• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Beras Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Beras Organik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Beras Organik

Saat ini, beras sudah tidak lagi menjadi produk yang berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan pangan manusia. Sudah berkembang beras organik yang memiliki nilai tambah, yaitu lebih menyehatkan manusia dan lingkungan dibandingkan beras konvensional selain sebagai pangan. Beras organik merupakan beras yang dihasilkan dari budidaya dengan prinsip pertanian organik atau tanpa pengaplikasian bahan kimia berdasarkan standar tertentu dan telah mendapatkan sertifikasi dari lembaga mandiri (International Rice Research Institute 2004). Beras organik pada dasarnya serupa dengan beras konvensional. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada proses budidaya, pengolahan hingga pemasaran ke konsumen akhir. Proses yang dilakukan terhadap beras organik menggunakan prinsip organik yang harus dijaga dari ketika masih benih hingga dikonsumsi konsumen akhir.

Beras organik merupakan hasil proses pascapanen dari tanaman padi yang dibudidayakan secara organik, yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Dalam proses penggilingan gabah organik dikenal beberapa istilah, diantaranya gabah yang merupakan biji padi organik setelah dilepaskan dari tangkai malainya, kariopsis atau beras pecah kulit organik (organic brown rice) dan sekam yang merupakan hasil proses penggilingan dengan mesin atau alat pemecah kulit. Dalam penyosohan beras pecah kulit organik akan diperoleh beras giling organik dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah lapisan dalam dari lapisan nucellus yang membungkus baik endosperm maupun lembaga. Lapisan ini tersusun dari satu sampai tujuh lapis yang pada sisi dorsal lebih tebal dari sisi ventral. Lapisan aleuron ini berbeda-beda ketebalannya berdasarkan varietas, dimana beras organik yang berbentuk bulat pendek cenderung mempunyai lap isan aleuron yang lebih tebal dibanding beras jenis lonjong panjang (Juliano 1972, diacu dalam Kusumaningrum 2009).

Tekstur nasi berbeda satu sama lain tergantung pada varietas yang dibudidayakan. Sebuah varietas padi organik dan konvensional selain menent ukan ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan bentuk nasi, juga dapat

(2)

menentukan tekstur nasi yang dihasilkan. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina menyukai varietas padi atau beras organik bertekstur sedang (Kusumaningrum 2009).

Tabel 1. Varietas Beras Organik Berdasarkan Tekstur Nasi

Tekstur Nasi Varietas

Pulen Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Memberamo, Cilosari dan Cisadane

Sedang Bondoyudo, Pandanwangi, Rojolele, IR 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru

Pera IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih dan IR 36 Sumber : Deliani 2004, diacu dala m Kusumaningru m 2009

Dilihat dari hasil proses penggilingan, sama seperti beras konvensional, beras organik dibagi menjadi beras organik kupas kulit dan beras organik pecah kulit. Menurut Anonim (2009), beras organik kupas kulit adalah beras organik berwarna putih dan biasa dimakan sehari- hari. Pada beras organik kupas kulit, penggilingan dilakukan berkali-kali sampai kulit ari beras organik terk upas semua, sedangkan pada beras organik pecah kulit hanya digiling beberapa kali sehingga kulit ari beras organik masih tetap menempel. Beras organik pecah kulit masih mengandung kulit ari sehingga biasa disebut juga beras organik coklat yang mengandung vitamin B151.

Terdapat tiga jenis beras organik konsumsi, yaitu beras organik putih, beras organik merah, dan beras organik hitam. Ketiga beras organik ini berbeda warna akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron (lapisan terluar). Beras organik putih merupakan beras organik berwarna putih serta biasa dimakan dan dijual di pasar. Beras organik merah merupakan beras organik yang berwarna merah dan mempunyai kandungan serat yang lebih banyak dibandingkan beras organik putih, sedangkan beras organik hitam merupakan beras organik yang berwarna hitam.

