• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

147

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Kesimpulam dari penelitian ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian berdasarkan hasil observasi, pemeparan, identifikas, dan analisis, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai permukiman yang berada pada kawasan meander memiliki kerentanan-kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang hanya berada pada tepian sungai. Penelitian tersebut mengarahkan bagaimana pola atau penataan suatu permukiman yang memiliki nilai kerentanan yang tinggi.

1. Karakteristik kawasan meander sangat mempengaruhi kondisi permukiman yang ada. Kawasan meander merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap banjir, terlebih pada lokasi penelitian kali ini terdapat pertemuan dua sungai, antara sungai Progo dan sungai Pabelan. Meander secara langsung mempengaruhi arah pertumbuhan permukiman serta integrasi dari aksesibilitas dan aktivitas pada kawasan. Pola permukiman, infrastruktur jalan, fasilitas umum atau pendukung, sangat berpengaruh besar pada area yang rentan akan bencana. Dari analisis dan pembahasan sebelumnya, telah dinyatakan dan digambarkan bahwa zona-zona yang ada pada Desa Progowati memiliki nilai kerentanan yang bervariatif. Hal ini disebabkan kerena pola permukiman, sirkulasi jalan serta kondisi lingkungan yang membedakan dan yang mendukung nilai tingkat kerentanan pada kawasan penelitian. Berbedan-perbedaan ini lah yang membentuk karakteristik kerentanan bencana pada tiap zona berbeda-beda, begitu pula dengan resiko dan arahan yang akan diberikan pada tiap zona pun juga berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa elemen atau kondisi permukiman, pola permukiman, sirkulasi jalan, drainase jalan dan fasilitas umum memiliki peranan penting yang bersifat dinamis atau aktif. Sedangkan penyelesaian yang berhubungan dengan alam seperti pembuatan talud dan tanggul merupakan bentuk desain pasif.

2. Karakteristik pola permukiman pada kawasan meander dapat di amati dari kejadian yang terjadi tiap tahunnya. Dapat dijelaskan dengan melihat hubungan antara sungai, pola

(2)

148 permukiman, topografi serta sirkulasi jalan yang ada. Secara keseluruhan dari apa yang terjadi beberapa tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa, kerentanan terbentuk karena :

a. Pola aliran dan kelokan sungai meander

b. Permukiman yang berada pada garis sempadan sungai

c. Kelandaian topografi yang mempermudah masuknya air dari luapan sungai

d. Sistem drainase yang buruk sehingga meningkatkan genangan akibat terjebaknya air hujan dan luapan yang masuk ke area permukiman

e. Infrastrktur jalan yang tidak tertata dan ter arah.

Berdasarkan temuan penelitian, kerentanan dan nilai resiko bencana paling tinggi terdapat pada zona 1, dimana zona 1 terdapat atau memiliki titik pertemuan antara sunga Progo dan sungai Pabelan. Dengan demikian dapat dikatakan kerentanan dan resiko bencana disebabkan oleh faktor alam, atau kondisi air sungai yang meluap disaat musim penghujan. Semakin meningkatnya jumlah permukiman pada zona 1 maka akan semakin rentan dan semakin tinggi pula nilai resiko bencana banjir yang terjadi pada zona 1. Di dukung pula dengan drainase yang kurang baik yang pada akhirnya menangkap air, baik dari luapan sungai ataupun air hujan, dan membuat genangan yang merugikan masyarakat pada zona tersebut.

(3)

149 Tabel 6.1 : Banjir Akibat Luapan Air Hujan

(4)

150 Gambar 6.1 : Analisis Area Rentan Banjir

(5)

151 Tabel 6.2 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Jumlah dan Lantai Bangunan

Sumber : Analisis penulis Zona/Blok

Element Zona 1 Zona 2 Zona 3

Luas Area 63.871 m² 132.460 m² 73.669 m²

Jumlah Rumah 125 rumah 227 rumah 117 rumah

Bangunan 2 Lantai 15 rumah 20 rumah 22 rumah

Bangunan 1 Lantai 110 rumah 207 rumah 95 rumah

Dilalui Banjir 52 rumah 26 rumah - rumah

Tabel 6.3 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Mata Pencaharian Sumber : Analisis penulis

