan itu bisa saling belajar satu akan yang lainnya.

Penulis menyimpulkan bahwa model penerimaan dan mutualitas benar-benar diterapkan oleh BKGS. Kedua model ini mencoba cara lain dalam memandang keberagaman yang ada dan menginspirasi supaya setiap agama belajar dan berbagi dengan yang lain. Pembelajaran, dialog dan keterbukaan yang diterapkan BKGS dan umat beragama lain dapat berdampak pada dirasakannya kasih Allah pada dimensi yang berbeda.

Dari uraian yang dibuat oleh penulis dapat disimpulkan bahwa BKGS sangat menyadari bahwa dirinya sebagai gereja hadir di tengah masyarakat yang sarat akan keberagaman, untuk menyikapi hal tersebut BKGS meresponnya dengan positif. Untuk menciptakan dan merawat toleransi maka BKGS melakukan beberapa kegiatan yang berdampak pada terciptanya hubungan yang harmonis dengan umat beragama lain. Jika dilihat dari prespektif teologi agama-agama Paul Knitter maka BKGS menerapkan model mutualitas dan penerimaan, karena di setiap kegiatan yang mereka lakukan selalu menerapkan keterbukaan dan dialog.

Kesimpulan

BKGS berperan aktif dalam usaha menciptakan serta merawat sikap toleransi di masyarakat kota Salatiga. Partisipasi yang dilakukan BKGS merupakan sebuah pembelajaran pentingnya sikap toleransi dan beretika dalam kehidupan masyarakat yang multikultural khususnya sikap masyarakat Kristen terhadap agama-agama yang ada di Salatiga. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan BKGS merupakan sebuah peran yang diwujudnyatakan untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama di Salatiga.

(37)

26

Bila dilihat dari prespektif teologi agama-agama Paul Knitter maka pemahaman dan kegiatan yang dilakukan BKGS merupakan aplikasi dari model mutualitas dan model penerimaan. Dalam konteks kehidupan yang beragam di Salatiga, model penerimaan dan model mutualitas menjadi model yang lebih cocok diperaktikkan untuk membangun hubungan yang saling memahami, karena konteks Indonesia yang beragam sebagaimana yang diakui oleh pengurus BKGS bahwa Salatiga memang beragam sehingga tidak cukup hanya menghormati perbedaan tapi perlu melampaui batasan toleransi yakni berdialog dan bekerja sama. Model penerimaan dan mutualitas merombak toleransi dan membawa agama pada hubungan saling belajar memahami yang lain serta melengkapi kekurangan setiap pemeluk agama serta memperkuat setiap iman pemeluk agama kepada Tuhan yang ia yakini.

Saran

Kepada BKGS (Badan Kerjasama Gereja-Gereja di Salatiga)

Penulis menyarankan supaya pengurus BKGS lebih meningkatkan perkunjungan-perkunjungan kepada gereja-gereja yang selama ini tidak berkontribusi dalam kegiatan yang dilakukan BKGS terkait dengan membangun sikap toleransi. Pengurus BKGS sewaktu ada acara hari perayaan hari besar di agama lain, pengurus inti terlebih lebih dahulu mengunjungginya.

Kepada Gereja-Gereja di Salatiga

Kepada setiap gereja yang bergabung dengan BKGS diharapkan bukan hanya sebagai anggota saja tapi harus mengikuti kegiatan yang merawat dan memelihara toleransi seperti kegiatan kemah kebangsaan dan bakti sosial.

(38)

27

Daftar Pustaka Buku :

Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, “Kota Salatiga dalam Angka 2017.” Salatiga: BPS Salatiga, 2018.

Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, “Statistik Daerah Kota Salatiga 2016.” Salati ga: BPS Salatiga, 2016.

Dharmaputra, Eka.“Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia:Teks-Teks terpilih

Eka Dharmaputra.” Disunting oleh Marthin L Sinaga Dkk. Jakarta:

. BPK Gunung Mulia, 2005.

Knitter, Paul F. “Menggugat Arogansi Kekeristenan.”Yogyakarta: Kanisius, 2014 Knitter, Paul F. “No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes toward

Word Relegions.” Maryknool: Orbits, 1985.

Knitter, Paul F. “Satu Bumi Banyak Agama.” Jakarta: BPK Gunung Mulia 2005. Knitter, Paul F. “Pengantar Teologi Agama-Agama.”Yogyakarta: Kanisius, 2014.

Poerwadinata W, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Purwanto, “Buku Panduan Musyawarah Anggota BKG .” Salatiga: Badan Kerja sama Gereja-gereja di Salatiga, 2018.

PGI, Tim Balitbang. “Teologi Agama-Agama di Indonesia Theologia Relegium.” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Rahman, “Budaya Islam Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.“ Jakarta : Paradina, 2001.

Semiawan R. Cony, “Metode Penelitian Kualitatif.” Jakarta: Grasindo, 2010.

Setyawadi, Edy. “Kebudayaan di Nusantara dari Keris, Tor-Tor, Samapi Budaya

(39)

28

Sumartana, Th,Theologia Religonum dalam Meretas Jalan Teologi Agama-agama

di Indonesia”. Ed Tim Balitbang PGI. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006

Titaley, Jhon A. “Religiositas Di Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme, dan tran

sformasi Agama-Agama”. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana,

2018.

Zaenuddin H M, “Asal- Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doloe”, Jakarta: ufu k Press, 2012.

Website :

Setara Istitute. “Indek Rangga Rosa, “Salatiga Kembali Raih Predikat Kota

Toleran No 2 Nasional” diakses pada 10 Desember 2018, Pukul 10.00.

https://daerah.sindonews.com/read/1361517/22/salatiga-kembali-raih-predikat-kota-toleran-nomor-2-nasional-1544428022s Kota Toleran tahun 2017”,

diakses pada 16 November 2017.

http://setara-institute.org/indeks-kota-toleran-tahun-2017/

Santoso, Heru. “Salatiga Miniatur Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” diakses pada 25 Februari 2015.

Gambar

Tabel 1. DATA  ANGGOTA BKGS

Referensi

Dokumen terkait

Laporan keuangan konsolidasian PT Perkebunan Nusantara XIII dan entitas anaknya yang terdiri dari laporan posisi keuangan konsolidasian tanggal 31 Desember 2015, serta

menggunakan pola kalimat: (a) mayor, melepas; dan (b) mayor, melepas, berimbang, berklimaks. Selanjutnya, pada penggunaan kalimat oleh Presiden Jokowi dalam

Berdasarkan kesimpulan tersebut, disarankan kepada RSUD Panembahan Senopati Bantul untuk memberikan makanan diet dengan modifikasi kacang merah untuk pasien Diabetes

Walaupun terbukti unggul dalam berbagai aspek proses dan hasil belajar, penerapan buku ajar sains SD bermuatan content dan context pedagogi Catur Pramana masih

Mekanisme yang jelas untuk konsultasi warga dan kelompok yang terkena kebijakan – Lembaga-lembaga publik bersifat proaktif dalam interaksi mereka dengan warga dan

Memberikan informasi mengenai spectrum suatu graf sehingga dapat digunakan oleh peneliti lain untuk mengkaji lebih mendalam tentang karakteristik suatu graf atau untuk aplikasi

Penelitian bertujuan untuk:1) mengetahui karakteristik modul berbasis GIL; 2) menguji kelayakan modul pembelajaran berbasis GIL; dan 3) menguji keefektivan modul

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah efektivitas penggunaan pendekatan multirepresentasi dengan