• Tidak ada hasil yang ditemukan

dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN AGAMA

Menurut teori Evolusi [yang sampai kini belum ada bukti-bukti utuh dan

lengkap tentang kebenarannya], manusia modern atau homo sapiens ada

karena suatu proses perkembangan yang panjang dan dalam rentang waktu

lama. Proses panjang dan lama itu terjadi karena manusia berkembang dari

organisme sederhana menjadi makhluk yang relatif sempurna; dan segala

sesuatu yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya juga

berkembang karena adanya proses evolusi. [Dan dalam kenyataannya, evolusi

hanya merupakan teori, tetapi diajarkan dan dijabarkan sebagai suatu

peristiwa yang benar-benar terjadi atau dialami pada semua makluk].

Akan tetapi, menurut Kitab Suci Agama-agama, manusia, alam semesta, dan

segala sesuatu adalah hasil ciptaan TUHAN Allah; hasil ciptaan yang penuh

dengan kesempurnaan. Karena kesempurnaan itu, manusia mampu

bertambah banyak karena di dalam diri mereka tertanam naluri bertahan

hidup serta kemampuan reproduksi. Di samping itu, manusia juga dilengkapi

dengan berbagai kemampuan serta kreativitas [penggagas Teori Evolusi pun,

tidak pernah bisa menjawab siapa yang telah melengkapi manusia dengan

berbagai kemampuan serta kreativitas tersebut], sehingga mampu

beradaptasi dengan sikon hidup dan kehidupannya; bahkan menjadikan

segala sesuatu di sekitarnya menjadi lebih baik serta memberi kenyamanan

padanya.

Kemampuan dan kreativitas itu, menjadikan manusia mempunyai keinginan

untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Sehingga, yang

tadinya mempunyai pola nomade, lambat laun menetap kemudian

membangun komunitas pada suatu lokasi dengan batas-batas geografis

tertentu. Dalam batas-batas geografis itu, mereka semakin bertambah banyak

serta mampu membangun komunitas masyarakat dengan berbagai aspek yang

bertalian dengannya.

Salah satu aspek yang biasanya ada dalam suatu komunitas masyarakat

adalah cara-cara penyembahan kepada kekuatan lain di luar dirinya. Hal itu

terjadi karena manusia mempunyai naluri religius yang universal. Kekuatan

lain di luar diri manusia itu bersifat Ilahi, supra natural, berkuasa,

(2)

Ia adalah Kekuasaan Yang Tertinggi melebihi apapun yang ada di alam

semesta. Akan tetapi, manusia tidak mampu menggambarkan bentuk-bentuk

konkrit dari apa yang mereka sembah sebagai Kekuasaan Yang Tertinggi itu.

Komunitas tersebut mempunyai keyakinan bahwa Ia ada, dihormati,

disembah, ditakuti; kemudian diikuti dengan memberi persembahan korban

kepadanya. Kondisi seperti itu biasanya disebut agama suku atau agama asli.

AGAMA-AGAMA ASLI

Agama Asli adalah bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada

pada suatu suku dan sub-suku; kerohanian khas pada suatu bangsa, suku, dan

sub-suku; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau

meniru dari komunitas ataupun orang lain. Ciri-ciri yang ada pada agama asli

antara lain,

terikat pada lokasi atau tempat bangsa ataupun suku dan sub-suku

hidup dan berkembang; misalnya diseputar lembah atau pegunungan,

daerah pedalaman serta terpencil, dan lain sebagainya; sehingga

terbatas pada masyarakat dalam komunitas atau lingkungan tertentu

dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan

beberapan suku;

mempunyai atau adanya banyak larangan-larangan, tabu, benda-benda

dan tempat-tempat keramat serta dianggap suci; tempat-tempat

keramat tersebut biasanya difungsikan juga sebagai pusat kegiatan

penyembahan atau ritus;

pada umumnya berhubungan dengan alam [misalnya benda-benda

langit; pohon, gunung, gua, dan lain-lain]; bersifat spiritisme [adanya

roh-roh pada benda-benda di alam semesta], animisme [adanya nyawa

atau jiwa pada benda-benda tertentu], dinamisme [adanya kekuatan

dan kuasa pada semua makhluk], totemnisme [adanya hubungan antara

manusia dengan binatang tertentu].