Zona/Blok

Mata Pencaharian Zona 1 Zona 2 Zona 3

Petani 221 jiwa 253 jiwa 157 jiwa

Buruh Tani 382 jiwa 437 jiwa 272 jiwa

Buruh Bangunan 212 jiwa 230 jiwa 143 jiwa

PNS/TNI/ABRI 160 jiwa 80 jiwa 50 jiwa

Pedagang 26 jiwa 131 jiwa 88 jiwa

Pengangguran 5 jiwa 19 jiwa 8 jiwa

Tabel 6.4 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Jumlah Peduduk Sumber : Analisis penulis

Zona/Blok

Usia Zona 1 Zona 2 Zona 3

0-14 tahun 383 jiwa 510 jiwa 381 jiwa

15-49 tahun 693 jiwa 792 jiwa 494 jiwa

50 tahun 313 jiwa 358 jiwa 224 jiwa

(6)

152 Tabel 6.5 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Presentase Resiko Bencana

Sumber : Analisis penulis Zona/Blok

Element Zona 1 Zona 2 Zona 3

Luas / Kapasitas Area 63.871 m² 132.460 m² 73.669 m²

Area Terkena Banjir 20.309 m² 10.147 m² 4.034 m²

Area Rentan 8.868 m² 7.049 m² 6.343 m²

Jumlah Rumah 125 rumah 227 rumah 117 rumah

Dilalui Banjir 52 rumah 26 rumah - rumah

Menghiting resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut :

Risk (R) = H x V C Keterangan: R :ResikoBencana H :Bahaya V :Kerentanan C :Kapasitas Resiko Zona 1 = 20.309 m² x8.868 m² 63.871 m² = 2.819 m² Resiko Zona 2 = 10.147 m² x7.049 m² 132.460 m² = 539 m² Resiko Zona 3 = 4.034 m² x6.343 m² 73.669 m² = 347 m²

(7)

153 Setelah melakukan penialain resiko bencana, yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebur. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.

Tabel 6.16 : Rangkuman Kesimpulan Analisis pada ke Tiga Zona Sumber : Analisis penulis

Kawasan Penelitian

Zona 1 Zona 2 Zona 3

K ar ak ter is ti k K awasa n

Fungsi Kawasan dan Tata Guna Lahan Permukiman Permukiman Permukiman View/ Citra Kawasan dan Arah

Orientasi Massa Bangunan

Orientasi fasad menghadap ke jalan Orientasi fasad menghadap ke jalan Orientasi fasad menghadap ke jalan

Ruang Terbuka Persawahan &

Perkebunan

Persawahan Persawahan

Bentuk dan Massa Bangunan Kelas Rendah Kelas Sedang Kelas Sedang Aksesibilitas dan Konektivitas Terdapat 1 jalur

utama, untuk angkutan umum, pribadi roda 2 & 4

Terdapat 1 jalur utama, untuk angkutan umum, pribadi roda 2 & 4

Terdapat 1 jalur utama, untuk angkutan umum, pribadi roda 2 & 4

Infrastruktur (-) Lampu Jalan

(-) Signage (-) Kotak sampah (-) Street Furniture (-) Lampu Jalan (-) Signage (-) Kotak sampah (-) Street Furniture (-) Lampu Jalan (-) Signage (-) Kotak sampah (-) Street Furniture

(8)

154 Tabel 6.7 : Elemen Faktor Kesuksesan Kawasan Permukiman

(9)

155 6.2 Rekomendasi

Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan kawasan permukiman produktif harus didasarkan keseimbangan ekologis yang dititik beratkan pada kelestarian tanah dan air yang menyangkut water resource management, nilai-nilai estetika daerah fisik kritis. Kendala yang dihadapi pada kenyataannnya adalah permukiman yang dibangun mendekati garis sempadan sungai. Untuk menjaga kelestarian tanah dan air harus ditentukan secara tegas yaitu:

a. Daerah-daerah yang sama sekali tidak boleh didirikan bangunan (jalur hijau) b. Daerah-daerah yang boleh dibangun pada permukiman dengan kepadatan rendah.

6.2.1 Faktor Fisik

a. Penataan Permukiman

Dalam menentukan arahan desain, perlu diperhatikan berdasarkan faktor-faktor kerentanan, dari faktor-faktor tersebut dapat dicari sebuah kesimpulan dan arahan untuk memperbaiki faktor-faktor kerentanan pada kawasan, atau sebaliknya, fakto-faktor tersebut tidak dapat diperbaiki kembali.

Gambar 6.2 : Analisis Tata Permukiman Zona 1 Sumber : Analisis penulis

(10)

156 Jika di tarik garis sempadan 15 m maka akan terlihat pada gambar di sebelah kiri, bahwa hunian eksisting yang ada saat ini dapat dinyatakan dalam zona aman (gambar sebelah kanan). Secure menyatakan bahwa hunian tidak ada yang melewati garis sempadan sungai. Dilihat dari faktor tata permukiman dan garis sempadan sungai, seharusnya permukiman dapat berkembang pada area merah, yang artinya aman resiko kebencanaan. Tetapi perlu diingat bakwa faktor-faktor yang lain masih memiliki peran dan kemungkinan untuk menjadikan faktor yang aman tersebut menjadi tidak aman.

Gambar 6.3 : Analisis Tata Permukiman Zona 2 Sumber : Analisis penulis

Dilihat dari gambar diatas bahwa zona 2 bukan merupakan zona aman, karena seperti tertera diatas pada lingkaran yang menunjukan bahwa permukiman pada area tersebut melewati batas aman jika ditarik garis sempadan sungaii 15 m. Penyelesaian dari masalah tersebut adalah merelokasi hunian ketempat yang lebih baik, ketempat yang masih terletak pada area aman.

(11)

157 Gambar 6.4 : Analisis Tata Permukiman Zona 3

Sumber : Analisis penulis

Gambar analisis diatas menunjukan zona mana yang berada dalam zona aman atau tidak jika dilihat dari persebaran permukiman dengan garis sempadan sungai, dimana sempadan sungai adalah 15 m. Zona 1 dan zona 3 seluruh permukiman masih dalam area aman, sedangkan zona 2 ada beberapa hunian yang berasa dalam area tidak aman, sehingga bangunan tersebut harus di relokasi ke tempat yang lebih aman dari bencana.

Untuk membatasi area permukiman, sempadan sungai dan sungai, memerlukan arahan dan zona yang jelas. Hal ini dikarenakan, terdapat posisi dan batasan yang jelas kemana permukiman dapat berkembang. Permukiman dapat berkembang dan tumbuh sesuai kebutuhan tanpa harus khawatir akan adanya ancaman bahaya. Garis sempadan sungai pun tetap akan dapat dimanfaatkan sebagai ruang resapan dan barier jika ais sungai meluap, selain itu dapat mempermudah aliran air yang terperangkap pada permukiman menuju sungai dan dapat mengalir dengan baik. Berikut gambaran pembagian development area, sempadan sungai dan area sungai.

(12)

158 Gambar 6.5 : Konsep Arahan Desain Development Area

Sumber : Analisis penulis

Perlunya penataan kawasan yang dapat mengembalikan identitasnya sebagai kota tepian sungai yang memiliki karakter sebagai kota yang terikat dengan kondisi topografinya. Penataan permukiman di bantaran sungai dengan mempertahankan pola massa bangunan seperti yang ada tetapi dengan penghentian pembangunan baru ke arah sungai dan penghentian pertumbuhan permukiman baru pada sisi bantaran sungai. Pengembangan sistem kota permukiman tepian sungai yaitu memperbaki tampilan bangunan dengan arah orientasi bangunan ke sungai. Bagi bangunan yang terletak di bantaran sungai mempunyai dua arah orientasi yaitu ke sungai dan ke daratan.

Mengarahkan tampilan bangunan dua muka yaitu orientasi darat dan sungai untuk permukiman di tepian sungai Progo dan sungai Pabelan. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan potensi sungai agar tidak menjadi area belakang dan mengurangi kesan tidak menarik. Orientasi kawasan tertuju ke sungai. Bangunan berorientasi ke sungai untuk memberi view yang baik dari arah sungai dan fasade bangunan dibuat ke arah sungai dan tampilan sungai tersebut dapat tampak dan terlihat dari daratan.

Menghentikan pertumbuhan permukiman baru di tepi sungai dan pemindahan perumahan di bantaran sungai secara bertahap pada daerahdaerah yang memungkinkan. Namun, ternyata partisipasi masyarakat patut diapresiasi. Dalam upaya relokasi dan pembongkaran bangunan, masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang sungai mendukung sepenuhnya upaya tersebut, mereka bahkan rela untuk direlokasi. Ada kejelasan

(13)

159 batas antara sungai dan daratan. Aksesebilitas dua arah, dari sungai ke darat dan dari darat ke sungai. Ada hubungan antara jalan darat beserta fasilitas publiknya dengan sungai dengan pola

Gambar 6.6 : Bangunan Preservasi Sumber : Analisis Penulis

(14)

