• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Gagal Ginjal Kronis 1.1 Defenisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel karena kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003).

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the

National Kidney Foundation (NKF) tahun 2009, gagal ginjal kronis merupakan

suatu kerusakan ginjal dimana nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dasar etiologi karena kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nefron ke arah suatu kemunduran nilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG). Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu.

1.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) klasifikasi penyakit gagal ginjal kronis didasarkan atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG) dibagi menjadi derajat satu yaitu merupakan tahap dimana

(2)

telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG lebih besar dari 90 mL/min/1.73 m2 atau LFG normal, derajat dua terjadi bila reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2, derajat tiga dimana reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73 m2, derajat empat terjadi reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73 m2, dan derajat lima telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu kurang dari 15 mL/min/1.73 m2.

Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2, bagian kedua penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular, penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik serta bagian ketiga adalah penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat, penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy.

1.3 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Gambaran klinik gagal ginjal kronis berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a) Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

(3)

b) Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c) Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronis. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronis yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d) Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

(4)

e) Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f) Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g) Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronis sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

1.4 Hemodialisa

Hemodialisa merupakan sehelai membran simtetik semipermiabel yang digunakan untuk menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Hemodialisa adalah suatu proses yang digunakan pada pasien akut yang memerlukan terapi jangka pendek (beberapa hari saja) dan terapi jangka panjang atau terapi permanen untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir ( Smeltzer dan Bare,2004).

(5)

Terapi hemodialisa merupakan terapi teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kretinin, asam urat, dan zat-zat sisa lain malalui dengan proses difusi, osmosis, daan ultrafiltrasi (Smeltzer dan Bare, 2004).

Hemodialisa dilakukan untuk mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah (Sudoyo.,et al, 2006). Pada penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian namun tidak menyembuhkan penyakit ginjal yang tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal ( Smeltzer dan Bare, 2004).

1.5 Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi akut hemodialisa adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisa berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal demam, dan menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi seperti sindrom disekuilibirium, reaksi dialiser, aritmia, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli paru, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia (Sudoyo., et al, 2006).

Menurut Al-hilali (2009), walaupun hemodialisa sangat penting untuk mengganti fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot ( 5-20 % dari dialisis), mual dan muntah ( 5-15 % dari dialisis), sakit kepala ( 5% dari

(6)

dialisis), nyeri dada ( 2-5% dari dialisis), sakit tulang belakang (2-5 % dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada nak-anak (<1 %dari dialisis).

Pada umumnya terapi hemodialisa dilaksanakan pada gagal ginjal kronis dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari keadaan ini seperti keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata, K serum > 6mEq/L, ureum darah > 200mg/DI, pH darah < 7,1, anuria berkepanjangan (> 5 hari), dan fluid overloaded (Sudoyo., et al, 2006).

2. Konsep Peran Perawat 2.1 Defenisi Peran Perawat

Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kedudukannya dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai wewenang dalam menyelenggarakan pelayanan keperawatan (Kozier, Barbara 1995 dalam Mubarak 2006).

Tugas pokok perawat menurut Kep Men PAN No 94 thn 2001 tentang jabatan fungsional perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/kesehatan individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan/kesehatan.

Fungsi perawat terdiri dari tiga bagian yaitu fungsi keperawatan mandiri (indevenden), fungsi keperawatan ketergantungan (dependen), dan fungsi keperawatan kolaboratif (interdependen) (Kozier,1991).

(7)

Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Nursalam, 2007). Menurut Mubarak (2006), peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenagan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai cirri terpisah untuk demi kejelasan.

2.2 Peran Perawat Pelaksana

Hasil lokakarya Nasional 1983 dikutip oleh Ali (2002), peran perawat pelaksana mencakup perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatan. Perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks, secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Ini merupakan peran utama dari perawat, dimana perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang profesional, menerapkan ilmu dan teori, prinsip, konsep, dan menguji kebenarannya dalam situasi nyata, apakah kriteria profesional dapat ditampilkan dan sesuai dengan harapan penerima jasa keperawatan. Masyarakat mengharap perawat mempunyai kemampuan khusus untuk menanggulangi masalah-masalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat harus menguasai konsep-konsep dalam lingkungan kesehatan dan melatih diri sehingga dapat memiliki kemampuan

(8)

tersebut. Kemampuan ini diperoleh selama masa pendidikan dan dimantapkan saat menjalankan tugasnya di sarana pelayanan kesehatan.

Peran perawat pelaksana dalam pemenuhan kebutuhan keamanan adalah perawat yang memberi perawatan langsung pada klien dan keluarga yang mengalami masalah terkait dengan kebutuhan keamanan.

Peran perawat pelaksana menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 adalah peran yang dilakukan oleh perawat dengan mempertahankan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Asuhan keperawatan yang diberikan dari hal ini dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.

Peran pelaksana yaitu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat pelaksana dapat meliputi perawatan fisik dan emosional secara langsung dengan metode pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan perannya perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator, serta

rehabilitator (Old,1988).

a. Peran sebagai protector, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman kepada klien

b. Peran sebagai protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar

(9)

terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

c. Peran sebagai communicator, peran perawat bertindak sebagai penghubung klien dengan anggota keshatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam

d. Peran sebagai rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal

2.3 Penilaian Standar Peran Perawat Pelaksana

Indikator standar asuhan keperawatan adalah pemberdayaan proses keperawatan meliputi standar: 1) Pengkajian perawatan: data di anamnesa, untuk menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan: disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan : ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara maksimal, 5) Evaluasi Perawat : dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang tidak terlaksana (Retnowati, 2005 dalam Hutapea, 2009).

1) Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta

(10)

merumuskan diagnosis keperawatan. Data yang dikumpulkan berguna untuk menentukan aktivitas keperawatan dan juga sebagai sumber data bagi profesi yang lain. Pertukaran data antar profesi sangat penting dalam peningkatan kualitas dan keabsahan pelayanan kesehatan. Perawat sering mengutamakan pengkajian fisiologis dan mengabaikan fisikologis, sosiobudaya, perkembangan, spiritual dan interaksi. Kelima area pengkajian tersebut sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien serta dalam membantu klien mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 1994).

Perawat harus mempunyai kemampuan seperti komunikasi efektif, observasi yang sistematik, pemeriksaan fisik, interpretasi masing masing gejala indentifikasi pola interaksi, untuk dapat melakukan pengkajian yang akurat.

2) Diagnosa keperawatan

Setelah melakukan pengkajian langkah selanjutnya adalah penegakan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang telah didapatkan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan menjelaskan status kesehatan atau masalah yang ada pada pasien baik aktual, resiko tinggi dan potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintetis data klinis dan menentukan tindakan keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Carpenito, 1983).

3) Perencanaan tindakan keperawatan

Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka tindakan dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang terdiri dari: 1. Menentukan prioritas diagnosis keperawatan. 2. Menetapkan

(11)

sasaran (goal) dan tujuan objektif. 3. Menetapkan kriteria evaluasi. 4. Merumuskan tindakan dan aktivitas keperawatan (Keliat, 1994). Tindakan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien. Pendekatan dalam penyusunan dan tindakan keperawatan berorientasi pada tujuan, rencana tindakan dan rasional.

4) Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah aplikasi dari rencana tindakan keperawatan yang disusun oleh perawat dan dilakukan pada klien, yang menjadi petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1). Tindakan dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. 2). Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. 3). Keamanan fisik dan psikologis dilindungi. 4). Dokumentasi tindakan dan renspon klien (Keliat, 1994).

5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan setelah seluruh tindakan keperawatan yang telah disusun pada perencanaan telah dilakukan pada pasien. Untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah berhasil atau tidak terhadap status kesehatan pasien maka dapat dinilai melalui proses perawatan dengan metode evaluasi.

Evaluasi adalah penilaian atau pengukuran tentang status kesehatan pasien setelah tindakan perawatan dilaksanakan (Keliat, 1994). Pendekatan evaluasi proses perawatan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu; 1). Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat proses perawatan masih berlangsung artinya evaluasi ini dilakukan pada saat tindakan masih berlangsung. 2). Evaluasi

(12)

sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat proses keperawatan telah selesai semua dilakukan artinya seluruh tindakan yang ada telah dilakukan terhadap pasien kemudian dilaksanakan evaluasi. Tehnik pelaksanaan evaluasi beriorentasi kepada data subjektif, data objektif, analisa dan perencanaan / tindak lanjut. Dengan demikian secara teknis yang dituliskan pada pendokumentasian proses perawatan pada tahap evaluasi adalah semua data subjektif, data objektif, analisa (kesimpulan dari data subjektif dan objektif) serta perencanaan berdasarkan hasil analisa.

a) Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, meliputi pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, satus kesehatan klien masa kini, status biologis-psikologis-sosial-spiritual pasien terhadap terapi, harapan tingkat kesehatan yang optimal, dan resiko tinggi bermasalah. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB ( Lengkap, akurat, Relevan, dan Baru). b) Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis

(13)

keperawatan. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab. Bekerja sama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

c) Standar III : perencanaan keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien, meliputi perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien dan mendokumentasikan rencana keperawatan.

d) Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan, meliputi bekerjama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan serta mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tinadakan keperawatan berdasarkan respons klien.

(14)

e) Standar V : Evaluasi keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan, meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasa dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriftif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2007).

3. Konsep Kualitas Hidup 3.1 Defenisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status

(15)

psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

3.2 Teori Kualitas Hidup

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

a) Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka.

(16)

b) Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

c) Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor objektif.

a. Kesejahteraan yaitu kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

b. Kepuasan hidup yaitu menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.

(17)

c. Kebahagiaan yaitu menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup yaitu makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.

e. Gambaran biologis kualitas hidup yaitu gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis

(18)

f. Mencapai potensi hidup yaitu teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.

h. Faktor-faktor objektif yaitu aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal. Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang

(19)

memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

3.3 Komponen Kualitas Hidup

Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

a) Internal Individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual.Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

b) Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

(20)

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Avis (2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sesio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan sedangkan bagian kedua adalah medic yaitu lama menjalani terapi hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang menjalani.

3.5 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi tiga komponen kualitas hidup yaitu kesehatan, kepemilikan, dan harapan. Komponen kesehatan yaitu terdiri dari kesehatan fisik, psikologis dan spiritual. Komponen kepemilikan meliputi hubungan dengan lingkungan serta hubungan dengan teman-teman atau tetangga. Komponen harapan yaitu bagaimana seseorang itu merasa dihargai dalam kehidupan sehari-hari (Anonimous, 2004 dalam Kurtus, 2005).

Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang dimodifikasi dari WHOQOL-SRPB Field Test Instrument ( Saxena, 2002), The

World Health Organitation Quality of Life (WHOQOL)-BREF (Anonimous,2004) dan WHOQOL User Manual Division of Menthal Health (Anonimous, 1998).

Referensi

Dokumen terkait

Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim perlu produk perumahan dengan konsep Islam. Permukiman muslim di Komplek Masjid Menara Kudus merupakan permukiman lama mulai

Oleh karena sifatnya yang tidak kasat mata dan melibatkan manusia itu maka untuk mengetahui kualitas suatu layanan adalah dengan mengetahui apakah layanan tersebut

Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karekteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja

Menjelaskan keterkaitan hadis tentang waktu utama untuk memerdekakan budak dengan hadis ini, Ibnu Ḥ ajar al- „Asqalānī (vol 5:150), mengatakan bahwa

Pendidikan perdamaian mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang kemudian akan mengubah perilaku individu kearah penghilangan

Dalam prakteknya, majelis hakim yang mengadili kasus hak asuh anak, tidak selalu memberikan hak asu anak kepada ibu, melainkan menyerahkan kewenangan mengasuh

Pendidikan anak merupakan kewajiban bagi orang tua dan merupakan hak dari setiap anak. Banyak dari orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara mendidik anak. Melihat

Selain itu ditemukan (1) Peran sosial kyai Abdul Hakim yang dilakukan dengan berbaur kepada masyarakat Desa Lajo Lor, menjalin hubungan antara kyai dan masyarakat dengan