(3)

Hubungan erat antara [masyarakat] penganut agama suku dengan alam

terjadi karena anggapan bahwa pada alam ada atau berdiam [tinggal] pribadi

yang mempunyai kekuatan dan kuasa. Sebagai pribadi, alam juga tidak mau

diganggu atau dirusak oleh manusia. Dalam konsep agama-agama suku, jika

pribadi pada alam tersebut diganggu [mendapat gangguan], maka Ia akan

mendatangkan murka pada manusia. Dan juga hubungan itulah, yang

seringkali menjadikan mereka lebih memperhatikan dan menjaga keselarasan

hidup dengan lingkungan.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan, pemikiran

dan pemahaman manusia tentang siapa Yang Ilahi yang disembah semakin

maju. Pada perkembangan selanjutnya, model atau cara-cara penyembahan

pada agama suku, berubah dan berkembang menjadi suatu sistem yang

teratur. Perubahan dan perkembangan ini, juga menjadikan manusia

mempunyai aneka pendapat atau pengertian tentang agama.

ARTI AGAMA

Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya

keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio

[dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan

saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan

atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.

Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem

sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu

[yang supra natural] dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan.

Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem

sosial yang dibuat manusia [pendiri atau pengajar utama agama] untuk

berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan

perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia

mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi

sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau memperoleh keselamatan

[dalam arti seluas-luasnya] secara pribadi dan masyarakat.

(4)

Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya,

manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan

perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk

penyembahan kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan

lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika

manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan

kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal

yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan

ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan

perubahan sosio-kultural masyarakat.

Sedangkan kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN

Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan

agama agar manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang

berpendapat bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah

TUHAN Allah yang telah mengasihinya. Dan masih banyak lagi pandangan

tentang agama, misalnya,

1.

1.

Agama ialah [sikon manusia yang] percaya adanya TUHAN, dewa,

Ilahi; dan manusia yang percaya tersebut, menyembah serta

berbhakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai macam atau

bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut

2.

Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia

terhadap sesuatu Yang Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan

kehidupan serta alam semesta; cara-cara tersebut bervariasi

sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang

menganutnya atau penganutnya

3.

Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan

hukum-hukum-Nya. Hukum-hukum TUHAN tersebut diwahyukan

kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya; utusan-utusan itu

adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh TUHAN

(5)

sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta

hukum-hukum keagamaan diturunkan TUHAN [kepada manusia]

untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat

Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan

menyembah Ilahi [yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta

kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia]; upaya tersebut

dilakukan dengan berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang ditujukan

kepada Ilahi.

Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan

TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal

TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar

mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia,

bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman

iman Kristen mengenai Agama.

CIRI-CIRI UMUM AGAMA

Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami

agama, antara lain

1.

Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau

Sesuatu Yang Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God,

Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos

atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan bahasa masyarakat

[bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya. Penyebutan tersebut

dilakukan karena manusia percaya bahwa Ia yang disembah adalah

Pribadi yang benar-benar ada; kemudian diikuti memberi hormat dan

setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas bangsa, suku, dan

sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka nama Ilahi

yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda

itu pun, biasanya diikuti dengan pencitraan atau penggambaran Yang

(6)

Ilahi sesuai sikon berpikir manusia yang menyembahnya. Dalam

keterbatasan berpikirnya, manusia melakukan pencitraan dan

penggambaran Ilahi berupa patung, gambar, bahkan wilayah atau lokasi

tertentu yang dipercayai sebagai tempat tinggalJadi, kaum agama tidak

bisa mengklaim bahwa mereka paling benar menyebut Ilahi yang

disembah. Sehingga nama-nama lain di luarnya adalah bukan Ilahi yang

patut disembah dan dipercayai atau diimani.

2.

Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah

[manusia] dan yang disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang

menyembah [manusia, umat] mempunyai keyakinan tentang

keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan berbagai tindakan

nyata [misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan

lain-lain] bahwa ia adalah umat sang Ilahi. Hal itu berlanjut, umat

membuktikan bahwa ia atau mereka beragama dengan cara

menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Ia harus melakukan doa-doa;

mampu menaikkan puji-pujian kepada TUHAN yang ia sembah;

bersedia melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perhatian

kepada orang lain dengan cara berbuat baik, sedekah, dan lain

sebagainya.

3.

Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang tertulis

maupun tidak tidak tertulis]. Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa

Sang Ilahi yang disembah umat beragama; dunia; manusia; hidup

setelah kematian; hubungan antar manusia; kutuk dan berkat; hidup

dan kehidupan moral serta hal-hal [dan peraturan-peraturan] etis untuk

para penganutnya. Melalui ajaran-ajaran tersebut manusia atau umat

beragama mengenal Ilahi sesuai dengan sikonnya sehari-hari; sekaligus

mempunyai hubungan yang baik dengan sesama serta lingkungan hidup

dan kehidupannya.

4.

Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada awalnya hanya

merupakan uraian atau kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab

Suci. Dalam perkembangan kemudian, para pemimpin agama

mengembangkannya menjadi suatu sistem ajaran, yang bisa saja

menjadi suatu kerumitan untuk umatnya; dan bukan membawa

kemudahan agar umat mudah menyembah Ilahi.

5.

Secara tradisionil, umumnya, pada setiap agama mempunyai ciri-ciri

spesifik ataupun berbeda dengan yang lain. Misalny

a,

(7)

pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran; Ia

bisa saja disebut sebagai nabi atau rasul, guru, ataupun

juruselamat

agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu manusia;

artinya harus ada manusia yang menganut, mengembangkan,

menyebarkan agama

agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis,

dan sering disebut Kitab Suci; bahasa Kitab Suci biasanya sesuai

bahasa asal sang pendiri atau pembawa utama agama

agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya

melaksanakan ibadah bersama, ternasuk hari-hari raya

keagamaan

agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk

melakukan ibadah; lokasi ini bisa di puncak gunung, lembah,

gedung, dan seterusnya

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama Pengertian Animisme

Kata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang berarti ‘roh’. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.

Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat. Seperti, kepercayaan

(8)

dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika hidup. Kepercayaan semacam ini hampir sama dengan keyakinan reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak lain adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha yang percaya bahwa manusia yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia dalam wujud yang lain. Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia akan ber-reinkarnasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor babi. Pengertian Dinamisme

Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.

Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.

Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang

dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa tenang jika ia selalu berada di samping zat itu. Sebagai contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah karena api telah memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia akan menyembahnya. Atau contoh lainnya, seperti penyembahan masyarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat mengagungkan dan menghormati matahari karena mereka percaya bahwa matahari-lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang memancar ke seluruh dunia. Karena sebab itulah, mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka

(9)

Sejarah Lahirnya Paham Animisme dan Dinamisme

Keberadaan paham atau aliran animisme dan dinamisme ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara. Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama Islam. Namun, sebelumnya ada periode khusus yang berbeda dengan zaman Hindu-Budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu, masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.

Di zaman itulah, masyarakat belum mengenal agama. Mereka belum mengerti tentang baik dan buruk. Mereka juga belum mengerti tentang aturan hidup karena tidak ada kitab suci atau undang-undang yang menuntun kehidupan mereka. Tidak ada yang istimewa pada zaman ini kecuali kepercayaan primitif mereka tentang animisme dan dinamisme. Disebutkan oleh para sejarawan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan tengah benua Asia. Ada yang mengatakan bahwa mereka bersebelahan dengan masyarakat Tiongkok. Ada juga yang menyebut nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan selatan Mongol. Yang pasti, para sejarawan tersebut sepakat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan Asia.