160 Gambar 6.7 : Placemaking Layout

(15)

161 Gambar 6.8 : Layout Masterplan

(16)

162 Gambar 6.9 : Konsep Build Form

Sumber : Analisis Penulis

b. Penataan Infrastruktur Jalan

Jalan desa adalah jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal di daerah pedesaan. Arti fungsi lokal daerah pedesaan yaitu :

1. Sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran 2. Sebagai penghubung hunian/perumahan

3. Penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatnya (kecamatan) 4. Sebagai jalur evakuasi jika terjadi bencana

(17)

163 1. Memperlancar hubungan dan komunikasi dengan tempat lain,

2. Mempermudah pengiriman sarana produksi ke desa,

3. Mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun yang di luar, dan

4. Menigkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan.

Dalam pembangunan infrastruktur jalan, jika dibiarkan air hujan terus menerus tergenang dan melewati permukaan jalan akan mengakibatkan rusak kembalinya atau tidak bertahan lamanya kondisi jalan yang telah dibangun tersebut. Pertimbangan drainase diperlukan pada jalan, karena air mempunyai pengaruh yang buruk untuk jalan, antara lain yaitu :

 Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan

 Jalan akan mudah terputus (pavement erosions) bila air dibiarkan melintangi permukaan jalan

 Jalan menjadi rusak bila air dibiarkan mengalirdi tengah jalan  Jalan menjadi bergelombang bila fondasi jalan tidak kering

(18)

164 Gambar 6.10 : Sirkulasi dan Linkage

(19)

165 Gambar 6.11 : Patern Linkage

(20)

166 Gambar 6.12 : Analisis Linkage dan Jalur Evakuasi

Sumber : Analisis penulis

Adanya kuldesak menjadikan akses jalan pada zona tersebut menjadi rentan, karena jika terjadi bencana, warga akan kesulitan mencari jalur evakuasi sehingga terdapat korban disaat bencana tiba. Linkage yang baik harus di rencanakan dan membentuk sebuah jalur evakuasi yang baik pula. Jalan-jalan kuldesak dapat di desain menjadi bulb culdesac atau linier trought street hal ini untuk mempermudah bagi warga untuk evakuasi dengan jalur evakuasi yang lebih baik.

Gambar 6.13 : Arahan Desain Jalan Kuldesak Sumber : Analisis penulis

(21)

167 c. Sistem Drainase Pedesaan

Beberapa penggal jalan pada kawasan tersebut mengalami genangan yangcukup lama, genangan tersebut berasal dari hujan yang tidak dapat teraliri dengan baik. Kondisi tanah lempung yang memperlambat air meresap mengakibatkan genangan semakin tinggi dan kondisi jalan pun semakin rusak dan becek. Air yang tergenang seharusnya tidak terjadi jika terdapat drainase atau saluran air yang dapat mengalirkan air dari jalan menuju sungai. Kondisi tanah lempung mengharuskan drainase terolah dengan baik pada kawasan tersebut.

Gambar 6.15 : Kondisi Drainase Jalan Eksisting Sumber : Survey Lapangan

Penentuan bentuk badan jalan disarankan sebagai berikut :

 Pada kondisi biasa badan jalan dibuat miring ke saluaran tepi dengan kemiringan badan jalan 4-5%.

 Untuk daerah relatife datar, badan jalan dibuat seperti “punggung sapi” (lebih tinggi ± 6-8 cm di bagian tengah) dengan catatan bila punggung sapi sudah terlihat dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase.

 Pada tikungan jalan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan maksimal 10% dan perlebaran perkerasan dibagian dalam tikungan demi keamanan dan kenyamanan.

(22)

168 Gambar 6.16 : Ukuran dan Kemiringan Drainase

Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU

Sistem drainase permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan daridaerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi. Sistem drainase jalan harus meperhitungkan debit pengaliran dan saluran samping jalan yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju badan air atau resapan buatan. Suatu sistem drainase permukaan jalan terdiri atas kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, rainase lereng dan gorong-gorong.

Gambar 6.17 : Tipikal Sistem Drainase Jalan Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU

(23)

169 Suatu sistem drainase jalan pada daerah yang memiliki perkerasan yang bersifat lolos

air ataupun retak yang memungkinkan air untuk terserap ke dalam badan jalan, maka sistem

drainase yang digunakan seperti gambar dibawah.

