• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAFSIR TARBAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TAFSIR TARBAWI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PEMBELAJARAN; KAJIAN

TAFSIR

TARBAWI

April 27, 2009 pada 2:01 am (Islam, pendidikan) Tags: Tafsir Tarbawi

METODE PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN DALAM SURAT AL-QUR’AN

( Kajian Surat Al-Maidah Ayat 67 dan An-Nahl ayat 125 ) Disusun Oleh : Ibrohim1*

A. PENDAHULUAN

Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Apabila proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sinyalemen ini seluruh pendidik sudah maklum, namun masih saja di lapangan penggunaan metode mengajar ini banyak menemukan kendala.

Kendala penggunaan metode yang tepat dalam mengajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor ; keterampilan guru belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, kondisi lingkungan pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang belum

menguntungkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang variatif.

Apa yang ditemukan oleh Ahmad Tafsir (1992 : 131) mengenai kekurangtepatan penggunaan metode ini patut menjadi renungan. Beliau mengatakan pertama, banyak siswa tidak serius, main-main ketika mengikuti suatu meteri pelajaran, kedua gejala tersebut diikuti oleh masalah kedua yaitu tingkat penguasaan materi yang rendah, dan ketiga para siswa pada akhirnya akan menganggap remeh mata pelajaran tertentu1. Kenyataan ini menunjukan betapa pentingnya metode dalam proses belajar mengajar. Tetapi betapapun baiknya suatu metode tetapi bila tidak diringi dengan kemampuan guru dalam menyampaikan maka metode tinggalah metode. Ini berarti faktor guru juga ikut menentukan dalam keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar. Sepertinya kedua hal ini saling terkait. Metode yang baik tidak akan mencapai tujuan bila guru tidak lihai menyampaikannya. Begitu juga sebaliknya metode yang kurang baik dan konvensional akan berhasil dengan sukses, bila disampaikan oleh guru yang kharismatik dan

berkepribadian, sehingga peserta didik mampu mengamalkan apa yang disampaikannya tersebut.

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam di dalamnya memuat berbagai informasi tentang seluruh kehidupan yang berkaitan dengan manusia. Karena memang Al-Qur’an

diturunkan untuk umat manusia, sebagai sumber pedoman, sumber inspirasi dan sumber ilmu pengatahuan. Salah satunya adalah hal yang berkaitan dengan pendidikan.

B. PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN DALAM PRESFEKTIF AL-QUR’AN Metode pembelajaran dan mengajar dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan

(2)

dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam presfektif Al-Qur’an terutama dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Surat An-Nahl ayat 125.

1. Surat Al-Maidah ayat 67

مَوْقَلْا يدِهْيَ لَ لَّ ا نّإِ سِ انّلا نَمِ كَ مُصِ عْيَ لُّ اوَ هُتَلَاسَرِ تَ غْلّبَ امَفَ لْعَفْتَ مْلَ نْإِوَ كَ بّرَ نْمِ كَ يْلَإِ لَزِنْأُ امَ غْلّبَ لُوسُرّلا اهَيّأَايَ نَيرِفِاكَلْا ) 67 ) a. Mufrodat لُوسُرّلا اهَيّأَايَ = Hai Rasul غْلّبَ = sampaikanlah ك

َ يْلَإِ لَزِنْأُ امَ = apa yang di turunkan kepadamu ك

َ بّرَ نْمِ = dari Tuhanmu.

لْعَفْتَ مْلَ نْإِوَ = Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu) ت

َ غْلّبَ امَفَ = kamu tidak menyampaikan هتَلَاسَرِ ُ = amanat-Nya ك

َ مُصِ عْيَ لُّ اوَ = Allah memelihara kamu س

ِ انّلا نَمِ = dari (gangguan) manusia. ل

َّ ا نّإِ = . Sesungguhnya Allah يدِهْيَ لَ = tidak memberi petunjuk

نَيرِفِاكَلْا مَوْقَلْا = kepada orang-orang yang kafir b. Artinya

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” 2.

b. Asbabun Nuzul

Ada beberapa riwayat dengan turunnya surat Al-Maidah ayat 67 ini diantaranya: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulallah Saw pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku dengan risalah kerasulan. Hal tersebut

menyesakkan dadaku karena aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakan risalahku. Allah memerintahkan kepadaku, untuk menyampaikannya dan kalau tidak, Allah akan menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini ( S.5 : 67) yang mempertegas perintah penyampaian risalah disertai jaminan akan keselamatannya3.

Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa Siti Aisyah menyatakan bahwa nabi SAW biasanya dijaga oleh para pengawalnya sampai turun ayat “wallahu ya’shimuka

minnannas’ (S.5 : 67) Setelah ayat itu turun Rasulullah menampakan dirinya dari kubbah sambil berkata ; “wahai saudar-saudaraku pulanglah kalian, Allah telah menjamin

keselamatanku dalam menyebarkan dakwah ini. Sesungguhnya malam seperti ini baik untuk tidur di tempat tidur masing-masing. 4

c. Pembahasan

Tersirat dalam Surat Al-Maidah ini mengandung makna bahwa menyampaikan risalah itu merupakan perintah Tuhan. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan risalah

(3)

kenabian kepada umatnya jika tidak maka nabi termasuk orang yang tidak

menyampaikan amanat. Peringatan Allah kepada nabi mengakibatkan beliau sangat ketakutan sehingga dada nabi terasa sesak, saking beratnya tugas ini.

Kata-kata “baligh” dalam bahasa Arab itu merupakan pernyataan yang sangat jelas apalagi bentuknya fi’il “amr”. Dalam tafsir Al-Jalalin lafadz “baligh” terselip kandungan عيمج (seluruhnya)5. Berarti nabi harus menyampaikan secara keseluruhan yang telah diterima dari Allah SWT. Tidak boleh ada yang disembunyikan sedikitpun dari Nabi (لو

( هنم ائيش متكت

6 . Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dijelaskan bahwa makna “baligh” dalam surat Al-Maidah merupakan fiil amr yang terkandung makna untuk menyampaikan seluruh yang diterima dari Allah SWT. Ibnu Katsir menulis :

هلسرأ ام عيمج غلبإب هل ارمآو هلاسرلا مساب – ملسو هيلع لا ىلص – ادمحم هلوسرو هدبع ابطاخم ىلاعت لوقي هب لا

7

(Allah berkata pada hamba dan rasulnya yaitu Muhammad SAW dengan konteks kerisalahan dan memerintahkan untuk menyampaikan seluruh yang datang dari Allah) Bagi nabi tugas ini sangat berat karena merupakan tanggung jawab dunia akherat. Saking beratnya perintah ini, dalam peristiwa “haji wada”, nabi sekali lagi menegaskan tentang tugas beliau yang telah dipikulkan padanya. Ini artinya sebuah perintah harus

dipertangggungjawabkan. Bagi seorang guru pada akhir tugas pembelajaran harus ada pertanggungjawaban sehingga diketahui oleh public atau masyarakat umum. Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan :

ةناملا ءادأو ةلاسرلا غلبإب هتمأ هل تدهش دقو ميلستلا انيلعو غلبلا لوسرلا ىلعو ةلاسرلا لا نم يرهزلا لاق امك افلأ نيعبرأ نم وحن هباحصأ نم كانه ناك دقو عادولا ةجح موي هتبطخ يف لفاحملا مظعأ ىف كلذب مهقطنتساو اهيأاي”:ذئموي هتبطخ يف لاق – ملسو هيلع لا ىلص – لا لوسر نأ لا دبع نب رباج نع ملسم حيحص يف تبث ءامسلا ىلإ هعبصأ عفري لعجف تحصنو تيدأو تغلب دق كنأ دهشن اولاق ؟نولئاق متنأ امف ينع نولوئسم مكنإ سانلا تغلب له مهللا لوقيو مهيلإ اهسكنم 8

Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebgai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam proses

pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus

diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” . Sehingga Allah berfirman sebagai penegasan dukungan keselamatan : س

ِ انّلا نَمِ كَ مُصِ عْيَ لُّ اوَ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia

Imam AL-Qurtubi memperjelas dalam konteks kerisalahan nabi sebagai rasul. Beliau mengungkapkan sebab rasul tidak berani menyampaikan risalah kenabian secara terang-terangan. Beliau menulis dalam tafsirnya :

هملعأو ,ةيلا هذه يف هراهظإب رمأ مث ,نيكرشملا نم افوخ هيفخي ملسلا لوأ يف ناك هنل ;غيلبتلا رهظأ هانعم :ليق .سانلا نم همصعي هنأ لا

9

(4)

amanah kapada masyarakat. Karena di awal penyebaran agama Islam nabi khawatir kepada orang-orang musyrik Makkah. Kemudian Allah memerintahkan untuk menampakan kerisalahan tersebut dengan diturunkannya ayat ini. Dan Allah

memberitahu kepada nabi bahwa Allah akan menjaga keselamatannya. Bahkan bila nabi tidak menyampaikan ayat, menyembunyikan risalah dan amanat tersebut maka nabi dikatakan sebagai orang yang “kadzab”, berdusta. 10

Dalam Al-Qur’an banyak memuat istilah-istilah komunikasi sebagai salah satu metode pembelajaran. Istilah-istilah tersebut adalah ; Qaulan sadidan (QS 4 : 9), Qaulan maysuran (QS 17 : 28), Qaulan Layinan (QS 20 : 44), Qaulan kriman (QS 17 : 23), Qaulan Mau’rufan ( QS 4 : 5 ) dan istilah ” Qaulan Balighon” ( Qs 4 : 63 ) 11

Kata Qaulan Balighan di dalam Al-qur’an terdapat pada surat An-Nisaa ayat 63. Ayat ini mengisyaratkan mengenai prinsip-prinsip komunikasi sebagai sarana pembelajaran dan menyampaikan amanah. Ayat tersebut adalah :

)اغًيلِبَ لًوْقَ مْهِسِ فُنْأَ يفِ مْهُلَ لْقُوَ مْهُظْعِوَ مْهُنْعَ ضْ رِعْأَفَ مْهِبِولُقُ يفِ امَ لُّ ا مُلَعْيَ نَيذِلّا كَئِلَوأُ

63 )

Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka12.

Kata “Baligh” dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata balig berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebgai prinsip komunikasi yang effektif. Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila memperhatikan pertama, bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan sifat khalayak. Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan “bahasa” masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses pembelajaran dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak atau akal juga hatinya sekaligus13.

Tidak jarang di sela khotbahnya nabi berhenti untuk bertanya atau memberi kesempatan yang hadir untuk bertanya, terjadilah dialog. Khutbah nabi pendek tetapi padat penuh makna sehingga menyentuh dalam setiap sanubari pendengarnya.

2. Surat An-Nahl ayat 125

وَهُوَ هِلِيبِسَ نْعَ لّضَ نْمَبِ مُلَعْأَ وَهُ كَبّرَ نّإِ نُسَ حْأَ يَ هِ يتِلّابِ مْهُلْدِاجَوَ ةِنَسَ حَلْا ةِظَعِوْمَلْاوَ ةِمَكْحِلْابِ كَبّرَ لِيبِسَ ىلَإِ عُدْا نيدِتَهْمُلْابِ مُلَعْأَ

a. Mufrodat

عُدْا = Serulah (manusia) ك

َ بّرَ لِيبِسَ ىلَإِ = kepada jalan Tuhanmu ةِمَكْحِلْابِ = dengan hikmah

ةِنَسَحَلْاةظَ عِوْمَلْاوَ = dan pelajaran yang baik مْهُلْدِاجَوَ = bantahlah mereka

نُسَحْأَ يَ هِ يتِلّابِ = dengan cara yang baik ك

َ بّرَ نّإِ = Sesungguhnya Tuhanmu مُلَعْأَ وَهُ = Dialah yang lebih mengetahui

(5)

لّضَ نْمَبِ = tentang siapa yang tersesat هِلِيبِسَ نْعَ = dari jalan-Nya

مُلَعْأَ وَهُوَ = Dialah yang lebih mengetahui

نَيدِتَهْمُلْابِ = orang-orang yang mendapat petunjuk. b. Artinya

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

c. Makna Jumal

Makna umum dari ayat ini bahwa nabi diperintahkan untuk mengajak kepada umat manusia dengan cara-cara yang telah menjadi tuntunan Qur’an yaitu dengan cara Al-hikmah, Mauidhoh Hasanah, dan Mujadalah. Dengan cara ini nabi sebagai rasul telah berhasil mengajak umatnya dengan penuh kesadaran. Ketiga metode ini telah mengilhami berbagai metode penyebaran Islam maupun dalam konteks pendidikan.

Proses serta metode pembelajaran dan pengajaran yang berorientasi filsafat lebah (An-Nahl) berarti membangun suatu sistem yang kuat dengan “jaring-jaring” (networking) yang menyebar ke segala penjuru. Analogi ini bisa menyeluruh ke peserta didik, guru, kepala sekolah, wali murid, komite sekolah dan instasi lain yang terkait. Sehingga

menjadi komponen pendidikan yang utuh, menjadi satu sistem yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

d. Pembahasan

Pada awalnya ayat ini berkaitan dengan dakwah Rasulullah SAW. Kalimat yang digunakan adalah fiil amr “ud’u” (asal kata dari da’a-yad’u-da’watan) yang artinya mengajak, menyeru, memanggil14. Dalam kajian ilmu dakwah maka ada prinsip-prinsip dalam menggunakan metode dakwah yang meliputi hikmah, maudhoh hasanah,

mujadalah. Metode ini menyebar menjadi prinsip dari berbagai system, berbagai metode termasuk komunikasi juga pendidikan. Seluruh dakwah, komunikasi dan pendidikan biasanya merujuk dan bersumber pada ayat ini sebagai prinsip dasar sehingga terkenal menjadi sebuah “metode”.

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Greeka, yaitu “Metha” artinya melalui atau melewati dan “Hodos” artinya jalan atau cara15.Dalam kajian keislaman metode berarti juga “Thoriqoh”16, yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran.

Adapun secara terminologi, para ahli pendidikan mendefinisikan metode sebagai berikut : 1). Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. 2). Abd. Al – Rahman Ghunaimah

mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran. 3). Ahmad Tafsir mendefinisikan metode mangajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran17

(6)

diantaranya diulas oleh Abu Ahmadi, beliau mengatakan bahwa landasan untuk

pemilihan metode ialah : 1). Sesuai dengan tujuan pengajaran agama. 2). Sesuai dengan jenis-jenis kegiatan. 3). Menarik perhatian murid.4). Maksud metodenya harus dipahami siswa. 5). Sesuai dengan kecakapan guru agama yang bersangkutan18.

Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untu meniru Nabi Ibrohim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalanya19. Allah berfirman :

مَيهِارَبْإِ ةَلّمِ عْبِتّا نِأَ كَيْلَإِ انَيْحَوْأَ مّثُ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dalam surat An-Nahl (lebah) ayat 125 ini, terdapat tiga prinsip dalam implementasi metode penyampaian (dakwah, pembelajaran, pengajaran, komunikasi dan sebagainya) yaitu ;

1. Al-Hikmah

Dalam bahasa Arab Al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar20. Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal.

Imam Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :

موي ىلإ نوملسملا ظعوي نأ يغبني اذكهو ,فينعتو ةنشاخم نود نيلو فطلتب هعرشو لا نيد ىلإ وعدي نأ هرمأو ةمايقلا

21

Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dienullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :

)ىشَ خْيَ وْأَ رُكّذَتَيَ هُلّعَلَ انًيّلَ لًوْقَ هُلَ لَوقُفَ

44

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.

Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.

Al-Hikmah dalam tafsir At-Tobari adalah menyampaikan sesuatu yang telah diwahyukan kepada nabi. Ath-Thobari menguraikan :

22ةمكحلاب كيلع هلزن ىذلا هباتكو ,كيلا هيحوي ىذلا لا ىحوب لوقي )

Hal ini hampir senada dengan Mustafa Al-Maroghi bahwa Al-Hikmah cenderung diartikan sebagai sesuatu yang diwahyukan. 23 Demikian pula dalam tafsir Al-Jalalain Al-hikmah diartikan dengan Al-Qura’nul kariem sebagai sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. An-Naisaburi menegaskan bahwa yang dimaksud Al-hikmah adalah tanda atau metode yang mengandung argumentasi yang kuat (Qoth’i) sehingga bermanfaat bagi keyakinan. Beliau menulis :

(7)

(24نيقيلل ةديفملا ةيعطقلا ججحلا لامعتسا ىلا ةراشا ( ةمكحلاب

Nampak dengan gamblang sebenarnya yang dimaksud dengan penyampaian wahyu dengan hikmah ini yaitu penyampaian dengan lemah lembut tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat sehingga dengan proses ini para peserta didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran. Materi pembelajaran bermanfaat dan berharga bagi dirinya, merasa memperoleh ilmu yang berkesan dan selalu teringat sampai masa yang akan datang.

2. Mauidzah Hasanah

Maudzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Maudzah dan Hasanah”. Al-mauidzah dalam tinjauan etimologi berarti “pitutur, wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Ibnu Katsir menafsiri Al-mauidzah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia,

mencegah dan menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah. Ibnu Katsir menulis sebagai berikut :

ىلاعت لا سأب اورذحيل اهب مهركذ سانلاب عئاقولاو رجاوزلا نم هيف امب يأ ةنسحلا ةظعوملاو 25

At-Thobari mengartikan mauidzah hasanah dengan “Al-ibr al-jamilah” yaitu

perumpamaan yang indah bersal dari kitab Allah sebagai hujjah, argumentasi dalam proses penyampaian.26 Pengajaran yang baik mengandung nilai-nilai kebermanfaatan bagi kehidupan para siswa. Mauidzah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi penstranferan nilai. Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin Mahali mengidentikan kata “Al-Mauidah” itu dengan kalimat قيقرلا لوقلا وأ هظعاوم artinya perkataan yang lembut27. Pengajaran yang baik berarti disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku hasanah sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik.

Dengan melalui prinsip maudzoh hasanah dapat memberikan pendidikan yang menyentuh, meresap dalam kalbu. Ada banyak pertimbangan (multi approach) agar penyampaian materi bisa diterima oleh peserta didik diantaranya : a).Pendekatan

Relegius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk relegius dengan bakat-bakat keagamaan. Metode pendidikan Islam harus merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, b). Dasar Biologis, pertumbuhan jasmani memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan, c).Dasar Psikologis, metode pendidikan Islam bisa effektif dan efesien bila didasarkan pada perkembangan psikis meliputi motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal intelektual, d). Dasar Sosiologis, pendekatan social interaksi antar siswa, guru dengan siswa sehingga memberikan dampak positif bagi keduanya.

3. Mujadalah

Kata mujadalah berasal dari kata “jadala” yang makna awalnya percekcokan dan

perdebatan28. Kalimat “jadala” ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya dalam surat Al-Kahhfi ayat 54 لًدَجَ ءٍيْ شَ رَثَكْأَ نُاسَنْلِْا نَاكَوَ)), dalam surat Az-Zukhruf ayat : 56, (َاولُاقَ نَومُصِ خَ مٌوْقَ مْهُ لْبَ لًدَجَ لّإِ كَ لَ هُوبُرَضَ امَ وَهُ مْأَ رٌيْخَ انَتُهَلِآأَ). Kalimat “jadala” dengan berbagai variasinya juga bertebaran dalam Al-Qur’an, seperti pada surat (2:197), (4:107,109), (6:25, 121), ( 7 : 71), ( 11:32,74), (13:13), (18:54,56(, (22:8,68), (29:46), (31;20), (40 : 4,5,32,56,69), 24:35), (43:58), (58:1). Bahkan ada surat yang bernama “Al-Mujaadilah” ( perempuan-perempuan yang mengadakan gugatan)

(8)

sebagai kata “ameliorative” berbantah-bantahan. Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiyah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT29.

Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirmya bahwa mujadalah ini adalah cara penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut dalam berbicara, seperti firman Allah :

“ةيلا ”مهنم اوملظ نيذلا لإ نسحأ يه يتلاب لإ باتكلا لهأ اولداجت لو

لوق هل لوقف“ هلوق يف نوعرف ىلإ امهثعب نيح ملسلا امهيلع نوراهو ىسوم هب رمأ امك بناجلا نيلب ىلاعت هرمأف ىشخي وأ ركذتي هلعل انيل

30 ″.

Metode penyampaian ini dicontohkan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun. Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya Allahlah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak.

Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat,

membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.

An-Naisaburi memberikan ilustrasi bahwa mujadalah itu adalah sebuah metode “يأ ةقيرطلاب”. Diskusi (mujadalah) tidak akan memperoleh tujuan apabila tidak memperhatikan metode diskusi yang benar, yang hak sehingga diskusi jadi “bathal” tidak didengarkan oleh mustami’in31.

Metode mujadalah lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiyah dalam setiap argumen diskusinya. Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta didik (individual differencies) bukan “Teacher Centre”. C. PENUTUP

Al-Quran sebagai sumber segala sumber pedoman menjadikannya inspirator yang sangat kental dalam setiap gerak pemikiran umat Islam. Dalam berbagai bidang masyarakat muslim yang relegius akan selalu merujuk kepada wahyu sebagai firman Tuhan yang disampaikan melaluinya nabi-NYA.

Pendidikan merupakan salah satu sendi dalam beragama. Ajaran Islam bisa bertahan sampai saat ini salah satunya karena ada proses pendidikan disamping dakwah tentunya. Islam berkambang dan hidup mencapai masa keemasan (Islam Kalsik) karena ada tradsisi ilmiyah, tradisi intelektual dengan semangat mengamban amanat suci menyebarkan ajaran Islam ke penjuru dunia. Para da’i yang menyebar ke seluruh penjuru dunia tersebut menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman baik dari segi orientasi, tujuan, cara atau metode penyampaian, media dan alat bahkan materi yang terkandung dalam

penyampaiannya pun diambil dari Al-Quran.

(9)

Islam sebagai pedoman hidup. Ayat inilah yang memberikan motivasi kepada nabi untuk menyampaikan risalah kenabian. Ada ungkapan “Sampaikan ajaran Islam ini walaupun satu ayat”. ( ةيا ولو ىنع اوغلب). Walaupun pada awalnya nabi merasa khawatir kepada kaum musyrikin Makkah namun karena ada dorongan dan perintah Tuhan (dan Tuhan telah memberikan jaminan keselamatan) maka nabi dengan keberanian menyampaikan risalah kenabian tersebut kepada umatnya.

Dalam menyampaikan risalah tersebut Nabi Muhammad SAW memperoleh pedoman yang sangat berharga yaitu berupa prinsip-prinsip dasar dalam metode menyampaikan materi ajaran Islam yang tercantum dalam surat An-Nahl ayat 125. Ayat ini memuat tentang prisnsip-prinsip berdakwah ( mengajar, mendidik ) yang terdiri dari Al-Hikmah (arif-bijaksana bersumber dari Al-Qur’an), Maudzoh Hasanah (perkataan yang baik, lemah lembut) dan Mujadalah (diskusi, dialog bila perlu berdebat ).

Prinsip dasar ini berkembang menjadi beberapa inspirasi dalam konteks kekinian baik dalam bidang dakwah, komunikasi, public relition, pendidikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia. Pendidikan sebagai salah satu bagian dari dakwah yaitu mengajak manusia dalam hal kebaikan dan mencegah keburukan tidak terlepas dari penggunaan beberapa prinsip tersebut di atas. Sehingga peserta didik bisa mendapatkan ilmu serta terjadi perubahan tingkah laku yang diharapkan dari setiap proses kegiatan belajar mengajar.

FOOTNOTE

*Mahasiswa program Pascasarjana STAIN Cirebon konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam , Tinggal di Indramayu

1.Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 131

2. Untuk memudahkan penerjemahan dan standarisasi pemahaman lihat dan bandingkan dengan Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya ;Dengan Transliterasi, ( Semarang : Karya Toha puta, tt), hlm. 221-222

3. K.H.Qamaruddin Shaleh DKK, Asbabun Nuzul ; Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, ( Bandung : CV. Diponegoro , 1992), hal.189

4.Ibid. Untuk lebih jelasnya, baca lebih jauh Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah ini dalam halaman 189–191. Di sini banyak riwayat yang menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat ini dengan berbagai versinya. Termasuk cerita ketika nabi sedang istirahat berteduh di bawah pohon, pedang beliau digantungkan di pohon. Maka datanglah seorang laki-laki dan mengambil pedang tersebut sambil berkata : Siapa yang menghalangi Engkau dariku wahai Muhammad ?. Nabi bersabda : Allah yang akan melindungiku dari godaanmu. Ketika pedang itu diletakannya kembali maka turunlah ayat ini ( S.5 : 67 ) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa Rasulullah dari tangan usil manusia.

5.Al-Imamul Jalalain, Tafsir Al-Quranul Adzim, ( Indonesia, Maktabah Dar ihya al-kutub al-arabiyah, tt), hlm. 104. Kitab tafsir ini terkenal dengan nama tafsir “Jalalain”, artinya dua Jalal. Yang dimaksud dengan dua Jalal adalah nama tokoh ilmuwan Islam dalam bidang tafsir yaitu Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Mahalli dan Jalaluddin

Abdurahaman ibn Abi bakr Asy-Syuyuti. Di pesantren kitab tafsir ini menjadi salah satu kitab tafsir wajib yang harus dipelajari bagi setiap santri ( menjadi kontens kurikullumnya pesantren)

(10)

6. Ibid.

7.Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katstir ( CD. Holly Qur,an ).

8.Ibid.,Pertanggungjawaban nabi disampaikan ketika nabi menjalankan ibadah haji (terkenal dengan haji wada’ karena haji itu adalah haji terakhir nabi; haji perpisahan). Disaksikan sekitar 40 ribu orang. Beliau berkata ; Wahai manusia….dst. Inti dari pertanggungjawaban nabi adalah tentang amanat kerisalahan yang dibebankan Allah kepadanya. Para sahabat (manusia) menjawab : Kami bersaksi bahwa Engkau telah menyampaikan risalah, menjalankan amanah. Beliau mengangkat kedua tangannya ke atas langit sambil berdoa (simbol kesaksian) “Allahuma hal Balagta…..Kemudian Beliau berpesan bahwa yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir sebagai

kesinambungan proses risalah kenabian.

9.Nama Aslinya adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Anshori Al-Qurtubi. Terkenal dengan sebutan Imam Al-Qurtubi, Al-Jami’ul Ahkam Al-Qur’an, ( Bairut-Libanon : Darulkutub al-ilmiyah, 1413 H/1993 M), hlm. 131

10.Ibid. لوسرلا اهيأ اي“ :لوقي ىلاعت لاو ;بذك دقف ىحولا نم ائيش متك ملسو هيلع لا ىلص ادمحم نأ كثدح نم متك ملسو هيلع لا ىلص هنإ :اولاق ثيح ضفاورلا لا حبقو ”هتلاسر تغلب امف لعفت مل نإو كبر نم كيلإ لزنأ ام غلب هيلإ ةجاح سانلاب ناك هيلإ ىحوأ امم ائيش.

11. Jalaludin Rahmat, Islam Aktual, ( Bandunng : Mizan, 1992 ), hlm. 77.

12. Bandingkan dengan terjemahan Al-Qur’an Departemen Agma RI., Op., Cit. hlm. 163 13.Jalaudin Rahmat Op., Cit., hlm. 78

14.Faisal Ismail, Dakwah pembangunan ; Metodologi Dakwah, ( Yogyakarta : Penerbit Prop. DIY, 1992), hlm. 199

15.Abu Ahmadi, Metodik Pengajaran (Bandung : Pustaka Setia, 1985), hlm. 9 16.Ramayulis, Pendidikan Agama Islaam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2006), hlm. 184 17.Ibid., hlm. 184-185

18.Abu Ahmadi., Op Cit., hal 104

19.Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987), hlm. 289

20. Husen Al-Habsy, Kamus Arab Lengkap, ( Bangil : YAPPI, 1989), hlm. 64 21.Imam Al-Qurtubi., Loc.,Cit,.

22.Ja’far Muhmaad ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, ( Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 663.

23. Al-Mustofa Al-Maroghi, Loc.Cit,

24. An-Naisaburi, Tafsir Ghoroibil Qur’an wa roghoibil Furqon, ( Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 316

25. Ibnu Katisr., Loc., Cit. 26. Ath-Thobari, Loc. Ci.

27. Jalaludin Asy-Syuyuti daan Jalaluddin Mahalli, Loc., Cit. 28. Husen Al-HAbsyi., Op.Cit., hlm. 43

29. Imam Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi ; Anwarul Tanzil wa Asrarul Ta’wil ( Bairut-Libanon : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1408 H/1988M), hlm. 571. Nama lengkap Al-Imam Baidwowi adalah NAshiruddin Abi said Ibn Umar Muhammad ASy-yaeroji Al-Baidhowi

30. Ibnu Katsir., Loc.,Cit. 31. An-NAisaburi, Loc., Cit.

(11)

Tafsir Tarbawi, Pendidikan Dalam Perspektif

al-Qur’an

Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.

Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.

Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai

khalifah fil ardh.

Dalam makalah ini akan dipaparkan pandangan Islam tentang pendidikan, pemerolehan pengetahuan (pendidikan), dan arah tujuan pemanfaatan pendidikan.

Pendidikan Menurut al-Qur’an

al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.

al-Qur’an juga telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:

(12)

“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk

memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa

madharat.

Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:

“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.

Imam Syafi’i pernah menyatakan:

“Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa

menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.

Dari sini, sudah seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat.

(13)

“Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’.”

Pemerolehan Pengetahuan dan Objeknya (Proses Pendidikan)

Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai jendela pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.[1]

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:

“Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,

(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.

Namun, pada dasarnya proses pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah

(14)

Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.

Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.[2]

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan:

“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.

Al-Qur’an membimbing manusia agar selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan.

Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan

di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.

Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.[3]

Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja. Pengetahuan juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:

“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan apa yang tidak

(15)

Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:

“Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.[4]

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.

Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan

duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup

manusia di dunia dan di akhirat.

Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama.

Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista.

Islam selalu mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada

ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.

(16)

“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”.

Dari sini dapat dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, manusia diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta. Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan manusia di muka bumi.

Dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 disebutkan:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri

akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Manusia tidak dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya berorientasi pada urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapkan tidak melupakan pengetahuan tentang urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia diharapkan mampu menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam mencari pengetahuan.

Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32 menyebutkan:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan

sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.

Islam menghendaki agar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang perlu bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam Qur’an surat al-Baqoroh ayat 201 disebutkan:

(17)

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan

di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.

Kebaikan (hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud. Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman, kemakmuran dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan cita-cita itu sendiri.

Pemanfaatan Pengetahuan (Orientasi Pendidikan)

Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan indera, manusia juga diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya dia mampu memahami apa yang tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:

“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.

Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.

Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.[5]

Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung mendorong manusia untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol maka yang terjadi adalah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan manusia dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan:

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi

rahmat oleh Tuhanku”.

al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang mampu menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

(18)

Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 disebutkan:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada

yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.

Sabda Nabi saw.:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat”.

Pisau akan sangat berguna ketika digunakan oleh orang yang berpikiran positif dan ahli dalam menggunakan pisau. Sebaliknya, ketika pisau digunakan oleh orang yang berpikiran negatif, niscaya bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan dihasilkan dari pisau itu, melainkan kemadharatan.

Demikian halnya dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk mencapai kemanfaatan niscaya pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya, ketika pengunaan pengetahuan digunakan untuk kemadharatan, maka kemadharatan itulah yang akan didapat.

Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti utama bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping memiliki kelebihan, kedua piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong untuk menunjukkan tentang hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu manusia dapat memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.[6]

Wahyu yang diturunkan kepada manusia tidak hanya berisikan perintah dan larangan saja, akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas tentang bagaimana seharusnya hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an dikaji tentang sains dan teknologi sehingga tidaklah berlebihan jika kita menyebutnya sebagai kitab sains dan medis[7].

Namun, berbagai bentuk kemajuan sains dan teknologi serta ilmu pengetahuan tanpa didasari tujuan yang benar, niscaya hanya akan menjadi sebuah bumerang yang menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang saat ini manusia malah mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan dekadensi moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri bahkan lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi kehidupan manusia diharapkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan malah menimbulkan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan.

(19)

Dalam Islam telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan. Apapun pengetahuan itu, baik kesyaritan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, ibarat pisau bermata dua yang dapat digunakan pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa atau berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan tentang atom umpamanya, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan perdamaian dan kemanusiaan, tapi dapat pula digunakan untuk menghancurkan kebudayaan manusia melalui senjata-senjata nuklir.[8]

Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi adalah akibat dari ulah manusia sendiri. Dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 disebutkan:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan

manusia”.

Manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi

khalifah fil ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya

kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok dari penciptaan manusia, sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

kepada-Ku”.

Dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85 disebutkan:

“Sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia

barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman“.

Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan kehidupan manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam. Wallahu a’lam.

(20)

Kesimpulan

Dari deskripsi singkat di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an telah memberikan rambu-rambu yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang komperehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di akhirat kelak. Karena kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju kehidupan sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat.

Manusia sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk memperoleh pengetahuan, yaitu akal dan hati. Yang dengan dua piranti ini manusia mampu memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomena yang mampu untuk ditelaahnya. Karena hanya manusia makhluk yang diberi kelebihan ini.

Pengetahuan yang telah didapat manusia sudah seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan seluruh umat manusia. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia seluruhnya. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa manusia juga hidup berdampingan dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta kemajuan pengetahuan pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan merusak keseimbangan alam. Karena sudah menjadi tugas manusia untuk melestarikan alam ini sebagai pengejawantahan kekhalifahan manusia sekaligus bentuk ta’abbudnya kepada Allah swt.

Daftar Pustaka

Ahmad, al-Hajj, Yusuf. al-Qur’an Kitab Sains dan Medis. Terj. Kamran Asad Irsyadi. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta. 2003.

al-Qardawi, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Terj. Abad Badruzzaman. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta. 2001.

Aly, Noer, Hery & Suparta, Munzier. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. CV. Triasco. Jakarta. 2003.

Habib, Zainal. Islamisasi Sains. UIN-Malang Press. Malang. 2007. Shihab, Quraish, M. Membumikan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2004. _______________. Wawasan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2001.

Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta. 2006.

[1]Hery Noer Aly & Munzier Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta: CV. Triasco, 2003), h. 109.

(21)

[2]M. Qusraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 433.

[3]________________, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), h. 168.

[4]M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436.

[5]Ibid, h. 442.

[6]Lihat Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.

[7]Lihat Yusuf al-Hajj Ahmad, al-Qur’an Kitab Sains dan Medis, terj. Kamran Asad Irsyadi, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2003), cet.II.

[8]Hery Noer Aly & Munzier Suparta, op.cit., h. 109-110. Bandingkan dengan Zainal Habib, Islamisasi Sains, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 14-18.

Posted in Keislaman | Tags: al-Qur'an, Pendidikan Islam TAFSIR TARBAWY

A. JUDUL BUKU TAFSIR TARBAWY

B. LATAR BELAKANG PENULISAN BUKU

Al-Qur`an adalah Kitab Pendidikan. Demikian term yang menggema disetiap pemikiran para sarjana dan umat islam pada umumnya.

Pendidikan menurut Al-Qur`an jelas berbeda dengan pendidikan yang ada dalam masyarakat. Baik dalam wilayah teoritis maupun praktis, akibatnya melahirkan istilah-istilah pendidikan yang beragam dan berbeda pula.

Sebagian istilah pendidikan yang keberadaannya seringkali menjadi perdebatan panjang adalah kata Tarbiyah dan Ta`lim.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menulis buku dengan judul "Tafsir Tarbawi" ( Memahami Ayat-Ayat Al-Qur`an Yang Mengandung Kata Kunci Tarbiya dan Ta`lim" )

C. TUJUAN PENULISAN BUKU

1) Untuk menjelaskan ma`na "Tarbiyah" dan "Ta`lim"

2) Untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur`an yangmengandung kata kkunci "Tarbiyah" dan "Ta`lim"

3) Untuk menyusun teori pendidikan islam berdasarkan ayat-ayat Al-Qur`an yang mengandung kata kunci "Tarbiyah" dan "Ta`lim"

(22)

4) Untuk menjelaskan metode memahami Al-Qur`an

5) Untuk menjelaskan keterkaitan Al-Qur`an dengan pendidikan

D. MANFAAT PENULISAN BUKU

1) Memberikan informasi tentang ma`na "Tarbiyah" da "Ta`lim"

2) Memberikan informasi tentang tafsir ayat-ayat Al-Quran yang mengandung kata kunci "Tarbiyah" dan "Ta`lim"

3) Memberikan informasi tentang konsep pendidikan islam berdasarkan ayat-ayat Al-Qur`an yang mengandung kata kunci "Tarbiyah" dan "Ta`lim"

4) Memberikan informasi tentang metode memahami Al-Qur`an

5) Memberikan informasi tentang keterkaitan Al-Qur`an dengan pendidikan

E. SASARAN PEMBACA

1) Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan 2) Orang-orang yang bergelut di bidang pendidikan 3) Orang-orang yang tertarik dengan Tafsir Al-Qur`an 4) Para da`i dan Kiyai

5) Semua umat islam 6) Para pecinta

F. METODE PENELITIAN

1) Sumber data

Sumber data primer berupa Al-Qura`an dan sumber data sekunder berupa kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadits, buku-buku, majalah, dan dokumen-dokumen lainnya

2) Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode dokumentasi 3) Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode " kajian isi"

G. SISTIMATIKA PENULISAN BUKU

BAB SATU PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah B. Penegasan Istilah C. Alasan pemilihan judul D. Pokok masalah

E. Tujuan penelitian F. Manfaat penelitian G. Metode penelitian

(23)

BAB DUA

AL-QUR`AN DAN METODE MEMAHAMI AL-QUR`AN

A. Al-Qur`an

1) Pengertian Al-Qur`an 2) Sejarah Al-Qur`an 3) Kandungan Al-Qur`an 4) Fungsi Al-Qur`an

B. Metode Memahami Al-Qur`an 1) Pengertian Tafsir dan Ta`wil 2) Pendekatan dalam penafsiran 3) Metode penafsiran Al-Qur`an 4) Metode memahami Al-Qur`an C. Fungsi Al-Qur`an

1) Al-Qur`an sebagai dasar pendidikan islam 2) Al-Qur`an sebagai kitab pendidikan

BAB TIGA

TAFSIR "TARBIYAH" DAN "TA`LIM"

A. Tafsir "Tarbiyah"

Penafsiran terhadap surat Al-Isra` B. Tafsir Ta`lim

1) Tafsir surat Al-Baqarah ayat 31-32, 102, 129, 151, 239, 251, 282 2) Tafsir surat Ali `Imran ayat 48, 79, 164

3) Tafsir surat An-Nisa ayat 113 4) Tafsir surat Al-Maidah ayat 4, 10 5) Tafsir surat Al-An`am ayat 91

6) Tafsir surat Yusuf ayat 6, 21, 37, 68, 101 7) Tafsir surat An-Nahl ayat 103

8) Tafsir surat Al-Kahfi ayat 65-66 9) Tafsir surat Thaha ayat 71 10) Tafsir surat Al-Anbiya` ayat 80 11) Tafsir surat Ad-Dukhan ayat 14 12) Tafsir surat An-Najm ayat 5 13) Tafsir surat Ar-Rahman ayat 2, 4 14) Tafsir surat Al-Jum`ah

BAB EMPAT

TAFSIR "TARBIYAH" DAN "TA`LIM" DENGAN PENDEKATAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

(24)

1) Pengertian "Tarbiyah" 2) Pendidikan 3) Anak didik 4) Tujuan pendidikan 5) Dasar pendidikan 6) Fungsi pendidikan 7) Kurikulum pendidikan 8) Metode pendidikan B. Tafsir "Ta`lim" 1) Pengertian "ta`lim" 2) Pengajaran 3) Pelajaran 4) Tujuan pengajaran 5) Dasar pengajaran 6) Fungsi pengajaran 7) Kurikulum pengajaran 8) Metode pengajaran BAB LIMA PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-Saran C. Penutup

Tafsir Surat

Al-Fatihah

Posted on Maret 19, 2008 by yuari

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,[1].Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,[2].

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,[3]. Yang menguasai hari pembalasan,[4].

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan,[5].

Tunjukilah kami jalan yang lurus,[6].

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat[7].”

(25)

Beberapa Penjelasan A. Status Surat

Surat ini adalah surat Makkiyyah berdasarkan pendapat mayoritas ulama. (Tafsîr al-Baghawiy:1/16; al-Muharrir al-Wajîz:1/61)

B. Nama Surat

Surat ini memiliki nama yang banyak sekali dan ini menunjukkan kemuliaan dan keagungannya, sebab banyak nama menunjukkan kemuliaan si empunya nama itu. Diantara nama-namanya yang masyhur:

- Fâtihah al-Kitâb - Ummul Kitâb - Al-Qur`ân al-’Azhîm - Ummul Qur`ân - As-Sab’ul Matsâniy C. Keutamaannya

Surat ini memiliki keutamaan yang agung dan telah dijelaskan mengenainya oleh banyak hadits, diantaranya:

1. Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ubâdah bin ash-Shâmit dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam yang bersabda, “Tidak (sah/sempurna) shalat seorang yang tidak membaca Fâtihah Kitab (Pembuka Kitabullah, Fâtihah).” (Shahîh Jâmi’, kitab

al-Adzân:1/184)

2. Dari Abu Hurairah radliyallâhu ‘anhu, dia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku telah membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku dengan dua bagian; separuhnya untuk-Ku dan separuhnya lagi untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.

Bila seorang hamba mengucapkan, ‘al-Hamdulillâhi Rabbil ‘Alamîn.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’

Dan bila dia mengucapkan, ‘ar-Rahmânir Rahîm.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’

Dan bila dia mengucapkan, ‘Mâliki Yawmid Dîn.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’

Dan bila dia mengucapkan, ‘Iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Inilah (bagian) yang diantara-Ku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang

(26)

Dan bila dia mengucapkan, ‘Ihdinash Shirâthal Mustaqîm Shirâthal Ladzîna An’amta ‘alaihim Ghairil Maghdlûbi ‘alaihim wa ladl Dlâllîn.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Inilah yang buat hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.” (HR.Muslim)

Dan banyak lagi hadits lainnya yang shahih mengenai keutamaan surat ini.

D. Keutamaan Ucapan ” Amîn ”

Di dalam kitab Shahîh al-Bukhâriy, terdapat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Bila Imam mengucapkan ‘Waladl Dlâllîn’, maka katakanlah ‘Amîn’, sebab siapa saja yang pengaminannya bertepatan dengan pengaminan Malaikat, maka akan diampuni baginya dosa-dosa terdahulu.” (HR.al-Bukhâriy)

Sedangkan di dalam Shahîh Muslim, disebutkan, “Bila Imam mengucapkan ‘Waladl Dlâllin’, maka katakanlah ‘Amîn’, niscaya Allah akan menjawab (mengabulkan bagi) kamu.” (HR.Muslim)

E. Membacanya Di Dalam Shalat

Membaca al-Fâtihah wajib hukumnya bagi setiap Muslim pada setiap raka’at shalat dan tidak dapat diganti dengan membaca terjemahan atau lainnya.

Membacanya adalah termasuk rukun shalat, baik yang fardlu maupun sunnah dan hendaknya bagi makmum pada shalat Jahriyyah (yang dinyaringkan bacaannya), membacanya dengan Sirr (pelan, tidak nyaring).

(Mengenai hukum membaca surat al-Fâtihah dalam shalat ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama-red.,)

F. Makna Kalimat

“Alhamdu” artinya sanjungan/pujian atas Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat yang memang Dia layak atasnya.

“Lillâhi” artinya Dia-lah Yang dituhankan dan disembah, Yang berhak untuk diesakan di dalam beribadah terhadap-Nya.

“Rabb” artinya al-Murabbi, yaitu al-Mâlik (Pemilik). “Rabb” adalah nama dari nama-nama Allah Ta’ala dan penggunaan kata ini di dalam bahasa Arab untuk selain-Nya hanya dalam bentuk Mudlâf (Majemuk), seperti ungkapan, “Rabbud Dâr” (pemilik/tuan rumah), dan sebagainya.

“al-’Alamîn” artinya semua yang selain Allah (alam semesta)

“ar-Rahmânir Rahîm” yaitu dua nama yang menunjukkan bahwa Dia Ta’ala adalah Pemilik rahmat (Maha pengasih) yang amat luas dan agung.

(27)

“Mâliki Yawmid Dîn” yakni hari Kiamat. Dinamakan dengan Yawmud Dîn karena Allah Ta’ala menyuruh mereka beribadah dengan amal-amal mereka; bila baik, maka baik balasannya dan bila buruk, maka buruk balasannya. Dan makna Mâliki Yawmid Dîn adalah bahwa semua perintah itu adalah hanya untuk Allah dan amat tampak sekali secara sempurna bagi para makhluk kesempurnaan kepemilikan-Nya dan terputusnya kepemilikan para makhluk.

“Iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în” yakni kita tidak menyembah kecuali Allah semata dan kita tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya, sehingga kita

mengkhususkannya di dalam beribadah dan meminta pertolongan serta meninggalkan selain-Nya. ‘Ibadah adalah sebutan yang mencakup setiap perkataan, perbuatan lahir dan batin yang dicintai Allah dan diridlai-Nya. Sedangkan arti Isti’ânah (minta tolong) adalah berpegang kepada Allah di dalam mendapatkan manfa’at dan menolak hal yang

membahayakan disertai kepercayaan terhadap-Nya di dalam mendapatkan hal itu. sedangkan kenapa ‘ibadah didahulukan atas Isti’ânah adalah sebagai bentuk perhatian di dalam mendahulukan hak-Nya di atas hak hamba-Nya.

“Ihdinash Shirâthal Mustaqîm” yakni tunjukkan dan berilah kami petunjuk serta taufiq. Ash-Shirâth al-Mustaqîm adalah jalan yang dijelaskan dan menyampaikan kepada Allah, yaitu Islam dan jalan orang-orang yang diberi nikmat kepada mereka, yaitu dari kalangan para Nabi, orang-orang yang jujur, syuhada dan orang-orang yang shalih.