Menurut sejarah, diceritakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia tersebut berpindah-pindah mengikuti aliran sungai di India. Sampai pada abad ke-40 SM, mereka pindah dan kemudian menetap di kawasan nusantara. Mereka tersebar di sepanjang pesisir pulau Sumaterera dan Jawa. Ada juga yang menempati daerah pedalaman Kalimantan dan Sulawesi. Penyebaran ini tidak terjadi dengan proses yang cepat. Pertumbuhan masyarakatnya pun tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan karena sedikitnya alat transportasi untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lain. Ditambah dengan tidak adanya bahasa yang disepakati antara mereka sehingga menyulitkan mereka dalam berkomunikasi dengan pihak luar.

Nenek moyang bangsa Indonesia ini tidak hanya membawa barang-barang kuno sebagai perbekalan hidup mereka. Di samping itu, mereka juga membawa budaya, tradisi, ataupun kepercayaan yang sebelumnya telah mereka dapati dari bangsa lain di luar nusantara. Menurut sejarah, banyak terjalin interaksi di antara manusia saat itu. Mereka yang dulu mendiamai bumi nusantara telah menjalin interaksi dengan bangsa Tiongkok, Mongol, Aria, dan suku-suku di kawasan India. Dari interaksi inilah, nenek moyang Indonesia banyak mengadopsi pemikiran dan kepercayaan dari bangsa luar, seperti Cina dan India.

Walaupun Hindu dan Budha belum menguasai bumi nusantara, banyak di antara mereka yang sudah melakukan proses ritual-ritual tertentu. Kepercayaan animisme dan dinamisme telah tumbuh dan berkembang pesat di sekitar lingkungan mereka. Dari kepercayaan inilah, mereka membangun sebuah masyarakat. Mereka mengangkat seorang kepala adat sebagai pemimpin. Baik pemimpin kemasyarakatan ataupun pemimpin dalam proses-proses ritual.

Kepercayaan animisme dan dinamisme itu didapat dari pengaruh bangsa lain yang telah menjalin interaksi dengan mereka. Ada yang mengatakan bahwa paham ini berasal dari ajaran Taonisme yang lahir di kawasan Tiongkok. Ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir dari ajaran bangsa Aria. Yang pasti, saat itu masyarakat awal Indonesia sudah mengenal istilah dewa, roh jahat dan

(10)

roh baik, dan kesaktian atau kekuatan luar biasa. Misalnya, mereka sudah percaya pada kekuatan matahari dan bulan atau disebut dengan kepercayaan pada Adityachandra.

Tidak hanya itu, masyarakat awal Indonesia juga sudah mengenal tentang bagaimana cara menghormati orang yang sudah mati. Kepercayaan bahwa manusia yang hidup masih bisa menjalin komunikasi dengan para leluhur mereka yang sudah mati. Untuk itulah, mereka melakukan ritual-ritual tertentu dalam rangka menghormati arwah para leluhur dan menjauhkan diri dari roh jahat. Setiap benda yang dianggap ajaib atau mengesankan, maka mereka akan menganggapnya sebagai benda yang memiliki kesaktian. Matahari dipercaya sebagai dewa, bulan diyakini sebagai dewi, langit dianggap sebagai kerajaan, bumi beserta segala isinya disebut sebagai pelindung atau pengawal manusia.

Jika ditelusuri, kepercayaan semacam ini tidak hanya berkembang di Indonesia. Di Jepang atau Cina misalnya, masih banyak masyarakat setempat yang menganut paham animisme dan dinamisme. Begitupun dengan masyarakat India. Bahkan, sebagian masyarakat Eropa dan Asia Barat pun masih percaya pada animisme dan dinamisme. Warga Jepang masih menganut paham Shinto. Mereka sangat menghormati matahari. Masyarakat Cina menganut Konghucu, mereka menyembah para dewa langit dan bumi. Yang dan Ying disebut-sebut sebagai Tuhan. Di India, setiap binatang tertentu seperti sapi memiliki kekuatan. Sapi adalah binatang suci bagi

masyarakat India, bahkan pemerintah setempat melarang penyembelihan sapi.

Di kawasan Jazirah Arab, sebagian masyarakat masih percaya pada kekuatan sungai Nil atau kesaktian padang Sahara. Fir’aun masih diyakini sebagi sosok yang masih memiliki kekuatan walaupun jasadnya telah rusak. Bahkan di Eropa, kepercayaan terhadap dewa-dewa Yunani atau roh-roh jahat seperti vampir dan zhombie, masih ramai diyakini oleh mereka. Dari semua penelusuran ini dapat disimpulkan bahwa lahirnya kepercayaan animisme dan dinamisme di Indonesia adalah berasal dari pengaruh bangsa lain.

Teori-Teori Animisme dan Dinamisme

Banyak para pemikir atau kalangan intelektual yang berbicara tentang teori-teori animisme dan dinamisme. Mereka menjadikan paham atau aliran ini sebagai bahan perbincangan dan penelitian sehingga animisme dan dinamisme mendapatkan perhatian di tingkat akademisi seperti

perguruan tinggi. Walau tidak ada mata kuliah khusus yang menjadikan animisme dan dinamisme sebagai pembelajaran, namun pembahasan tentang hal ini marak dibicarakan. Pemikiran Animisme

Sigmund Freud, psikolog sekuler, mengatakan bahwa Animisme menjelaskan konsep-konsep psikis teori tentang keberadaan spiritual secara umum. Animisme sebenarnya berasal dari

wawasan bangsa-bangsa primitif yang luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif menempati dunia bersama-sama dengan begitu banyak roh. Bangsa primitif ini mampu menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan roh-roh ini. Mereka juga

memercayai bahwa manusia juga mengalami ’animasi’. Manusia memiliki jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan memasuki makhluk lain. Karena itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai mimpi, meditasi, atau alam bawah sadar. Animisme adalah suatu sistem pemikiran yang tidak hanya memberikan penjelasan atas suatu fenomena saja, tetapi memungkinkan manusia memahami keseluruhan dunia. Menurutfilosof lain seperti Tylor dan Comte, mereka

(11)

menyebutkan bahwa animisme adalahtahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah mereka, peradaban itu dimulaidengan adanya pemikiran animisme, kemudian berkembang menjadi agama.

Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki substansi yang sama yaitu keinginan untuk

mengetahui keberadaan di sekitarnya. Manusia primitif berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-fenomena yang aneh dan suara-suara yang dahsyat melalui pemikirannya. Tentunya, pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan suatu fenomena yang aneh atau mendengarkan suara yang dahsyat, tapi pengetahuan itu dihasilkan ketika hal tersebut menjadi pandangan. Misalnya, jika sekedar mendengar petir, maka hal ini tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Tapi, mendengar petir dan meyakininya sebagai murka dari dzat tertentu, maka hal inilah yang disebut sebagai pengetahuan.

Dari pengalaman-pengalaman yang manusia dapatkan seperti di antara hidup dan mati atau di antara tidur dan sadar, ia kemudian membedakan adanya dua hal yang berbeda; yaitu ruh dan badan atau jiwa dan materi. Kemudian ia meyakini bahwa manusia memiliki dua keberadaan yang bisa berpisah dan bersatu lagi. Badan dianggap hidup jika ruh berada bersamanya. Kapan saja ruh berpisah dari badannya maka badan tersebut tidak memiliki aktivitas sama sekali, ruh-lah yang merupakan sumber kehidupan dan aktivitas manusia.

Keyakinan ini berlanjut menjadi khurafat atau takhayul. Kepercayaan bahwa ruh adalah sumber gerak manusia melahirkan pemikiran lain. Timbullah keyakinan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa memasuki jasad manusia lain atau bahkan memasuki jasad binatang. Selain itu, lahir pula keyakinan bahwa ruh manusia bisa melakukan apapun terhadap manusia yang masih hidup atau alam di sekitarnya, apalagi jika ruh tersebut berasal dari jasad manusia yang

terhormat.

Pemikiran Dinamisme

Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan teori-teori tentang hakikat benda atau materi. Ia mulai

menggabungkan antara keberadaan ruh manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan tanah.

Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme menitikberatkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang sama, maka memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan hidup, tidur dan terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian manusia diyakini memiliki ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api, matahari, bulan, dan materi-materi lainnya pun memiliki ruh seperti manusia.

Menurut mereka, setiap materi memiliki kesamaan sifat dengan manusia. Sebagai contoh, api memiliki sifat yang sama dengan manusia. Api memiliki kekuatan untuk membunuh atau melenyapkan apapun dengan panasnya sebagaimana manusia mampu membunuh binatang dengan kekuatan tangannya. Karena itulah, api mempunyai ruh. Bagi manusia primitif,

menyembah api adalah proses menghormati keberadaan api itu sendiri. Penyembahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kebakaran seperti kebakaran hutan, sedangkan kebakaran diyakini

(12)

sebagai bentuk kemurkaan api. Selanjutnya, berkembanglah paham banyak tuhan, banyak roh, banyak dewa, atau banyak kekuatan ghaib. Setiap kawasan bumi, hutan, sungai, laut, atau bahkan ruang angkasa, semuanya diyakini memiliki kekuatan tersendiri.

Sinkretisme agama dan sisa-sisa animisme-dinamisme

Animisme dan dinamisme adalah kepercayaan kuno yang tumbuh lebih awal sebelum kedatangan Islam di nusantara. Walaupun pada hakikatnya, agama Islam adalah kepercayaan yang pertama kali ada dalam kehidupan manusia. Nabi Adam adalah manusia pertama yang menganut Islam. Oleh karena itu, animisme dan dinamisme tidak lain adalah salah satu bentuk dari penyelewengan ajaran Allah. Namun bagaimanapun juga, penyebaran Islam di nusantara memang tidak bisa dipungkiri akan adanya perpaduan atau percampuradukan antara ajarannya yang agung dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.

Dampak dari adanya sinkretisme agama ini terlihat nyata di sekeliling kita. Sebagai contoh, adanya penghormatan khusus terhadap roh nenek moyang yang menjadi leluhur kita. Atau adanya pemujaan khusus terhadap Ratu Pantai Selatan. Atau bahkan menyebarnya cerita-cerita khurafat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat muslim. Selain itu, menyebarnya praktik sihir dan perdukunan adalah produk asli dari animisme dan dinamisme. Terlebih, sinkretisme telah melegalkan bahwa praktik perdukunan adalah ajaran Islam juga. Hal ini terlihat dengan meluasnya praktik-praktik sihir yang dilakukan oleh orang-orang yang bertitel ’kyai’. Semua ini adalah realita yang nyata akibat sinkretisme agama.

Sebenarnya, banyak beberapa sisa-sisa animisme dan dinamisme, terutama di nusantara, baik ajaran tersebut masih murni ataupun telah ada pembauran dengan Islam. Berikut beberapa contoh sisa-sisa animisme dan dinamisme:

Upacara dan Ritual Adat

Banyak masyarakat kita yang masih mempertahankan beberapa macam upacara atau ritual yang masih murni berkaitan dengan animisme dan dinamisme atau telah mengalami pembauran dengan Islam. Salah satu contohnya dalah upacara kelahiran dan kematian. Hampir di setiap daerah nusantara menggelar upacara kelahiran dan kematian dengan ritual-ritual berbeda. Contoh, di Aceh terdapat upacara Peugot Tangkai. Upacara ini adalah perajahan barang/benda dengan membacakan mantera untuk dipakai pada wanita hamil empat bulan.

Tentang acara ritual kematian dalam adat masyarakat Aceh yang sampai sekarang ini masih diamalkan seperti, apabila ada kematian di sebuah keluarga, maka semua pakaian dan kain-kain yang menyelimuti mayat tadi disimpan pada suatu tempat. Kain-kain ini disebut dengan reuhab. Biasanya disimpan di atas tempat tidur untuk selama empat puluh hari atau empat puluh empat hari. Setelah selesai upacara penguburan tadi, mulai malam pertama sampai dengan malam ketiga diadakan samadiah atau tahlil. Masih banyak lagi ritual-ritual aneh seperti membakar kemenyan pada malam jum’at kliwon dan selasa kliwon. Menyediakan sesaji pada hari kelahiran bayi. Di kamar bayi yang baru lahir digantungkan keris dan kain merah. Atau sesaji di bawah pohon beringin.

Kesenian Budaya

(13)

animisme dan dinamisme. Satu contoh seperti Tarian Kuda Lumping di Jawa Barat. Biasanya, sebelum pertunjukkan dimulai, para peserta wajib dibekali mantera-mantera tertentu oleh sang dukun sebagai pengendali acara. Setelah itu, sang penari kuda kesurupan dan bertingkah aneh layaknya orang gila. Para penari itu terlihat lincah memainkan kuda mainan dan bahkan mereka makan pecahan kaca atau beberapa ekor ayam yang masih hidup. Para penari tidak merasakan sakit akibat pecahan kaca yang mereka makan atau merasa jijik dengan daging ayam yang dimakan hidup-hidup, semuanya karena ada roh lain yang merasuk dalam diri mereka. Roh itulah (jin) yang mengendalikan si penari.

Mitos

Cerita-cerita mitos yang menyesatkan memang masih merebak luas di tengah masyarakat. Masih banyak yang percaya bahwa ruh orang yang mati terbunuh akan menjelma menjadi hantu. Ada yang menyebutnya dengan istilah pocong, genderewo, dan lain-lain. Yang pasti, hantu tersebut akan gentayangan ke setiap tempat untuk membalas dendam. Jika yang mati adalah orang jahat, maka ia akan menjelma menjadi babi atau kera. Jelmaan ini akan mengganggu warga sekitar yang masih hidup.

Lebih lanjut, terdapat pula sisa-sisa animisme dan dinamisme yang berkembang. Seperti, mitos bulan Safar yang dianggap membawa sial. Mitos ini sangat dikenal oleh masyarakat kita, terutama masyarakat muslim. Adanya mitos demikian, sehingga terdapat ritual tertentu yang dijalankan untuk menolak bala di bulan Safar.

Di masyarakat Parahyangan dan Jawa, tersebar mitos-mitos yang berkembang sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam konsep ketuhanan orang Sunda sebelum Hindu, Hyang

(sanghyang, sangiang) diyakini sebagai Sang Pencipta (Sanghyang Keresa) dan Yang Esa (Batara Tunggal) yang menguasai segala macam kekuatan, kekuatan baik ataupun kekuatan jahat yang dapat mempengaruhi roh-roh halus yang sering menetap di hutan, sungai, pohon, atau di tempat-tempat dan benda-benda lainnya. Ketika muncul proses Islamisasi di Nusantara, istilah

Referensi

Dokumen terkait

HP beroperasi menggunakan sel-sel, yaitu kumpulan dari pemancar-pemancar (sekarang disebut cell tower ) dengan daya rendah untuk layanan di satu area kecil yang

More than ever possible before, the Internet increases the quantity and expands the richness of information in real-time to a much wider set of participants and thereby

Memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik dan lancar, istilah yang mudah dipahami, bersifat terbuka dan fleksibel menerima pendapat dan masukan pengguna

Switch Sensor DFRobot Adjustable Infrared digunakan untuk mengetahui apakah benda yang telah keluar dari ruang baca warna siap diangkat oleh lengan robot

Riantre Pane (Saksi V) dan anaknya bernama Glen, sementara dari arah yang berlawanan sepeda motor Honda Tiger menabrak mobil Mitsubishi box, kemudian mobil Terdakwa

Sementara Pasal 1 angka PP Nomor 27 Tahun 1998, peleburan (konsolidasi), adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan terbatas atau lebih untuk meleburkan diri dengan

Produk ini merupakan pengembangan dari produk awal cacing sebagai obat tipes yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat awam. Melalui bisnis ini, kami memperbaiki

The drying rate constants derived from fitting the experi- mental data with Page’s model were four times higher when the drying temperatures were increased from 40 ∘ C to 60 ∘ C