Gambar 6.18 : Sistem Drainase yang Diberlakukan pada Kondisi Infiltrasi Tinggi Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU

Gambar 6.19 : Area Luapan Air Sungai dan Kondisi Jalan Eksisting Sumber : Survey lapangan

Serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangj dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air atau tempat peresapan buatan bangunan sistem drainase dapat terdiri atas saluran penerima, saluran pembawa air berlebih, saluran pengumpul dan badan air penerima.

(24)

170 Gambar 6.20 : Ukuran dan Kemiringan Drainase

Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU Pertimbangan yang paling sederhana dari masalah drainase adalah :

 Jalan kawasan perbukitan diusahakan mengikuti punggung bukit karena jalan yang mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami masalah drainase sebab air tidak perlu melintangi jalan.

 Jalan yang dibuat pada lereng bukit harus ada galian dan timbunan, selokan pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya.

 Jalan yang dibangun di lembah (cekungan) sebaiknya dihindari karena kemungkinan jalan tidak bisa dikeringkan.

Disaat musim penghujan, permukaan air sungai Pabelan akan meningkat, selain dikarenakan curah hujan yang tinggi ditambah pula dengan kiriman air dari hulu. Sehingga area meander yang merupakan area berkelok akan merasakan dampak yang lebih besar. Kecepatan air yang makin tinggi akan menerjang area permukiman yang terdapat pada area tersebut. Kondisi infrastuktur jalan yang kurang baik juga sangat mempengaruhi jalur evakuasi warga. Jalan yang tergenang oleh luapan akan menutup akses warga dalam menyelamatkan diri, sehingga warga terisolasi.

(25)

171 Gambar 6.21 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan

Sumber : Analisis penulis

Gambar 6.22 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan Menggunakan Talud Sumber : Analisis penulis

(26)

172 Gambar 6.23 : Saluran Drainase

(27)

173 Dari analisis kawasan dan rekomendasi yang dijelaskan sebelumnya, dapat di simpulkan beberapa arahan desain yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan melihat faktor kerentanan, penyebab bencana dan kondisi lingkungan pada permukiman dan kawasan diketahui bahwa kurangnya drainase pada lokasi, sehingga mengakibatkan sulirnya air hujan yang turun mengalir menuju sungai, dan tergenang dan menyebabkan banjir. Drainase atau saluran iar baiknya berada sepanjang jalan dan di setiap sisi permukiman yang ada, melihat kondisi tanah dan kelerengan pada kawasan penelitian. Aliran air yang baik akan mengurangi resiko kerentanan pada kawasan.

Gambar 6.24 : Arahan Desain Drainase pada Kawasan Penelitian Sumber : Analisis Penulis

(28)

174 Gambar 6.25 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan Menggunakan Barier

Sumber : Analisis penulis

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi luapan air sungai. Jika dilihat dari kondisi jalan eksisting, jalan desa itupun sering mengalami genangan disaat curah hujan yang tinggi, hal tersebut diakibatkan drainase yang kurang baik pada area jalan, dan kondisi tanah yang kurang mendukung dalam penyerapan air. Maka dibutuhkan beberapa bantuan untuk air, baik air hujan ataupun air luapan sungai untuk mengalir dengan baik dan tidak menggenang dan menggangu permukiman yang terdapat pada area tersebut.

(29)

175 d. Ruang Terbuka

Gambar 6.26 : Konsep Ruang Terbuka Sumber : Analisis Penulis

e. Fasilitas Penunjang

Pentingnya fasilitas umum atau fasilitas penunjang dalam menghadapi bencana dapat dirasakan ketika bencana tiba dan tidak ada sarana dan prasana yang mewadahi yang dapat membantu warga masyarakat dalam menyelamatkan diri. Fasilitas penunjang yang sangat dibutuhkan warga disaat terjasi bencana antara lain adalah signage. Signage sangat diperlukan sebagai media evakuasi warga. Jalur evakuasi pada sebuah area harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan memberikan kemudahan pada orang yang membacanya agar dapat memahami informasi yang tertera pada jalur evakuasi tersebut. Kebanyakan orang tidak mengetahui dan memahami apa informasi yang diberikan dari adanya jalur evakuasi. Maka dari itu, perancangan jalur evakuasi harus

(30)

176 dibuat semenarik mungkin agar mudah dibaca dengan tidak mengurangi kelengkapan informasi yang terdapat didalamnya.

Gambar 6.27 : Signage Evakuasi Bencana Sumber : www.google.com

Gambar 6.28 : Peta Jalur Evakuasi Bencana Sumber : www.google.com

(31)

177 Gambar 6.29 : Konsep Fasilitas Pendukung

Sumber : Analisis Penulis

Signage berperan penting untuk proses mitigasi bencana, disaat curah hujan tinggi dan tanda-tanda bencana muncul warga dapat perlahan-lahan mengikuti signage pada jalur evakuasi untuk mendapat penyelamatan atau mengurangi kerugian. Pada kawasan bencana seperti kawasan penelitian kali ini sangat diperlukan signage. Tanda-tanda signage juga bermacam-macam seperti titik kumpul, penunjuk jalur evakuasi, dan lain sebagainya.

6.2.2 Faktor Sosial

a. Faktor Usia Masyarakat

Jumlah penduduk Desa Progowati per Desember 2012 adalah 4148 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki adalah 2056 orang dan jumlah penduduk perempuan adalah 2092 orang.

(32)

178 Total jumlah kepala keluarga di Desa Progowati adalah 1153 kepala keluarga. Berikut adalah jumlah penduduk menurut usia.

Tabel 6.8 : Jumlah Penduduk Menurut Usia Sumber : Arsip Desa Progowati 2012

Mayoritas pendudk desa Progowati adalah usia remaja 15-49 tahun, sehingga sebelum terjadi bencana dapat diberikan pengarahan dan pendalaman tentang cara mengatasi dan mitigasi yang benar pada para remaja. Dan disaat terjai bencana dapat memberikan pertolongan kepada anak dan lansia. Tetapi jika dilihar dari perbandingan antara anak-anak, remaja, dan lansia; 1,2:1,9:0,8 perbandingan tersebut tidak seimbang dan memiliki nilai kerentanan yang tinggi. Anak-anak dan lansia memiliki keterbatasan dalam penyelamatan diri dan pengertian tentang kebencanaan sehingga jika dibandingkan dengan remaja yang ada menjadi; 2,1:1,9 . Jumlah anak-anak dan lansia memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan jumlah remaja, sehingga tidak seluruh lansia dan anak-anak dapat ter backup oleh jumlah remaja atau dewasa

b. Mitigasi Bencana

Menurut Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana. Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana, yaitu 1) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana; 2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana; 3) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan 4) pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancarnan bencana.

Dalam Pasal 1 berisikan : Kegiatan Mitigasi Bencana di daerah dilaksanakan untuk mengetahui potensi bencana yang ada di daerah dan melakukan upaya antisipasi penanganannya. Pasal 2 : Pemerintah Daerah dalam melaksanakan mitigasi bencana dilakukan secara berjenjang melalui struktur kelembagaan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana, Satuan Pelaksana Penanganan Bencana, Unit Operasi Penanganan Bencana dan Kepala Desa/Lurah.

(33)

179 Tabel 6.9 : Koordiasi Mitigasi Bencana Banjir

(34)
(35)

Gambar

Tabel 6.4 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Jumlah Peduduk  Sumber : Analisis penulis
Tabel 6.16 : Rangkuman Kesimpulan Analisis pada ke Tiga Zona  Sumber : Analisis penulis
Gambar 6.2 : Analisis Tata Permukiman Zona 1  Sumber : Analisis penulis
Gambar 6.3 : Analisis Tata Permukiman Zona 2  Sumber : Analisis penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Pelaksanaan pembinaan mahasiswa oleh seluruh staf pengajar dalam pengembangan sikap dan orientasi serta, kegiatan mahasiswa antara lain dalam seni budaya dan

Bagi Australia, kebijakan Indonesia yang menolak bekerja sama untuk membuka detention center seperti yang sudah dilakukan dengan negara-negara Pasifik, berarti

meneruskan dokumen hasil pengawasan Bawaslu terhadap Verifikasi Administrasi Partai Politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c kepada

Terakhir yang perlu dimiliki remaja korban bullying yaitu Sense of purpose and Bright Future dimana remaja memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai hal-hal

Lebih luas mereka memaparkannya, sebagai berikut: (1) Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan yang mampu memutuskan kebijakan dan massa

Hasil citra objek untuk variasi frekuensi sinyal sebagai hasil simulasi dari persamaan diferensial yang diselesaikan pada pdetool, ditunjukkan pada gambar 10. Hasil

Pada sapi tidak menimbulkan kerugian yang tak berarti karena tak mengakibatkan kematian, dan hanya menimbulkan gangguan atau kerusakan kulit dan bulu saja sehingga menurunkan

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi