• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah, karena pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal akan tetapi berasal dari acuan yang mendasarinya. Untuk mengetahui keaslian penelitian ini dipaparkan beberapa penelitian yang relevan yang telah dimuat dalam bentuk skripsi, ditunjukkan pula persamaan dan perbedaan serta keunggulan penelitian ini dengan penelitian terdahulu:

Pertama, penelitian berjudul “Motivasi Berprestasi Tokoh Utama dalam Novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro Kajian Psikologi Sastra” yang ditulis oleh Anisa Nur Fitria pada tahun 2012. Hasil penelitian terhadap motivasi berprestasi tokoh utama dalam penelitian ini meliputi: pertama, deskripsi kepribadian tokoh utama dalam cerita, yaitu memiliki watak yang ambisius dalam mengerjakan skripsi, penyayang terhadap kedua orang tua dan kawan-kawannya, sabar dalam menghadapi cobaan, dan pantang menyerah untuk segera menyelesaikan skripsinya dan mencapai puncak gunung Mahameru meskipun banyak rintangan. Kedua, deskripsi motivasi berprestasi diuraikan dengan tiga teori, yaitu teori Abraham Maslow, teori David McClelland, dan teori Herzberg yang diuraikan melalui motivasi tokoh utama. Motivasi berprestasi yang mendominasi dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro berdasarkan tiga teori tersebut antara lain kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan prestasi, motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik. Masing-masing motivasi berprestasi tersebut mempunyai implementasi dalam cerita.

(2)

Misalnya motivasi berprestasi yang dilakukan tokoh utama yaitu karena adanya rasa percaya diri, kerja keras, dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama mengkaji sifat dan sikap tokoh utama di dalam karya sastra (novel). Perbedaannya selain kedua penelitian menggunakan sumber data yang berbeda, pada penelitian sebelumnya aspek yang dikaji berupa motivasi berprestasi tokoh utama, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menganalisis kepribadian tokoh utama yang memiliki karakter sebagai seorang pendidik.

Kedua, penelitian berjudul “Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Postcard From Neverland karya Rina Suryakusuma (Kajian Psikologi Humanistik)” yang ditulis oleh Diatri Ratih Khoerul Jannah pada tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel Postcard From Neverland karya Rina Suryakusuma memiliki kepribadian yang bertanggung jawab, pekerja keras, kuat, pemberani, mandiri, dan cerdas. Aktualisasi diri tokoh utama dalam novel Postcard From Neverland karya Rina Suryakusuma dapat tercapaikan setelah ia mampu melewati kebutuhan-kebutuhan dasar dalam teori hirarki kebutuhan – Abraham Maslow, yakni kebutuhan fisiologis : rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri, kebutuhan kognitif, serta kebutuhan estetika. Bentuk atau wujud aktualisasi diri tokoh utama dalam novel Postcard From Neverland karya Rina Suryakusuma berupa berhasilnya mendapatkan beasiswa di University of Washington dan menyelesaikan kuliahnya selama dua tahun dengan nilai yang cum laude hingga menjadi thegonfalonieres sesuai impiannya. Tokoh utama yang mewujudkan potensi yang ia miliki itu menjadi seorang ekonom di sebuah firma akuntan publik di Seattle yang berpusat di New York sesuai kemampuannya yakni di bidang ekonomi.

(3)

Kedua penelitian sama-sama menganalisis kepribadian yang dimiliki oleh tokoh utama di dalam novel. Perbedaannya selain pada sumber data yang berbeda, pada penelitian sebelumnya peneliti menganalisis bentuk aktualisasi diri yang dimiliki oleh tokoh utama. Namun, penelitian yang akan dilakukan peneliti menganalisis bagaimana sikap dan sifat yang dimiliki oleh tokoh utama yang mencerminkan karakter yang baik sebagai seorang pendidik.

B. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus yang berarti „sebuah kisah atau sepotong berita‟. Istilah tersebut kemudian masuk dan dikenal di Indonesia dengan sebutan novel yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa novel berasal dari bahasa latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies yang berarti „baru‟. Dikatakan baru karena dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksiyang baru muncul setelah adanya cerita cerita pendek dan roman (Nurgiyantoro, 2013: 11-12).

Menurut Nurgiyantoro (2013: 13), hampir berkebalikan dengan cerpen yang bersifat memadatkan, novel cenderung bersifat expands “meluas”. Jika cerpen lebih mengutamakan intensitas, novel yang baik cenderung meniktikberatkan munculnya complexity “kompleksitas”. Sebuah novel jelas tidak akan dapat selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena panjangnya, sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu, kronologi, dan hal ini tidak mudah dilakukan pengarang dalam dan melalui

(4)

cerpen. Jadi, salah satu efek perjalanan waktu dalam novel ialah pengembangan karakter tokoh. Novel memungkinkan kita untuk menangkap perkembangan itu, misalnya pengarang menceritakan pertumbuhan tokoh sejak anak-anak hingga dewasa, bahkan seringkali dalam novel tradisional, hingga akhir hayatnya.

Sementara itu, Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013: 13) berpendapat bahwa sebuah novel juga memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tampat atau ruang tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian para novelis. Hal ini terjadi karena kehidupan di dalam masyarakat itu sendiri memiliki dimensi ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seseorang (tokoh) dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Karena panjangnya, novel memungkinkan untuk itu.

Jadi, yang dimaksud dengan novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa serta mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan pengarang dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Di dalam novel mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Nilai-nilai tersebut antara lain seperti nilai budaya, sosial, moral dan pendidikan. Sebagai bentuk karya sastra tengah (bukan cerpen atau roman) novel sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan manusia.

C. Tokoh dan Penokohan 1. Pengertian Tokoh

Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Menurut Nurgiyantoro istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita.

(5)

Sedangkan Baldic berpendapat bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sementara itu, Abrams menjelaskan bahwa tokoh cerita merupakan orang-orang yang dilukiskan atau ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan-kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 2013: 247).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang ditampilkan dan mengalami peristiwa dalam cerita.

2. Jenis Tokoh

Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut pandang mana penamaan itu dilakukan. Menurut Nurgiyantoro (2013: 258-275), tokoh dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : (1) Dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang sering muncul dalam sebuah cerita dan sering mendapatkan komentar, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita dan mendapat komentar seadanya saja. (2) Dari segi fungsi penampilan tokoh dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang memperjuangkan kebenaran dan kejujuran serta memiliki watak yang baik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang melawan kebenaran dan kejujuran serta memiliki watak yang buruk. (3) Dari segi perwatakan berupa tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sedehana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas

(6)

pribadi atau satu watak tertentu saja, bersifat datar dan monoton, sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya serta kelebihan dan kelemahannya, sehingga ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. (4) Dilihat dari segipencerminan tokoh, dibagi menjadi tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih ditonjolkan kualitas kebangsaannya, pekerjaannya, atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili, sedangkan tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi dalam cerita itu sendiri yaitu tokoh imajiner yang hanya hidup dalam dunia fiksi.

3. Pengertian Penokohan

Watak atau karakteristik tokoh disebut penokohan. Watak, perwatakan, karakter dan karakterisasi, sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca lebih merujuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan. Seperti yang dikatakan Jones bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam cerita.Sementara itu, menurut pendapat Nurgiyantoro, penokohan atau perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Lain halnya dengan Stanton yang berpendapat bahwapenokohan disebut sebagai sikap ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2013: 247).

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau tabiat (kebiasaan) tokoh atau pemeran dalam cerita. Penokohan adalah karakter yang dimiliki oleh

(7)

tokoh dalam cerita yang dapat menjadi ciri-ciri, watak,sifat, dan juga kepribadian antara tokoh satu dengan yang lain.

4. Teknik Penokohan

Teknik pelukisan tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori menggambarkan pelukisan penokohan yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca begitu saja. Teknik ini menghadirkan tokoh secara langsung disertai deskripsikediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 2013: 279-280).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam teknik ekspositori watak tokoh dihadirkan secara langsung oleh pengarang. Dalam hal ini berarti pengarang menyebutkan langsung perwatakan dari tokoh tersebut. Misalnya seorang tokoh memiliki perwatakan yang baik, maka pengarang akan secara langsung menuliskan bahwa tokoh itu baik. Penghadiran watak tokoh menggunakan teknik ekspositori tidak dengan perantara. Pelukisan watak tokoh tidak dihadirkan dengan komentar tokoh lain, maupun melalui tingkah laku dari tokoh tersebut melainkan disebut langsung oleh pengarang.

Sementara itu, penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan secara tidak langsung. Dimana pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan atau menyiasati para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas verbal lewat kata maupun

(8)

non-verbal lewat tindakan atau tingkah laku. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain : teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik (Nurgiyantoro, 2013: 283).

Jadi, dalam teknik dramatik pengarang tidak menyebutkan secara langsung bagaimana sikap dan tingkah laku tokohnya, sehingga pembaca dapat menafsirkan sendiri melalui gambaran-gambaran yang dikemukakan oleh pengarang.

Tokoh dalam novel diciptakan oleh pengarang dengan berbagai sifat dan sikap khas masing-masing. Individu rekaan dalam fiksi ini adalah cerminan dari sikap hidup manusia di alam nyata. Tokoh dengan perilaku yang baik dapat dijadikan teladan bagi pembaca atau pun penikmat sastra. Salah satu tokoh yang dapat menjadi cerminan bagi masyarakat adalah seorang pendidik, dalam hal ini adalah guru.

D. Karakter Seorang Pendidik

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, salah satunya adalah guru. Kepribadian merupakan faktor yang sangat penting dalam kesuksesan seorang guru sebagai agen dalam pembelajaran. Sikap dan sifat seorang guru akan menentukan sukses atau tidaknya peran seorang guru dalam menjadi pendidik dan pembina bagi anak didiknya. Karakter seorang guru adalah cerminan bagi siswa dan juga bagi masyarakat di lingkungan sekitar.

(9)

Darmadi (2010: 54-56) berpendapat bahwa keberhasilan mengajar guru dalam kaitannya dengan fungsi dan peran guru dalam menciptakan kemampuan dasar mengajar diimplementasikan dalam pengembangan kepribadian guru yang mantap dan dinamis yang meliputi: (1) Kemantapan dan integrasi pribadi; (2) Peka terhadap perubahan dan pembaharuan; (3) Berpikir alternatif; (4) Adil, jujur, dan objektif; (5) Disiplin dalam melaksanakan tugas; (6) Ulet dan tekun bekerja; (7) Berusaha memperoleh hasil kerja yang baik; (8) Simpatik, menarik, luwes, bijaksana, dan sederhana; (9) Bersifat terbuka; (10) Kreatif; serta (11) Berwibawa.

Menurut Saondi dan Suherman, (2010:15-16), karakteristik atau sifat-sifat guru yang baik dalam pandangan siswa meliputi: (1) Demokratis; (2) Suka bekerja sama; (3) Baik hati; (4) Sabar; (5) Adil; (6) Konsisten, (7) Bersifat terbuka; (8) Suka menolong; (9) Ramah tamah; (10) Suka humor; (11) Memiliki bermacam ragam minat; (12) Menguasai bahan pelajaran; (13) Fleksibel; (14) Menaruh minat yang baik terhadap siswa.

Sementara itu Purwanto (2007: 143-148) berpendapat bahwa ada beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru. Sikap dan sifat ini penting dimiliki oleh seorang pendidik dalam menjalani profesinya. Karakter-karakter tersebut antara lain: (1) Adil; (2) Percaya dan menyayangi siswanya; (3) Sabar dan rela berkorban; (4) Berwibawa; (5) Penggembira atau humoris; (6) Bersikap baik terhadap teman sejawat; (7) Bersikap baik terhadap masyarakat (berjiwa sosial); (8) Menguasai materi pelajaran; (9) Suka kepada mata pelajaran yang diberikan; serta (10) Memiliki pengetahuan yang luas. Berikut ini adalah penjabaran mengenai masing-masing karakter pendidik:

(10)

1. Adil

Adil adalah suatu sikap yang bertanggung jawab secara pribadi untuk mempertahankan apa yang murni dan benar serta menundukkan segala sesuatu secara proporsional. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, menjalankan aturan yang telah ditetapkan tanpa pilih kasih (Samani dan Hariyanto, 2012: 125; Darmadi, 2010: 55).

Seorang guru harus memiliki sikap adil dalam menjalankan tugasnya. Bersikap adil bagi setiap guru bukan persoalan yang mudah, tetapi membutuhkan pembiasaan perilaku maupun pembiasaan berpikir positif yang mengarah kepada sikap netral, yaitu sikap tidak memihak satu orang, dalam hal ini siswa. Guru yang adil dalam hidup pribadi dan dalam mendidik siswa pada suatu proses pembelajaran senantiasa berpegang pada keyakinan semua manusia sebagai mahluk Tuhan adalah sama martabat dan haknya, sehingga tidak membedakan status antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya (Lanani, 2013:68).

Menurut Purwanto (2007: 143), perlakuan adil itu perlu bagi guru saat menjalankan perannya sebagai seorang pendidik, misalnya dalam hal memberi nilai dan menghukum siswa. Istilah tidak adilnya guru biasanya disebut dengan pilih kasih, misal guru laki-laki lebih memperhatikan anak perempuan yang cantik atau yang lebih pandai. Hal ini jelas tidak baik, karena ketidakadilan menggangu hubungan anak didik dengan guru serta dengan siswa atau temannya sendiri. Guru juga perlu belajar memberikan catatan tentang kejadian atau situasi, apakah eksternal atau internal, senetral mungkin, yaitu dengan tanpa penjelasan justifikasi, dengan mempertimbangkan berbagai bentuk perasaan. Dengan demikian berlaku adil tidak hanya pada pemberian nilai dan hukuman pada siswa saja, melainkan juga pada

(11)

perilaku guru dalam memberikan catatan tentang kejadian dan senantiasa mempertimbangkan berbagai bentuk perasaan baik lisan maupun tertulis, dan semua hal yang berkaitan dengan kegiatan di sekolah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, sikap adil bagi seorang guru merupakan tuntutan yang perlu diterapkan dalam setiap pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar dalam menjalankan tugas mengajar, mendidik, dan membimbingnya terciptanya interaksi harmonis baik antar guru dengan siswa, maupun antar siswa dengan siswa. Netralnya sikap guru terhadap semua siswa akan menimbulkan nuansa positif dan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk belajar.

2. Percaya dan Menyayangi Siswanya

Kepercayaan adalah pandangan bahwa orang lain mempunyai karakter yang baik dan akan dapat berjalan ke jalan kebenaran yang utama sebagi pribadi yang lebih baik. Cinta atau suka adalah suatu perasaan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang mencerminkan kasih sayang yang dalam dan penuh kelembutan terhadap orang lain, sehingga timbul perasaan memiliki satu sama lain (Samani dan Hariyanto, 2012: 125-127).

Seorang guru harus percaya kepada siswanya. Ini berarti bahwa guru harus mengakui bahwa siswa adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya yang buruk dan menimbulkan kemauan untuk mencegah perbuatan yang buruk. Guru harus berkeyakinan bahwa siswanya adalah manusia baik yang perlu dididik agar menjadi manusia yang lebih baik dan bermoral. Tugas guru adalah membentuk kemauan dan kata hati siswa ke arah yang baik dengan syarat guru harus percaya kepada siswanya. Dengan adanya

(12)

kepercayaan yang diberikan oleh guru kepada siswanya, maka siswa akan menjadi lebih termotivasi (Purwanto, 2007: 143-144).

Jan Lighthart (dalam Purwanto, 2007:144),seorang ahli didik yang terkenal, pernah berkata:

“Semua pendidikan haruslah didasarkan atas keyakinan bahwa anak itu mempunyai kata hati. Jika keyakinan itu tidak ada, tak perlulah orang mendidik. Orang yang lemah dapat dijadikan kuat; orang yang bodoh dapat dijadikan pandai; tetapi orang yang tidak punya kata hati tak mungkin diperbaiki.”

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, seorang guru harus percaya dan menyayangi siswanya. Sebab dengan adanya kepercayaan dan rasa kasih sayang kepada siswa, guru dapat melaksanakan tugas mendidiknya dengan perasaan tenang dan nyaman. Hanya pendidik yang percaya dan mencintai siswanya yang dapat mendidik anak-anak itu dengan hasil yang lebih baik. Guru harus memiliki pandangan dan pemikiran bahwa siswanya adalah generasi yang memiliki sikap dan sifat yang baik. Tugas guru adalah mengajarkan materi dan juga mendidik moral siswanya agar menjadi manusia yang berpendidikan.

3. Sabar dan Rela Berkorban

Menurut Samani dan Hariyanto (2012: 127), sabar adalah sikap dimana seseorang mau menerima situasi sulit tanpa harus memberikan batas akhir atau mencoba untuk menghindarinya. Orang yang memiliki sikap sabar selalu bertindak sesuai dengan aturan, tidak tergesa-gesa, dan tidak bertindak ceroboh dalam menghadapi suatu permasalahan.

Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri. Sementara itu, rela berkorban merupakan suatu tindakan

(13)

yang dilakukan dengan ikhlas hati dan sesuai dengan kehendak diri sendiri. Sementara itu, rela berkorban adalah sikap dan perilaku menunjukkan suatu pengorbanan yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas hati dan sesuai dengan kemauan dan kehendak dari diri sendiri (Zuriah, 2008: 84).

Sifat sabar dan rela berkorban perlu dipunyai oleh guru, baik dalam melakukan tugas mendidik maupun dalam menanti hasil dari jerih payahnya. Hasil pekerjaan tiap-tiap guru dalam mendidik seorang anak tidak dapat ditunjukkan dan tidak dapat dilihat dengan seketika. Usaha dan jerih payah guru baru dapat dipetik buahnya setelah anak didik menjadi dewasa dan berdiri sendiri dalam masyarakat. Semua itu memerlukan kesabaran dan kerelaan berkorban dari guru (Purwanto, 2007: 144-145).

Jadi, seorang guru harus memiliki sifat sabar dan rela berkorban. Sifat sabar perlu dimiliki guru dalam menghadapi berbagai macam karakter yang dimiliki siswanya. Sementara itu, kerelaan hati untuk terus berjuang dalam ruang lingkup pendidikan menjadi modal bagi guru agar ia senantiasa ikhlas dalam menjalani perannya dalam mendidik siswa-siswinya.

4. Berwibawa

Menurut Susanna (2014: 390), wibawa adalah pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi orang lain. Sikap ini dimiliki oleh seseorang yang memiliki pembawaan tegas yang diwujudkan melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.

Sementara itu Henry Fayol (dalam Susanna, 2014: 390-391), berpendapat bahwa kewibawaan berarti hak memerintah dan kekuasaaan untuk membuat kita

(14)

dipatuhi dan ditaati. Ada juga orang mengartikan kewibawaan dengan sikap dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa segan dan rasa hormat, sehingga dengan kewibawaan orang lain dapat memperoleh pengayoman dan perlindungan.

Seorang guru harus berwibawa. Dengan adanya kewibawaan, proses belajar mengajar akan dapat terlaksana dengan baik, siswa mematuhi apa yang ditugaskan oleh guru. Jika guru tidak memiliki kewibawaan dalam dirinya, maka ia akan diremehkan oleh siswa dan tidak dihormati oleh siswa, sehingga proses pembelajaran tidak akan berjalan maksimal (Darmadi, 2010: 56).

Sikap berwibawa sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pendidik. Tanpa adanya kewibawaan pada diri seorang pendidik, tidak mungkin pendidikan itu dapat masuk ke dalam hati sanubari siswa. Tanpa kewibawaan, siswa hanya akan menuruti kehendak dan perintah gurunya karena takut atau karena paksaan, jadi bukan karena karena kesadaran di dalam dirinya (Purwanto, 2007: 145).

Jadi kewibawaan harus dimiliki oleh setiap guru, sebab dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Kewibawaan guru tidak diwujudkan dengan kondisi negatif atau kekerasan, akan tetapi bagaimana seorang guru dapat menguasai sesuatu dengan baik serta dapat mengendalikan diri untuk tidak berbuat negatif atau menyalahi aturan. Menjadi seorang guru harus memiliki wibawa yang sesungguhnya. Dia tidak akan takut dicerca orang, bahkan selalu menampilkan perbuatan yang baik. Karena sikapnya itu orang akan selalu tunduk dan malu untuk melecehkannya serta selalu menghormatinya. Hal ini berdampak kepada siswa yang merasa nyaman dan bahagia ketika dengannya karena mereka merasa diarahkan oleh guru yang berwibawa tersebut. Kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru akan membawa dan

(15)

mengantarkan siswa ke arah kedewasaaan serta menumbuhkan kesadaran dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

5. Penggembira/ Humoris

Menurut Purwanto (2007: 145), seorang guru hendaklah memiliki sifat suka tertawa dan suka memberi kesempatan tertawa kepada siswanya. Guru juga harus memiliki sifat humoris.Sifat ini banyak gunanya bagi seorang guru, antara lain ia akan tetap memikat perhatian anak-anak pada waktu mengajar, anak-anak tidak lekas bosan atau merasa lelah. Humor dapat mendekatkan guru dengan siswanya. Humor hendaklah jangan digunakan untuk menjajah atau menguasai kelas sehingga dengan humor itu guru menjadi bertele-tele, melantur, lupa akan apa yang seharusnya diberikan dalam pelajaran itu. Dalam hal ini berarti, sifat humor seorang guru harus dipergunakan sesuai dengan tempat dan waktunya.

Jadi, guru harus memiliki sifat humor, ramah, dekat dengan siswa, dan suka memberikan kesempatan kepada siswanya untuk tertawa. Guru yang humoris tidak akan mudah kecewa, mengerti dengan kemampuan siswanya, serta berusaha menerangkan pelajaran sampai siswa dapat memahaminya.

6. Bersikap Baik terhadap Teman Sejawat

Setiap guru harus menjaga nama baik dan kehormatan teman sejawatnya. Bertindak bijaksana apabila ada anak didik yang mengadukan kekurangan atau keburukan seorang guru kepada guru lain. Demikian pula, sifat seorang guru yang suka mengejek atau menjelekkan guru lain di depan siswanya merupakan suatu sikap yang tidak dapat dibenarkan. Suasana baik di antara guru-guru nyata dari pergaualan

(16)

ramah tamah mereka di dalam dan di luar sekolah. Mereka salingmenolong dan kunjung-mengunjungi dalam keadaan suka dan duka. Mereka merupakan satu keluarga besar, keluarga sekolah (Purwanto, 2007: 146).

Dapat disimpulkan bahwa sesama guru harus saling menjaga hubungan yang harmonis, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Di hadapan siswa, guru harus menjaga nama baik dan kehormatan teman sejawatnya, tidak saling menjelekkan, serta bertindak bijaksana jika murid yang mengajukan kekurangan atau keburukan seorang guru kepada guru lain.

7. Bersikap Baik terhadap Masyarakat

Sekolah hendaknya menjadi cermin bagi masyarakat sekitarnya, dirasai oleh masyarakat bahwa sekolah itu adalah kepunyaannya dan memenuhi kebutuhan mereka. Sekolah akan tetap asing bagi rakyat jika guru-gurunya mengucilkan diri seperti siput dalam rumahnya, tidak suka bergaul atau mengunjungi orang tua murid-murid, memasuki perkumpulan-perkumpulan, atau turut membantu kegiatan masyarakat yang penting dalam lingkungannya (Purwanto, 2007: 146-147).

Jadi, guru harus bersikap baik terhadap masyarakat. Sebagai seorang yang dijadikan teladan bagi masyarakat, guru perlu memiliki jiwa sosial yang tinggi. Guru harus pandai bergaul dengan semua golongan dalam lapisan masyarakat agar dikenal dan tidak terpencil. Guru semestinya harus mampu menjalin silaturahmi dan turut serta membantu kegiatan di dalam lingkungan masyarakat. Tugas dan peran guru tidak hanya sekadar bersosialisasi dengan siswa di sekolah, namun juga berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan sekitar.

(17)

8. Menguasai Materi Pelajaran

Menurut Purwanto (2007: 147), guru harus selalu menambah pengetahuannya. Guru yang pekerjaannya memberikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswanya tidak mungkin akan berhasil jika guru itu sendiri tidak selalu berusaha menambah ilmunya. Seorang guru harus berpikiran maju dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan, sebab seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tantangan menjadi seorang guru semakin besar. Sebaliknya, seorang guru yang selalu memperlihatkan gerak-gerik bahwa ia sendiri tidak menguasai mata pelajaran yang diberikannya, maka guru tersebut tidak akan mampu menjelaskan materi dengan baik di hadapan siswanya, dampaknya akan mematikan semangat belajar siswa.

Dapat disimpulkan bahwa, seorang guru harus menguasai pelajaran yang ia sampaikan kepada siswanya. Apabila guru tidak menguasai materi pelajaran, maka ia tidak dapat menyampaikan materi dengan baik. Apabila tidak menguasai pelajaran yang diberikan, maka guru akan gugup dan tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siwanya.

9. Suka kepada Mata Pelajaran yang Diberikan

Di sekolah menengah, umumnya tiap guru memegang satu atau dua mata pelajaran yang disukainya. Tetapi, di sekolah tingkat dasar seorang guru harus mengajarkan berbagai macam mata pelajaran di kelas. Biarpun demikian, tiap-tiap guru hendaklah berusaha supaya menyukai pelajaran-pelajaran yang diberikan kepada siswanya. Mengajarkan mata pelajaran yang disukainya hasilnya lebih baik dan mendatangkan kegembiraan bagi guru (Purwanto, 2007: 147-148).

(18)

Jadi, seorang guru harus menyukai mata pelajaran yang ia sampaikan. Melalui rasa suka dan kecintaannya kepada pelajaran tersebut maka guru akan lebih mudah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Apabila guru tidak suka dengan mata pelajaran yang disampaikan kepada muridnya, maka ia tidak akan mampu menyampaikan materi pelajaran dengan hati yang tenang. Jika guru menyukai pelajaran yang diberikan maka akan mendatangkan kebahagiaan.

10. Berpengetahuan Luas

Guru haruslah seorang yang mempunyai perhatian intelektual yang luas dan yang tidak kunjung padam. Para guru hendaknya dapat melihat lebih banyak lagi, memikirkan lebih banyak lagi, dan mengerti lebih banyak daripada orang-orang lain di dalam masyarakat tempat ia hidup. Pendeknya, ia harus mengetahui lebih banyak tentang dunia ini (Purwanto, 2007: 148).

Darmadi (2010: 54), berpendapat bahwa guru harus berwawasan luas. Seorang guru dituntut agar mampu berpikir secara alternatif, berpandangan ke depan, dan berwawasan luas agar diperoleh ketenangan dan aktivitas belajar mengajar berlangsung dengan tertib, aman, menyenangkan, dan harmonis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus memilki pengetahuan yang luas. Seorang guru harus senantiasa menambah pengetahuan dan wawasannya. Guru juga harus mengetahui tentang segala sesuatu hal yang penting, terutama yang ada hubungannya dengan tugasnya di dalam masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil peneitian menunjukkkan bahwa proses latihan yang kondusif dapat meningkatkan ketrampilan dalam pembelajaran Lari jarak pendek dan dapat menggunakan berbagai

Penelitian ini merupakan penelitian verikatif dari penelitian-penelitian terdahulu yang meneliti pengaruh kualitas layanan sistem informasi akademik terhadap kepuasan

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-hari Dengan

Terdapat tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar seorang siswa. Faktor-faktor tersebut adalah: intelgensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

Berikut hasil rekapitulasi kuisioner tertutup kepentingan atribut untuk Kipas angin KAD-927 PL dapat dilihat pada tabel 4.5.. Tabel 4.5 Rekapitulasi Kuesioner

Kebiasaan-kebiasaan pulang bersama itu pada akhirnya mengubah aku, kami, mereka, yang awalnya tak begitu akrab menjadi teman satu geng.. Di awal pulang bersama, aku