• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK O-LED MEH-PPV YANG DIBUAT DENGAN TEKNIK SPIN COATING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK O-LED MEH-PPV YANG DIBUAT DENGAN TEKNIK SPIN COATING"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTERISTIK O-LED MEH-PPV YANG DIBUAT

DENGAN TEKNIK SPIN COATING

ANISSA LISTIANA MAHARANI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

ANISSA LISTIANA MAHARANI. Studi Karakteristik O-LED MEH-PPV Yang Dibuat Dengan Teknik

Spin Coating. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan SAHRUL HIDAYAT.

O-LED (Organic-Light Emitting Diode) memiliki potensi mengagumkan sebagai piranti optoelektronik. Sampai saat ini masih terus dipelajari dan dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang optimal sebagai teknologi display. Bahan aktif organik yang digunakan sebagai lapisan pengemisif berupa polimer terkonjugasi. Polimer ini memiliki alternasi ikatan rangkap dan tunggal sehingga memudahkan terjadinya transport elektron. Dalam penelitian ini bahan aktif yang digunakan adalah MEH-PPV dengan berat molekul 40.000-70.000 gram/molekul. Konfigurasi yang dibuat adalah ITO/PPV/Al. MEH-PPV ini memiliki besar energi gap 2,1 eV (Fitrilawati, 2001).

Hasil eksperimen menunjukkan adanya pengaruh kecepatan spin terhadap karakteristik absorpsi spesifik dan ketebalan film tipis yang dihasilkan. Secara berturut-turut untuk kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm ketebalannya adalah 172,825 nm; 154,5 nm; dan 119,025 nm. Begitupula untuk karakteristik absorpsi spesifik, dari spektrum absorpsi ini diperoleh besarnya bandgap (Eg) secara

berturut-turut untuk kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm adalah 2,16 eV; 2,07 eV; dan 2,0 eV. Ketebalan film tipis mempengaruhi besar Vcutoff dan tegangan nyalanya. Secara berturut-turut untuk

kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm untuk divais model (4x4) mm besarnya Vcutoff adalah

0,52 Volt; 0,4 Volt; dan 0,31 Volt dan secara berturut-turut tegangan nyalanya adalah 2,6 Volt; 2,5 Volt; dan 2,3 Volt. Ukuran O-LED juga mempengaruhi besar Vcutoff dan tegangan nyalanya. Secara

berturut-turut untuk kecepatan spin 4000 rpm untuk divais model (2x2) mm, (3x3) mm, (4x4) mm besarnya Vcutoff

adalah 0,21 Volt; 0,24 Volt; dan 0,4 Volt dan secara berturut-turut tegangan nyalanya adalah 2,1 Volt; 2,2 Volt; dan 2,5 Volt.

(3)

STUDI KARAKTERISTIK O-LED MEH-PPV YANG DIBUAT

DENGAN TEKNIK SPIN COATING

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

oleh:

Anissa Listiana Maharani

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(4)

Judul Skripsi : STUDI KARAKTERISTIK O-LED MEH-PPV YANG DIBUAT DENGAN TEKNIK SPIN COATING

Nama : Anissa Listiana Maharani

NRP : G74103038 Menyetujui: Pembimbing 1, Dr. Akhiruddin Maddu NIP 132 206 239 Pembimbing 2,

Sahrul Hidayat, M.Si NIP 132 207 280 Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr.drh.Hasim, DEA NIP 131 578 806

(5)

RIWAYAT HIDUP

ANISSA LISTIANA MAHARANI dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Februari

1985 dari ayah Budi Hartono dan ibu Elis Yulaeti. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus SMUN 1 Serang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis mendapat Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar pada tahun ajaran 2004/2005 dan 2005/2006. Penulis juga pernah mendapatkan dana penelitian dari DIKTI untuk PKMP. Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota HIMAFI untuk Departemen PSDM.

(6)

Prakata

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta kekuasaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Studi Karakteristik O-LED MEH-PPV

Yang Dibuat Dengan Teknik Spin Coating”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu sebagai dosen pembimbing 1 yang sangat sabar telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Sahrul Hidayat, M.Si sebagai dosen pembimbing 2 dari UNPAD yang sangat sabar telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Rustam, Ibu Tuti, dan Ibu Fitrilawati dari UNPAD atas kesempatan yang telah diberikan penulis sehingga dapat ikut melakukan penelitian ini serta Bapak Edi dan Ibu Camelia.

4. Bapak Rahmat ITB atas refraktometernya dan Pa Warya ITB untuk metalisasinya.

5. Bapak Drs. M.N. Indro, M.Sc yang sangat begitu sabar mendengarkan semuanya dan atas segala motivasinya.

6. Bapak Irmansyah, M.Si sebagai pembimbing akademik sebelumnya. 7. Bapak Dr. Irzaman atas izin pinjam alat spin coatingnya.

8. Bapak Dr. Agus Kartono sebagai dosen penguji, AJKH.

9.

Ibu Siti Nikmatin, M.Si sebagai dosen penguji.

10. Seluruh dosen dan staff Jurusan Fisika IPB terima kasih bantuannya kepada penulis dalam bidang akademik.

11.

Pa Firman, Pa Yani, Pa Maulana, Pa Mus, Pa Asep, Pa Jun, for everything...

12.

Teman-teman yang ”sering” sekali direpotkan dan atas bantuan serta semangatnya Ijal 40, Mardani 40, Hery, Aep, Agung, Romzi, Erdi, Isran, Farid, Cucu, Mas Ari dan adik-adik 41 tersayang atas kebersamaannya yang hangat serta adik-adik 42, 43, dan 44.

13.

Ita R, Maulid, Devi, Susilo,Wildan, Lukman, Anita dll kawan-kawan KBK Material di UNPAD.

14.

Teman-teman 40 tercinta yang ”selalu ada dihati” yang sudah entah dimana.

15.

Sweet Fortierz, adik-adik griya yang lucu-lucu, mba-mba dan mas-masnya serta teman-teman Asad,

SC atas kebersamaannya yang indah, disyukuri AJKH.

16.

Ibu Yayah Yuliah, M.Si AJKH for everything... for everything...banyak sekali...dan merepotkan.

17.

The last but not least, kekuatan yang sangat hebat sehingga penulis dapat bertahan untuk lulus dari

jurusan Fisika IPB yang dipersembahkan kepada Ayahanda Budi Hartono dan Ibunda Elis Yulaeti serta adik-adik yang macho dan bandel Maulana Fawzi Ibrahim, Maulana Fadhli Adam, Maulana Fahmi Sulaiman, dan Maulana Fathur Muhamad yang selalu menanti dan segala dukungannya yang penuh.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR………... viii

DAFTAR LAMPIRAN………... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian……… 1 Hipotesis………. 1 Identifikasi Masalah... 1 Kegunaan Penelitian... 1 TINJAUAN PUSTAKA Polimer... 2

Struktur Elektronik Poly (P-Phenylene Vinylene) (PPV)... 2

Struktur Elektronik Poly(2-methoxy-5-(2`-ethyl-hexyloxy)-1,4-phenylenevinylene (MEH PPV)... 3

Dioda Schottky………. 3

LED (Light-Emitting Diode)... 5

Divais O-LED (Organic Light Emitting Diode)……….. 5

Prinsip Kerja O-LED... 6

METODE PENELITIAN Fabrikasi Divais O-LED Konfigurasi ITO/MEH-PPV/Al... 6

Penyiapan Substrat... 7

Pembuatan Larutan MEH-PPV Dengan Pelarut THF... 7

Fabrikasi Film Tipis... 7

Annealing... 8

Metalisasi... 8

Karakterisasi Divais O-LED Absorbansi... 8

Pengukuran Ketebalan... 9

Karakterisasi I-V... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Spektrum Absorbansi ... 10

Pengaruh Kecepatan Spin Terhadap Kehomogenan dan Ketebalan... 10

Karakteristik I-V... 11

Pengaruh Kecepatan Spin Terhadap Tegangan Nyala... 13

Pengaruh Variasi Ukuran O-LED Terhadap Tegangan Nyala... 13

Kestabilitasan divais... 14

SIMPULAN DAN SARAN... 14

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Ketebalan film tipis (nm) pengaruh kecepatan spin... 11

2

Tegangan nyala terhadap variasi spin (Volt) ………..……….. 14

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur PPV………. 2

2

Struktur MEH-PPV………... 3

3

Struktur dioda Schottky………. 3

4

Model pita energi pada logam dan semikonduktor………... 3

5 Karakteristik listrik yang terjadi pada persambungan semikonduktor dan logam... 4

6 Kurva karakteristik I-V... 4

7 Struktur piranti OLED satu warna... 5

8

Struktur OLED single-layer... 6

9

Diagram pita pada OLED single-layer... 6

10

Kurva kecepatan spin terhadap ketebalan film... 7

11 Film tipis dengan standar CLA... 8

12 Film standar CLA dengan kecepatan spin tinggi dan kecepatan spin rendah ... 8

13

Portable Spin Coating... 8

14

Model divais O-LED dengan 9 sel... 8

15 Skema pengukuran ketebalan... 9

16 Sel yang disebar mengikuti pola sebaran dengan ukuran (4x4)mm... 10

17 O-LED ukuran (3x3)mm dan (2x2)mm... 10

18

Karakteristik absorpsi film tipis MEH-PPV dengan variasi kecepatan spin... 10

19

Film hasil teknik spin coating... 10

20

Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4) mm... 11

21

Kurva I-V O-LED 3000 rpm (3x3) mm... 11

22

Kurva I-V O-LED 3000 rpm (4x4) mm... 12

23

Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4) mm... 12

24

Kurva I-V O-LED 6000 rpm (4x4) mm... 12

25

Kurva I-V O-LED 4000 rpm (2x2) mm... 12

26

Kurva I-V O-LED 4000 rpm (3x3) mm... 12

27

Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4) mm... 12

28 Hubungan tegangan nyala terhadap kecepatan spin untuk ukuran O-LED (4x4) mm, (3x3) mm, dan (2x2) mm

.

... 13

29 Hubungan tegangan nyala terhadap ukuran O-LED dengan kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm

.

... 13

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1

Alat-alat……….... 17

(9)

2

Absorbansi……….... 18

3

Bandgap………... 19

4

Ketebalan……….. 20

5

Tabel Pengamatan tegangan nyala pengamatan pertama ……...…………... 21

6

Tabel Pengamatan tegangan nyala pengamatan kedua... 22

7 Rekap Tabel Pengamatan... 23

8 Foto nyala O-LED………... 24

PENDAHULUAN Latar Belakang

O-LED (Organic-Light Emitting Diode) memiliki potensi mengagumkan sebagai piranti optoelektronik. Sampai saat ini masih terus dipelajari dan dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang optimal sebagai teknologi display. O-LED ini menggunakan bahan organik sebagai bahan aktifnya. Keunggulan dari pemakaian bahan organik ini adalah sifat dasar sebagai bahan aktif pengemisif cahaya, kecepatan respons, kesederhanaan dan kemurahan teknologi yang dibutuhkan untuk proses fabrikasinya, fleksibilitas, transparansi, skalabilitas, serta kemungkinan rekayasa struktur molekul yang dimiliki oleh bahan organik tersebut.

MEH-PPV merupakan polimer terkonjugasi yang digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan O-LED ini. Polimer ini memiliki ikatan rangkap tunggal selang-seling sehingga memungkinkan adanya aliran elektron dan memperlihatkan efek elektroluminisensi. PPV memiliki bandgap sebesar 2,1 eV. MEH-PPV memiliki kelarutan yang baik sehingga memungkinkan menghasilkan film tipis dengan kualitas optik yang tinggi [5].

Dalam skripsi ini melanjutkan penelitian sebelumnya dengan menggunakan referensi bahwa karakteristik O-LED terbaik diperoleh pada fabrikasi dengan pelarut THF [15] dengan konsentrasi 0,5 % [12]. Karena film tipis tersebut memiliki orientasi rantai polimer yang paling baik (lebih linier) yang diindikasikan mempunyai nilai

bandgap yang kecil [13]. O-LED dibuat dengan

karakteristik tersebut tetapi divariasikan kecepatan spin dan ukuran O-LEDnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuat O-LED dari bahan aktif poly(2-

methoxy-5-(2`-ethyl-hexyloxy)-1,4-phenylenevinylene (MEH-PPV) dan menguji

kinerja divaisnya. Tujuan khusus dari penelitian ini diantara lain:

1.

Mengetahui pengaruh beberapa parameter fabrikasi untuk mendapatkan film dengan kualitas yang sesuai untuk bahan aktif O-LED dengan mengamati sifat absorpsi dan ketebalan pada film tipis karena pengaruh dari kecepatan spin.

2. Mengamati pengaruh ukuran O-LED terhadap kinerjanya.

3.

Mengamati pengaruh kecepatan spin terhadap kinerja O-LED.

Hipotesis

1.

Spektrum absorpsi bergeser kearah panjang gelombang yang lebih besar seiring bertambahnya kecepatan spin [17].

2.

Semakin tinggi kecepatan spin semakin tipis film yang dihasilkan.

3. Semakin tebal film tipis semakin besar medan listrik yang dibutuhkan untuk membuat divais O-LED menyala.

4.

Semakin luas ukuran O-LED semakin besar medan listrik yang dibutuhkan untuk membuat divais O-LED menyala.

Identifikasi Masalah

Kinerja dari model O-LED dipengaruhi oleh kualitas film tipisnya diantaranya homogenitas, ketebalan, dan orientasi dari polimer dalam lapisan tersebut [15]. Masalah yang paling menonjol adalah tuntutan kemurnian dan homogenitas film, transparansi optik, kehalusan permukaan film, ambang rusak optik, stabilitas terhadap proses penuaan (ageing) dan lingkungan [5].

Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah, yaitu:

1.

Bagaimana pengaruhkecepatan spin terhadap sifat absorpsi pada film tipis.

2.

Bagaimana pengaruh kecepatan spin terhadap ketebalan film tipis.

3.

Bagaimana pengaruh kecepatan spin dan ukuran O-LED terhadap kinerja divais.

(10)

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1.

Dapat membuat O-LED dengan menggunakan MEH-PPV sebagai bahan aktif O-LED.

2.

Mendapatkan informasi adanya pengaruh kecepatan spin terhadap sifat absorpsi dan ketebalan film tipis.

3.

Mendapatkan informasi adanya pengaruh kecepatan spin dan ukuran O-LED terhadap kinerja O-LED.

4.

Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan O-LED (Organic- Light

Emitting Devices) saat ini berkembang pesat dan

telah menghasilkan display O-LED dot-matrix sederhana komersial [1]. Kemajuan ini telah dilakukan oleh peneliti awal pada tahun 1950-an. Sel elektroluminisensi organik ini telah dibuat dan dipelajari dengan model ac pada tahun 1953 oleh Bernanose et al dan dalam model dc pada tahun 1963 oleh Pope dan rekan kerja. Pada model ac ini telah diketahui juga menggunakan polimer yang dapat memancarkan cahaya [19].

Pada tahun 1990, Tang dan VanSlyke serta rekan-rekan kerjanya telah menjelaskan pertamakali PLED dengan poly (p-phenylene vinylene) (PPV) sebagai bahan aktifnya: dari divais yang awalnya menyala dengan suram dengan lifetime hanya 1 menit di udara, hingga O-LED dengan nyala hijau yang dapat beroperasi secara kontinu lebih dari 20.000 jam (833 hari) dengan brightness 50-100 Cd/m2 (dapat

dibandingkan dengan monitor TV atau komputer), yang beroperasi hingga mencapai > 106 Cd/m2,

atau divais berwarna biru, putih, dan merah secara kontinu model dc dengan lifetime bisa lebih dari 2000 jam [19].

Polimer

Polimer berasal dari kata poly dan mer yang berarti molekul yang terdiri dari banyak kesatuan kimia yang kecil dan sederhana, yang disebut dengan monomer. Monomer adalah unit

pengulangan struktur pada sebuah polimer yang saling terhubung satu sama lain oleh ikatan kovalen. Jumlah monomer dalam sebuah molekul polimer disebut dengan derajat polimerisasi N dan massa molar (Mmer) pada sebuah polimer sama

dengan derajat polimerisasi kali massa molar pada monomer kimianya.

M = N Mmer (1)

Proses pembuatan polimer dari monomer dikenal sebagai polimerisasi. Pada molekul polimer linear, struktur elektronik dari rantai atom hanya terdiri dari pita σ. Secara listrik, polimer ini bersifat isolator dan transparan untuk cahaya tampak, karena mempunyai bandgap (Eg) yang

besar [10]. Sedangkan pada polimer terkonjugasi terdapat ikatan tunggal rangkap yang berselang-seling sehingga membentuk ikatan-π dan membentuk sistem elektron yang terdelokalisasi pada seluruh molekul. Kondisi ini yang menyebabkan Eg menjadi lebih kecil [10].

Delokalisasi elektron π pada rantai utama polimer

memiliki peranan penting dalam menentukan sifat elektronik dan sifat optik bahan sehingga memiliki beda energi (elektronik bandgap, Eg)

[2].

Dalam polimer terkonjugasi Highest Occupied

Molecular Orbital (HOMO) menunjukkan batas

pita valensi dan Lowest Unoccupied Molecular

Orbital (LUMO) menunjukkan batas pita

konduksi.

Polimer terkonjugasi dapat dioksidasi (p-doping) atau direduksi (n-(p-doping) sehingga menghasilkan pembawa muatan pada pita valensi atau pita konduksinya, hal ini berkaitan dengan konduktivitasnya [2].

Sifat-sifat yang membedakan polimer terkonjugasi dari polimer konvensional yaitu: a. Bandgap (Eg) relatif kecil (sekitar 1 sampai

3,5 eV).

b. Molekul polimer terkonjugasi lebih mudah dioksidasi atau direduksi, proses oksidasi dan reduksi terjadi lewat transfer muatan oleh atom atau molekul dopan, yang berkolerasi dengan perubahan sifat listrik bahan dari isolator menjadi konduktor.

c. Mobilitas pembawa muatan pada keadaan konduktif cukup besar, sehingga diperoleh konduktivitas listrik yang tinggi.

d. Pembawa muatan pada polimer konduktif terdiri dari elektron dan partikel quasi yang pada kondisi tertentu bisa bergerak lebih bebas melewati material [10].

(11)

Struktur Elektronik Poly (P-Phenylene Vinylene) (PPV)

PPV merupakan polimer konjugasi yang bersifat konduktif karena memiliki unit berulang ikatan teratur tunggal-rangkap yang membentuk gabungan dari cincin benzena dan ikatan trans poliasetilene. Struktur kimia PPV oleh Dubay dan Febre dinyatakan sebagai berikut (Gambar 1):

Gambar 1 Struktur PPV.

PPV memiliki bandgap antara π dan π* sekitar

2,5 eV. Derajat delokalisasi bergantung pada sistem konjugasi yang dapat menentukan emisi panjang gelombang dari polimer tersebut[9].

PPV memiliki struktur mikrokristalin rigid

rod yang membuat polimer ini tidak fleksibel

karena tidak dapat didifusikan dan tidak larut dalam pelarut umum seperti air, metanol atau aseton. Dengan demikian sintesis PPV dilakukan melalui rute prekursor [18]. Dalam bentuk prekursor, PPV mempunyai kelarutan yang baik sehingga dapat diproses menjadi film tipis atau serat [5]. PPV memiliki sifat yang memiliki stabilitas kimia dan termal yang baik (bisa mencapai 400o C) serta sifat mekanik yang baik

dengan modulus elastik yang tinggi. Sifat ini merupakan sifat yang sangat bagus dalam pembuatan film [18]. Di samping itu, film PPV yang berwarna kuning transparan tersebut stabil didalam udara terbuka [5].

PPV dapat bersifat konduktor ketika muatan listrik (elektron dan hole) diinjeksikan pada rantai konjugasi sehingga membentuk suatu eksitasi lokal dapat berekombinasi dan menghasilkan efek luminisensi. Efek luminisensi inilah yang dapat digunakan sebagai divais elektroluminisensi. Dari sifat yang dimilikinya PPV memiliki efek elektroluminisensi yang sangat menjanjikan [5]. Keunggulan lain dari PPV adalah kemungkinan pengembangan turunannya yang beragam melalui penambahan gugus fenilen, alkil dan alkoksi pada cincin fenilennya [5]. Diantara turunan PPV adalah DM-PPV, EH-PPV, BTMS-PPV, CNE-PPV dan MEH-CNE-PPV.

Struktur Elektronik Poly(2-methoxy-5-(2`-ethyl-hexyloxy)-1,4-phenylenevinylene (MEH PPV)

Polimer MEH-PPV memiliki gugus side-chain yang tidak simetris pada konfigurasi molekul turunannya [5]. MEH-PPV ini merupakan PPV dengan dua gugus alkoksi yaitu metoksi dan etilheksiloksi seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur MEH-PPV.

Pada umumnya MEH–PPV memiliki bandgap (Eg) sekitar 2,1 eV dengan fungsi kerja pita

HOMO yaitu 4,9 eV dan fungsi kerja pita LUMO yaitu 2,8 eV. Bandgap inilah yang menentukan warna dari cahaya yang diemisikan [15].

MEH-PPV memiliki kelarutan yang baik sehingga memungkinkan menghasilkan film tipis dengan kualitas optik yang tinggi [5]. MEH-PPV dapat larut pada klorobenzena, toluena, 1,1,2,2– tetrakloro–ethane, kloroform, metilen, kloride, tetrahidrofuran (THF) dan 1,4 – dioksin [5]. Dan seperti pada PPV, polimer MEH-PPV ini juga dapat menghasilkan efek elektroluminisensi sehingga digunakan sebagai bahan aktif pada

Organic-Light Emitting Diode (O-LED).

Pada penelitian sebelumnya digunakan THF sebagai pelarutnya karena O-LED MEH-PPV dengan pelarut THF lebih mudah mengalami eksitasi, sesuai dengan hasil karakteristik spektrum UV-Vis film tipis MEH-PPV yang menunjukkan bandgap yang lebih kecil yaitu 2,07 eV dan λemisi yang lebih besar yaitu 600 nm.

Dioda Schottky

Struktur O-LED yang akan dibuat pada penelitian ini membentuk dioda Schottky karena berupa sambungan antara semikonduktor dan logam. Berikut struktur dioda Schottky logam-semikonduktor tipe-n dinyatakan dalam Gambar 3.

(12)

V

I

Gambar 4 Model pita energi pada logam dan semikonduktor [14].

Gambar 4 menunjukkan model pita energi pada logam dan semikonduktor relatif terhadap tingkat vakum. Semua macam bahan mempunyai tingkatan vakum yang sama. ΦM dan ΦS

masing-masing adalah fungsi kerja dari logam dan semikonduktor. Bila pada logam diberikan energi dari luar yang lebih besar daripada ΦM,

elektron-elektron dekat EF akan dinaikkan ke tingkatan

vakum dan EC, yaitu tingkatan dasar dari jalur

konduksi, disebut ”afinitas elektron”, yang dinyatakan oleh XS. Perbedaan antara tingkatan

Fermi keduanya adalah ΔEF [14].

Berikut dijelaskan proses bias nol dan bias maju yang terjadi pada dioda Schottky:

Gambar 5 Karakteristik listrik yang terjadi pada persambungan semikonduktor dan logam. Gambar 5 (a) bias nol dan 5 (b) bias maju.

Gambar 5 (a) menunjukkan keadaan tanpa bias pada semikonduktor-logam sehingga tidak ada arus yang mengalir. Elektron-elektron pada tingkat energi diatas EF + φM merupakan elektron

dalam logam dan elektron dalam semikonduktor ada di tingkat energi diatas EC + qVD,

elektron-elektron tersebut bergerak bebas, sebab tidak ada barrier yang menghalangi mereka. Selain itu, kedua tingkat energi EF + φM dan EC + qVD berada

diatas EF dengan jarak yang sama, yaitu φM= EC +

qVD - EF. Sehingga konsentrasi elektron pada

logam dan semikonduktor adalah sama.

Berbeda dengan dioda Schottky dalam keadaan bias maju. Semikonduktor ini mempunyai tingkatan energi qV yang lebih tinggi daripada logam. Akibatnya elektron-elekton pada logam yang dinaikkan dengan φM dan EF dapat mencapai

atau melompati barrier. Seperti halnya yang terjadi tanpa bias, elektron-elektron dalam semikonduktor dapat melompati barrier terletak pada tingkatan Fermi dengan jarak qV. Tegangan dalam semikonduktor lebih rendah dengan qV, maka tegangan barrier meningkat menjadi q(VD + V), berarti didapat barrier yang lebih tinggi

untuk elektron bebas dalam daerah netral. Konsentrasi elektron dalam logam yang dapat melompati barrier dinyatakan dengan:

(2) Konsentrasi elektron dalam semikonduktor:

(3) Dari Gambar 5 (b) didapat.

(4) Maka nM < nS dengan konsentrasi elektron yang

dapat melompati barrier lebih besar yang berada dalam semikonduktor, dan hasilnya elektron-elektron dengan konsentrasi (nS - nM) mengalir

dari semikonduktor ke logam, menghasilkan arus dengan arah seperti pada Gambar 5 (b). Perbedaan konsentrasi tersebut dapat dinyatakan:

(5) Dengan φM= EC - qVD - EFS, sehingga dapat

dikatakan bahwa elektron naik sebanding dengan tegangan yang diberikan Gambar 10 [14].

Kurva karakteristik I-V yang dihasilkan divais dioda ketika diberi tegangan maju tampak khas (Gambar 6). Arus dioda (Id) bernilai nol, ketika

tegangan yang diberikan berada dibawah tegangan ambang (Vcutoff). Arus dioda akan mengalami

kenaikan pesat pada saat tegangan yang diberikan lebih besar dari tegangan ambang (Vcutoff) [14].

kT C kT E E C M

N

e

FM M FM

N

e

M

n

=

−( +φ − )/

=

−φ / kT E V V q E C S

N

e

C D FS

n

=

−{ + ( + )− }/ ) 1 ( / − − −

=

qV M kT e C M S

n

N

e

n

φ FS D C M

E

+

q

(

V

V

)

E

φ

(a) (b)

(13)

Secara ideal arus pada dioda Schottky dinyatakan:

(6) dengan A* adalah konstanta Richardson untuk

emisi termionik.

(7) dan persamaan (6) dapat ditulis dalam bentuk dioda biasa

(8) dimana JsT adalah densitas arus saturasi dalam

keadaan bias mundur dan VD adalah tegangan

operasional pada dioda [11].

LED (Light-Emitting Diode)

Fotodetektor dan solar cell mengubah energi optik menjadi energi listrik. Dengan menembakkan foton padanya dapat meningkatkan kelebihan elektron dan hole, sehingga menghasilkan energi listrik berupa arus foto. Kebalikan dari mekanisme pada fotodetektor adalah elektroluminisensi. Kelebihan pembawa juga dapat ditingkatkan pada divais ini, akan tetapi kelebihan pembawa ini kemudian berekombinasi dan menghasilkan emisi berupa foton yang dibias maju pada sambungan p-n, contoh dari divais ini adalah Light-Emitting

Diode (LED). Keluaran spektral dari sebuah LED

memiliki bandwith panjang gelombang yang relatif lebar antara 30-40 nm. Akan tetapi, spektrum emisi ini cukup sempit sehingga warna keluaran ada pada range cahaya tampak [11].

Ketika sebuah tegangan diberikan melalui sambungan p-n, elektron dan hole diinjeksikan melewati daerah celah energi, dimana akan ada kelebihan pembawa minoritas. Kelebihan pembawa minoritas ini didifusikan ke daerah netral semikonduktor, dimana akan terjadi rekombinasi dengan pembawa mayoritas. Jika proses rekombinasi ini adalah proses

direct-to-direct band, foton akan diemisikan. Arus difusi

dioda berbanding lurus dengan laju rekombinasi,

sehingga keluaran intensitas foton juga sebanding dengan arus difusi dioda. Pada gallium arsenide (GaAs), elektroluminisensi terutama berasal dari sisi-p pada sambungan karena efisiensi untuk elektron yang diinjeksikan lebih besar daripada

hole yang diinjeksikan [11].

Ada tiga proses dasar yang terjadi dari interaksi antara foton dan elektron didalam zat padat, yaitu absorpsi, emisi spontan dan emisi terstimulasi. Proses yang dominan untuk LED adalah emisi spontan [10].

Divais O-LED (Organic- Light Emitting Diode)

Pada penelitian ini dibuat divais O-LED

single-layer dengan MEH-PPV sebagai bahan

aktifnya. Berikut gambar O-LED single-layer (Gambar 7):

Gambar 7 Struktur piranti O-LED satu warna. Secara berturut-turut O-LED berupa ”sandwich” ini terdiri dari beberapa komponen, dari yang paling bawah: sebuah elektroda transparan yang terbuat dari bahan dengan fungsi kerja yang tinggi, biasanya indium-tin oxide (ITO); satu atau lebih lapisan organiknya dalam keadaan molekular materialnya diletakkan diatasnya dengan sublimasi vakum atau polimer ditumpuk dengan teknik spin coating atau ink-jet printing dan sebuah elektroda logam dibagian atasnya dengan logam dengan fungsi kerja yang rendah [23].

Pembawa-pembawa muatan dari elektroda harus mampu melewati potensial barrier untuk dapat diinjeksi kedalam lapisan polimer. Pemilihan elektroda disesuaikan dengan afinitas elektron (EA) dan potensial ionisasi (IP) dari

polimer yang digunakan sebagai bahan aktif. Untuk elektroda negatif dipilih bahan yang mempunyai fungsi kerja yang dekat dengan afinitas elektron. Sedangkan untuk elektroda positif dipilih bahan dengan fungsi kerja yang dekat dengan potensial ionisasi dari polimer. Dengan memilih bahan yang sesuai sebagai elektroda diharapkan potensial barrier yang terbentuk pada kedua interface tidak terlalu besar [3]. ITO memiliki fungsi kerja (Φ) sekitar 4,7 eV berfungsi sebagai penginjeksi hole, sedangkan Al                      − = * 2exp exp 1 kT eV kT e T A J φ D 3 2 * *

4

h

k

em

A

π

n             = exp 1 kT eV J J D sT

(14)

(ΦAl = 4,3 eV ) berfungsi sebagai injeksi elektron

[3].

Hal yang perlu diketahui pada O-LED ini sebagai aplikasi dari semikonduktor berbasis bahan organik adalah:

1.

Beberapa polimer yang digunakan untuk O-LED membentuk film yang tidak beraturan tanpa kisi kristal makroskopik.

2.

Karena keberadaan dari delokalisasi yang diperpanjang, biasanya transport muatan bukanlah sebuah pergerakan yang koheren didalam pita, tetapi sebuah loncatan (hopping) antara lokalisasi, sehingga mempunyai mobilitas pembawa yang rendah.

3.

Konsentrasi intrinsik secara termal menghasilkan pembawa yang bebas dan biasanya dapat diabaikan (<1010 cm-3)

sehingga material ini bisa dianggap sebagi isolator daripada sebagai semikonduktor.

4.

Biasanya impuritas lebih bertindak sebagai

trap (jebakan) daripada sebagai sumber

pergerakan ekstrinsik pembawa muatan [16].

Prinsip Kerja O-LED

Pada polimer konjugasi, luminisensi terjadi melalui proses rekombinasi radiatif antara elektron pada pita konduksi dan hole pada pita valensi. Ketika tegangan DC dialirkan maka muatan yang diinjeksikan (elektron dan hole) bergerak pada lapisan aktif dengan arah yang berlawanan. Ketika kedua muatan tersebut bertemu (berekombinasi) maka terbentuk ikatan netral pada keadaan tereksitasi yang disebut eksiton dan terpancarlah cahaya seperti pada Gambar 8 [9]. Rekombinasi elektron dan hole hanya terjadi dari eksitasi pada keadaan singlet, selanjutnya eksitasi keadaan singlet ini harus meluruh secara radiatif dan non radiatif [2].

Gambar 8 Struktur O-LED single-layer. Pada Gambar 9 memperlihatkan adanya potensial penghalang antara katoda dengan pita

konduksi (LUMO) dan antara pita valensi (HOMO) dengan anoda. Potensial penghalang tersebut sangat mempengaruhi keluar masuknya elektron dan hole ke, dan dari polimer melalui elektroda-elektrodanya. Sehingga panjang gelombang foton yang dihasilkan pada peristiwa tersebut sesuai dengan perbedaan energi antara dua pita tersebut [9].

Tinggi penghalang (barrier) ditentukan oleh perbedaan tepi pita dalam polimer, HOMO dan LUMO dengan fungsi kerja logam. Untuk itu diperlukan pemilihan logam dengan fungsi kerja tertentu yang disesuaikan dengan posisi π

(HOMO) dan π* (LUMO) dari polimer [2].

Gambar 9 Diagram pita pada O-LED single- layer.

Diagram tingkat energi divais OLED lapisan tunggal diperlihatkan pada Gambar 9 beserta nilai-nilainya. Dimana ΦITO adalah fungsi kerja

ITO, ΦAl adalah fungsi kerja Al, ∆ΦITO-PPV (∆Εh)

adalah potensial penghalang antara ITO dengan PPV, dan ∆ΦPPV-Al (∆Εe) adalah potensial

penghalang antara PPV dengan Al [9].

Empat proses yang terjadi ketika diberi bias maju pada divais O-LED seperti yang disketsakan pada Gambar 9 adalah (i) Injeksi muatan: Elektron (hole) diinjeksikan dari level fermi dengan fungsi kerja yang rendah (tinggi) pada level elektronik LUMO (HOMO) pada keberadaan material organik pada interface organik (ii) Transport muatan: aliran elektron dan hole dengan arah yang berlawanan pada lapisan organik dibawah pengaruh medan elektrik statik yang ditingkatkan dengan bias maju. (iii) Rekombinasi muatan: elektron dan hole mendekat satu sama lain ditangkap dan berekombinasi untuk membentuk eksiton tunggal atau triple; selama

lifetime-nya, eksiton dapat loncat diantara

molekul/rantai melalui proses transfer energi. (iv) Peluruhan radiatif: ketika eksiton meluruh secara radiatif, cahaya dapat keluar dari divais melalui sisi transparan [23].

(15)

Kemampuan divais untuk memancarkan cahaya ditentukan oleh tingkat mobilitas. Tingkat mobilitas pembawa muatan, menentukan seberapa cepat pembawa muatan dapat bergerak dalam medan listrik. Pada umumnya untuk bahan semikonduktor atom-atom memancarkan foton energi elektromagnetik pada saat atom-atom tersebut kembali ke keadaan dasar setelah berada pada keadaan tereksitasi [9].

METODE PENELITIAN

Eksperimen ini membuat divais O-LED dengan konfigurasi ITO/MEH-PPV/Al dengan meneruskan eksperimen sebelumnya bahwa karakteristik O-LED terbaik diperoleh pada fabrikasi dengan pelarut THF dengan konsentrasi 0,5 % [12]. O-LED dibuat dengan karakteristik tersebut tetapi divariasikan kecepatan spin dan ukuran O-LED-nya dengan tujuan ingin mengamati pengaruh kecepatan spin dan ukuran O-LED terhadap kinerjanya.

Fabrikasi Divais O-LED Konfigurasi ITO/MEH-PPV/Al

Divais O-LED dengan konfigurasi ITO/MEH-PPV/Al ini dibuat di Lab. Material IPB Bogor dan Unpad Bandung. Karakterisasi I-V dan pengukuran absorbansi dilakukan di Lab. Fisika Lanjut dan Material IPB. Metalisasi dilakukan di Lab Fismatel ITB Bandung. Dan pengukuran ketebalan di Lab. Eksperimen Fisika ITB.

Penyiapan Substrat

Substrat yang digunakan sebagai elektroda positif (penginjeksi hole) adalah ITO. Substrat tersebut dipotong dengan ukuran (2 x 2,5) cm. Sebelum dilapisi oleh film tipis MEH-PPV. Substrat ini direndam terlebih dahulu dalam teepol untuk menghilangkan sisa-sisa lemak, kemudian dibilas dengan aquades dan aseton teknis. Setelah itu, film direndam kembali dengan aseton dan dimasukkan kedalam ultrasonic bath, dibiarkan selama 15-30 menit dengan tujuan benar-benar tidak ada lemak, debu atau kotoran apapun yang menempel pada substrat. Setelah itu dipanaskan dalam oven dengan suhu 50o C selama

10-30 menit.

Pembuatan Larutan MEH-PPV Dengan Pelarut THF

Sebelum dibuat larutan MEH-PPV dalam pelarut THF. Terlebih dahulu menimbang

MEH-PPV untuk konsentrasi 0,5 %. MEH-MEH-PPV yang digunakan adalah produksi Aldrich dengan berat molekul 40.000-70.000 gram/molekul.

(9) Keterangan :

Cw = Konsentrasi (%)

x = Massa polimer (gram)

ρ = Massa jenis pelarut (gram/cm3)

V = Volume pelarut (ml)

Untuk membuat larutan MEH-PPV dalam pelarut THF 2 ml dengan konsentrasi 0,5 %, berat MEH-PPV yang harus ditimbang adalah x gram. Dengan massa jenis pelarut THF 0,8892 g/cm3.

Larutan

MEH-PPV tersebut dilarutkan menggunakan

magnetic stirer kurang lebih 30 menit.

Fabrikasi Film Tipis

Ada dua proses yang biasa digunakan untuk fabrikasi film tipis yaitu proses deposisi dan fasa larutan. Khusus untuk polimer terdapat beberapa teknik fabrikasi film tipis dari bahan organik diantaranya adalah teknik elektrokimia, evaporasi vakum, solution casting, doctor bladding,

dipcoating, dan spin coating. Semua teknik

tersebut dapat memberikan kualitas optik yang baik, namun film yang dihasilkan cenderung tidak isotropik dan mengandung ketidakmurnian akibat pengaruh pelarut [5].

Pada LED organik ini, MEH-PPV digunakan sebagai bahan aktifnya yang berbentuk lapisan tipis. Teknik yang dipilih untuk fabrikasi film tipis ini adalah spin coating. Dengan teknik spin

coating terdapat beberapa parameter yang dapat

mempengaruhi kehomogenitasan, ketebalan dan pola sebaran film tipis yang dihasilkan antara lain konsentrasi larutan, suhu pemrosesan, dan kecepatan serta lama rotasi (spin) [5].

Masih dilakukan beberapa usaha untuk mencari proses fabrikasi yang tepat sehingga dihasilkan kualitas film tipis yang dapat digunakan untuk aplikasi fotonik. Beberapa masalah yang dapat mempengaruhi kualitas film tipis diantaranya adalah penggunaan pelarut yang mempunyai titik didih rendah sehingga dihasilkan film tipis dengan masalah efek kulit jeruk dan transparansinya yang kurang memadai akibat pelarut yang bersifat higroskopis. Untuk mengatasinya dapat pula dilakukan fabrikasi dalam atmosfir nitrogen dan suhu tinggi [5].

V

x

x

Cw

.

%

ρ

+

=

(16)

Telah dilaporkan pula pengaruh kualitas film akibat kecepatan spin [21] dan konsentrasi. Kecepatan spin yang tinggi akan menghasilkan film yang tipis sedangkan dengan kecepatan yang rendah akan menghasilkan film yang relatif tebal [15]. Berikut dapat dinyatakan dengan kurva :

Gambar 10 Kurva kecepatan spin terhadap ketebalan film [21].

Dengan menggunakan konsentrasi yang sama film pada kecepatan spin tinggi memungkinkan terjadi agregasi pada interchain adalah kecil. Sebaliknya film dengan kecepatan spin yang rendah kemungkinan terjadinya agregasi pada interchain adalah besar. Berikut skema gambar yang menyatakan film tipis dengan konsentrasi standar CLA (concentration for loose aggregation).

Gambar 11 Film tipis dengan standar CLA.

Gambar 12 Film standar CLA dengan kecepatan spin tinggi (kiri) dan kecepatan spin rendah (kanan) [17].

Film tipis dibuat menggunakan ”Portable Spin Coating” Type 2003 yang didisain oleh Hanedi DS dan Irzaman (Gambar 13).

Gambar 13 Portable Spin Coating. Dengan variasi 3 kecepatan spin, yaitu 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm. Masing-masing dari kecepatan spin dibuat 3 film. Substrat ITO terlebih dahulu dilapisi seal tape kira-kira 0,5 cm dibagian ujungnya sebagai kontak positifnya. Untuk membuktikan apakah itu lapisan ITO yaitu mengukur konduktivitasnya menggunakan multimeter. Setiap pembuatan film larutan yang diteteskan diatas ITO adalah 2 ml. Yang terpenting dari pembuatan film tipis menggunakan teknik spin coating ini adalah menutupi seluruh permukaan substrat [6]. Diusahakan pada saat mulai meneteskan larutan diatas substrat, langsung ditutup oleh penutup spin coater untuk mencegah kontak dengan udara. Dan diputar selama 1 menit.

Annealing

Tahap selanjutnya setelah film tipis dibuat diatas substrat ITO adalah annealing, yaitu pemanasan pada oven dengan suhu 50o C selam 2

jam. Tujuan dari pemanasan ini adalah membuang sisa-sisa pelarut yang masih ada.

Metalisasi

Metalisasi merupakan tahap akhir dari fabrikasi divais O-LED. Metalisasi adalah pelapisan elektroda negatif diatas polimer MEH-PPV dengan menggunakan teknik Physical Vapor

Deposition (PVD). Logam yang digunakan

sebagai elektroda negatif ini adalah aluminium. Sebelum dilakukan metalisasi, terlebih dahulu film diatas substrat ITO tersebut ditutup dengan masker dari aluminium foil dengan ukuran pola kontak yang diinginkan. Pada eksperimen ini dibuat variasi ukuran kontak (ukuran O-LED) yaitu (2x2) mm, (3x3) mm, dan (4x4) mm. Berikut contoh pola kontak yang dimetalisasi :

(17)

r t a o

I

I

I

I

=

+

+

)

exp(

d

I

I

t

=

o

α

T

I

I

T

A

t o

log

log

1

log

=

=

=

o t

I

I

T

=

Alumunium

Gambar 14 Model divais O-LED dengan 9 sel. Setelah itu, film yang akan dimetalisasi dimasukkan kedalam vacum chamber

.

Vacum chamber diberi tekanan oleh turbo pump sampai

mencapai 106 – 10-7 Torr. Setelah itu, aluminium

pada tungsten boot dipanaskan selama dua jam sampai terevaporasi dan menempel di film tipis MEH-PPV. Selanjutnya, chamber didinginkan sampai mencapai suhu kamar dan diisi dengan udara sehingga pompa mencapai tekanan atmosfir dan sampel yang dimetalisasi dapat dikeluarkan.

Karakterisasi Divais O-LED Absorbansi

Pengukuran spektroskopi absorbansi dilakukan pada film tipis MEH-PPV dengan menggunakan spektrofotometer Genesys 10 UV. Pengukuran ini secara fisis puncak-puncak absorpsi yang muncul menyatakan adanya transisi elektronik didalam film tipis tersebut.

Absorpsivitas menyatakan kemampuan film tipis menyerap energi foton untuk mengeksitasi elektron dan memiliki rentang panjang gelombang yang berbeda-beda pada masing-masing bahan semikonduktor. Dengan menelaah frekuensi absorpsi bahan yang terksitasi maka bahan dapat diidentifikasi dan dianalisis [20]. Dari kurva absorpsi ini pula akan dapat menentukan besarnya

optical bandgap pada polimer MEH-PPV.

Jika sebuah berkas sinar melewati suatu bahan medium homogen maka sebagian dari cahaya datang Io akan ditransmisikan sebanyak It , akan

diabsorpsi sebanyak Ia dan sebagian akan

dipantulkan Ir dirumuskan dengan persamaan

berikut.

(10) Penentuan absorpsivitas bahan semikonduktor diperoleh dari nilai transmitansi untuk setiap panjang gelombang yang diserap dengan menggunakan persamaan hukum Lambert-Beer, yaitu:

(11)

dengan Io adalah intensitas cahaya datang, It

adalah intensitas cahaya yang diteruskan, d adalah ketebalan medium dan

α

adalah koefisien absorpsi. Dalam hal ini, absorbansi dan intensitas cahaya yang ditransmisikan merupakan fungsi panjang gelombang.

Transmitans (T) adalah fraksi dari radiasi datang yang diteruskan oleh sampel dan dirumuskan dengan persamaan (12).

(12) Sedangkan absorbans (A) merupakan kebalikan dari transmitans yaitu fraksi dari radiasi datang yang diserap oleh bahan, maka hubungan ini dapat dinyatakan dengan persamaan (13)

(13)

Pengukuran Ketebalan

Ketebalan diukur dengan menggunakan

NanoCalc-2000 dengan metode pemantulan jamak. Pengukuran ini dilakukan di Lab

Eksperimen Fisika 2 ITB.

.

Karakterisasi I-V

Pengamatan karakterisasi I-V yang dilakukan pada divais untuk melihat kinerja O-LED ITO/MEH-PPV/Al dari pengaruh variasi kecepatan spin dan ukuran O-LED (ukuran kontak). Dari masing-masing kecepatan spin ini divariasikan ukuran kontak (ukuran OLED) dengan pola kontak sebagai berikut (Gambar 16 dan Gambar 17)

1 2 3

4 5 6

7 8 9

(18)

548; 0,3819519 518; 0,53017798 494; 0,4271284 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 250 450 650 850 1050 Panjang gelombang (nm) A bs or ba ns i 6000 rpm 4000 rpm 3000 rpm Gambar 16 Sel yang disebar mengikuti pola

kontak 9 sel dengan ukuran (4x4) mm.

Gambar 17 O-LED ukuran (3x3) mm dan (2x2) mm.

Pengujian ini dilakukan diruang gelap agar efek luminensinya dapat dilihat dengan jelas. Divais ini diberi bias maju untuk mendapatkan karakteristik I-V. Untuk uji karakteristik I-V ini digunakan dua kali pengambilan data dengan menggunakan dua alat yang berbeda. Untuk pengambilan data pertama alat-alat yang digunakan adalah:

1)

Power supply dengan kapasitas maksimum

25 Volt

2) Kabel-kabel penghubung 3) Multimeter

4) Lempengan timah yang digunakan sebagai kontak untuk elektroda negative

5) Dudukan sampel

6)

Kamera digital Casio 10,1 Mega píxel

Pengambilan data pertama ini dilakukan secara manual, kenaikan arus dicatat setiap kali dinaikkan tegangan sebesar 0,1-0,2 Volt. Dari hasil pengamatan didapat tegangan operasional atau tegangan pada saat menyala dari O-LED tersebut. Umumnya nyala dari O-LED dalam eksperimen ini secara visual hanya berupa nyala titik berwarna jingga. Dalam pengamatan ini diambil tegangan mulai menyala (hanya nyala titik) dan pada saat menyala terang. Secara teknis ada kesulitan untuk menyambungkan kontak pada divais ini dengan power supply, sehingga yang dilakukan adalah dengan kontak manual tanpa penyangga atau dudukan untuk sampel divais. Akibatnya hanya didapat nyala dari O-LED tersebut adalah berupa nyala titik atau sebesar kontak yang digunakan, dan dalam eksperimen ini digunakan bulatan timah sebagai kontak negatif dengan diameter 3 mm. Kestabilitasan dari divais

O-LED diuji pula dengan melakukan pengamatan karakterisasi I-V yang kedua dalam selang 1 bulan.

Sedangkan pengambilan data kedua digunakan alat untuk mengukur kurva I-V secara otomatis yang tersambung dengan komputer. Alat tersebut adalah KEITHLEY Model 2400 Series

SourceMeter. Pemberian tegangan dilakukan

sampai kondisi dimana tidak ada lagi perubahan / kenaikan arus walaupun tegangan ditambah. Batas tegangan tertinggi tersebut disebut tegangan operasional maksimum dari O-LED [15]. Dari data kurva I-V yang terbentuk cenderung lebih terlihat jelas Vcutoff-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Spektrum Absorbansi

Pengukuran spektroskopi optik dilakukan untuk mengetahui karakteristik absorpsi spesifik film MEH-PPV. Film yang diuji bervariasi kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm. Hasil dari pengukuran spektroskopi tersebut diperlihatkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Karakteristik absorpsi film tipis MEH-PPV dengan variasi kecepatan spin.

Dari hasil eksperimen untuk film yang digunakan sebagai O-LED sesuai hipotesis, menunjukkan adanya pergeseran pada puncak panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah) seiring bertambahnya kecepatan spin yang digunakan. Grafik diatas menunjukkan film MEH-PPV dengan konsentrasi 0,5% yang di-spin 3000 rpm puncak absorbsi pada λmaks = 494 nm, film yang

di-spin 4000 rpm puncak absorpsi di λmaks = 518

nm, dan film yang di-spin 6000 rpm puncak absorbsi di λmaks = 548 nm.

(19)

Melalui pengukuran absorbansi ini pula

bandgap polimer MEH-PPV dapat ditentukan.

Dari kurva absorpsi dapat ditentukan λedge-nya,

yang menyatakan frekuensi terpendek dimana mulai terjadinya emisi. λedge ini juga menyatakan

panjang gelombang emisi. Dari λedge yang

diperoleh akan didapatkan nilai bandgap-nya melalui, edge edge g

c

h

h

E

λ

λ

υ

=

=

1240

=

Semakin besar panjang gelombang edge, semakin kecil bandgap dari polimer MEH-PPV tersebut. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode full width half maximum (FWHM) didapat

λedge = 572,290 nm untuk kecepatan spin 3000

rpm diperoleh bandgap 2,16 eV, pada kecepatan spin 4000 rpm λedge = 597,27 nm dengan bandgap

tersebut adalah 2,07 eV, dan pada kecepatan spin 6000 rpm didapat λedge = 618 nm bandgap

menurun menjadi 2,00 eV.

Pengaruh Kecepatan Spin Terhadap Kehomogenan dan Ketebalan

Variasi kecepatan spin dilakukan untuk melihat pengaruh kecepatan spin terhadap kualitas film tipis yang dihasilkan. Secara visual dapat dikatakan film akan semakin homogen jika dilakukan teknik spin coating yang tepat.

Gambar 19 Film hasil teknik spin coating. Dari film yang dihasilkan terdapat film yang homogen dan beberapa diantaranya nampak seperti ada pola yang melingkar dan ketebalan yang tidak sama untuk radius yang agak jauh dari pusat. Hal ini disebabkan pada saat spin coating daerah disekitar pusat substrat tampak lebih homogen dibanding pada daerah tepi, pola putaran substrat dipusat lebih stabil dibandingkan daerah tepi.

Ada kaitan antara kecepatan spin yang digunakan dengan morfologi dari film tipis yang dihasilkan. Dari morfologi ini tentunya akan

mempengaruhi kinerja dari O-LED itu sendiri. Semakin tinggi kecepatan spin yang digunakan semakin kecil kemungkinan terjadinya agregasi pada interchain. Hal itu disebabkan karena energi kohesif yang dimiliki antara polimer dan pelarut (larutan MEH-PPV) lebih kecil daripada gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh kecepatan spin 6000 rpm, selama proses spin coating berlangsung gaya sentrifugal dan aliran radial dari pelarut cenderung untuk menarik polimer secara radial melawan gaya kohesif dari larutan [17]. Sehingga film yang dihasilkan cenderung merata dan menyebar. Berbeda halnya jika digunakan kecepatan spin yang lebih rendah, 3000 rpm, kemungkinan adanya agregasi pada interchain adalah lebih besar.

Dan secara kualitatif hasil dari pengukuran reflektometer rata-rata ketebalan diperlihatkan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Ketebalan film tipis (nm) pengaruh kecepatan spin Kecepatan spin Sampel film tipis 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm film 1 (2x2)mm 130,275 128,05 120,475 film 2 (3x3)mm 172,725 123,675 126,1 film 3 (4x4)mm 172,825 154,5 119,025 film 4 185,025 193,35 183,4 Hasil eksperimen sesuai dengan hipotesis yaitu menunjukkan dengan semakin tinggi kecepatan spin yang digunakan, semakin tipis film yang dihasilkan. Sebaliknya semakin rendah kecepatan spin yang digunakan semakin tebal film tipis yang dihasilkan, dan kemungkinan terjadinya agregasi pada interchain lebih besar. Karakteristik tersebut berpengaruh terhadap tegangan nyala LED. Untuk LED dengan film yang mengandung agregasi, dibutuhkan daya yang lebih besar untuk dapat menyala dan mengakibatkan naiknya tegangan nyala.

Karakteristik I-V

Untuk mengetahui karakteristik O-LED yang dihasilkan dilakukan pengukuran kurva I-V dengan diberi bias maju. Kurva I-V yang terbentuk antara lain diperlihatkan pada Gambar 20 dan Gambar 21. Kurva pada gambar-gambar

(20)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Tegangan (Volt) A ru s (m A ) 0 2 4 6 8 10 12 0 0.2T egangan (Volt)0.4 0.6 A ru s (m A ) 0 1 2 3 4 5 6 7 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Tegangan (Volt) A ru s (m A )

tersebut secara jelas menampakkan karakteristik sebuah dioda.

Gambar 20 Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4)mm. 0 2 4 6 8 10 12 0 0,1 0,2 0,3 Tegangan (Volt) A ru s (m A )

Gambar 21 Kurva I-V O-LED 3000 rpm (3x3)mm.

Kurva I-V pada Gambar 22, Gambar 23, dan Gambar 24 berikut merupakan kurva karakteristik dioda film MEH-PPV yang di-spin dengan kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm.

Pada kurva-kurva tersebut tampak adanya keteraturan, semakin tinggi kecepatan spin semakin kecil Vcutoff-nya. Misalnya model O-LED

ukuran (4x4) mm dengan kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm secara berturut-turut memiliki Vcutoff sebesar 0,52 Volt; 0,4 Volt;

dan 0,31 Volt. Vcutoff ini menunjukan tegangan

pada saat arus mulai naik, atau bisa dikatakan tegangan dimana divais O-LED mulai beroperasi. Keteraturan tersebut didukung pula oleh nilai

bandgap-nya yang juga memiliki ketergantungan

terhadap kecepatan spin. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin tinggi kecepatan spin semakin kecil bandgap-nya.

Gambar 22 Kurva I-V O-LED 3000 rpm (4x4)mm.

Gambar 23 Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4)mm.

Gambar 24 Kurva I-V O-LED 6000 rpm (4x4)mm. 0 2 4 6 8 10 12 14 0 0.2 0.4 0.6 0.8 T egangan (Volt) A ru s (m A ) 0 2 4 6 8 10 12 0 0.2 0.4 0.6 Tegangan (Volt) A ru s ( m A )

(21)

0 2 4 6 8 10 12 14 0 0,2 0,4 0,6 0,8 Tegangan (Volt) A ru s (m A ) 0 2 4 6 8 10 12 0 0.1 T egangan (Volt)0.2 0.3 0.4 A ru s (m A )

Gambar 25 Kurva I-V O-LED 4000 rpm (2x2)mm.

Gambar 26 Kurva I-V O-LED 4000 rpm (3x3)mm.

Gambar 27 Kurva I-V O-LED 4000 rpm (4x4)mm.

Selain mengamati ketergantungan karakteristik dioda terhadap kecepatan spin juga diamati pengaruh ukuran O-LED terhadap kinerjanya. Untuk maksud ini diamati karakteristik I-V O-LED yang berukuran (2x2) mm, (3x3) mm dan (4x4) mm yang dibuat dari film MEH-PPV yang di-spin dengan 4000 rpm. Kurva-kurva karakteristik untuk model divais tersebut diperlihatkan pada Gambar 25, Gambar 26, dan Gambar 27. Vcutoff pada kurva-kurva

tersebut menunjukan adanya ketergantungan kinerja terhadap ukuran O-LED.

Gambar 25, 26, dan 27 secara berturut-turut memberikan nilai Vcutoff sebesar 0,21 Volt; 0,24

Volt; dan 0,4 Volt untuk ukuran (2x2) mm, (3x3) mm, dan (4x4) mm. Ini memperlihatkan adanya keteraturan variasi Vcutoff terhadap ukuran

O-LED. Semakin besar ukuran O-LED semakin

besar pula Vcutoff-nya. Hal ini dapat dipahami

karena dibutuhkan daya yang lebih besar untuk mengeksitasi elektron dengan semakin besarnya luasan area O-LED.

Pengaruh Kecepatan Spin Terhadap Tegangan Nyala

Dalam sebuah divais O-LED, tegangan untuk injeksi arus (Vcutoff) berbeda dengan tegangan

syarat untuk divais mulai memancarkan foton [9]. Seperti halnya Vcutoff-nya tegangan nyala juga

dipengaruhi oleh kecepatan spin. Untuk melihat keterkaitan ini dapat ditinjau melalui grafik tegangan nyala terhadap kecepatan spin pada Gambar 28.

Gambar 28 Hubungan tegangan nyala terhadap kecepatan spin untuk ukuran O-LED (4x4) mm, (3x3) mm, dan (2x2) mm.

Pada Gambar 28 memperlihatkan penurunan tegangan nyala rata-rata secara teratur seiring bertambahnya kecepatan spin pada model divais dengan ukuran (4x4) mm, (3x3) mm, dan (2x2) mm. Penurunan tegangan ini disebabkan film tipis yang dihasilkan dengan kecepatan spin lebih tinggi relatif lebih tipis. Hal ini terjadi karena film dapat lebih menyebar akibat selisih gaya sentrifugal dan gaya kohesif larutan yang mempengaruhinya lebih besar. Pada keadaan ini kemungkinan terjadinya agregasi juga lebih kecil.

Sedangkan film tipis yang dihasilkan dengan kecepatan spin yang lebih rendah relatif lebih tebal. Hal tersebut mengakibatkan tegangan awal pada saat menyalapun lebih besar yang kemungkinan disebabkan pula film tersebut terdapat agregasi yang dapat menyulitkan terjadinya transport elektron pada interchain. Sehingga diperlukan tegangan yang lebih besar untuk memperlihatkan adanya efek luminisensi.

1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm Kecepatan spin T eg an ga n (V ol t)

(22)

Begitupula untuk model divais pada ukuran (3x3) mm dan (4x4) mm, terjadi penurunan tegangan nyala seiring bertambahnya kecepatan spin. Besarnya tegangan pada saat mulai menyala untuk pengamatan kedua berkisar pada 2,1 – 2,5 Volt. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam bentuk tabel pada lampiran.

Pengaruh Variasi Ukuran O-LED Terhadap Tegangan Nyala

Karena keunggulannya O-LED dapat dibuat dalam wide area [23], permasalahannya, apakah ukuran luas berpengaruh terhadap kinerjanya. Berikut dinyatakan dalam grafik pada pengamatan kedua untuk memperlihatkan adanya pengaruh ukuran terhadap tegangan rata-rata yang dibutuhkan pada saat mulai menyala (Gambar 29). Untuk divais model 3000 rpm, 4000 rpm dan 6000 rpm, terdapat keteraturan adanya kenaikan tegangan yang diperlukan untuk mulai menyala seiring bertambah luasnya area O-LED.

Gambar 29 Hubungan tegangan nyala terhadap ukuran O-LED dengan kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm.

Gambar 29 memperlihatkan adanya keteraturan dengan semakin besar luas area O-LED diperlukan tegangan yang lebih besar untuk menyala. Hal tersebut disebabkan karena dibutuhkan daya yang lebih besar untuk dapat mengeksitasi elektron atau ringkasnya semakin bertambah luas area O-LED diperlukan energi yang lebih besar lagi sehingga seluruh luas area O-LED itu dapat menyala.

Berikut tabel tegangan nyala terhadap variasi spin untuk pengamatan pertama dan pengamatan kedua pada divais model (2x2) mm dengan kecepatan spin 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm (Tabel 2).

Tabel 2 Tegangan nyala terhadap variasi spin (Volt) Kecepatan spin Sel O-LED 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm 1* 2* 1* 2* 1* 2* Sel 1 1,8 2,1 1,9 2 1,9 2,1 Sel 2 1,8 2,2 1,9 2,3 1,9 2,1 Sel 3 1,8 2,4 1,9 2,2 1,9 2,1 Sel 4 1,9 2,2 1,9 2,2 1,9 2,1 Sel 5 1,9 2,2 1,8 2,2 1,9 2,1 Sel 6 1,9 2,4 2,1 2,2 2,1 2 Sel 7 1,9 2,3 2,1 2,1 1,9 2,1 Sel 8 2 2,3 2 2,2 1,8 2,1 Sel 9 1,9 2,3 1,9 2,2 1,9 2,1 Ket: 1* = Pengamatan pertama 2*= Pengamatan kedua

Untuk pengamatan pertama pada model (2x2) mm, tegangan nyala rata-rata mulai pada 1,8 Volt pada divais 3000 rpm, dan untuk divais 4000 rpm dan 6000 rpm mulai menyala rata- rata pada 1,9 Volt. Berbeda untuk pengamatan kedua, tegangan mulai menyala naik dari tegangan nyala pada pengamatan pertama. Hal itu disebabkan karena mungkin film mengalami degradasi. Untuk divais 3000 rpm, 4000 rpm, dan 6000 rpm berturut-turut mulai menyala pada tegangan 2,3 Volt; 2,2 Volt; dan 2,1 Volt.

Kestabilitasan Divais

Kestabilan divais diamati melalui kekonsistenan tegangan nyala, intensitas nyala O-LED yang tidak mengalami gradasi dalam setiap pengamatan serta lifetime-nya. Dapat lihat pada Tabel 2 sebelumnya tegangan nyala berbeda pada pengamatan pertama dan pengamatan kedua yang dilakukan selang sebulan setelah pengamatan pertama. Adanya kenaikan tegangan nyala untuk pengamatan kedua. Namun, hal tersebut masih dikatakan relatif stabil karena masih menunjukkan efek elektroluminisensi dan pergeseran tegangan nyala antara pengamatan pertama dan pengamatan keduapun tidak terlalu besar [15,12]. Dari kedua pengamatan tersebut jika dilihat secara visual, intensitas yang dihasilkan adalah sama antara pengamatan pertama dan pengamatan kedua. Namun intensitas yang dihasilkan adalah sangat kecil sekali sehingga tidak dapat diukur secara kuantitatif. Warna yang dihasilkan O-LED adalah jingga jika dilihat dalam ruang gelap.

1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 (2x2) mm (3x3) mm (4x4) mm Ukuran O-LED T eg an ga n (V ol t) 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm

(23)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Berdasarkan kurva karakteristik yang dihasilkan dan cahaya yang diemisikan dapat disimpulkan bahwa O-LED dengan bahan aktif MEH-PPV telah berhasil dibuat.

2. Spektrum absorpsi bergeser kearah panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah) seiring bertambahnya kecepatan spin. Begitupula ada keterkaitan semakin menurunnya nilai bandgap seiring bertambahnya kecepatan spin.

3. Terdapat pengaruh kecepatan spin terhadap ketebalan film tipis yang dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan spin semakin tipis film yang dihasilkan. Begitupula ada keterkaitan dengan semakin tipis film yang dihasilkan semakin kecil nilai Vcutoff dan tegangan

nyalanya.

4. Demikian pula ada ketergantungan nilai Vcutoff

dan tegangan nyala terhadap ukuran O-LED. Rata-rata semakin besar ukuran O-LED semakin tinggi pula nilai Vcutoff dan tegangan

nyalanya.

5. Dari karakteristik I-V didapat rata-rata Tegangan cut off ada pada rentang 0,24- 0,52 Volt.

6. Tegangan operasional untuk nyala terang pada pengamatan pertama berkisar di 1,8-2 Volt. Dan tegangan operasional untuk nyala terang pada pengamatan kedua berkisar di 2,3-2,6 Volt.

Saran

1. Lebih hati-hati lagi dalam pembuatan divais OLED ini (lebih steril, tidak terkontaminasi, menggunakan ruang vakum).

2. Dibuat kontak yang lebih baik lagi untuk mendapatkan data pengamatan I-V yang ”bagus”.

3. Dapat dikembangkan lebih lanjut lagi dengan memperhitungkan parameter-parameter fabrikasi yang terabaikan.

4. Dapat pula digunakan kontak lain dengan fungsi kerja yang lebih rendah dari Al.

5. Dibuat O-LED multilayer sehingga dapat menghasilkan O-LED dengan intensitas yang tinggi sebagai pengganti lampu.

6. Diperlukan instrumen yang mendukung sehingga dapat mengamati kestabilan

divaisnya dengan mengukur brightness dan

lifetime-nya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adachi C, Tsutsui T. Molecular LED: Design

Concept of Molecular Materials for

High-Performance. Organic Light-Emitting

Devices 2004: 43-46. Newyork:

Springer-Verlag.

2. Barkati, F. 2003. Fabrikasi dan Karakterisasi

Model Divais OLED Berbasis Polimer Terkonjugasi MEH-PPV [skripsi]. Jurusan

Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran. 3. Budiyana. 2001. Fabrikasi Divais O-LED

Sistem Lapisan Ganda ITO/PANI/PPV/Al

[skripsi]. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran.

4. Cheylan S, Puigdollers J, Voz C, Alcubilla R, and Badenes G. Optical and Electrical

Characteristics Of LEDs Based on A Single Organic Layer. Institut de Ciencies

Fotoniques, Barcelona.

VI. Fitrilawati. 2001. Fabrikasi Film Tipis

Polimer Untuk Aplikasi Pandu

Gelombang Fotonik [disertasi].

Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

5. [Fitrilawati Oktober 2007, komunikasi pribadi]

6. Friend RH, Gymer RW, Holmes AB, Burroughes JH, Marks RN, et al. 1999.

Electroluminscence in Conjugated Polymers.

Nature 1999; 397: 121.

7. Greenham NC, Friend RH. Light-Emitting

Diodes Based on PPV and Its Derivatives.

Cetak ulang dalam Organic Light-Emitting

Devices 2004: 127-130. Newyork:

Springer-Verlag.

8. Kurniawan, A. 2002. Fabrikasi dan

Karakterisasi Divais OLED Dengan Konfigurasi ITO/PVK/PPV/Al [skripsi].

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran.

9. Maryanti, S. 2003. Pembuatan dan

Pengujian Kinerja Model Divais PLED Dari PhPPP dan MEH-PPB [skripsi]. Bandung:

Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Padjadjaran.

VII. Neamen, D. 2005. An Introduction to

Semiconductor Devices. McGraw-Hill.

10. Purnawan, M. 2007. Pengaruh Jenis Pelarut

(24)

Organic-Light Emitting Diode [skripsi]. Jurusan Fisika

FMIPA Universitas Padjadjaran.

11. Rahayu, DB. 2007. Studi Pengaruh Jenis

Pelarut Terhadap Sifat Absorbsi Film MEH-PPV [skripsi]. Jurusan Fisika FMIPA

Universitas Padjadjaran.

12. Rio SR, Iida M . 1982. Fisika dan Teknologi

Semikonduktor. Jakarta: Pradnya Paramita.

VIII. Rosmayati, I. 2007. Pengaruh Jenis

Pelarut dan Teknik fabrikasi Terhadap Kualitas Kinerja Organic-Light Emitting Diode [skripsi]. Jurusan Fisika FMIPA

Universitas Padjadjaran.

13. Salaneck WR, Friend RH, Bredas JL. 1999.

Electronic Structure of Conjugated Polymers: Consequences of Electron-Lattice Coupling. Physics Reports: 231-251.

14. Shi Y, Liu J, Yang Y. 2004. Polymer

Morphology and Device Performance in Polymer Electronics. Cetak ulang dalam Organic Light-Emitting Devices 2004:

155-169. Newyork: Springer-Verlag.

15. Sary, VN. 1999. Efek Fotovoltaik Polimer

PPV Dalam Sistem Sel Al/PPV/PANI/ITO

[skripsi]. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran.

16. Shinar J, Savvateev V. Introduction to

Organic Light-Emittng Devies. Organic Light-Emitting Devices 2004: 3-6. Newyork:

Springer-Verlag.

17. Sirait, JD. 2005. Penumbuhan Lapisan CdO

Dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD): Karakterisasi Struktur dan Sifat Optik. [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian

Bogor

.

18. Spin Coat Theory (pdf). Cost Effective Equipment. www.google.com

19. Wulandari, P. 2001. Pengaruh Proses

Konversi Termal Terhadap Kemurnian Polimer PPV dan Kinerja Model OLED

(ITO/PPV/Al) [skripsi]. Bandung: Jurusan

Fisika FMIPA, Universitas Padjadjaran. 20. Yang, C. 2006. Conjugated Semiconducting

Organic Materials for Electronic Applications [disertasi]. Fachbereich Chemie,

Pharmazie und Geowissenschaften der Universität in Mainz.

(25)
(26)

LAMPIRAN ALAT-ALAT Annealing Timbangan Magnetic Stirer Chamber (Physical Vapour Deposition) PVD

Chamber setelah selesai

metalisasi

Film tipis yang akan

dimetalisasi Spektrofotometer

KEITHLEY Model 2400

(27)

LAMPIRAN ABSORBANSI

Absorbansi Film Tipis MEH-PPV dengan Variasi Kecepatan Spin

482, 0.257 503, 0.565 452, 0.262 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 300 400Panjang gelombang (nm)500 600 700 A bs or ba ns i 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm

Absorbansi Film Tipis MEH-PPV Dengan Variasi Kecepatan Spin 492, 0.968 491, 0.238 465, 0.315 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 299 399 499 599 699 Panjang gelombang (nm) A bs or ba ns i 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm

Absorbansi O -LED dengan Variasi Kecepatan Spin 452; 0,356 488; 0,472 501; 0,428 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 300 500 700 900 1100 Panjang gelombang (nm) A bs or ba ns i 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm

(28)

LAMPIRAN BANDGAP

Tabel I. Energi Gap Dari Kurva Absorbansi

Sampel 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm λmaks (nm) λ(nm)edge E) g(eV λ maks (nm) λ(nm)edge E) g(eV λ maks (nm) λ(nm)edge E) g(eV Film 1 (2x2)mm 452 541,09 2,29 479 597,75 2,074 498 601,2 2,06 Film 2 (3x3)mm 489 603,09 2,056 491 608,66 2,04 462 572 2,16 Film 3 (4x4)mm 479 588,11 2,1 497 593,4 2,09 449 614,41 2,02 Film 4 (Baru) 494 572,29 0 2,16 518 592,27 2,07 548 618 2,0

(29)

LAMPIRAN KETEBALAN Ketebalan (nm) 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm titik a 144,6 116 120,7 titik b 126 136,6 120,5 titik c 124 133,5 121,2 titik d 126,5 126,1 119,5 Rata-rata 130,275 128,05 120,475 Ketebalan (nm) 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm titik a 150,6 128,2 129,8 titik b 205 116,9 130 titik c 169 126,2 123,4 titik d 166,3 123,4 121,2 Rata-rata 172,725 123,675 126,1 Ketebalan (nm) 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm titik a 115,3 152 129,3 titik b 181 150,1 122,5 titik c 182 168 113 titik d 213 147,9 111,3 Rata-rata 172,825 154,5 119,025 Ketebalan (nm) 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm titik a 182,3 194 196,1 titik b 184,7 205,8 178,5 titik c 187,9 198 174 titik d 185,2 175,6 185 Rata-rata 185,025 193,35 183,4

(30)

LAMPIRAN TABEL PENGAMATAN Pengamatan Pertama

Tegangan nyala terhadap variasi spin (Volt) Sel 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm 2x2 2x2 2x2 Sel 1 1.8 1.9 1.9 Sel 2 1.8 1.9 1.9 Sel 3 1.8 1.9 1.9 Sel 4 1.9 1.9 1.9 Sel 5 1.9 1.8 1.9 Sel 6 1.9 2.1 2.1 Sel 7 1.9 2.1 1.9 Sel 8 2 2 1.8 Sel 9 1.9 1.9 1.9

Tegangan nyala terhadap variasi spin (Volt) Sel 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm 4x4 4x4 4x4 Sel 1 2.1 1.9 2.1 Sel 2 2.3 1.8 2.1 Sel 3 2.1 1.9 Sel 4 2 1.8 2.1 Sel 5 2 1.9 2.1 Sel 6 2 2 2.1 Sel 7 2.1 1.9 2.1 Sel 8 1.9 1.9 2.1 Sel 9 2.1 2 2

Tegangan nyala terhadap variasi spin (Volt) Sel 3000 rpm 4000 rpm 6000 rpm 3x3 3x3 3x3 Sel 1 1.9 1.8 1.8 Sel 2 2.3 1.9 2 Sel 3 2.1 2 2.1 Sel 4 1.9 1.9 1.8 Sel 5 1.9 1.8 1.8 Sel 6 1.9 1.8 1.9 Sel 7 2 1.8 Sel 8 2 1.9 1.9 Sel 9 1.9 1.8 2.1

Gambar

Gambar 1 Struktur PPV.
Gambar 4 Model pita energi pada logam dan  semikonduktor [14].
Gambar 7 Struktur piranti O-LED satu warna.
Gambar 9 Diagram pita pada O-LED     single- layer.
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. bahwa dengan telah didirikannya Perusahaan-perusahaan Negara yang bergerak dalam bidang perdagangan luar negeri/penyaluran dan pengumpulan masih ada berbagadi aktivitas

13. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SOP Koordinasi dan Transfer Informasi. Melakukan koordinasi dengan Sub Komite Rekam Medis dalam monitoring tugas DPJP. Melakukan

(2014), dari hasil teori mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perkembangan motorik halus anak autisme dengan kategori anak laki-laki lebih tinggi

Karena agroforest dapat juga didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian, maka agroforest dapat menawarkan perspektif baru dalam negosiasi antara pihak petani dan kehutanan

Namun dalam penelitian kali ini, akan lebih banyak dibahas mengenai metode cross entropy untuk melakukan optimasi, terutama memecahkan Capacitated Vehicle

Untuk mengidentifikasi sifat larutan asam, basa, dan garam dapat menggunakan indikator.Indikator ini dapat berubah warna ketika ditetesi zat yang bersifat asam atau basa..

Itu juga  berarti bahwa dalam meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia harus menempatkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan untuk menjadi akar atau

PROYEKSI PROYEKSI Proyeksi Piktorial Proyeksi Piktorial (Posisi benda) (Posisi benda) Proyeksi Ortogonal Proyeksi Ortogonal (Posisi Pemproyeksian) (Posisi Pemproyeksian)