• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL RANTI DIAN PRANAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL RANTI DIAN PRANAWATI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN

PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL

RANTI DIAN PRANAWATI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ABSTRAK

RANTI DIAN PRANAWATI. Membran Polistirena dengan Penambahan

Pluronic

®

untuk Pervaporasi Etanol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI

WULANAWATI.

Salah satu aplikasi pemanfaatan membran adalah pervaporasi. Pervaporasi

merupakan proses pemisahan cairan yang efisien menggunakan membran. Salah

satu senyawa yang dapat dimurnikan ialah

e

tanol. Membran polistirena yang

digunakan untuk pervaporasi etanol memiliki kelebihan di antaranya mudah

dalam pengerjaan dan hemat energi. Membran polistirena dibuat dengan

menambahkan surfaktan nonionik (Pluronic

®

) sebagai pembentuk pori.

Penambahan Pluronic

®

yang dilakukan adalah 0; 0,5; 1; 1,5; dan 2 g dengan

ragam waktu pengadukan 10 dan 20 jam untuk setiap komposisi. Pencirian

membran dilakukan dengan Spektroskopi inframerah transformasi Fourier

permukaan membran menggunakan mikroskopi elektron payaran. Uji pervaporasi

yang dilakukan menghasilkan faktor pemisahan (α

sep

) terbesar , yaitu 38,9082,

pada pengadukan 20 jam dengan tambahan Pluronic

®

1,5 g. Konsentrasi etanol

meningkat dari 60% menjadi 87%.

ABSTRACT

RANTI DIAN PRANAWATI. Polystyrene Membranes With Variation Pluronic

®

Addition for Ethanol Pervaporation. Under direction of SRI MULIJANI and

ARMI WULANAWATI.

One of the applications of membrane is pervaporation. Pervaporation is an

efficient liquid separation using membrane. One of the compounds that can be

purified is ethanol. Polystyrene membrane for ethanol pervaporation has several

advantages, including easy for handling and reduced energy demand. Polystyrene

membrane was prepared by adding nonionic surfactant (Pluronic

®

) as pore

former. Pluronic

®

was added at various levels, i.e. 0; 0,5; 1; 1,5; and 2 g with time

stirring of 10 and 20 hours for each composition. Characterization membranes

was performed by Fourier Transform Infrared and surface morphology of

membrane was determined by Scanning Electron Microscope. Pervaporation

wathat produced the highest separation factor (α

sep

) of 38,9082 was obtained

upon 20 hours stirring with addition of Pluronic

®

1,5 g. The concentration of

ethanol increased from 60% to 87%.

(3)

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN

PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL

RANTI DIAN PRANAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(4)

Judul : Membran Polistirena dengan Penambahan Pluronic

®

Untuk

Pervaporasi Etanol

Nama : Ranti Dian Pranawati

NRP : G44060741

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Sri Mulijani, MS.

Armi Wulanawati, S.Si., M. Si.

NIP. 19630401 199103 2 001

NIP. 19690725 200003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.

NIP. 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Membran Polistirena dengan

Penambahan Ragam Pluronic

®

untuk Pervaporasi Etanol”, dapat terselesaikan.

Untuk itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Mulijani,

MS. selaku pembimbing pertama, dan Ibu Armi Wulanawati, S.Si., M.Si, selaku

pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, sumbangan pikiran, dan

waktu dalam penulisan laporan ini. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada Bapak dan Mamah yang selama ini memberikan kasih

sayang, motivasi, serta doa yang tak ada habisnya hingga Penulis dapat mencapai

hasil yang sekarang ini. Serta kakak-kakakku yang memberikan dorongan,

karyawan laboratorium kimia fisik serta teman-teman, yaitu Karin, Tyas, Fiul,

Rony, Mitha, Agnes, Tiwi, Nadya, Lele, dan Keke yang membantu mengeluarkan

aspirasinya dalam laporan ini

Kiranya Allah jualah yang dapat membalas segala budi baik yang telah

Penulis terima selama ini. Akhirnya Penulis berharap agar laporan ini dapat

berguna/bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Februari 1988 dari Ayah

Suherman dan Ibu Suharmini. Penulis merupakan putri ke-4 dari empat

bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus SMA Negeri 68 Jakarta dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB). Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, yaitu tahun 2009 penulis melaksanakan

Praktik Lapang di PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Membran Polistirena ... 1

Pluronic

®

... 2

Pervaporasi ... 2

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 2

Metode ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polistirena dengan Penambahan Pluronic

®

... 3

Pervaporasi Etanol ... 5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 6

Saran ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 6

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur polistirena ... 1

2 Struktur Pluronic

®

... 2

3 Penampang lintang membran polistirena ... 3

4 Penampang lintang membran PS 0,5 ... 3

5 Penampang lintang membran PS 1 ... 4

6 Penampang lintang membran PS 1,5 ... 4

7 Penampang lintang membran PS 2 ... 4

8 Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan

Pluronic

®

... 5

9 Grafik hubungan konsentrasi membran polistirena terhadap faktor

pemisahan . ... 5

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian . ... 9

2 Rangkaian pervaporasi . ... 10

3 Nilai faktor pemisahan pervaporasi etanol . ... 11

(10)

PENDAHULUAN

Etanol lazim digunakan sebagai pelarut, disinfektan, bahan baku minuman, kimia, dan farmasi. Kemurnian etanol menjadi hal yang penting dalam penggunaan tersebut. Beberapa industri membutuhkan etanol absolut. Namun, pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar 94,5−95% karena terbentuk kondisi azeotrop. Untuk menghasilkan etanol absolut, dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti distilasi azeotrop, pertukaran ion, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Namun, teknik tersebut juga terbatas pada kebutuhan pereaksi kimia dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi & Zhanting 1998).

Pemurnian etanol kini dapat dilakukan dengan teknologi membran. Aplikasi membran untuk pemisahan telah banyak digunakan dalam industri. Proses pemisahan menggunakan membran di antaranya mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, elektrodialisis, pervaporasi, pemisahan gas, dan osmosis balik. Keunggulan penggunaan membran ialah dapat beroperasi pada suhu kamar, hemat energi, waktu pemisahannya relatif singkat, tidak merusak bahan yang akan dipisahkan, mudah cara mengerjakannya, aman terhadap lingkungan, dan tidak memerlukan penambahan zat kimia pada proses pemisahannya (Rahayu et al. 2009).

Campuran cair-uap etanol dapat dipisahkan dengan proses pervaporasi melalui membran tidak berpori. Beberapa penelitian antara lain telah dilakukan menggunakan membran poli(vinilalkohol) (PVA) oleh Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG (2004), Cordierite dengan ZSM-5 oleh Zhou et al. (2005), polieter uretan oleh Das et al. (2008), kitosan dengan zeolit-A oleh Ghazali et al. (2007), poli(etilen tereftalat)-graft-polistirena oleh Khayet et al. (2005), dan polisulfon oleh Tsai et al. (2000).

Polistirena merupakan polimer yang kuat, tahan lama, mudah dibentuk, dan murah. Membran polistirena tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Membran ini dapat dibuat berpori agar kinerjanya dalam pemisahan bisa lebih baik. Pembuatan membran komposit polistirena dengan selulosa asetat dan penambahan porogen telah dilakukan oleh Martin M dan Nuryono (2008) menggunakan poli(etilena glikol), serta Onggowosito T (2008) menggunakan natrium lauril sulfat, yang menghasilkan membran mikropori.

Surfaktan juga dapat digunakan sebagai porogen, diantaranya Span-80 seperti yang

digunakan oleh Tsai et al (2000), dan Pluronic oleh Raslan R dan AW Mohammad (2010). Pluronic® yang ramah lingkungan memiliki kelebihan sebagai anti fouling, meningkatkan kinerja ultrafiltrasi dan stabil dalam campuran membran.