Konsep organik berawal dari kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang semakin tidak sehat. Hal tersebut menimbulkan adanya

1

Anonim. 2009. Khasiat Beras. http://www.fa morganic.co m/Khasiat%20Beras% 20Hita m%20Merah%20Co klat.ht ml [18 Maret 2012]

(3)

perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin menggemari beras organik dan juga didasari oleh keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik. Adapun keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi kesehatan dan sisi lingkungan. Beras organik melindungi kesehatan dengan kandungan gizi atau vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan lapisan kulit ari secara menyeluruh sehingga beras ini tidak mengkilap seperti beras konvensional, lebih enak rasanya dan pulen, lebih tahan lama serta memiliki kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Dilihat dari sisi lingkungan, beras organik dapat menjaga kualitas lingkungan hidup dan tidak mencemari lingkungan karena sistem produksi beras organik sangat ramah lingkungan serta meningkatkan produktivitas budidaya padi organik.

Terdapat perbedaan antara beras organik dan beras konvensional. Perbedaannya antara lain (Anonim 2011) : (1) Beras organik memiliki rasa lebih baik dan enak ; (2) Beras organik memiliki kualitas yang lebih baik ; (3) Beras organik tidak mengandung racun kimia pestisida ; (4) Beras organik memiliki lebih banyak kandungan vitamin dan mineral2. Selain itu, beras organik putih bersih, tidak berbau, dan lebih tahan lama atau tidak cepat basi ketika sudah dimasak. Jika mencoba mengambil beras orga nik dari tumpukannya di karung, akan terasa lembut di tangan, dan jika melepaskannya kembali, akan terdengar suara yang lembut atau tidak nyaring seperti bunyi beras konvensional yang dijatuhkan kepada tumpukan beras konvensional.

2.2. Pertanian Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep pertanian dimana produksinya menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2010), teknologi ramah lingkungan didefinisikan sebagai teknologi yang memproteksi lingkungan, mengurangi daya polutan, menggunakan semua sumber daya, mendaur ulang lebih banyak produk dan limbah, dan menangani sisa limbah dengan cara yang benar.

2

Anonim. 2011. Beras Organik 100% Bebas Zat Kimia. http://www.pe le mgole k. com/en/beras-organik-100-bebas-zat-kimia [5 Januari 2012]

(4)

Pertanian ramah lingkungan erat kaitannya dengan tujuan pelestarian keragaman hayati, keseimbangan ekobiologis, dan tidak terjadinya pencemaran pada produk panen, pelaku usaha pertanian, hewan ternak, lahan pertanian, dan air permukaan, air tanah maupun air mengalir. Usahatani ramah lingkungan merupakan usahatani yang dapat memperoleh produksi optimal yang tidak merusak lingkungan, baik dari segi fisik, biologis, maupun ekologis (Sumarno & Suyamto 2009). Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pertanian ramah lingkungan harus produktif, tetapi tidak membahayakan lingkungan. Produk pertanian yang dihasilkan dari sistem ini harus bersifat aman dan sehat atau bebas residu pestisida karena hal ini menjadi salah satu penciri pertanian ramah lingkungan.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan sama dengan istilah pertanian berkelanjutan. Menurut Sumarno dan Suyamto (2009), pengertian pertanian berkelanjutan adalah sumber daya lahan pertanian secara lestari dan dapat digunakan untuk usaha produksi, dan dapat menghasilkan produk panen optimal dengan menggunakan sejumlah masukan sarana produksi yang normal dan wajar. Konsep ini mengimplikasikan bahwa pertanian yang berkelanjutan dapat berlanjut optimal dan produktif sampai masa yang akan datang (jangka panjang).

Pertanian berkelanjutan mencakup tujuh d imensi, yaitu : (1) dimensi waktu jangka panjang dalam hal pelestarian lahan, tanah, dan air ; (2) dimensi sosial, yaitu pelestarian fungsi usahatani dalam memberikan lapangan penghidupan dan ekonomi untuk masyarakat ; (3) dimensi ekonomi, yaitu kelayakan ekonomi usaha pertanian secara layak dan kompetitif dibandingkan usaha lain yang sejenis ; (4) dimensi kelestarian keanekaragaman hayati dan keragaman genetik varietas yang ditanam ; (5) dimensi kesehatan lingkungan, yaitu bebas dari pencemaran residu ; (6 ) dimensi kelestarian mutu dan kesuburan serta produktivitas tanah dalam jangka panjang ; (7) dimensi kelestarian sumber daya pertanian dan lingkungan (Harwood 1987, diacu dalam Sumarno & Suyamto 2009).

Menurut Gips (1986), diacu dalam Jarnanto (2010), suatu sistem pertanian itu bisa disebut berkelanjutan jika memiliki sifat-sifat : (1) Mempertahankan

(5)

fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri ; (2) Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi pelaksana pertanian dan tidak ada pihak yang diekploitasi serta masing- masing pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya ; (3) Adil berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hal yang lain ; (4) Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ; (5) Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi3.

Namun, ada pendapat lainnya yang berpendapat bahwa pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Sumarno dan Suyamto (2009) mengenai perbedaan dalam pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan.

Kriteria Pertanian

Ramah Lingkungan Pertanian Berkelanjutan Fokus perhatian Ekologi lingkungan Produksi berkelanjutan Tujuan utama Mutu lingkungan Produksi optimal Penggunaan sarana Berasal dari bahan

setempat

Tergantung kebutuhan dapat dari luar usahatani Sifat teknik budidaya Masukan rendah

berkelanjutan

Masukan optimal

berkelanjutan Contoh aplikasi Pertanian input organik,

SRI, LEISA

Teknologi Revolusi Hijau Ekologis, PTT

Sumber : Su ma rno & Suyamto 2009

Pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan merupakan dua konsep yang berbeda tujuannya, namun keduanya sangat terkait dalam praktiknya. Pertanian berkelanjutan memiliki konsep ramah lingkungan, sedangkan pertanian ramah lingkungan belum tentu berkelanjutan.

3 Jarnanto, Alif. 2010. Pertanian Berke lanjutan. http://tanimu lya.blog.co m/2010/

(6)

2.3. Pertanian Moderen

Di Indonesia terdapat tiga konsep pertanian, yaitu konsep pertanian moderen adalah HEIA (High External Input Agriculture) dan konsep yang berwawasan lingkungan atau berkelanjutan adalah LEIA (Low External Input Agriculture) dan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Konsep LEIA dan LEISA pada dasarnya adalah konsep pertanian tradisional yang digunakan pada zaman dulu, tetapi sudah diadopsi dengan penggunaan teknologi yang canggih tanpa penggunaan bahan kimia sehingga lebih modern seperti proses pembuatan input organik yang menggunakan mesin.

HEIA merupakan sistem pertanian yang menggunakan masukan (input) dari luar secara berlebihan. Umumnya berupa bahan-bahan kimia konvensional yang memang sengaja dibuat untuk input produksi. Menurut Madura (2010), sistem ini merupakan konsep yang moderen karena menggantungkan produksinya dari senyawa kimia sintetis (pupuk, pestisida, dan zat pengatur tumbuh). Hal ini dapat memberi pengaruh buruk terhadap keseimbangan lingkungan dan kesehatan manusia4.

LEIA adalah sistem yang memanfaatkan sumber daya lokal yang sangat intensif dengan sedikit atau sama sekali tidak menggunakan masukan dari luar sehingga tidak terjadi kerusakan sumber daya alam. Kegiatan ini berguna untuk menambahkan hara kepada tanah dari usahatani itu sendiri sehingga dapat memperbaiki struktur tanah yang sudah rusak. Bahan-bahan yang digunakan seperti sampah, kompos, limbah, dan lain- lain. LEIA dapat dikatakan sama dengan pertanian organik (Madura 2010)5.

LEISA adalah sistem pertanian dengan masukan rendah tetapi mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat dan layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil secara sosial, dan sesuai dengan budaya lokal. Prinsip-prinsip dasar ekologi pada LEISA berdasarkan Reintjes et al. (1992) adalah : (1) Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah ; (2) Mengoptimalkan ketersediaan dan

4

Madura, Uftori. 2010. Kesuburan Tanah. Uftoriwasit.b logspot.com/2010/10/kesuburan -tanah.html [12 Februari 2012]

5

(7)

menyeimbangkan arus unsur hara, khususnya melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap ; (3) Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan pengelolaan iklim mikro, pengeloaan air dan pengendalian erosi ; (4) Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui pencegahan dan perlakuan yang aman ; (5) Saling melengkapi dan sinergis dalam penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.

HEIA dapat merusak lingkungan sehingga dikhawatirkan akan merusak keseimbangan ekosistem di kemudian hari, sedangkan LEIA tidak produktif sehingga dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. LEISA hadir di antara HEIA dan LEISA, memberikan solusi atas kelemahan kedua sistem tersebut. LEISA lebih realistis dibandingkan LEIA atau pertanian organik karena selain menggunakan input organik, masih diperbolehkan menggunakan input anorganik atau kimia sintetis dalam batasan wajar sehingga tidak menimbulkan residu pada produk jadi dan lingkungan.

2.4. Pertanian Organik

Pertanian organik awalnya memang sudah lama berkembang sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia dengan cara tradisional. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukanlah metode baru yaitu penggunaan pupuk kimia sintetis, varietas unggul, pestisida, dan lainnya. Metode baru tersebut memang mendatangkan hasil yang meningkat dibandingkan cara tradisional. Metode ini dikenal dengan nama “Revolusi Hijau” di Indonesia.

Revolusi hijau semakin banyak dipraktekkan oleh petani-petani Indonesia sehingga dampak negatifnya baru dirasakan saat-saat ini, salah satunya yaitu kondisi tanah yang semakin kritis dan tidak subur akibat pencemaran bahan kimia sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena masyarakat semakin menyadari akan dampak negatif dari pemakaian bahan kimia saat budidaya tanaman pa ngan, cara tradisional yaitu pemakaian

(8)

bahan alami kembali mendapat perhatian dari petani-petani maupun pelaku usaha pertanian di Indonesia.

Pertanian organik adalah manajemen produksi pertanian dimana teknik budidaya yang digunakan yaitu mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis dalam pemeliharaan kesuburan tanah dan keberhasilan produksi (IFOAM 2005 ; FAO 2007). Menurut IFOAM (2005), terdapat empat prinsip pertanian organik. Keempat prinsip tersebut antara lain : (1) Prinsip Kesehatan dimana pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan ; (2) Prinsip Ekologi dimana pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan ; (3) Prinsip Keadilan dimana pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama ; (4) Prinsip Perlindungan dimana pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Namun, terdapat dua pengertian pertanian organik yang berkembang di Masyarakat Indonesia saat ini, yaitu pertanian organik dalam arti luas dan arti sempit. Pertanian dalam arti luas adalah sistem pertanian yang masih boleh menggunakan bahan kimia sintetis sesuai peraturan yang berlaku dan tidak mengandung residu pestisida pada produknya, sedangkan dalam arti sempit adalah sistem pertanian yang sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis, hanya bahan organik yang diperbolehkan.

2.5. Kinerja

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi- fungsi suatu pekerjaan atau profesi baik kualitas maupun kuntitas yang dicapai dalam waktu tertentu (Mangkunegara 2005; Wirawan 2009). Faktor- faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan dan motivasi. Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality (pengetahuan dan keahlian), sedangkan motivasi diartikan sebagai sikap terhadap situasi kerja (Mangkunegara 2005). Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu

(9)

serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

Kinerja seseorang merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yaitu faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal individu (Wirawan 2009). Menurut Mangkuprawira (2007), kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini, kinerja yang baik tidak akan tercapai. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah perasaan individu terhadap pekerjaan yang dimiliki. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya6.

Seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja akan menghasilkan kinerja seseorang dan kemudian menentukan baik tidaknya kinerja organisasi keseluruhan karena organisasi merupakan kumpulan dari individu yang memiliki kesamaan visi atau tujuan. Kinerja organisasi dapat terlihat dari pencapaian tujuan atau visi bersama, apakah tercapai atau tidak. Kinerja salah satu organisasi dapat mempengaruhi kinerja organisasi lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dalam kinerja rantai pasok.

Sebuah rantai pasok terdiri dari kumpulan organisasi atau perusahaan yang saling bermitra. Rantai pasok berfungsi mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen akhir. Tujuan akhir rantai pasok adalah memaksimalkan nilai yang diperoleh serta memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen akhir. Jika salah satu organisasi (perusahaan) sebagai pemasok tidak baik dalam hal kinerja misalkan kualitas produk yang dipasok tidak sesuai kesepakatan dengan mitra, maka akan mempengaruhi kinerja mitra sebagai organisasi (perusahaan) dalam menjual kembali produk. Selanjutnya, akan berakibat pada kinerja rantai pasok keseluruhan yang tidak dapat memenuhi kepuasan konsumen yang menginginkan produk berkualitas sehingga nilai yang diperoleh rantai pasok berkurang. Oleh karena persaingan dihadapi oleh rantai pasok saat ini, maka harus diintegrasikan

6

Mangkuprawira, T.S. 2007. Kinerja : Apa itu?. ronawa jah.wordpress.com/ 2007/05/29/kinerja-apa-itu/. [5 Januari 2012]

(10)

seluruh anggota rantai pasok sehingga menghasilkan kinerja yang baik dilihat dari pencapaian tujuan rantai pasok.

2.6. Tinjauan Penelitian Te rdahulu

Hasil penelitian yang akan menjadi tinjauan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang bertemakan analisis deskriptif rantai pasok, nilai tambah, dan pengendalian persediaan. Analisis deskriptif rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran rantai pasok secara keseluruhan, apakah sudah baik atau belum dan bagian mana yang harus diperbaiki. Tujuan dari analisis ini pada umumnya adalah mengidentifikasi dan mengkaji pengelolaan rantai pasok (Wicaksono 2010 ; Aryanthi 2011 ; Riwanti 2011), menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota rantai pasok (Aryanthi 2011) serta menganalisis kinerja rantai pasok dan alternatif kebijakan pengembangan manajemen rantai pasok (Riwanti 2011). Terdapat penelitian yang mengkombinasikan analisis rantai pasok dan strategi pengembangan di dalam rantai pasok, seperti dilakukan oleh Wicaksono (2010). Peneliti melakukan perumusan alternatif strategi rantai pasok dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok jangka panjang dan menetapkan strategi terbaik berdasarkan strategi terpilih bagi rantai pasok udang vaname.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian analisis rantai pasok adalah metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen rantai pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking) seperti yang dilakukan oleh Wicaksono (2010) dan Riwanti (2011). Aryanthi (2011) tidak menggunakan Kerangka FSCN, tetapi menggunakan metode analisis deskriptif rantai pasok yang mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai. Riwanti (2011) melakukan penelitian mengenai manajemen rantai pasok brokoli organik. Metode yang digunakan Riwanti (2011) tidak hanya Kerangka FSCN, tetapi juga menggunakan metode analisis efisiensi pemasaran dengan alat margin pemasaran dan farmer’s share serta analisis kesesuaian atribut. Efisiensi pemasaran dan analisis kesesuaian atribut dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja rantai pasok brokoli organik. Hasil penelitian ini yaitu nilai farmer’s share yang kecil, yakni 18,75 persen dari harga jual akhir.

(11)

Kebijakan yang direkomendasikan Riwanti (2011) adalah dukungan kredit, trust building, dukungan pemerintah dan kesepakatan kontraktual.

Kerangka FSCN digunakan untuk menganalisis kondisi manajemen rantai pasok secara deskriptif. Metode ini menganalisis enam elemen yang menyusun rantai pasok. Kerangka FSCN akan digunakan dalam penelitian ini dengan aspek-aspek yang ditinjau kembali dari penelitian W icaksono (2010) dan Riwanti (2011). Aspek-aspek yang menjelaskan setiap elemen dalam Kerangka FSCN juga ditinjau dari buku dan literatur lainnya.

Analisis nilai tambah pada umumnya dilakukan oleh peneliti-peneliti untuk mengetahui besar nilai tambah yang d imiliki produk atas pengolahan atau pemberian nilai yang lebih pada sebuah produk. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan analisis nilai tambah pengolahan, tetapi nilai tambah perolehan anggota-anggota yang berkumpul dalam sebuah rantai pasok. Cohan da n Costa (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak ekonomi dan hubungan yang komplek antara anggota rantai nilai gandum. Hal tersebut akan dianalisis melalui analisis nilai tambah di setiap tiga belas anggota rantai nilai gandum.

Analisis nilai tambah dapat digunakan untuk mengukur output dari setiap sektor yang berkontribusi terhadap ekonomi negara melalui PDB seperti yang dilakukan oleh Blokland et al (1997) serta Brunton dan Trickett (2007). Blokland et al (1997) mengukur kontribusi ekonomi industri turfgrass atau tanah datar yang berumput di Florida, Amerika Serikat, sedangkan Brunton dan Trickett (2007) melakukan pengukuran output sektor pertanian di Australia. Analisis nilai tambah dapat dikategorikan sebagai analisis mikro (Katwal et al 2007). Nilai tambah digunakan untuk menghindari terjadinya double counting ketika dijumlahkan nilai tambah seluruh pelaku usaha atau perusahaan. Nilai tambah merupakan output dikurangi biaya input intermediate (Blokland et al 1997 ; Brunton & Trickett 2007 ; Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Untuk mengetahui nilai tambah dalam rantai pasok keseluruhan, nilai tambah setiap anggota rantai pasok atau perusahaan dijumlahkan seperti yang dinyatakan oleh Katwal et al (2007) serta Cohan dan Costa (2009).

Penelitian mengenai analisis pengendalian persediaan pada umumnya dilatarbelakangi adanya ketidakmampuan pelaku usaha memenuhi permintaan

(12)

konsumen akhir bersama anggota rantai pasoknya lainnya. Tujuan penelitian analisis pengendalian persediaan pada umumnya yaitu menganalisis kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dan memberikan model alternatif pengendalian bahan baku sehingga dapat meminimumkan biaya atau ukuran pemesanan ekonomis (Helena 2005 ; Panggabean 2009), mengetahui perbandingan jumlah ukuran pemesanan ekonomis antara sebelum dan sesudah koordinasi antar rantai pasok serta mengetahui berapa besar jumlah safety stock yang disediakan dan perbandingan total biaya antara sebelum dan sesudah koordinasi antar rantai pasok (Panggabean 2009), dan mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok dengan melihat manfaat dan kendala (Aryanthi 2011).

Penentuan jumlah persediaan dianalisis oleh Helena (2005) dengan menggunakan Material Requirement Planning (MRP) dengan penentuan ukuran lot teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Part Period Balancing (PPB). Penelitian ini juga menerapkan Pareto Analysis yang membagi bahan baku menjadi tiga kelas, yaitu A, B, dan C. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode MRP dapat memberikan penghematan terbesar pada biaya persediaan. Saran yang direkomendasikan kepada perusahaan adalah perusahaan sebaiknya menggunakan metode MRP dengan teknik PPB karena memberikan penghematan biaya persediaan terbesar, sedangkan biaya yang dapat dihemat dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk serta tetap menjaga hubungan dan kerja sama kepada pemasok.

Metode yang digunakan oleh Panggabean (2009) dengan judul penelitian analisis logistik dengan menggunakan konsep supply chain management (SCM) di PTPN III Gunung Para adalah metode peramalan linier, EOQ, dan safety stock. Penelitian ini memberikan hasil besarnya jumlah safety stock yang optimal serta perusahaan terbukti dapat menghemat biaya melalui koordinasi sistem secara total. Sedangkan metode yang digunakan oleh Aryanthi (2011) adalah analisis pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan, penentuan EOQ, jumlah pemesanan kembali atau reorder point (ROP), dan jumlah safety stock. Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak yang terkait. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku serta

(13)

anggota rantai pasok dapat melakukan penghematan biaya pemesanan. Selain itu, EOQ yang dapat dipesan meningkat dibandingkan tanpa adanya koordinasi.

Tiga penelitian mengkaji pengendalian persediaan dalam rantai pasok atau pengadaan bahan baku, yaitu penelitian Helena (2005), Panggabean (2009), dan Aryanthi (2011). Ketiganya sama-sama menentukan jumlah pemesanan optimum (EOQ). Metode- metode yang digunakan oleh ketiganya dalam mengkaji pengelolaan rantai pasok menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian kali ini. Ketiga penelitian tersebut sama-sama mengasumsikan bahwa permintaan yang dihadapi perusahaan atau rantai pasok selalu tetap. Namun, terdapat ketidakkonsistenan dalam pembahasan penelitian tersebut, yaitu pada awalnya, permintaan diasumsikan tetap dengan melakukan pengukuran EOQ, tetapi kemudian ROP dan safety stock juga diukur dimana menurut Chopra dan Meindl (2004), ROP dan safety stock timbul karena adanya permintaan yang berfluktuasi.

Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang ditinjau sebagai bahan referensi. Penelitian yang mengangkat tema analisis rantai pasok berjaring, nilai tambah, dan pengendalian persediaan rantai pasok beras organik menggabungkan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian dan tahapan analisis. Ko moditas yang menjadi objek penelitian kali ini yaitu beras yang dihasilkan dari sistem pertanian organik atau beras organik. Penelitian ini menganalisis rantai pasok secara deskriptif, kinerja rantai pasok melalui efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset, nilai tambah serta pengendalian persediaan beras organik dalam rantai pasok. Sedangkan alat analisis yang digunakan yaitu kerangka FSCN, margin pemasaran, farmer’s share, inventory turnover, inventory days of supply, cash to cash cycle time, perhitungan nilai tambah serta model- model pengendalian persediaan yang sesuai dengan kondisi permintaan yang dihadapi serta kebijakan persediaan yang diterapkan.

Gambar

Tabel 1. Varietas Beras Organik Berdasarkan Tekstur Nasi

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan PPL ini dilaksanakan oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) untuk melaksanakan pembelajaran PPL langsung pada lingkungan sekolah.

berperilaku dengan baik kepada lingkungan sosialnya sehingga anak akan diterima oleh lingkungan. Sehingga masing-masing disiplin ilmu memiliki hubungan yang saling

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. 2) Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan sekurang- kurangnya tiga orang hakim atas

Semakin banyaknya para pendatang baik domestik maupun asing yang menginap sementara di Surakarta, perkembangan selanjutnya sangat berpotensi untuk bisnis akomodasi/

Dari percobaan yang dilakukan sebanyak 30 kali, hasil perhitungan nilai parameter eror rate (P) masing-masing filter deteksi tepi Sobel dan Prewitt untuk citra yang mengandung

Hal ini menguatkan penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh Mangkunegara (2006, h. 76) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi

Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat

Dalam hubungannya dengan tingkat generalisasi, untuk mempertahankan tingkat kejelasan dan menghindari penuhnya detail, perlu dilakukan penyederhanaan beberapa tipe dari