“Ghairil Maghdlûbi ‘Alaihim” yaitu orang-orang yang mengenal al-Haq namun

meninggalkannya seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang yang menyerupai mereka dari kalangan orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya.

“Waladl Dlâllîn” , yaitu orang-orang Nashrani dan siapa saja yang menyembah Allah dalam kondisi jahil dan sesat. v “Amîn” , ini tidak termasuk ayat dalam surat al-Fâtihah, maknanya adalah Ya Allah, perkenankanlah. Dianjurkan bagi Imam untuk

mengucapkannya, demikian juga dengan Makmum dan orang yang shalat sendirian. Sekalipun surat ini ringkas namun mengandung hal yang tidak satu suratpun dari surat-surat di dalam al-Qur’an mengandungnya. Ia mengandung jenis-jenis tauhid; tauhid Rubûbiyyah, yaitu pada firman-Nya “Rabbil ‘Alamîn”; tauhid Ulûhiyyah, yaitu diambil dari lafazh al-Jalâlah “Allâh” dan dari firman-Nya “Iyyâka Na’budu Wa Iyyâka

Nasta’în”; tauhid Asmâ` dan Shifât , yaitu menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah. Dalam hal ini melalui penetapan pujian terhadap-Nya dan hal lainnya.

G. Kandungan Surat

Penetapan tiga jenis tauhid.

Penetapan kenabian, yaitu pada firman-Nya “Ihdinash Shirâthal Mustaqîm” sebab hal ini tidak mungkin dicapai tanpa adanya risalah (kerasulan).

Penetapan adanya balasan dan hisab terhadap amal-amal, yaitu pada firman-Nya “Mâliki Yawmid Dîn”.

(28)

Bahwa shalat yang tidak dibaca di dalamnya surat al-Fâtihah dianggap kurang (Khidâj). Surat ini mengandung doa-doa yang paling komplit dan paling bermanfa’at bagi seorang hamba, yaitu “Ihdinash Shirâthal Mustaqîm”. Oleh karena itu, seseorang wajib berdoa kepada Allah pada setiap raka’at dari shalatnya karena dia menghajatkan hal itu.

sumber : Silsilah Manâhij Dawrâh al-’Ulûm asy-Syar’iyyah -at-Tafsîr- karya Dr. Ibrâhim bin Sulaiman al-Huwaimil, h.30-35)alsofwa.or.id

Tafsir Surat Al-Fatihah

Kategori Al-Quran | 12-05-2008 | 25 Komentar

Keutamaan Surat Al-Fatihah

Pertama: Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang

yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari

Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu)

Dalam sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya, “Barangsiapa yang shalat tidak

membaca Ummul Qur’an (surat Al Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj).” (HR.

Muslim)

Makna dari khidaaj adalah kurang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut, “Tidak

lengkap”. Berdasarkan hadits ini dan hadits sebelumnya para imam seperti imam Malik,

Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum membaca Al Fatihah di dalam shalat adalah wajib, tidak sah shalat tanpanya.

Kedua: Al Fatihah Adalah Surat Paling Agung Dalam Al Quran

Dari Abu Sa’id Rafi’ Ibnul Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?” Maka beliau bersabda, “(surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang

dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari, dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus

Salam, hal. 270)

(29)

Makna bacaan Ta’awwudz مِيْجِرّلا نِاطَ يْشَّلا نَمِ لِ ابِ ذُوْعُأَ

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”

Maknanya: “Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan godaan syaitan agar dia tidak

menimpakan bahaya kepadaku dalam urusan agama maupun duniaku.” Syaitan selalu

menempatkan dirinya sebagai musuh bagi kalian. Oleh sebab itu maka jadikanlah diri kalian sebagai musuh baginya. Syaitan bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah menceritakan sumpah syaitan ini di dalam Al Quran,

مُلْا مُهُنْمِ كَ دَابَعِ لّإِ نَيعِمَجْأَ مْهُنّيَوِغْلَُ كَ تِزّعِبِفَ لَاقَ

“Demi kemuliaan-Mu sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (yang diberi anugerah keikhlasan).” (QS. Shaad: 82-83)

Dengan demikian tidak ada yang bisa selamat dari jerat-jerat syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas.

Isti’adzah/ta’awwudz (meminta perlindungan) adalah ibadah. Oleh sebab itu ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Orang yang baik tauhidnya akan senantiasa merasa khawatir kalau-kalau dirinya terjerumus dalam kesyirikan. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang demikian takut kepada syirik sampai-sampai beliau berdoa kepada Allah,

ً مَانَصْ لَا دَبُعْنّ نأَ يّ نِبَوَ ينِبْنُجْاوَ

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (QS. Ibrahim:

35)

Ini menunjukkan bahwasanya tauhid yang kokoh akan menyisakan kelezatan di dalam hati kaum yang beriman. Yang bisa merasakan kelezatannya hanyalah orang-orang yang benar-benar memahaminya. Syaitan yang berusaha menyesatkan umat manusia ini terdiri dari golongan jin dan manusia. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam ayat yang artinya,

اًرورُغُ لِوْقَلْا فَ رُخْزُ ضٍ عْبَ ىلَإِ مْهُضُ عْبَ يحِويُ نّجِلْاوَ سِ نلِا نَيطِ ايَشَ اوّدُعَ يّ بِنِ لّكُلِ انَلْعَجَ كَ لِذَكَوَ

“Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap Nabi yaitu (musuh yang berupa) syaithan dari golongan manusia dan jin. Sebagian mereka mewahyukan kepada

sebagian yang lain ucapan-ucapan yang indah untuk memperdaya (manusia).” (QS. Al

An’aam: 112) (Diringkas dari Syarhu Ma’aani Suuratil Faatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).

Referensi

Dokumen terkait

Bantuan diberikan oleh keluarga batih (nuclear family) dalam bentuk perlindungan bagi calon pengantin laki-laki untuk melakukan “tindakan tersembunyi” dalam tradisi bajapuik, agar

Parameter fraksi area radiograf periapikal mencerminkan kondisi tulang trabekula pada regio anterior rahang bawah, dan nilai densitas mineral tulang diwakili oleh

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi VEGF terhadap mortalitas (p = 0.813), berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Oehring et al pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode peramalan yang lebih baik, berdasarkan perhitungan total ramalan produksi produk Bateeq per bulan dengan

Aplikasi ini merupakan aplikasi dari analisa yang terjadi di lapangan bagaimana prosedur penyewaan fasilitas yang ada digambarkan ke dalam rancangan sistem

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SUBTEMA 4 KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA MENGACU KURIKULUM SD 2013

TAP MPR yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bisa djabarkan melalui

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan