• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia ABSTRAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

265

PATOGENESITAS ISOLAT BEAUVERIA BASSIANA PADA

PARASITOID KUTU DAUN

Dian Meithasari1), Siti Herlinda2),Triani Adam2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung

Jl. Z.A. Pagar Alam No. 1a, Rajabasa, BandarLampung, Indonesia Pos-el: bptp-lampung@litbang.deptan.go.id; Website:

www.lampung.litbang.deptan.go.id E-mail: meithasaridian@gmail.com

2)Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,Universitas

Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia

ABSTRAK

Kutu daun merupakan salah satu hama yang sangat penting pada tanaman hortikultura. Upaya pengendalian hama secara ramah lingkungan perlu dilakukan.Tujuan penelitian ini, yaituuntuk mengetahui pengaruh isolat Beauveria

bassiana terhadap pradewasa parasitoid kutudaundan menghitung LT50 isolat B.

bassiana pada pradewasa parasitoid kutudaunTrioxys sp. danLipolexis sp.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Kampus Inderalaya, Sumatera Selatan,pada bulan Maret 2009. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Pada setiap perlakuan digunakan 106 konidia per ml isolat B.

bassiana dan ditetesi sebanyak 10 µl secara topikal, sedangkan untuk kontrol

hanya ditetesi dengan air steril. Peubah yang diamati, yaitu mortalitas pradewasa, imago yang keluar setelah aplikasi, dan Lethal Time (LT50), dengan

menggunakan uji kebebasan Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa patogenesitas jamur B. bassiana di laboratorium tidak mampu menekan populasi kedua parasitoid tersebut. LT50 tercepat pada jenis Lipolexis sp. Yaitu pada hari

ketujuh.

Kata kunci: Beauveria bassiana, Trioxys sp., Lipolexis sp., patogenesitas, parasitoid kutu daun

ABSTRACT

PATHOGENICITY OF BEAUVERIA BASSIANA ISOLATE ON APHID PARASITOIDS. Aphids is one of the most important pests on horticultural crop.

Pest control measures need to be environment-friendly. The purposes ofthis study were todetermine the effect of Beauveria bassiana isolate against Trioxys

sp. and Lipolexis sp., the preadult parasitoids of aphids,and tocalculate Lethal

Time(LT50) of B. bassiana isolates on preadult parasitoids.The study was carried out at the Laboratory of Entomology, Department of Plant Pests and Diseases, Facultyof Agriculture, Sriwijaya University, Inderalaya Campus,SouthSumatera, on March 2009. Experimental method was designed for the research. For each treatment, a number of 106 conidia per ml of B. bassiana isolate were used and a 10 µl drop of conidial suspension was applied topically on the middle part of parasitoids thorax. Distillated water was used for control treatment. Parameters observed were mortality of preadults, the number of imago which came out after

(2)

266

the application,and LT50. The observed data were examined using chi-square test. The results showed that the pathogenicity of B. bassiana isolate was notable to suppress the population of the two parasitoids in the laboratory. The fastest LT50 of Lipolexis sp.was on the seventh day.

Key words: Beauveria bassiana, Trioxys sp., Lipolexis sp., pathogenecity, Aphid parasitoids

PENDAHULUAN

Kutu daun merupakan salah satu hama yang sangat penting pada tanaman karena keberadaannya juga dapat berperan sebagai vektor penyakit (Herlinda S et al. 2010).Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae) merupakan serangga fitofag kosmopolitan yang dapat ditemukan di wilayah tropik, subtropik dan temperata (Schirman et al. 2008).Di dunia terdapat lebih dari 400 jenis kutudaun yang tersebar pada berbagai tanaman inang (Blackman, R.L & Eastop, V.F., 2000). Kerugian akibat serangan kutudaun diluar perannya sebagai vektor dapat mencapai 30 % dan serangan vektor penyakit mencapai 100 % (Fuller S.J et al. 1999).

Hama kutu daun dapat dikendalikan dengan menggunakan jamur entomopatogen. Beberapa jenis jamur yang dapat dipertimbangkan sebagai bioinsektisida dan produk komersial yaituBeauveria bassiana, Metarhizium

anisopliae, Verticilim lecanii dan Hirsutella thompsonii (Eko et al. 2007). B. bassiana adalah jamur yang umum dijumpai di tanah dan dapat ditemukan

diseluruh dunia. Jamur ini merupakan penyebab penyakit muscardin pada serangga, spora ini akan menempel pada kutikula kemudian kebagian dalam tubuh serangga dengan mengeluarkan toksin untuk dialirkan melalui saluran pencernaan serangga, sehingga dapat mematikan serangga ( Mahr, S. 2003).

Di Indonesia, hasil-hasil penelitian B. bassianasebagai pengendali hama tanaman pangan telah banyak dipublikasikan. Sebagai contoh, untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai (Spodoptera litura (F)), dan walang sangit pada padi (Leptocorisa acuta Thunb)(Prayogo, Y. 2006). Selain itu jamur B. bassiana ini juga telah dipakai untuk mengendalikan hama kutudaun cabai A. gossypii, sehingga akan memungkinkan jamur B. bassiana berdampak terhadap parasitoid kutu daun.

Parasitoid sebagai agens hayati pengendali kutu daun dapat menekan populasi kutudaun mencapai 59,4% − 62,7% (Irsan 2003). Menurut Irsan dan Sosromarsono (2000) ada enam jenis parasitoid kutu daun dari bangsa

(3)

267

Hymenoptera. Empat jenis tergolong suku Aphidiidae yaitu Aphidius sp.,

Diaeretiella sp., Trioxys sp,dan Lipolexis sp. Salah satu contoh parasitoid kutu

daun yaitu Trioxys sp. dan Lipolexis sp,diketahui bahwa jenis parasitoid ini memarasit kutudaun jenisA. gossypii dengan tanaman inang cabai. Untuk mengatasi rendahnya populasi musuh alami, pada waktu populasi hama menurun diperlukan pelestarian musuh alami agar pada waktu populasi hama meningkat, populasi musuh alami juga meningkat sehingga peranan musuh alami lebih efektif dan efisien dalam pengendalian hama (Kartohardjono, A. 2011).

Penelitian B. bassiana telah banyak dilakukan, namun belum banyak diuji cobakan terhadap musuh alami kutudaun itu sendiri, salah satunya yaitu parasitoid. Dalam hal ini kita dapat melihat pengaruh dan dampak patogenesitas isolat B. bassiana terhadap pradewasa parasitoid kutu daun yang akan diuji cobakan terlebih dahulu dilaboratorium sebelum diaplikasikan dilapangan. Parasitoid kutu daun merupakan salah satu agens hayati sebagai pengendali hama kutu daun. Permasalahan yang perlu dipecahkan pada penelitian ini adalah Penggunaan isolat B. bassiana sebagai agens hayati untuk mengendalikan hama kutudaun, apakah berpengaruh terhadap mortalitas dan LT50 pradewasa parasitoid kutudaun yaitu Trioxys sp. dan Lipolexis sp. yang

diketahui juga sebagai agens hayati untuk pengendalian hama kutu daun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh isolat B. bassianaterhadap pradewasa parasitoid kutudaun, Trioxys sp. dan Lipolexis sp dan menghitung LT50 isolat B. bassiana pada pradewasa parasitoid kutu daun. Manfaat penelitian

ini dihasilkannya suatu pengendalian secara hayati dengan cara menggunakan jamur entomopatogen untuk mengendalikan hama kutudaun serta pengaruhnya terhadap musuh alami serta menambah ilmu pengetahuan dan mendukung penerapan strategi pengendalian hama dan penyakit tanaman terpadu untuk pertanian berkelanjutan.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2009 di Laboratorium Entomologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan dua perlakuan yaitu menggunakan isolat B. bassiana dan kontrol menggunakan air dengan 5 ulangan.Masing-masing ulangan terdiri atas 10 mumi (kutu daun yang terparasit). Satu isolat B. bassiana berkode KBC digunakan untuk uji

(4)

268

patogenisitas isolat jamur entomopatogen pada pradewasa parasitoid. Tahap awal persiapan isolat adalah dengan melakukan reisolasi isolat pada media GYA (Glucose Yeast Agar). Pada mediaGYAtersebut ditambah dengan tepung jangkrik konsentrasi 0.5% (b/v) atau setiap L media ditambahkan 5 g tepung jangkrikuntuk memperkaya nutrisi media.

Penyiapankoloni kutu daun dilakukan dengan cara dibiakan pada tanaman cabai yang ditanam di rumah kaca. Perbanyakan kutudaun dilakukan dengan cara mengumpulkan imago dan nimfa A. gossypii dari sentra sayuran di Sumatera Selatan. Kemudian nimfa dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam kurungan kasa (50 x 50 x 100 cm3) yang terdapat tanaman cabai dalam potsebagai pakan dan tempat berbiak. Setelah A. gossypii melahirkan nimfa, lalu dipindahkan ke dalam kurungan lain hingga terbentuk generasi kedua (F2) yang digunakan untuk seleksi isolat.

Perbanyakan parasitoid dilakukan dengan cara mengumpulkan mumi (kutu daun yang terparasit) Trioxys sp. dan Lipolexis sp. pada A. gossypii dari sentra sayuran di Sumatera Selatan. Kemudian mumi-mumi tadi dibawa ke laboratorium dan dimasukkan secara terpisah ke dalam kapsul gelatin No. 00 (Lilly Co.). Setelah imago parasitoid muncul dan kopulasi, lalu imago dipelihara di dalam kurungan berkerangka kayu tempat pembiakan (panjang 100 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 70 cm). Di dalam kurungan berkerangka kayu tadi diletakkan enam pot berdiameter 8 cm dan tinggi 10 cm tanaman cabai yang terdapat 100 ekor nimfa kutudaun instar kedua/pot, lalu dimasukkan 10 ekor imago parasitoid, dan setiap hari kutudaun diganti dengan yang baru. Setiap jenis parasitoid dipelihara pada kurungan yang berbeda yang memerlukan minimal tiga kurungan pembiakan/jenis parasitoid. Nimfa kutu daun yang telah terparasit selanjutnya dipelihara ke dalam kurungan plastik berbentuk silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 25 cm. Bila nimfa terparasit membentuk mumi, selanjutnya dipindahkan ke dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang beralaskan kertas saring. Pembiakan ini dilakukan hingga terbentuk generasi kedua (F2) parasitoid yang digunakan untuk percobaan ini.

Uji patogenisitas dilakukan dengan cara meneteskan 10 μl spora jamur entomopatogen yang berkonsentrasi 106 spora/ml secara topikal pada mumi (larva instar akhir) Trioxys sp. Cara yang sama juga dilakukan pada Lipolexis sp. Mumi yang telah diaplikasikan jamur entomopatogen selanjutnya dipindahkan ke dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang beralaskan kertas saring. Setiap hari

(5)

269

dicatat dan diamati persentase imago parasitoid yang terbentuk, jumlah larva, pupa, dan imago parasitoid abnormal..

Parameter yang diamati antara lain Persentase Mortalitas imago (1) dan Persentase mumi menjadi imago (2) berdasarkan rumus Prijono (1989).

% 100 x imago seluruh mati yang imago

...(1) % 100 x mumi seluruh imago menjadi mumi

...(2) Analisis data waktu kematian larva parasitoid kutudaun digunakan untuk menghitung LT50 dengan menggunakan analisis probit dengan bantuan program

SAS-STAT pada SAS 6.12.Perbedaan data mortalitas larva parasitoid dan persentase terbentuknya imago parasitoid antar perlakuan dibandingkan dengan uji Chi-Square.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kematian imago Trioxys sp. dan Lipolexis sp. setelah ditetesi jamur B. bassianasecara signifikan lebih tinggi dibanding kontrol pada taraf uji 5 %. (Tabel 1). Jenis Lipolexis sp. mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan Trioxys sp..Parasitoid ini sangat rentan dan tergantung waktu memarasit inang, jika inang yang diparasit stadia larva instar empat kematian parasitoid ini lebih tinggikarena tingkat parasitasinya lebih rendah dari jenis parasitoid yang lain (Walker, A.M., Hoy, M.A, 2003). Tabel 1. Kematian imago Trioxys sp. dan Lipolexis sp. setelah diaplikasi jamur B.

Bassiana

Perlakuan Mortalitas (%)

Trioxys sp. Lipolexis sp.

B. bassiana 28 42

kontrol(air) 10 16

Tabel 1 menunjukkan pengaruh jamur B. Bassiana terhadap mortalitas parasitoid. Mortalitas mencapai 42 % pada jenis Lipolexis sp. Sedangkan untuk parasitoid Trioxys sp. 28%. Vauka (2009) menyatakan bahwa jamur B. bassiana dapat mematikan hama kutu daun mencapai 94%, sedangkan penelitian Rossa (2009) menunjukan bahwa kematian imago parasitoid Aphelinussp mencapai 6%.

(6)

270

Di samping itu, Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa mortalitas

Lipolexissp lebih tinggi dibandingkan denganTrioxys sp. Pada perlakuan kontrol,

Tampaknya kematian parasitoid dipengaruhi oleh kelembapan, dan kebersihan ruangan. Reisolasi parasitoid yang mati ditanam pada media agar lalu dipindahkan ke media GYA tidak menunjukkan tumbuhnya jamurB. bassiana. Dari 14 parasitoid yang mati, pada jenisTrioxys sp. Dalam bentuk pupa dan imago abnormal, hanya 3 yang ditumbuhi jamur. Hal ini disebabkan adanya penambaha ntepung jangkrik di dalam media GYA dan kita tahu bahwa tepung jangkrik mempunya isumber kitin. Sejalan dengan penelitian Herlinda (2005) bahwa pengayaan media dengan penambahan tepung jangkrik yang mengandung khitin dapat meningkatkan kerapatan spora B. bassiana dan menyebabkan kematian larva Plutella xylostela sampai 78,33 %. Dan untuk jenis

Lipolexis sp. dari 21 parasitoid yang mati hanya 2 yang ditumbuhi jamur B.bassiana,untuk sisanya terkontaminasi oleh bakteri dan jamur udara.

Persentase pembentukan imago Trioxysp dan Lipolexissp .setelah ditetesi jamurB. Bassiana relatif sama dengan kontrol pada taraf uji 5 % (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa jamur B. Bassiana ini tidak mampu menekan populasi dari parasitoid tersebut. Bahkan pada control kemunculan imago

Trioxyssp. Mencapai 90% dan 84% jenis Lipolexis sp. .Persentase pembentukan

imago tertinggi jenisTrioxyssp. yaitu 72% , sedangkan pada jenis Lipolexissp. Hanya 58% .

Tabel 2. Persentase mumi menjadi imago setelah diaplikasikan jamur B.bassiana

Perlakuan

Mumi menjadi imago (%)

Trioxys sp. Lipolexissp.

B.bassiana 72 58

kontrol (air) 90 84

Fan (2009) melaporkan bahwa jamur menetrasi kutikula serangga dengan enzim hidrolitik, memasukkan khitinase, yang merupakan factor virulen yang sangat penting. Namun demikian, jamurB. Bassiana yang diaplikasikan terhadap parasitoid dalam tubuh serangga kutu daun, tidak dapat menembus dan memenetrasi kutikula serangga tersebut. Tubuh kutu daun setelah diparasitkan mengeras karena terlindungi oleh cangkang serangga yang diparasit atau yang disebut dengan mumi.

Untuk perlakuan kontrol yang mati dalam bentuk pupa jumlahnya hanya sedikit yakni 5 pupa untuk parasitoid Trioxys sp. dan 8 pupa untuk parasitoid

(7)

271

Lipolexis sp. , jumlah control lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan, dari

hasil uji kebebasan Chi-square menunjukkan bahwa berbeda nyata. Untuk membuktikan bahwa kematian untuk perlakuan control tidak dipengaruhi jamur B.

bassiana, pupa yang mati ditanam di media GYA, setelah 1 minggu pengamatan,

pupa yang mati tidak menunjukkan bahwa tidak ada jamur yang tumbuh. Hal ini disebabkan, karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung.

LT50 merupakan batas waktu yang menunjukkan jumlah kematian

organisme sasaran telah mencapai 50 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LT50 tercepat pada perlakuan parasitoid Lipolexis sp yaitu 7,66 hari,

sedangkan untuk parasitoid Trioxys sp 9,74 hari (Tabel 3).

Tabel 3. LT50 dari parasitoid Trioxys sp. dan Lipolexis sp. yang telah diaplikasikan

jamur B. Bassiana

Perlakuan LT50 (hari) Selang Kepercayaan (hari)

Batas Bawah Batas Atas

Trioxys sp. 9,74 7,76 17,35

Lipolexis sp. 7,66 5,99 17,62

Dari Tabel 3 terlihat bahwa waktu kematian, pada hari ke- 7 dan hari ke-9 merupakan waktu yang cukup lama untuk mematikan serangga tersebut. Vauka (2009) menyatakan bahwa kematian nimfa A.gossypii akibat B. bassiana mulai terjadi pada jam ke- 3 setelah aplikasi. Kutu daun A.gossypii merupakan serangga target yang akan diaplikasikan jamur B. bassiana. Setelah 2 minggu diaplikasikan jamur B. bassiana, parasitoid yang tidak keluar dari muminya telah dianggap mati. Mumi yang mati setelah dibedah kebanyakan berupa pupa dan imago abnormal Trioxys sp. Dan hal yang sama terjadi pada parasitoid Lipolexis sp.. Berdasarkan penelitian ini kita dapat melihat, bahwa jamur B. bassiana tidak berpengaruh terhadap populasi parasitoid kutu daun.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian patogenesitas jamur B. bassiana terhadap pra dewasa parasitoid kutu daun Trioxy ssp dan Lipolexi ssp di laboratorium dapat disimpulkan bahwa jamur B. bassiana tidak mampu menekan populasi kedua parasitoid tersebut. Kematian tercepat pada jenis Lipolexis sp. Yaitu pada hari ketujuh. Dari hasil penelitian ini B. bassiana bisa digunakan untuk mengendalikan hama kutu daun. Namun demikian, perlu dilakukan pengujian mengenai perbedaan tingkat konsentrasi jamur yang akan diaplikasikan terhadap serangga

(8)

272

target untuk memperoleh konsentrasi yang efektif dalam mengendalikan hama kutu daun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda dan Ibu Ir. Triani Adam, M.Si yang telah membimbing saya serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Rochadi Abdul Hadi atas bimbingannya dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Blackman RL , VF Eastop 2000. Aphid on The world’s Crop : An Identification

Guide. John Wiley & Sons, Chichster.

Eko, T.W., Nurbetti T., 2007. Uji Patogenesitas Agen hayati Beauveriabassiana dan Metarhiziumanilopliae Ulat Serendang (Xystrocerafestiva). Buletin

Teknik Pertanian 12 (1) : 27−29.

Fan, Y., 2007.Increased Insect Virulence in Beauveriabassiana Strains Overexpressing an Engineered Chitinase.Appied. Environmental

Microbiology 71:363−370.

Fuller, S.J, Chavigny, P., Lapchin, L., Masutti, F.V., 1999. Variation in clonal diversity in glasshouse infestations of the aphid, Glover in Southern France.Molecular Ecology 8:86− 77.

Herlinda, S. dkk., 2010. Identification and Selection of Entomopathogenic Fungi as Biocontrol Agents for Aphis gossypii from South Sumatra.Jurnal

Microbiology Indonesia 4 (3): 137−142.

Herlinda, S, Sari, E.M., Pujiastuti, Y., Suwandi, Nurnawati, E., Riyatna, A., 2005. Variasi Virulensi Strain Beauveria bassiana (Bals) Vuill. Terhadap Larva Plutella xylostella (L) (Lepidoptera : Plutellidae).

Inovasi 2 (2) : 85−92.

Irsan C. 2003. Predator, parasitoid dan hyperparasitoid yang berasosiasi dengan kutudaun (Homoptera : Aphididae) pada tanaman talas.

Hayati 10-81.

Irsan C, S Sosromarsono. 2000. Identifikasi hymenoptera parasit pada kutudaun (Homoptera : Aphidoidea) di tanaman budidaya di berbagai ketinggian tempat di sekitar Bogor. Makalah disampaikan pada Symposium PFT di Cipayung.

Kartohardjono A.,2011. Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama padi berbasis ekologi. Jurnal Pengembangan

(9)

273

Mahr S. 2003. Know your friends. The entomopathogen Beauveriabassiana http:// www.entomologi.wisc.edu/mbcn/kyf4110 html. Diakses 12 September 2008.

Prayoga, Y., 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan.

Jurnal Litbang Pertanian 25(2) :47−54

Prijono H. 1989. Penuntun Praktikum Pengujian Pestisida. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rossa, P., 2009. Patogenesitas Beauveriabassiana Bals.(Vuill.) pada

pradewasa Menochilussexmaculatus dan Aphelinus sp., Musuh alami Aphis gossypii Glover (Homoptera : Aphididae). Skripsi. Fakultas

Pertanian. Inderalaya : Universitas Sriwijaya.

Schirman, S., Sengonca, C., Blaeser, P., 2008. Influence of abiotic factors on some biological and ecological characteristics of the aphid parasitoid

Aphelinusasychis (Hymenoptera :Aphelinidae) paratizing Aphis gossypii. Journal Entomology 105:121−129

Vauka, S., 2009.Uji virulensi Jamur entomopatogen yang patogenik terhadap nimfa Aphis gossypii Glover. Skripsi, Fakultas Pertanian. Inderalaya. Universitas Sriwijaya.

Walker, A.M., Hoy, M.A., 2003.Responses of Lipolexisoregmae (Hymenoptera: Aphidiidae) to Different Instars of Toxopteracitricida (Homoptera: Aphididae). Journal of Economic Entomology 96(6): 1685−1692.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa Jual- beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan teknik dan metode yang digunakan, kemudian dari 22 judul dongeng yang digunakan tersebut didapatkan 72 data kalimat yang

6,187.Artinya kegiatan usaha Kapal Bagan yang di jalankan dalam satu musim memperoleh keuntungan karena nilai R/C>1.Waktu pengembalian modal adalah suatu periode

Seperti siswa mengalami kesulitan ketika menyelesaikan tugas belajar yang diberikan oleh guru ketika di kelas, selain itu hasil dari observasi yang telah dilakukan selama

Berkaitan dengan hipotesis utama, hasil menunjukkan bahwa dukungan orangtua dalam karier memiliki pengaruh langsung terhadap efikasi diri siswa dalam pengambilan

Abdullah Saad, guna membahs keperluan dakwah yang ada di Surakarta, proses penambahan kader dakwah, kajian keilmuan, menjadi fokus komunitas ini, tempat berkumpul orang-orang

Penelitian ini menguji implementasi pembelajaran kooperatif pada program studi akuntansi fakultas ekonomi universitas trunojoyo. Secara khusus penelitian ini bertujuan 1)

Dari segi tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, Mulyawati 2008 mengatakan bahwa seorang karyawan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan mempunyai pengalaman kerja