Pada penelitian ini membran polistirena dibuat dengan penambahan surfaktan nonionik, yaitu Pluronic®, serta pengadukan ultrasonik. Pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM) dilakukan untuk menentukan ukuran dan struktur dari pori-pori membran. Spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) digunakan untuk melihat ada tidaknya surfaktan pada membran yang telah terbentuk. Kinerja membran dalam memurnikan etanol dilakukan dengan pengukuran pervaporasi sehingga akan didapat nilai faktor pemisahan (αsep). Etanol

hasil pervaporasi diuji dengan kromatografi gas (GC) untuk menentukan tingkat kemurniannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Membran Polistirena

Polistirena (Gambar 1) adalah salah satu polimer vinil yang mempunyai nama IUPAC poli(1-feniletilena) (Steven MP 1999). Polimer ini tersusun atas monomer stirena yang berpolimerisasi adisi membentuk homopolimer. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengkarat. (Cowd MA 1991). Polistirena larut dalam etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, metil etil keton

(Lide 2005).

Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd MA 1991).

Kegunaan polistirena diantaranya bahan pengemas, perabotan rumah tangga, mainan anak, dan dapat dibuat menjadi membran. Membran (Ghosh R 2003) adalah struktur yang memiliki dimensi lateralnya lebih besar daripada ketebalan, melalui transfer massa yang terjadi di bawah berbagai gaya penggeraknya.

Metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan membran sintetik adalah inversi fase dengan presipitasi imersi (Baker

(11)

2

2004). Pada metode ini polimer akan ditransformasi dari cairan menjadi padat atau yang biasa disebut proses solidifikasi. Proses ini biasanya diinisiasi dengan transisi dari keadaan cair ke dalam dua cairan (liquid-liquid demixing). Selama proses demixing, salah satu fase cairan (yakni fase dengan konsentrasi polimer paling tinggi) akan berubah menjadi padatan.

Presipitasi imersi terjadi ketika lapisan membran disiapkan dengan terlebih dahulu membuat larutan polimer (berisi polimer dan pelarutnya) kemudian larutan tersebut dituangkan di atas permukaan kaca untuk membuat lembaran polimer, proses ini disebut casting solution. Setelah itu, casting solution direndam di dalam bak koagulasi yang berisi anti pelarut dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi tersebut akan terjadi presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut dan anti pelarut pada casting solution.

Pluronic®

Pluronic® (Gambar 2) merupakan nama dagang dari surfaktan noninonik polietilena oksida dan polipropilena oksida yang membentuk kopolimer. Kelebihan Pluronic® daripada surfaktan nonionik lain adalah bobot molekul dan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) yang berbeda dari setiap bagian hidrofilik dan hidrofobik sehingga nilainya bervariasi. Pluronic® memiliki berbagai macam jenis, berbeda wujud dan sifat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Pluronic® F-127 merupakan salah satu jenisnya, Pluronic® ini berwarna putih dan berbentuk serbuk. Surfaktan ini berbobot molekul rata-rata 13000 dengan bentuk umum etilena oksida106 propilena oksida70 etilena

oksida106 (Chavez et al. 2006). Polietilena

oksida menjadi bagian yang hidrofilik, sedangkan polipropilena oksida bagian hidrofobik. Surfaktan ini Nilai HLBnya 18-23.

Gambar 2 Struktur Pluronic® (Chavez et al. 2006).

Pervaporasi

Pervaporasi ialah teknik pemisahan berdasarkan transfer selektif melalui lapisan padat dan dihubungkan dengan evaporasi permeatnya. Efisiensi proses pervaporasi bergantung pada sifat intrinsik polimer yang

digunakan sebagai bahan dasar membran (Tsai 2000). Pada proses pervaporasi, campuran cairan akan bersentuhan dengan membran dan salah satu komponen cairan akan melewati sebagai uap. Uap komponen yang lebih mudah menyerap akan didinginkan melalui kondensor dan digerakan dengan vakum (Baker 2004).

α sep = faktor pemisahan, P dan F = fraksi

massa permeat dan umpan (Kittur et al. 2000).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, GC merek Shimadzu 17A, SEM merek JEOL JSM 6360 LA, spektrofotometer FTIR merek Perkin Elmer Spectrumone, dan pervaporator.

Bahan-bahan yang digunakan adalah polistirena (Merck), diklorometana, akuades, etanol, dan Pluronic® F-127 (Sigma-Aldrich).

Metode

Pembuatan Membran Polistirena

Polistirena sebanyak 17 g dicampurkan dengan Pluronic® dengan variasi bobot, yaitu sebanyak 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 g. Campuran dilarutkan dalam diklorometana hingga 100 mL kemudian diaduk dengan gelombang ultrasonik dengan variasi waktu selama 10 dan 20 jam, sehingga akan didapatkan 6 larutan. Masing-masing larutan dituang ke atas pelat kaca yang telah ditempeli selotip pada keempat sisinya, dan diratakan dengan bantuan pengaduk kaca dengan cara digulingkan. Larutan dipastikan menempel sempurna pada pelat kaca dan mempunyai ketebalan yang sama sehingga membentuk lapisan. Lapisan yang telah kering diambil dari pelat dalam wadah berisi akuades hangat (60 oC). Lapisan membran polistirena akan lepas dari pelat, dan siap untuk diuji menggunakan SEM, FTIR, dan pervaporator, serta GC (Lampiran 1).

Pengukuran Kinerja Membran Polistirena Analisis SEM

Permukaan membran polistirena direkatkan pada silinder logam yang berdiameter 1 cm dengan menggunakan perekat ganda. Membran kemudian dilapisi

(12)

3

dengan logam emas dalam kondisi vakum. Selanjutnya membran dimasukkan ke dalam instrumen lalu diatur dan difoto dengan perbesaran tertentu.

Analisis FTIR

Membran polistirena yang berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell holder. Pengujian dengan FTIR dilakukan terhadap membran polistirena, Pluronic®, dan campurannya.

Pervaporasi

Alat untuk pervaporasi menggunakan alat sederhana (Lampiran 2). Etanol 60% (larutan umpan) sebanyak 50 mL dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan hingga titik didih etanol, yaitu suhu 78 oC. Uap etanol naik dan mengalir baik sebagai uap maupun cairan kemudian akan melewati membran polistirena. Luas membran polistirena adalah 9,0746 cm2. Etanol yang melewati membran ditampung ke dalam botol sebagai permeat. Etanol yang tidak melewati membran akan mengalir kembali ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi larutan umpan. Proses dilakukan selama 1 jam. Bobot dari larutan umpan dan permeat masing-masing dihitung sesuai dengan rumus faktor pemisahan (α sep). Kromatografi Gas

Sebanyak 2 µL masing-masing larutan permeat dan umpan disuntikkan untuk mengetahui tingkat kemurniannya. Kondisi alat yang digunakan ialah kolom quadrex (kolom kapiler) dengan isi metil 5% fenil silika sepanjang 60 m, I.D 0,25 mm, dan ketebalan 0,25 µm, suhu 80 ºC, suhu injektor 200 ºC, dan suhu FID 200 ºC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polistirena dengan Penambahan

Pluronic®

Membran polistirena dibuat dengan melarutkan polistirena menggunakan diklorometana dan diaduk dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik membantu meningkatkan interaksi antara polistirena dan diklorometana. Pelarutan polistirena menjadi lebih homogen dan tidak membentuk gelembung udara. Membran polistirena merupakan membran tidak berpori dan berbentuk seperti jari pada lapisan bawah (Gambar 3).

Gambar 3 Penampang lintang membran polistirena.

Penambahan surfaktan Pluronic® bertujuan merubah pola lapisan bawah membran berbentuk jari menjadi pori (Gambar 4, 5, 6, dan 7). Pluronic® merupakan surfaktan nonionik yang mempunyai dua sifat, yaitu polar dan nonpolar. Bagian nonpolar (ekor), yaitu polipropilena oksida, akan berinteraksi dengan membran polistirena yang bersifat hidrofobik. Sementara bagian polar (kepala), yaitu polietilena oksida, akan saling berinteraksi sehingga membentuk misel. Konsentrasi Pluronic® yang ditambahkan melebihi konsentrasi misel kritis (CMC), yaitu 0,3 % b/v (Christian SD 1995). Sehingga misel inilah yang kemudian membentuk pori pada membran polistirena setelah direndam dalam air. Pluronic® bagian polar larut dalam air rendaman yang juga bersifat polar dan meninggalkan pori pada membran polistirena. Membran yang dihasilkan dikategorikan berdasarkan penambahan konsentrasi Pluronic®, yaitu membran PS 0,5; membran

PS 1; membran PS 1,5; dan membran PS 2.

Gambar 4 Penampang lintang membran PS 0,5.

Lapisan atas

Lapisan bawah

Lapisan bawah Lapisan atas

(13)

4

Gambar 5 Penampang lintang membran PS 1.

Gambar 6 Penampang lintang membran PS 1,5.

Gambar 7 Penampang lintang membran PS 2.

Pori yang terbentuk pada membran polistirena lapisan bawah setelah penambahan Pluronic®, berukuran nano dan asimetrik. Semua konsentrasi (0,5; 1,0; 1,5; 2,0) membran polistirena setelah penambahan Pluronic® mengalami perubahan morfologi. Pada lapisan bawah terbentuk pori yang mempengaruhi kinerja dari membran tersebut. Pori yang terbentuk masing-masing membran tidak sama. Pada membran PS 0,5 (Gambar 4) ukuran pori paling kecil dan merata. Membran PS 1 (Gambar 5) dan membran PS 1,5 (Gambar 6) memiliki morfologi yang mirip, yaitu tidak merata. Membran PS 2 (Gambar 7) pori tersebar merata dan ukurannya lebih besar. Pori yang terbentuk tersebut akan mempengaruhi proses pervaporasi membran.

Pluronic® berfungsi sebagai pembentuk pori, karena saat perendaman, Pluronic® larut dalam air. Namun, pada membran polistirena ini masih mengandung Pluronic®. Hal ini ditunjukkan oleh spektrum inframerah (IR) pada Gambar 8.

Spektrum IR membran polistirena mempunyai serapan yang kuat pada bilangan gelombang 2849,74 cm-1 yang menunjukkan regangan C-H serta pada 756,87 dan 698,97 cm-1 yang menunjukkan serapan benzena monosubstitusi. Hal yang sama ditunjukkan oleh spektrum membran polistirena dengan penambahan Pluronic®. Serapan kuat pada bilangan gelombang 2911,91 cm-1 menunjukkan regangan C-H dan serapan pada 755,90 dan 698,11 cm-1 merupakan serapan benzena monosubstitusi. Adanya serapan Pluronic® terlihat pada Gambar 8, serapan di antara bilangan gelombang 1154,02 dan 1069,50 cm-1. Pada spektrum tersebut tidak diketahui secara pasti serapannya, tapi di antara bilangan gelombang tersebut terdapat puncak spektrum yang berasal dari serapan Pluronic®. Hal ini dapat dilihat adanya serapan yang penciri yang sama pada spektrum Pluronic® murni, yaitu pada serapan 1116,40 cm-1 yang menunjukaan serapan C-O serta pada bilangan gelombang 3200-3600 yang menunjukkan serapan O-H di Lampiran 4. Serapan tersebut membuktikan bahwa Pluronic® tidak lepas atau tidak larut sempurna dalam air saat perendaman dan tetap menghasilkan pori. Pluronic® yang tidak larut sempurna dalam air saat perendaman karena air saat perendaman sudah jenuh oleh Pluronic® sehingga tidak dapat lagi melarutkan Pluronic® lebih banyak. Perlu dilakukan penggantian air saat perendaman.

Lapisan atas Lapisan bawah Lapisan atas Lapisan bawah

Lapisan bawah Lapisan

(14)

5

Gambar 8 Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan Pluronic®.

Pervaporasi Etanol

Membran polistirena yang telah dibuat dilihat kinerja pervaporasi untuk memisahkan etanol. Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang akan dipisahkan. Penghilangan air dari komponen organik (etanol) melalui pervaporasi, penyerapan selektif air menjadi faktor terpenting (Schwarz 2001). Secara umum, membran hidrofobik mempunyai interaksi yang kuat terhadap alkohol (Tsai 2000). Membran polistirena yang bersifat hidrofobik akan melewatkan larutan atau uap yang juga bersifat hidrofobik. Etanol yang bersifat polaritasnya lebih rendah daripada air akan melewati membran polistirena. Etanol akan berdifusi melewati membran. Sementara air akan tertahan dan tidak akan melewati membran.

Penambahan Pluronic® pada pembuatan membran menghasilkan membran polistirena yang berpori dan mempengaruhi kinerja pemisahan etanol dan air melalui proses pervaporasi. Besarnya pemisahan etanol akibat penambahan Pluronic® dapat dihitung dari besarnya faktor pemisahan (αsep).

Membran polistirena dengan pengadukan 10 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang relatif sama. Membran polistirena tanpa penambahan Pluronic® memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih besar daripada membran polistirena dengan penambahan Pluronic®, kecuali pada konsentrasi 1% (b/v).

Membran tanpa penambahan Pluronic® (Gambar 3) tidak berpori pada lapisan atas dan lapisan bawah membentuk seperti jari yang mengakibatkan etanol bisa terjebak dalam pola dari jari tersebut.

Gambar 9 Grafik hubungan konsentrasi membran polistirena terhadap faktor pemisahan.

Pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih tinggi daripada pengadukan 10 jam dan membran PS 1,5 atau

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -3.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result

Polistirena Pluronic 20 jam 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 αsep konsentrasi 10 jam 20 jam Membran Polistirena + Pluronic® Membran Polistirena O-H C-O

(15)

6

konsentrasi 1,5% (b/v) merupakan nilai faktor pemisahan tertinggi, yaitu 38,9082. Konsentrasi ini memiliki nilai faktor pemisahan yang sangat tinggi terhadap nilai faktor pemisahan konsentrasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi proses pada membran di antaranya struktur kimia dan morfologi membran tersebut yang menjadi parameter proses yang terjadi pada membran tersebut, misalnya suhu, tekanan, dan kondisi hidrodinamik (Schwarz 2001). Pada konsentrasi tersebut, pori yang terbentuk juga terdapat pada lapisan atas membran, hal yang tidak terjadi pada membran polistirena dengan konsentrasi lain. Pori pada lapisan bawah tidak terlalu banyak diseluruh lapisan sehingga lebih selektif.

Konsentrasi lain pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi 0,5% (membran PS 0,5) dan 2% (membran PS 2) dapat dilihat dari hasil SEM (Gambar 4 dan 7) pori yang terbentuk pada lapisan bawah merata diseluruh lapisan tersebut. Hal ini menunjukan larutan yang melewati membran lebih banyak baik etanol maupun air. Bobot dari etanol yang dihasilkan lebih banyak daripada membran PS 1,5 dan sisa pervaporasi (air) lebih sedikit (Lampiran 3), tapi tidak menunjukkan kemurnian etanol yang lebih tinggi. Hasil pengujian menggunakan GC memperlihatkan hasil kemurnian etanol melalui membran PS 1,5 lebih tinggi (86,98% (v/v)) dibandingkan dengan membran PS 0,5 (77,13% (v/v)). Sedangkan membran PS 1 dapat melewatkan etanol yang lebih sedikit daripada membran PS 0,5 dan membran PS 2 serta sisa pervaporasi (air) yang lebih sedikit. Maka faktor pemisahannya lebih besar (Lampiran 3). Pada membran ini (Gambar 4) lapisan atas tidak ada pori dan pada lapisan bawah terdapat pori asimetrik dan tidak merata serta ukuran pori cenderung lebih kecil daripada membran PS 1,5 (Gambar 6).

Membran PS 1,5 menunjukkan faktor pemisahan terbesar. Nilai faktor pemisahan ini berbeda jauh dari faktor pemisahan membran lainnya. Penambahan Pluronic® 1,5% (b/v)

dengan pengadukan 20 jam memperlihatkan jumlah optimum penambahan surfaktan tersebut dalam polistirena. Keadaan optimum inilah yang mengakibatkan matriks dari polistirena dan Pluronic® menjadi kuat. Pori

yang dihasilkan juga lebih besar sehingga lebih memudahkan etanol untuk berdifusi.

Hasil pervaporasi yang dilihat dari faktor pemisahan membran polistirena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit etanol

yang dilewatkan dan semakin banyak air yang tersisa maka semakin besar nilai faktor pemisahannya. Pada membran PS 1,5 membuktikan bahwa faktor pemisahan paling besar memiliki kemurnian etanol yang paling tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan surfaktan dan pengadukan dengan gelombang ultrasonik menghasilkan membran polistirena yang berpori asimetrik dan berukuran nano. Membran polistirena, yaitu membran PS 1,5 dengan penambahan Pluronic® 1,5% (b/v) dapat digunakan untuk

pervaporasi etanol yang paling baik.

Saran

Rangkaian alat untuk pervaporasi dibuat lebih baik. Untuk melepaskan surfaktan juga sebaiknya dilakukan menggunakan metode perendaman lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baker Richard W. 2004. Membrane Technology and Applications second edition. California : Wiley.

Chavez E, et al. 2006. Applications of Thermoreversible Pluronic F-127 Gels in Pharmaceutical Formulations. Pharm Pharmaceut Sci 9:339-358.

Christian SD. 1995. Solubilization in Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York : IRC Press.

Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H, penerjemah; Padmawinata K, editor. London: J Murray. Terjemahan dari: Cowd, Polymer Chemistry.

Ghazali M, Nawawi M, and Tram. 2007. Pervaporation dehydration of isopropanol-water mixtures using chitosan zeolite-a membranes. Teknologi 41:61-72.

Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration : Theory, Application, and New Development. London : Imperial College Pr.

(16)

7

Khayet M, et al. 2006. Application of poly(ethylene terephthalate)-graft-polystyrene membranes in pervaporation. Desalination 193:109-118.

Kittur A A, et al. Pervaporation separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolite incorporated poly (vinyl alcohol) membranes.

Lide DR, editor. 2004-2005. Handbook of Chemistry and Physics, Ed ke-85. CRC Pr. Martin M. 2008. Aplikasi membran komposit selulosa asetat-polistirena berporogen poli(etilena glikol) 6000 dalam pemisahan Fe3+ [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nuryono. 2008. Kajian desalinasi membran komposit selulosa asetat-polistirena dengan poli(etilena glikol) sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Onggowosito T. 2008. Peningkatan mutu membran komposit nanopori selulosa asetat-polistirena menggunakan natrium lauril sulfat sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rahayu I, Ahmad S, Wulansari R. 2009. Pengaruh variasi suhu larutan pintal terhadap karakteristik membran serat berongga polisulfon [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran.

Rongqi Z, Zhanting D. 1998. Extractive Distillation with Salt in Solvent. Beijing. Department of Chemical Engineering, Tsinghua University.

Raslan R and AW Muhammad. 2010. Polysulfone/Pluronic F-127 blend ultrafiltration membranes: Preparation and characterizations. J Applied Sci 10:2628-2632.

Schwarz Hans-Hartmut, Regine Apostel, and Dieter Paul. 2001. Membranes based on polyelectrolyte-surfactant complexes for methanol separation. Membrane Science 194:91-102.

Stevens Malcolm P. 1999. Polymer Chemistry an Introduction third edition. New York : Oxford University Press.

Tsai HA, et al. 2000. Effect of surfactant addition on the morphology and pervaporation performance of asymmetric polysulfone membranes. Membrane Sci 176:97-103.

Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG. 2004. Pengembangan Teknlogi pervaporasi untuk produksi etanol absolut. [Prosiding] Semarang: Universitas Dipenogoro. Rekayasa Kimia dan Proses ISSN:1411-4216.

Zhou L, et al. 2005. Cordierite-supported ZSM-5 membrane: preparation and pervaporation properties in the dehydration of water-alcohol mixture. Separation Purification Tech 44:266-270.

(17)

8

(18)

9

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Pluronic® dengan variasi bobot Polistirena 17 g Diklorometana hingga 100 ml Membran polistirena

1. Sonikasi dengan variasi waktu pengadukan

2. Cetak pada pelat kaca 3. Rendam dalam akuades 60 oC

Membran dengan α sep terbesar Pori membran yang terbentuk Pervaporasi etanol Nilai kemurnian etanol Analisis menggunakan kromatografi gas Analisis dengan SEM Gugus fungsi yang terkandung Analisis FTIR

(19)

10

Lampiran 2 Rangkaian pervaporasi

Keterangan:

A = Penampung larutan umpan C = Reaktor membran

(20)

11

Lampiran 3 Nilai faktor pemisahan pervaporasi alkohol

Pengadukan 10 jam Konsentrasi

(% b/v)

Bobot Larutan Umpan, F (g) Bobot Larutan Permeat, P (g) Faktor Pemisahan

(αsep)

Air Etanol Air Etanol

0,0 19,9757 24,7083 13,5376 8,6665 1,9321 0,5 20,3166 24,4127 11,7902 19,4369 0,7289 1,0 20,1036 24,5758 21,2552 11,2271 2,3144 1,5 19,6280 24,7433 29,5386 12,1816 0,5196 2,0 19,7444 25,4074 7,0925 17,6108 0,5182 Pengadukan 20 jam Konsentrasi (% b/v)

Bobot Larutan Umpan, F (g) Bobot Larutan Permeat, P (g) Faktor Pemisahan

(αsep)

Air Etanol Air Etanol

0,0 20,3121 24,4764 19,4604 8,0698 2,9058 0,5 20,3877 24,3729 26,8154 13,1769 2,4328 1,0 20,0985 24,7048 31,5117 8,1754 4,7380 1,5 20,2237 24,5805 41,0064 1,8022 38,9082 2,0 20,2468 24,1979 28,8065 13,3726 2,5745 Contoh perhitungan :

(21)

12

Lampiran 4 Spektrum IR Pluronic®

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result

Pluronic F-127 2895.78 1467.57 1343.47 1281.08 1116.40 963.28 841.82 528.97 O−H C−O

Gambar

Gambar  3    Penampang  lintang  membran    polistirena.
Gambar  6    Penampang  lintang  membran  PS  1,5.
Gambar 8 Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan Pluronic ®

Referensi

Dokumen terkait

• Kesiapan Panti Rehabilitasi Di Setiap Provinsi Dan Kabupaten Kota Melayani Penyalah Guna Dan Atau / Pecandu Narkoba • Kesiapan Dalam Program Pascarehab Kususnya Menciptakan. Unit

-Apabila dalam waktu yang telah ditentukan dalam keputusan RUPS tersebut di atas, para pemegang saham atau para pemegang Right tidak melaksanakan hak atas

Panduan ini akan membantu anda untuk mengajar, menyediakan aktivitas- aktivitas yang berpusat pada siswa dan menilai standar kompetensi yang sejalan dengan judul Mengembangkan

Pengaruh Pembelajaran dan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Fakultas Ekonomi Universitas

Tidak terdapat hubungan antara faktor yang berhubungan dengan stress dengan kejadian stress kerja di factory 2 dian- taranya umur, masa kerja, beban kerja, upah kerja,

Pada suatu waktu sebuah massa dapat terlihat pada area abdomen atas jika massa tersebut lunak (contoh pada hidronephrosis )jadi mungkin sulit untuk dilakukan palpasi , volume

In Western blotting assay result obtained fimbrial adhesin band at 24 kDa molecular weight, this suggests that fimbrial adhesin protein could be detected its existence because it

saing komoditas pertanian unggulan suatu daerah melalui pendekatan