• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Pendahuluan KAJIAN STRATEGI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA DALAM SINERGITAS PENATAAN KOTA TUA DENGAN KONSEP PENATAAN KOTA BARU DI KOTA BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1.1 Pendahuluan KAJIAN STRATEGI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA DALAM SINERGITAS PENATAAN KOTA TUA DENGAN KONSEP PENATAAN KOTA BARU DI KOTA BANDUNG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Pendahuluan

Kondisi saat ini kota lama yang ada di Kota Bandung mengalami penurunan kualitas lingkungan seperti, matinya perekonomian, penurunan nilai sosial budaya, kondisi bangunan kurang baik, minimnya sarana prasaran pendukung kegiatan sehingga kota menjadi mati dan tidak optimal dibandingkan dengan pengembangan kawasan bukan kota tua. Kondisi tersebut harus segera diantisipasi melalui beberapa program kegiatan.

Kawasan Kota Tua di Kota Bandung berdasarkan Perda No. 18 Tahun 2011 mengenai RTRW Kota Bandung mencakup Kawasan Pusat Kota, Kawasan Pecinan/Perdagangan , Kawasan Pertahanan dan Keamanan/Militer, Kawasan Etnik Sunda, Kawasan Perumahan Villa dan non-Villa, Kawasan Eks Industri. Masing-masing kawasan memiliki karakteristik bangunan serta fungsi yang berbeda diklasifikasikan ke dalam beberapa sub kawasan. Kawasan Pusat Kota Bersejarah merupakan eks pusat kota pada masa kolonial, dimana pada kawasan

tersebut terdapat fasilitas pemerintahan, tempat peribadatan, perkantoran serta alun-alun sebagai ruang terbuka publik. .

Partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan cagar budaya adalah keterlibatan masyarakat atau komunitas setempat secara sukarela dalam proses pembuatan keputusan, menentukan kebutuhan, menentukan tujuan dan prioritas, mengimplementasikan program, menikmati keuntungan- keuntungan dari program tersebut, dan dalam mengevaluasi program. Keterlibatan tersebut disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk partisipasi masyarakat menurut ada dua macam, yaitu partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung. Partisipasi langsung berupa sumbangan tenaga.

Maksud dari kajian ini diantaranya adalah menyusun strategi peran serta masyarakat dan swasta dalam sinergitas pengembangan kota tua/kawasan cagar budaya dengan pengembangan kawasan non cagar budaya agar bisa memiliki nilai ekonomi tinggi disamping tetap mempertahankan nilai sejarah dan konservasi kawasan. Sedangkan tujuan dari kajian diantaranya adalah :

(2)

2

1. Membuat analisis kondisi eksisting Kota Tua/Kawasan Cagar Budaya pada lokasi yang dipilih sebagai sample; 2. Membuat analisis optimalisasi potensi pengembangan

Kota Tua /Kawasan Cagar Budaya untuk dikembangkan; 3. Membuat Strategi pengembangan Kota Tua dalam

sinergitas pengembangan potensi kawasan dalam sinergitas dengan pengembangan potensi kawasan non Kota Tua/Kawasan Cagar Budaya;

4. Menyusun bahan rekomendasi regulasi yang mengatur petunjuk teknis pengembangan kawasan Kota Tua.

Sasaran yang akan dicapai dari kajian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi eksisting kota tua/kawasan cagar

budaya pada 6 kawasan cagar budaya

2. Mengidentifikasi permasalahan di lapangan terkait penyelenggaraan bangunan dan kawasan cagar budaya 3. Menggali aspirasi dan analisis strategi regulasi dalam

meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan kawasan dan bangunan cagar budaya

4. Membuat analisis optimalisasi potensi pengembangan kota tua /kawasan cagar budaya untuk dikembangkan

5. Strategi sinergitas pengembangan kota tua sehingga memiliki potensi dan nilai ekonomi yang sugnifikan sehingga bersinergis dengan pengembangan kota non cagar budaya ( sustainable development)

6. Bahan rekomendasi regulasi yang mengatur petunjuk teknis pengembangan kawasan kota tua

Keluaran atau produk dari penyusunan Kajian ini adalah tersusunnya dokumen rekomendasi yang memuat antara lain:

1. Analisis kondisi eksisting kota tua/kawasan cagar budaya di kota bandung;

2. Analisis permasalahan di lapangan terkait penyelenggaraan bangunan dan kawasan cagar budaya pada kawasan

3. Analisis strategi berdasarkan aspirasi dan regulasi dalam meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan kawasan dan bangunan cagar budaya di kota bandung

4. Optimalisasi potensi kota tua /kawasan cagar budaya untuk dikembangkan

(3)

3

5. Strategi pengembangan potensi kota tua dalam sinergitas dengan pengembangan potensi kawasan non kota tua/kawasan cagar budaya

1.2 Kajian Pustaka

Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (UU Cagar Budaya No.11 tahun 2010). Kawasan Cagar Budaya adalah ruang kota di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian kawasan tertentu dan/atau bangunan tertentu yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. (Perda Kota Bandung No.19 tahun 2009).

Kota Baru adalah kota yang direncanakan, dibangun dan dikembangkan pada saat suatu atau beberapa kota lainnya yang direncanakan dan dibangun sebelumnya telah tumbuh dan berkembang; kota lengkap yang direncanakan, dibangun dan dikembangkan pada wilayah di tempat yang

belum terdapat konsentrasi penduduk. (Nia K.Pontoh dan Iwan Kustiwan, Pengantar Perencanaan Perkotaan,2009). Kota baru memiliki beragam karakter. Kota baru yang dibangun untuk menunjang kegiatan pendidikan tinggi dapat ditemukan di Jatinangor, di sebelah timur kota Bandung. Kota yang direncanakan, dibangun dan dikembangkan secara lengkap dimana belum terdapat konsentrasi penduduk namun menyediakan berbagai fasilitas diantaranya Kota Baru Parahyangan di Padalarang, Bumi Serpong Damai (BSD) di barat Jakarta, Lippo Cikarang di timur Jakarta.

Sinergitas berasal dari kata sinergi, atau sinergysme. Stephen R. Covey dalam bukunya Principles Centered Leadership (1993) mengatakan bahwa sinergi yang dikerjakan bersama lebih baik hasilnya daripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar.

Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Lembaga atas wadah

(4)

4

yang ada di masyarakat hanya dapat memotivasi, mendukung dan membimbingnya (Notoatmojo,2007). Partisipasi atau peran serta masyarakat menurut Syamsudin (2008) berarti keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental, pikiran, atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan pencapaian tersebut.

1.3 Gambaran Umum Kondisi Kawasan Kota Tua Di Kota

Pola ruang dan struktur ruang Kota Bandung memerlukan pembenahan secara matang dan menyeluruh agar mampu mendukung perkembangan kehidupan masyarakat. Kota merupakan tempat untuk hidup (to live), bekerja (to work), dan bermain (to play), sehingga kelancaran mobilitas warga dan ketersediaan saran prasaran pendukung yang berkualitas baik merupakan syarat utama.

Isu isu strategis pada RTRW kota Bandung dihadapkan pada Pelestarian Kawasan dan Bangunan dimana mulai terdesaknya bangunan-bangunan dan kawasan tua/bernilai sejarah atau yang merupakan pusaka kota oleh

bangunan baru yang lebih memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk menjamin sejarah (masa lalu), menjaga identitas dan karakter kota, dan menggairahkan wisata kota (urban heritage tourism), maka kawasan dan bangunan unik, tua dan bersejarah perlu tetap dilestarikan.

Rencana pola ruang kota bandung menjelaskan bahwa kawasan cagar budaya yang merupakan kawasan pelestarian bangunan fisik dan pelestarian lingkungan alami memiliki nilai historis dan budaya kota bandung. Fungsi bangunan pada kawasan ini dapat berubah dengan mempertahankan bentuk aslinya, dimana kawasan cagar budaya di kota Bandung mencakup :

1. Kawasan Pusat Kota Bersejarah, terdiri dari subkawasan eks pemerintahan Kabupaten Bandung, subkawasan Kawasan Alun-alun, subkawasan Koridor Jalan Asia-Afrika, subkawasan Koridor Sungai Cikapundung, subkawasan Koridor Jalan Braga.

2. Kawasan Pecinan/ Perdagangan, terdiri dari subkawasan Jalan Kelenteng, subkawasan Jalan Pasar Baru, subkawasan Jalan Otto Iskandardinata, subkawasan Jalan ABC, dan subkawasan Jalan Suniaraja.

(5)

5

3. Kawasan Pertahanan dan Keamanan/ Militer, terdiri dari subkawasan perkantoran Pertahanan dan Keamanan Jalan Sumatera, subkawasan Jalan Jawa, subkawasan Jalan Aceh, subkawasan Jalan Bali, dan gudang militer (Jalan Gudang Utara dan sekitarnya).

4. Kawasan Etnik Sunda, terdiri dari subkawasan Lengkong, subkawasan Jalan Sasakgantung, subkawasan Jalan Karapitan, subkawasan Jalan Dewi Sartika, dan subkawasan Jalan Melong.

5. Kawasan Perumahan Villa dan non-Villa pada Koridor Jalan BKR, Koridor Jalan Citarum, Koridor Jalan Diponegoro, Koridor Jalan Ganesha, Koridor Jalan Ir. H. Djuanda, Koridor Jalan Kiputih, Koridor Jalan Pandu, Koridor Jalan Pasteur, Koridor Jalan Sangkuriang, Koridor Jalan Setiabudi, Koridor Jalan Sultan Agung, Koridor Jalan Tamansari, Koridor Jalan Serang, Koridor Jalan Sawunggaling, Koridor Jalan Sultan Agung dan Koridor Jalan Dr. Cipto.

6. Kawasan Industri, terdiri dari subkawasan Arjuna dan subkawasan Pajajaran.

Kawasan kota tua yang terletak pada PPK alun-alun memiliki nilai strategi dari sudut kepentingan kota. Program peremajaan dan revitalisasi kawasan komersil serta pelestarian bangunan cagar budaya (BCB) menjadi program dalam perencanaan penyusunan RTBL serta panduan pelestarian kawasan dan bangunan. Pada pengendaliannya, program yang dibiayai oleh APBD kota ini menekankan pemberian insentif untuk mendorong pengembangan yang meliputi kemudahan pengurusan perizinan bagi calon investor dan pengurangan pajak.

Merujuk RTRW Kota Bandung, kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya yaitu tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai tinggi dan situs yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi bangunan pada kawasan ini dapat berubah dengan mempertahankan bentuk asli bangunan. Kawasan cagar budaya di Kota Bandung mencakup :

(6)

6 Kawasan Pusat Kota Bersejarah

Pada saat kawasan ini dikembangkan, pemerintah kolonial Belanda mengutamakan menata sisi-sisi jalan besar saja, sedangkan di belakang jajaran bangunan tersebut terjadi kantung-kantung kota yang biasanya merupakan area yang tidak teratur, sehingga dalam menentukan kawasan bersejarah, lebih banyak didasarkan pada keberadaan bangunan-bangunan yang berkualitas tinggi yang terletak di kiri-kanan jalan utama tersebut. Kawasan ini terdiri dari subkawasan :

 Subkawasan Alun-alun dan Asia-Afrika, mencakup Jl. Kepatihan-Jl. Dalem Kaum-Jl. Oto Iskandar Dinata-Jl. Asia-Afrika-Jl. Lembut Panjang-Jl. Hardjo Diwiryo-Jl. Haur Kuning-Jl. Sunda-Jl. Naripan-Jl. A.Yani-Jl. Gatot Subroto-Jl. Daem Kaum-Jl. Balong Gede

 Subkawasan kantor Pemerintahan Kotamadya, mencakup Jl. Wastukencana-Jl. Aceh-Jl. Merdeka-Jl. Perintis Kemerdekaan

 Subkawasan jalan Braga, mencakup Jl. Asia-Afrika-Jl.Braga-Jl. Perintis Kemerdekaan

 Subkawasan PJKA, mencakup Jl. Pasir Kaliki-Jl.Kb Kawung-Jl. St.Barat-Jl.Kb Jati-Jl.St.Timur-Jl.Kb Jukut-Viaduct.

Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B sumber : Hasil survey lapangan, 2014

Bangunan bersejarah pada kawasan Pusat Kota rata-rata terdiri dari 1 hingga 3 lantai yang berfungsi sebagai bangunan perdagangan, jasa serta fasilitas sosial. Fungsi hunian tidak banyak ditemukan pada kawasan ini karena dari awal terbentuknya, kawasan diperuntukkan sebagai pusat

(7)

7

pemerintahan dimana fungsi campuran (mixed use) mendominasi kawasan ini.

KDB rata-rata bangunan pada kawasan bersejarah Pusat Kota 60% hingga 70%. KLB bangunan bersejarah di kawasan ini cenderung rendah, mengingat pada masa dibentuknya kebutuhan terhadap lahan tidak terlalu tinggi, sehingga KLB rata-rata di bawah 1,2. Namun beberapa koridor jalan, terdapat pula bangunan dengan GSB 0 terutama di area perdagangan berkonsep arcade.

Sistem parkir di kawasan ini masih banyak memanfaatkan parkir on street, yaitu parkir di bahu jalan walaupun di beberapa kawasan masing-masing persil fungsi bangunan menyediakan area parkir yang memadai. Lokasinya yang berada di pusat kota, maka prasarana jalan, drainase serta jalur pedestrian sudah tersedia di hampir semua koridor kawasan.

Kawasan Pecinan Perdagangan

Di awal pengembangan setiap kota, seperti juga kota Bandung, selalu diikuti dengan pengembangan pusat religi, sarana sosial budaya dan ekonomi masyarakat Cina lainnya,

yang meninggalkan bentukan arsitektur berupa bangunan kelenteng, perumahan dan bangunan untuk kegiatan sosial-ekonomi. Komunitas Cina yang kemudian bermukim bagian Barat kota, dari belakang Pasar Baru sampai ke jalan Kelenteng, untuk seterusnya berkembangn ke sekitarnya. Dalam komunitas tersebut mereka mendirikan organisasi-organisasi sosial seperti Sin Gie Soen, Hong Gie Soen, Hoo Hap, Permata dan lain sebagainya. Sisa-sisa ciri arsitektur Pecinan pada saat ini dapat dikatakan hampir tidak ada lagi, tergerus oleh perkembangan kota, seperti pelebaran jalan, maupun pembangunan-pembangunan fungsi baru yang melupakan citra budaya nenek moyangnya. Kawasan ini terdiri dari subkawasan :

 Subkawasan Kelenteng, mencakup Jl. Andir-kl.Kb.Jati-blk jl.Otista-jl.Jend Sudirman

 Subkawasan perdagangan Pasar Baru, mencakup

jl.Otista-jl.Pungkur-Jl.Otista-jl.Pungkur-Jl.Otista-Jl.Ciateul

Fungsi perdagangan pada kawasan bersejarah Pecinan Perdagangan terdiri dari 1 hingga 2 lantai dengan skala wilayah pusat pelayanan kota, KDB rata-rata 80% - 100%

(8)

8

serta KLB 2,1. Bangunan komersial tersebut merupakan bangunan dengan konsep shopping street/arcade yang telah dibangun sejak masa kolonial dengan GSB 0.

Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B sumber : Hasil survey lapangan, 2014

Kawasan bersejarah Pecinan Perdagangan termasuk kawasan lalu lintas padat dibandingkan dengan lima kawasan lainnya karena kegiatan perdagangan hampir terkonsentrasi di kawasan ini dari pagi hingga sore hari. Namun pada malam hari kawasan ini cenderung sepi, dimana kegiatan

perdagangan kuliner malam hanya dihidupkan pada koridor-koridor tertentu saja.

Bangunan pada kawasan Pecinan Perdagangan memberikan nilai ekonomi yang tinggi. Namun demikian mayoritas bangunan dalam keadaan kusam, tidak terawat bahwa sebagian bangunan mulai hilang dan tergantikan oleh bentuk yang tidak sepadan dengan bangunan lama. Pemilik maupun pengelola bangunan cenderung tidak perduli terhadap kondisi bangunan dikarenakan mereka hanya mengutamakan keuntungan dari kegiatan komersial. Sebagian masyarakat di kawasan ini belum paham pentingnya menjaga, melestarikan serta megelola bangunan bersejarah. Hal ini menggambarkan bahwa pemerintah belum berusaha untuk melakukan sosialisasi mengenai benda serta kawasan cagar budaya kepada masyarakat kota Bandung, padahal sesuai dengan Peraturan Daerah No. 19 tahun 2009 tentang cagar budaya bahwa peran serta masyarakat.

(9)

9 Kawasan Pertahanan dan Keamanan/Militer

Kawasan utama masih terlihat lengkap dan terpelihara dengan baik, meskipun disana sini sudah terjadi perubahan, namun karakter kawasan masih tetap terjaga. Skala, struktur dan aktifitas masih menunjukkan keasliannya; pengembangan dan pembangunan baru dimungkinkan dengan tidak merusak keaslian tersebut, terutama terhadap pandangan secara visual dan estetik serta kepadatan lalu lintasnya. Kawasan ini terdiri dari subkawasan :

 subkawasan Kodam, mencakup jl Sumatra-jl.Aceh-jl.Kalimantan-jl.Jawa-jl.Bali-jl.Sumbawa

 subkawasan Kodim, mencakup jl.Bangka-jl.Gudang selatan-blk jl.Gandapura-jl.Aceh-jl.Menado

 subkawasan PPI, mencakup jl.Supratman-jl.Brigj Katamso-jl.Cisokan-jl.Cisadane

 subkawasan jl.Sumatera, mencakup sepanjang jalan Sumatera

 subkawasan Sesko, mencakup blk jl.P.Pejuang 45-jl.Gatot Subroto-jl.Turangga-jl.Martanegara

 subkawasan Secapa, mencakup jl.Hegarmanah-jl.Abdul Hamid-Komp Secapa

Perhatian khusus ditujukan pada ruang terbuka yang menjadi ciri khas kawasan ini. Ruang terbuka ini harus dipelihara dan jika mungkin tanaman yang telah ada sejak tahun 1920an harus dikembangkan lagi disini dan kalau mungkin diperbanyak. Monumen-monumen perlu diperhatikan agar di waktu malam tidak gelap. Adaptive-reuse merupakan konsep yang dapat diterapkan sebagai strategi konservasi di kawasan ini.

Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B sumber : Hasil survey lapangan, 2014

(10)

10

Kawasan militer saat ini masih dimanfaatkan sebagaimana fungsi yang sama, yaitu kantor pertahanan keamanan yang terdiri dari 1 hingga 2 lantai serta dilengkapi dengan fasilitas perumahan dinas serta penunjang lainnya seperti sarana olahraga, dan lain-lain dengan KDB 60% serta KLB 1 hingga 1,2.

Beberapa penambahan fungsi komersial serta jumlah lantai telah dilakukan pada kawasan ini, namun karakter kawasan Pertahanan Keamanan tetap dipertahankan dengan adanya aktifitas yang tidak berubah, serta bangunan-bangunan pada kawasan utama masih terlihat lengkap dan terpelihara dengan baik.

Kawasan Etnik Sunda

Kawasan ini merupakan kawasan dengan fungsi campuran, yang terdiri dari bangunan-bangunan tinggi dan modern. Walaupun Bandung merupakan daerah Sunda, tetapi ternyata dalam perkembangannya, kota ini tidak menyisakan kawasan maupun bangunan yang masih menunjukkan kesundaannya. Kawasan ini terdiri dari subkawasan :

 Subkawasan Karanganyar, mencakup blk Astana Anyar-blk Jl.Kalipaj Apo-Anyar-blk Jl.Ciateul

 Subkawasan Nyengseret, mencakup blk Jl.Kopo-blk Jl.Astana Anyar-Jl.Bojongloa-Jl.Peta-Jl.Leuwi Panjang  Subkawasan Pasundan, mencakup blk

Jl.Otista-Jl.Simpang-blk Pendopo-Jl.Balong Gede-blk Jl.Dalem Kaum-blk Jl.Karapitan-blk Jl.Abdul Muis

 Subkawasan Dewi Sartika, mencakup blk Jl.Otista-blk Jl.Pungkur-blk Jl.Ciateul

 Subkawasan Mohammad Toha, mencakup Jl.Muhammad Toha-Jl.Ciateul-Jl.Abdul Muis-Jl.Muhammad Ramdhan

Karakter kawasan Etnik Sunda saat ini merupakan kawasan yang paling tidak terlihat dibandingkan dengan 5 kawasan bersejarah lainnya karena bangunan pada kawasan ini mulai mengalami perubahan tanpa mempertahankan bentuk aslinya. Selain itu, kawasan ini awalnya dihuni oleh warga sunda, sehingga tidak banyak bangunan berlanggam Indo Eropa, Indische, Art Deco, International Style, jengki bahkan etnik Cina ditemukan.

(11)

11 Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B

sumber : Hasil survey lapangan, 2014

Bangunan pada kawasan etnik sunda yang banyak ditemukan merupakan bangunan dengan fungsi rumah tinggal. Beberapa bangunan yang terletak di fungsi jalan kolektor maupun lokal memanfaatkan KDB bangunan sebesar 60-70% dengan KLB sekitar 1. Hal ini dapat dilihat pada persil yang masih menyediakan ruang terbuka hijau privat yang cukup besar. Sedangkan hunian yang berada di fungsi jalan lingkungan biasanya memiliki luas persil yang

lebih kecil dan jarak antar bangunan satu dengan lainnya cenderung rapat.

Kawasan etnik sunda juga banyak didominasi oleh lingkungan hunian yang berada 1 lapis di belakang koridor kolektor. Kecenderungan kawasan ini adalah kavling yang lebih kecil dengan ruang terbuka hijau terbatas. GSG persil biasanya sangat kecil, cenderung sangat dekat dengan koridor jalan.

Kawasan Perumahan Villa dan non-Villa

Pada saat ini, banyak bangunan-bangunan rumah tinggal pada kawasan ini berubah fungsi menjadi komersial, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada kondisi fisik kawasan secara spasial maupun visual. Hampir tidak ada bagian dari kawasan ini yang masih asli seratus persen.

Bangunan-bangunan di sepanjang jalur jalan utama kawasan dapat dikatakan sangat peka terhadap perubahan, terutama jika dilewati oleh transportasi umum seperti angkot. Hal ini harus menjadi perhatian khusus. Kawasan ini terdiri dari subkawasan :

 Subkawasan Villa Isola, mencakup jl.Setiabudi-jl.Geger Kalong Girang-jl.Guruminda

(12)

12

 Subkawasan Hegarmanah, mencakup jl.Hegarmanah Wetan-jl.Hegarmanah Kulon-jl.Hegarmanah Tengah  Subkawasan Ciumbuleuit, mencakup

jl.Ciumbuleuit-jl.Panumbang Jaya-jl.Kiputih-jl.Kiputih Dalam-jl.Karumbi-jl.Gunung Kencana-jl.Ranca Bentang-jl.Bukit Jarian dan area diantaranya

 Subkawasan Cipaganti, mencakup jl.Cipaganti-jl.Nijland-jl.Setiabudi

 Subkawasan RSHS, mencakup jl.Pasirkaliki-jl.Prof.Eijkman-belakang jl.Cipaganti-jl.dr Sukimin-jl.dr.Radjiman-jl.dr.Otten-jl.dr.Rum-jl.dr.Cipto dan area sekitarnya

 Subkawasan nama wayang-1, mencakup jl.Baladewa-jl.Korawa-jl.Pandu-jl.Pajajaran dan area sekitarnya  Subkawasan nama wayang-2, mencakup

jl.Arjuna-jl.Pajajaran-jl.Rama-jl.Arjuna dan area sekitarnya

 Subkawasan nama gunung, mencakup jl.Burangrang-jl.Gatot Subroto-belakang jl.Pelajar Pejuang 45-jl.Lodaya dan area sekitarnya

 Subkawasan Gedung Sate, mencakup jl.Banda-jl.Cimandiri-jl.Cimanuk-jl.Citarum-belakang

jl.Supratman-jl.Ciliwung-jl.Bengawan-jl.Cendana-jl.Anggrek-belakang jl.Martadinata

 Subkawasan perumahan Bandung Timur, mencakup jl.Gatot Subroto-jl.Ahmad Yani-jl.Bogor-jl.Jakarta-jl.Serang-jl.Laswi-jl.Lingkar Selatan dan area sekitarnya  Subkawasan perumahan kelompok pohon, mencakup

jl.Saninten-jl.Suren-jl.Jamuju-jl.Salam dan area diantaranya

 Subkawasan Gempol mencakup seluruh wilayah Gempol-jl.Bahureksa-jl.Geusan Ulun-jl.Wiraangun-angun-jl.Maulana Yusuf-jl.Rangga Gempol-jl.Pangeran Kornel-jl.Adibakti Kertabumi

 Subkawasan Riau, sepanjang jalan Riau

 subkawasan Dago mencakup jl.Dago-jl.Dayang Sumbi-jl.Sumur Bandung-jl.Siliwangi-jl.Sangkuriang-jl.Dipati Ukur-jl.H.Wasid-jl.Bagis Rangin-jl.Surapati dan area diantaranya

 Subkawasan selatan ITB, mencakup jl.Badaksinga-jl.Mundinglaya-jl.Cikapayang (utara jalan layang)

 Subkawasan selatan jalan Cikapayang, mencakup jl. Cikapayang selatan-jl. Sulanjana-jl. Ranggamalela-Jl.

(13)

13

Sawunggaling-jl. Ranggagading-jl. Hariangbanga-jl. Purnawarman-jl. Gajahlumantung-jl. Tamansari.

Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B sumber : Hasil survey lapangan, 2014

Pada area yang masih dapat dikenali sebagai kawasan pemukiman villa maupun non-villa, perlu dijaga agar keasliannya tidak rusak. Pembangunan harus dilakukan secara ketat, dengan mengatur KDB (Koefisien Dasar Bangunan) serta KLB (Koefisien Lantai Bangunan) atau ketinggian bangunan agar komposisi bangunan dalam

lingkungan tidak rusak, sehingga keindahan lingkungan akan terjaga secara keseluruhan. Ruang terbuka hijau (taman-taman) serta pohon-pohon harus dijaga dan jika mungkin ditambah, agar konsep garden city dapat dipertahankan sesuai dengan rencana semula.

Kawasan bersejarah villa non villa merupakan kawasan bersejarah terbesar dibandingkan dengan 5 kawasan bersejarah di kota Bandung. Kawasan villa non villa tersebar di area selatan serta area utara Bandung yang terbagi di dalam 3 SWK antara lain SWK Bojonegara, SWK Cibeunying, SWK Karees.

Kawasan Eks Industri

Kegiatan perindustrian di kota Bandung dimulai sejak adanya perkebunan di sekitar kota Bandung, dimana hasilnya kemudian dikirimkan ke berbagai kota terutama Batavia dengan menggunakan jalan kuda dan jalan Raya Pos. Gudang kopi (koffie pakhuis, sekarang gedung Balaikota) pada masa lalu merupakan usaha perindustrian pertama di Bandung, dan itu membentuk struktur jalan Braga yang menghubungkannya dengan jalan Raya Pos.

(14)

14

Di samping itu terdapat pula kegiatan industri kemiliteran, yang dipindahkan dari Surabaya ke Bandung dan menempati daerah Kiaracondong (di wilayah Timur kota Bandung), yang pada saat ini berpusat di Pindad sebagai industri senjata. Kawasan ini terdiri dari :

 Subkawasan Industri Timur, mencakup kompleks pabrik Gas di kawasan jl.Jakarta, kompleks pabik senjata Pindad  Subkawasan Industri Barat, mencakup

jl.Industri-jl.Bima-jl.Arjuna-jl.Abdulrahman Saleh

Bangunan Cagar Budaya Klasifikasi A dan B sumber : Hasil survey lapangan, 2014

Karakter kawasan industri cagar budaya yang terletak di sebelah timur serta di sebelah barat Bandung ini masih dapat diidentifikasi dengan mudah. Fungsi bangunan dari kawasan ini cukup beragam, antara lain pabrik, rumah tinggal, sekolah, perkantoran, rumah sakit, serta bangunan penunjang lainnya. Terdapat kemiripan dengan karakter villa non villa dimana beberapa bangunan hunian telah berubah fungsi menjadi perdagangan dan jasa, namun kegiatan industri di kawasan kota tua ini masih berfungsi hingga saat ini. Pemanfaatan KDB pada kawasan ini rata-rata 60% hingga 70% dengan ruang terbuka hijau privat pada masing-masing persil. Sedangkan KLB eksisting kawasan sekitar 1 hingga 1,2.

1.4 Analisis Permasalahan Dan Strategi Pengembangan Dan Sinergitas Penataan Kota Tua Di Kota Bandung

Kawasan Pusat Kota Studi Kasus : Mesjid Cipaganti

Untuk analisis secara mikro diambil sample 1 (satu) bangunan di kawasan pusat kota tersebut yang merupakan

(15)

15

bangunan iconic dengan langgam arsitektur sunda dan termasuk bangunan cagar budaya kelas A.

Sample Bangunan Cagar Budaya dan Kondisi Sekitar di Kawasan Pusat Kota sumber : analisis-survey 2014

Sample yang diambil adalah Mesjid Cipaganti di Jl. Cipaganti. Bila dilihat dari Kawasan sekitar maka terlihat permasalahan yang utama adalah seringnya terjadi kemacetan akibatnya tingginya jumlah kendaraan melintas ditambah dengan karakter angkutan kota yang berhenti sembarangan serta tiba-tiba ketika menaikkan serta menurunkan penumpang sehingga menghambat arus lalu lintas koridor

tersebut. Minimnya sarana parkir pada kawasan tersebut juga turut menyumbangkan permasalahan kemacetan. Kendaraan yang akan parkir di area bahu jalan turut menghambat kelancaran lalu lintas di koridor Cipaganti.

Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan tidak adanya ruang komunal dalam kawasan. Adanya mesjid Cipaganti pada kawasan, selain menjadi sarana peribadatan seharusnya bisa menjadi icon kawasan jika semua sarana dan prasarana dikembangkan mengarah pada penghidupan kawasan. Bangunan mesjid Cipaganti yang berada tepat di persimpangan jalan Sastra yang menghubungkan dengan kawasan pusat perbelanjaan Cihampelas sehingga konsep pengembangan berbasis ekonomi dapat diterapkan .

Kendala dalam kawasan ini adalah kurangnya ruang komunal untuk menghidupkan kawasan. Permasalahan sosial akibat lalu lintas, infrastruktur dan permukiman padat pada area belakang kawasan ini harus dicarikan penyelesaiannya. Hasil observasi lapangan memperlihatkan kondisi bangunan cagar budaya Mesjid Cipaganti yang memiliki performance arsitektur khas sunda ini masih

(16)

16

terawat secara visual dimana biaya semua perawatan bangunan dilakukan pihak pengelola.

Kawasan Pecinan Perdagangan Studi Kasus : Toko Modena Jeans

Untuk analisis secara mikro diambil sample 1 (satu) bangunan di kawasan pecinan perdagangan tersebut yang merupakan bangunan iconic kawasan dan termasuk bangunan proses penetapan cagar budaya kelas B.

Sample Bangunan Cagar Budaya dan Kondisi Sekitar di Kawasan Pecinan Perdagangan sumber : analisis-survey 2014

Sample yang diambil adalah ex Toko Modena Jeans Jl. Ottoiskandardinata No 84-90. Bila dilihat dari Kawasan sekitar maka terlihat permasalahan yang utama adalah infrastruktur yang tidak dikelola dengan baik. Lebar trotoar yang kurang nyaman untuk pejalan kaki karena banyaknya jumlah PKL yang berada di sepanjang koridor, kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan tidak adanya ruang komunal dalam kawasan . Permasalahan lalu lintas yang sangat padat dan terlewati angkutan kota menjadi daerah ini sangat semerawut, hal ini diakibatkan kesadaran berlalulintas dengan menaikan dan menurunkan penumpang sembarangan.

Hasil observasi lapangan memperlihatkan kondisi bangunan cagar budaya Toko Modena Jeans ini masih sudah tidak terawat dalam waktu yang cukup lama. Secara visual bangunan sudah terdegradasi sehingga melebur dalam lingkungannya seperti bangunan biasa dan tidak menjadi iconic lagi. Bagian dalam bangunan sudah dibongkar dan rata dengan tanah, yang tersisa hanyalah bagian fasade saja. Sedangkan menurut peraturan daerah no 19 tahun 2009

(17)

17

tentang Cagar Budaya berisi bahwa bangunan Cagar Budaya golongan B dilarang dibongkar secara sengaja.

Adanya bangunan Modena Jeans pada kawasan, seharusnya dapat menjadi icon kawasan jika semua sarana dan prasarana dikembangkan mengarah pada penghidupan kawasan. Gedung Modenan Jeans yang berada tepat di persimpangan jalan Otista dan ABC dapat dikelola dengan konsep pengembangan berbasis ekonomi. Kendala dalam kawasan ini adalah kurangnya ruang komunal untuk menghidupkan kawasan. Permasalahan sosial akibat lalu lintas, infrastruktur dan permukiman padat pada area belakang kawasan ini harus dicarikan penyelesaiannya.

Kawasan Militer Studi Kasus : Rumentang Siang

Untuk analisis secara mikro diambil sampel bangunan di kawasan militer yaitu area Kosambi. Sampel bangunan yang diambil adalah bangunan gedung Rumentang Siang di jalan Barang siang no 1Bandung. Bila dilihat dari kawasan militer maka terlihat beberapa permasalahan sebagai berikut : - Parkir on street memenuhi bahu jalan dan RTH

- Softscape dan RTH kurang

- Jalur pedestrian sangat minim serta kemacetan lalu lintas akibat banyaknya pedagang kaki lima yang memenuhi bahu jalan maupun jalur pedestrian

Sample Banguanan Cagar budaya dan kondisi Sekitar kawasan militer Sumber : Analisis survey 2014

Pada kawasan ini masih mempertahankan keasliannya ini namun cenderung belum menyediakan jalur pedestrian yang nyaman serta saling terhubung. Jalur pedestrian biasanya ditemukan pada koridor kolektor berupa

(18)

18

jalur pedestrian yang cukup tinggi untuk dijangkau dari jalan aspal, serta terputus pada area entrance ke dalam kavling. Hal ini cukup membuat lelah bagi para pengguna jalur pedestrian. Pada lokasi tertentu, jalur pedestrian tidak saja dimanfaatkan untuk pejalan kaki, namun juga digunakan para pengendara roda 2 sebagai tempat parkir bahkan juga sebagai alat untuk memotong jalur ketika terjadi kemacetan di koridor jalan.

Penataan lansekap pada koridor jalan terkadang kurang mempertimbangkan kepentingan pejalan kaki. Beberapa pot tanaman dengan ukuran cukup besar diletakkan di tengah-tengah trotoar sehingga menyulitkan pejalan kaki untuk melintas dengan nyaman. Demikian pula halnya dengan pedagang kaki lima yang menjadikan jalur pedestrian sebagai sarana display dagangannya. Meskipun kondisi saluran drainase di kawasan militer cukup mendapat perawatan rutin, namun seringkali ditemukan luapan air hujan yang menggenang ketika hujan deras usai.

Kawasan Etnik Sunda Studi Kasus : GKRI

Untuk analisis secara mikro diambil sample 1 (satu) bangunan di kawasan etnis tersebut yang merupakan bangunan iconic kawasan dan termasuk bangunan cagar budaya kelas A dan sekitarnya.

Sample Bangunan Cagar Budaya dan Kondisi Sekitar di Kawasan Etnis sumber : analisis-survey 2014

Sample yang diambil adalah Bangunan Gabungan Koperasi RI (GKRI) Jl. Lengkong Besar No 4. Bila dilihat dari Kawasan sekitar maka terlihat permasalahan yang utama adalah infrastruktur yang tidak dikelola dengan baik. Lebar trotoar yang kurang nyaman untuk pejalan kaki, kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan tidak adanya ruang komunal dalam kawasan

(19)

19

Permasalahan lalu lintas yang sangat padat dan terlewati Angkutan Kota menjadi daerah ini sangat semerawut, hal ini diakibatkan kesadaran berlalulintas dengan menaikan dan menurunkan penumpang sembarangan.

Adanya gedung GKRI pada kawasan, seharusnya bisa menjadi icon kawasan jika semua sarana dan prasarana dikembangkan mengarah pada penghidupan kawasan. Gedung GKRI berada perpanjangan kawasan Alun-Alun sehingga konsep pengembangan berbasis ekonomi harus diterapkan . Kendala dalam kawasan ini adalah kurangnya ruang komunal untuk menghidupkan kawasan. Permasalahan social akibat lalu lintas, infrastruktur dan permukiman padat pada area belakang kawasan ini harus dicarikan penyelesaiannya.

Hasil observasi lapangan memperlihatkan kondisi bangunan cagar budaya GKRI ini masih terawat hanya secara visual sudah terdegradasi sehingga melebur dalam lingkungannya seperti bangunan biasa dan tidak iconic. Ini diakibatkan oleh kesemrawutan kawasan dan penerapan elemen-elemen tambahan pada bangunan seperti iklan dan performance arsitektur khas colonial-sunda.

Kawasan Villa non Villa Studi Kasus : Deret Rumah Pager Gunung

Untuk analisis secara mikro diambil sampel bangunan di kawasan Deret Rumah Pager gunung. Sampel yang diambil adalah bangunan rumah tinggal jalan Pager gunung no 18, 20 dan 21. Bila dilihat dari permasalahan di kawasan tersebut maka terdapat permasalahan sebagai berikut :

1. Parkir on street

2. Tidak ada jalur pedestrian 3. Brandgang tidak terawat

4. Jalur hijau yang kurang terawat dan tertata

Bangunan cagar budaya di kawasan villa non villa ini 44,44% berubah fungsi hunian menjadi perdagangan dan jasa. Hal ini banyak ditemukan pada bangunan yang terletak di fungsi jalan kolektor serta lokal. Namun tidak sedikit pula bangunan yang berada di fungsi jalan lingkungan turut berubah fungsi menyesuaikan terhadap kebutuhan saat ini. Permasalahan yang terjadi pada kawasan ini 60,87% lebih kepada perubahan fungsi bangunan namun dengan merubah bagian fasade bangunan. Hal ini banyak ditemukan pada bangunan-bangunan factory outlet di koridor Juanda.

(20)

20

Perubahan fasade bangunan pada akhirnya mampu menghilangkan karakter kawasan cagar budaya.

Sample Bangunan Cagar Budaya dan Kondisi Sekitar di Kawasan Villa non Villa

sumber : analisis-survey 2014

Lahan parkir menjadi kurang bahkan tidak ada. Permasalahan lain adalah kurang tersedianya jalur pedestrian di kawasan villa non villa ini. Area Brandgang yang tidak terawat sebaiknya dapat dimanfaatkan sebagai alternatif jalur pedestrian dan relokasi PKL.

Kawasan Industri Studi Kasus : Distributor Sharp

Untuk analisis secara mikro diambil sampel bangunan di kawasan Distributor Sharp. Permasalahan utama di kawasan industri adalah kurang area hijau khususnya di koridor Pajajaran.

Sample Bangunan Cagar Budaya dan Kondisi Sekitar di Kawasan Industri sumber : analisis-survey 2014

Vegetasi pada koridor ini cukup terbatas sehingga seringkali terasa gersang sedangkan ruang terbuka yang tersedia berada di area GOR Pajajaran. Sedangkan permasalahan berikutnya adalah kurangnya pengetahuan

(21)

21

masyarakat, pemilik maupun pengelola bangunan terhadap pengetahuan cagar budaya. Pemerintah tidak pernah melakukan sosialnya secara kontinyu dimana akhirnya yang dapat membuat masyarakat mempunyai rasa memiliki. Hasil observasi memperlihatkan :

- PKL semrawut tidak merata - Jalur pedestrian tidak ada - Area parkir tidak tersedia

Kondisi bangunan cagar budaya Distributir Sharp ini masih terawat hanya secara visual sudah terdegradasi sehingga melebur dalam lingkungannya seperti bangunan biasa dan tidak iconic. Hal ini diakibatkan oleh kesemrawutan kawasan dan penerapan elemen-elemen tambahan pada bangunan seperti iklan dan performance arsitektur khas kolonial.

Rencana Induk (Masterplan Kawasan)

Rencana induk/Masterplan sebagai panduan penataan kawasan, utamanya dalam mempertahankan eksistensi kawasan/bangunan cagar budaya.

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan hubungan interaksi masyarakat dan lingkungan. Gaya hidup dan nilai-nilai dalam lingkungan. Gaya hidup dan nilai-nilai kemasyarakatan setiap kawasan akan berbeda. Aspek ini mengambil peran penting dalam pemilihan konsep pengendalian kawasan.

Kebijakan Insentif dan Disinsentif

Penerapan Insentif dan Disinsentif merupakan upaya dalam mempelancar kegiatan penataan ruang. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Infrastruktur

Merupakan layanan fasilitas untuk kebutuhan dasar fisik kawasan. Infrastruktur secara tidak langsung merupakan indicator keberhasilan kawasan. Salah satu pengembangan kawasan yang sinergi dengan kawasan lain

(22)

22

adalah dengan merencanakan dan membangun infrastruktur terintegrasi/terpadu.

Peran Serta Masyarakat

Saat disebarkannya kuesioner serta wawancara kepada masyarakat maupun diketahui masih banyaknya masyarakat yang belum paham mengenai cagar budaya, demikian pula dengan pengelola/pemilik yang belum paham mengenai tata cara pengelolaan, insentif maupun bantuan pemerintah lainnya. Namun sebagian masyarakat maupun pengelola cukup tertarik untuk berperan serta dalam kegiatan pelestarian, dimana beberapa kalangan bersedia :

 bergabung dalam komunitas bersejarah (Bandung Heritage, Aleut, Bandung Trail) / mendukung kegiatan aksi sosial pelestarian kawasan cagar budaya

 membantu memberikan penyuluhan & pemberian informasi terkait cagar budaya

 memberikan informasi mengenai kesejarahan bangunan cagar budaya oleh masyarakat kalangan sesepuh

 memberikan sumbangan tenaga untuk merawat bangunan cagar budaya

 melakukan pertemuan dan diskusi terkait bangunan & kawasan cagar budaya

Melalui kesedian masyarakat maupun pengelolaan tersebut dapatt diketahui ketertarikan mereka terhadap keberadaaan serta pelestarian kawasan dan bangunan cagar budaya meskipun pengetahuan mereka masih sangat terbatas.

Kelembagaan

Secara umum Kota Bandung sudah menunjuk kelembagaan yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap eksistensi BCB yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan bekerjasama lembaga swasta yang diwakili oleh Bandung Herritage. Untuk perijinan dilaksanakan oleh BPPT .

Analisis Regulasi

Analisis regulasi dilakukan dengan membandingkan pada ketiga peraturan cagar budaya, yaitu dari tingkat yang paling atas adalah Undang undang no 11 tahun 2010, peraturan daerah no 19 tahun 2009 serta peraturan walikota no 921 tahun 2010.

(23)

23

Pada pasal 22 UU No. 11 Cagar Budaya tahun 2010 dijelaskan bahwa pemilik/pengelola yang telah merawat benda cagar budaya berhak mendapatkan kompensasi serta insentif berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan atau pajak penghasilan dari pemerintah. Namun pada pasal 9 Perda No. 19 Cagar Budaya tahun 2009 dijelaskan bahwa setiap orang yang telah melakukan pemugaran cagar budaya sesuai ketentuan yang berlaku berhak mendapat kemudahan perizinan/insentif pembangunan lainnya. Melalui dua peraturan di atas menggambarkan bahwa saat ini kurang adanya sinkronisasi antara UU No. 11 tahun 2010 dengan Perda No. 19 tahun 2009. Hal ini terjadi dikarenakan Perda No. 19 tahun 2009 belum mengadaptasi UU No. 11 tahun 2010.

Pada Perwal No. 921 tahun 2010 pasal 39 dan pasal 41 menerangkan bahwa benda cagar budaya yang fasadenya dirusak serta menyalahi izin, maka pemanfaatannya akan dihentikan sebagai sanksi administratif,kemudian akan dikenakan denda setiap keterlambatan penghentian pemanfaatannya. Sedangkan pada Perda No. 19 tahun 2009 pasal 41 dan 42 menerangkan bahwa penghentian

pengelolaan bila terjadi pelanggaran, serta adanya sanksi pidana sesuai aturan UU No. 5 tahun 1992 yang disebutkan pada pasal 46. Berbeda halnya dengan UU Cagar Budaya No. 10 tahun 2010 bahwa setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan, merusak cagar budaya dan mengubah fungsi cagar budaya dikenakan sanksi penjara atau denda minimal Rp 400.000.000 dan maksimal Rp 1.000.000.000.

Melalui kedua peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Perda No. 19 tahun 2001 belum diperbarui terhadap UU Cagar Budaya No. 10 tahun 2010, sehingga sulit untuk diterapkan. Sedangkan Pada Perwal 921 menerangkan pada pasal 41 bahwa denda administratif dikenakan setiap keterlambatan penghentian pengelolaan pada pelaku pelanggaran tanpa menyebutkan besaran dendanya maupun lama pidana penjara. Ketiga peraturan cagar budaya ini tidak berbanding lurus, karena masing-masing tidak dapat dirunutkan sesuai hirarki.

Analisis Potensi Pengembangan

Sub bab ini menganalisis potensi pengembangan tiap kawasan dimana tiap kawasan memiliki tingkat permasalahan

(24)

24

yang berbeda. Analisis yang digunakan adalah menggunakan SWOT sehingga dari hasil sub bab sebelumnya sudah diketahui permasalahan tiap kawasan, analisis SWOT sebagai langkah untuk mengeluarkan konsep strategi tiap kawasan dan sebagai basis pengambilan keputusan yang akan diuraikan selanjutnya pada bahasan konsep stategi.

Kawasan Pusat Kota

Internal (IFAS) A) Kekuatan/ Streght (S) B) Kelemahan/ Weakness (W). a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 th 2010 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah b Sesuai perda 19 cagar budaya & RPJMD, dana pelestarian dianggarkan dari APBD b Belum adanya alokasi dana dari pemerintah daerah untuk pengelolaan BCB c Pemda memiliki kewenangan & kewajiban untuk melestarikan cagar budaya c Pemerintah daerah belum menyediakan sarana prasarana yang layak di kawasan cagar budaya d Pemda telah membentuk tim cagar budaya untuk melaksanakan pengelolaan BCB d Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya belum dilakukan Eksternal (EFAS) e Pemerintah telah memiliki SKPD terkait sebagai pelaksana pelestarian cagar budaya e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya

1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

a

Semua pemilik&pengelola BCB membiayai perawatan bangunan oleh dana pribadi

a SKPD terkait memberikan insentif, penghargaan & kompensasi kepada pemilik&pengelola dalam perawatan BCB a Meningkatkan implementasi insentif, kompensasi & penghargaan terhadap pengelolaan BCB melalui dana APBD b Pengembangan kawasan berbasis ekonomi, jasa dan komersial (berpotensi sebagai wisata religi)

b Melakukan kerjasama antara SKPD terkait dengan investor dalam meningkatkan ekonomi kawasan b Melaksanakan pelestarian berbasis ekonomi, jasa & komersial berkonsep wisata religi melalui dana

(25)

25 APBD &

investor

c

Tingkat peluang investasi sangat tinggi di kawasan ini c Meningkatkan sarana & prasarana melalui bantuan dana investor d Beberapa bangunan bercirikan arsitektur kolonial yang diduga bangunan cagar budaya

c Melakukan klasifikasi bangunan yang diduga cagar budaya dibantu oleh tim cagar budaya serta SKPD terkait d Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak e Terbentuknya komunitas pemerhati cagar budaya (LSM)

d

Memperkuat eksistensi kelembagaan melalui kerja sama antara SKPD terkait dengan LSM e Pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis ekonomi dibantu oleh LSM

2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (r.publik) dan merangsang keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan a Mengendalikan perizinan dalam hal pengembangan kawasan pusat kota sesuai dengan perda 19 tahun 2009 dan kawasan dan meningkatkan rasa memiliki perwal 921 th 2010

b Penyediaan ruang Komunal b

Meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya dengan merekomendasi kan penyediaan ruang komunal & perbaikan sarana prasarana melalui dana APBD c

Kesadaran pemilik & pengelola tentang pelestarian BCB b Meningkatkan kerjasama antara pemilik/pengelola, SKPD terkait dan pihak investor dalam pengelolaan bangunan cagar budaya c Meningkatkan sosialisasi pengelolaan & pelestarian BCB kepada pemilik & pengelola d Pengendalian mordenitas pembangunan c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi cagar budaya sebagai identitas kawasan d Mengendalikan modernitas pembangunan dengan melaksanakan kebijakan disinsetif & sanksi pelanggaran

(26)

26 e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB e Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pengembangan kawasan cagar budaya pecinan perdagangan e Membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan konsep pelestarian cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat & investor

Kawasan Pecinan Perdagangan

Internal (IFAS) A) Kekuatan/ Streght (S) B) Kelemahan/ Weakness (W). a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 th 2010 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah b Sesuai perda 19 th 2009 cagar budaya & RPJMD, dana pelestarian dianggarkan dari b Belum adanya alokasi dana dari pemerintah daerah untuk pengelolaan APBD BCB c Pemda memiliki kewenangan & kewajiban untuk melestarikan cagar budaya c Pemerintah daerah belum menyediakan sarana prasarana yang layak di kawasan cagar budaya d Pemda telah membentuk tim cagar budaya untuk melaksanakan pengelolaan BCB d Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya belum dilakukan Eksternal (EFAS) e Sudah adanya RTBL kawasan Pecinan Perdagangan e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya

1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

a

Semua pemilik&pengelola BCB membiayai perawatan bangunan oleh dana pribadi

a Meningkatkan implementasi peraturan dengan memberikan insentif, penghargaan & kompensasi kepada pemilik&pengelola a Meningkatkan implementasi insentif, kompensasi & penghargaan terhadap pengelolaan BCB melalui

(27)

27 dalam perawatan BCB oleh SKPD terkait dana APBD b Pengembangan kawasan berbasis ekonomi, jasa dan komersial (berpotensi diadakannya event malam di kawasan) b Meningkatkan ekonomi kawasan sesuai RTBL Pecinan Perdagangan melalui kerjasama antara SKPD terkait dengan investor b Melaksanakan pelestarian berbasis ekonomi, jasa & komersial melalui dana APBD & investor

c

Tingkat peluang investasi sangat tinggi di kawasan ini c Meningkatkan sarana & prasarana melalui bantuan dana investor d

Banyaknya bangunan ruko yang bercirikan arsitektur cina & kolonial yang diduga bangunan cagar budaya c Meningkatkan pelaksanaan inventarisasi BCB dengan melakukan klasifikasi bangunan yang diduga cagar budaya dibantu oleh tim cagar budaya serta SKPD terkait d Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak e Terbentuknya komunitas pemerhati cagar budaya (LSM)

d

Memperkuat eksistensi kelembagaan melalui kerja sama antara SKPD terkait dengan LSM e Pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis ekonomi dibantu oleh LSM 2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (r.publik) dan merangsang keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan kawasan dan meningkatkan rasa memiliki a Mengendalikan perizinan dalam hal pengembangan kawasan pecinan perdagangan sesuai dengan perda 19 tahun 2009 dan perwal 921 th 2010

b Penyediaan ruang Komunal b

Meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya dengan merekomendasi kan penyediaan ruang komunal & perbaikan sarana prasarana melalui dana APBD c

Kesadaran pemilik & pengelola tentang pelestarian BCB b Meningkatkan kerjasama antara pemilik/pengelola, SKPD terkait dan pihak investor dalam pengelolaan bangunan cagar budaya c Meningkatkan sosialisasi pengelolaan & pelestarian BCB kepada pemilik & pengelola

(28)

28 d Pengendalian mordenitas pembangunan c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi cagar budaya sebagai identitas kawasan d Mengendalikan modernitas pembangunan dengan melaksanakan kebijakan disinsetif & sanksi pelanggaran e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB

e

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pengembangan kawasan cagar budaya pecinan perdagangan sesuai RTBL e Membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan konsep pelestarian cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat & investor

Kawasan Kawasan Militer

Internal (IFAS) A) Kekuatan/ Streght (S) B) Kelemahan/ Weakness (W). a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 th 2010 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah b Sesuai perda 19 cagar budaya & RPJMD, dana pelestarian dianggarkan dari APBD b Belum adanya alokasi dana dari pemerintah daerah untuk pengelolaan BCB c Pemda memiliki kewenangan & kewajiban untuk melestarikan cagar budaya c Pemerintah daerah belum menyediakan sarana prasarana yang layak di kawasan cagar budaya d Pemda telah membentuk tim cagar budaya untuk melaksanakan pengelolaan BCB d Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya belum dilakukan Eksternal (EFAS) e Pemerintah telah memiliki SKPD terkait sebagai pelaksana pelestarian cagar budaya e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya

1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

a

Semua pemilik&pengelola BCB membiayai perawatan bangunan oleh dana pribadi

a Meningkatkan implementasi peraturan dengan memberikan insentif, penghargaan & kompensasi kepada pemilik&pengelola a Meningkatkan implementasi insentif, kompensasi & penghargaan terhadap pengelolaan BCB melalui

(29)

29 dalam perawatan BCB oleh SKPD terkait dana APBD b Pengembangan kawasan berbasis ekonomi, jasa dan budaya (event budaya di gedung Rumentangsiang) b Meningkatkan ekonomi kawasan, berupa event menarik & optimalisasi gedung Kosambi melalui kerjasama antara SKPD terkait dengan investor b Melaksanakan pelestarian berbasis budaya melalui dana APBD & investor c

Tingkat peluang investasi sangat tinggi di kawasan ini c Meningkatkan sarana & prasarana melalui bantuan dana investor d

Adanya bangunan gedung pasar Kosambi kurang optimal yang berdekatan dengan BCB c Meningkatkan optimalisasi bangunan sekitar sebagai elemen pendukung pengembangan kawasan cagar budaya d Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak e Terbentuknya komunitas pemerhati cagar budaya (LSM)

d

Memperkuat eksistensi kelembagaan melalui kerja sama antara SKPD terkait dengan LSM e Pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis ekonomi dibantu oleh LSM

2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (r.publik) dan merangsang keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan kawasan dan meningkatkan rasa memiliki a Mengendalikan perizinan dalam hal pengembangan kawasan militer sesuai dengan perda 19 tahun 2009 dan perwal 921 th 2010

b Penyediaan ruang Komunal b

Meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya dengan merekomendasi kan penyediaan ruang komunal & perbaikan sarana prasarana melalui dana APBD c

Kesadaran pemilik & pengelola tentang pelestarian BCB b Meningkatkan kerjasama antara pemilik/pengelola, SKPD terkait dan pihak investor dalam pengelolaan bangunan cagar budaya c Meningkatkan sosialisasi pengelolaan & pelestarian BCB kepada pemilik & pengelola d Pengendalian modernitas pembangunan c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi cagar budaya sebagai identitas kawasan d Mengendalikan modernitas pembangunan dengan melaksanakan kebijakan sanksi pelanggaran & ketentuan pidana

(30)

30 e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB

d

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pengembangan kawasan cagar budaya militer e Membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan inventarisasi bangunan cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat & investor

Kawasan Etnik Sunda

Internal (IFAS) A) Kekuatan/Streght (S) B) Kelemahan/We akness (W). a Kelembagaan sudah jelas a Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya b Konsep pelestarian sudah terdefinisi dengan jelas di Undang-undang b Konsep pelestarian Cagar Budaya sesuai Undang-undang yang belum terlaksana optimal c Sudah terdapat Peraturan dan Perwal yang mengatur Cagar Budaya c Perizinan dan bantuan teknis mengenai Cagar Budaya tidak terimplementasi d Klasifikasi BCB sudah jelas pengaturannya. Terdapat 9 (Sembilan) bangunan cagar budaya 2 kelas A dan 7 sedang penetapan kelas B. d Insentif dan disinsentif yang tidak terlaksana dengan baik Eksternal (EFAS) e Terdapat lembaga swasta yang concern terhadap bangunan cagar budaya e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya 1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO a

Lokasi merupakan area pendukung kawasan strategis PPK Alun-alun a Memperkuat eksistensi kelembagaan terkait tupoksi dan bekerjasama dengan kelembagaan swasta dalam pelaksanaan di lapangan a pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis ekonomi

(31)

31 b

Pengembangan kawasan berbasis ekonomi, jasa dan komersial b Pengembangan konsep Iconic kawasan berbasis ekonomi dan pelestarian cagar budaya b implementasi insentif dan disintensif c

Kawasan yang masih menampung rumah etnis sunda bergaya colonial

c

Mengklasifikasia n area rumah tinggal etnis sunda-kolonial yang tersebar di kawasan etnik sunda c Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak d Banyaknya bangunan rumah tinggal yang menjadi ciri khas sunda-kolonial dan menjadi identitas kawasan e

Terdapat bangunan Cagar Budaya yang dapat menjadi simpul dan icon kawasan

2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI

WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pelestarian BCB kawasan etnis a Mengendalikan perizinan dalam hal pembangunan kawasan etnik sunda

b Penyediaan ruang Komunal b

Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (R.publik) dan m keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan kawasan dan rasa memiliki b membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan konsep pelestarian cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku c Kesadaran Masyarakat tentang pelestarian BCB c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi cagar budaya sebagai identitas kawasan c Peran serta masyarakat dalam implementasi insentif dan disintentif d Pengendalian mordenitas pembangunan e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB

Kawasan Villa non Villa

Internal (IFAS) A) Kekuatan/ Streght (S) B) Kelemahan /Weakness (W). a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 th 2010 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah

(32)

32 b Sesuai perda 19 th 2009 cagar budaya & RPJMD, dana pelestarian dianggarkan dari APBD b Belum adanya alokasi dana dari pemerintah daerah untuk pengelolaan BCB c Pemda memiliki kewenangan & kewajiban untuk melestarikan cagar budaya c Pemerintah daerah belum menyediakan sarana prasarana yang layak di kawasan cagar budaya d Pemda telah membentuk tim cagar budaya untuk melaksanakan pengelolaan BCB d Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya belum dilakukan Eksternal (EFAS) e Pemerintah telah memiliki SKPD terkait sebagai pelaksana pelestarian cagar budaya e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya

1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

a

Semua pemilik&pengelola BCB membiayai perawatan bangunan oleh dana pribadi

a Meningkatkan implementasi peraturan dengan memberikan insentif, penghargaan & kompensasi kepada pemilik&pengelola a Meningkatkan implementasi insentif, kompensasi & penghargaan terhadap pengelolaan BCB melalui dalam perawatan BCB oleh SKPD terkait dana APBD b Pengembangan kawasan berbasis jasa, kuliner & komersial (banyaknya jumlah rumah tinggal yang beralih fungsi menjadi perkantoran&komersial) b Mengendalikan perizinan terkait pegembangan kawasan komersial & kuliner b Melaksanakan pelestarian berbasis ekonomi (komersial & kuliner) melalui dana APBD & investor

c

Tingkat peluang investasi sangat tinggi di kawasan ini c Melakukan kerjasama antara SKPD terkait dengan investor dalam meningkatkan ekonomi kawasan c Meningkatkan sarana & prasarana melalui bantuan dana investor d Banyaknya bangunan rumah tinggal yang bercirikan arsitektur kolonial tropis yang diduga bangunan cagar budaya

d Meningkatkan pelaksanaan inventarisasi BCB dengan melakukan klasifikasi bangunan yang diduga cagar budaya dibantu oleh tim cagar budaya serta SKPD terkait d Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak e Terbentuknya komunitas pemerhati cagar budaya (LSM)

e

Memperkuat eksistensi kelembagaan melalui kerja sama antara SKPD terkait dengan e Pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis

(33)

33

LSM ekonomi

dibantu oleh LSM

2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (r.publik) dan merangsang keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan kawasan dan meningkatkan rasa memiliki a Mengendalikan perizinan dalam hal pengembangan kawasan villa non villa sesuai dengan perda 19 tahun 2009 dan perwal 921

b Penyediaan ruang Komunal b

Meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya dengan merekomendasi kan penyediaan ruang komunal & perbaikan sarana prasarana melalui dana APBD c

Kesadaran pemilik & pengelola tentang pelestarian BCB b Meningkatkan kerjasama antara pemilik/pengelola, SKPD terkait dan pihak investor dalam pengelolaan bangunan cagar budaya c Meningkatkan sosialisasi pengelolaan & pelestarian BCB kepada pemilik & pengelola d Pengendalian modernitas pembangunan c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi d Mengendalikan modernitas pembangunan dengan cagar budaya sebagai identitas kawasan melaksanakan kebijakan disinsetif & sanksi pelanggaran e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB

e

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pengembangan kawasan cagar budaya pecinan perdagangan e Membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan konsep pelestarian cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat & investor Kawasan Industri Internal (IFAS) A) Kekuatan/Streght (S) B) Kelemahan/We akness (W). a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah b Sesuai perda 19 cagar budaya & RPJMD, dana pelestarian dianggarkan dari APBD b Belum adanya alokasi dana dari pemerintah daerah untuk pengelolaan BCB

(34)

34 c Pemda memiliki kewenangan & kewajiban untuk melestarikan cagar budaya c Pemerintah daerah belum menyediakan sarana prasarana yang layak di kawasan cagar budaya d Pemda telah membentuk tim cagar budaya untuk melaksanakan pengelolaan BCB d Sosialisasi Pengetahuan Bangunan Cagar Budaya belum dilakukan Eksternal (EFAS) e Pemerintah telah memiliki SKPD terkait sebagai pelaksana pelestarian cagar budaya e Pemerintah belum melakukan klasifikasi & inventarisasi bangunan yang diduga cagar budaya

1) Peluang/Opportunies (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

a

Semua pemilik&pengelola BCB membiayai perawatan bangunan oleh dana pribadi

a Meningkatkan pemberian insentif, penghargaan & kompensasi kepada pemilik&pengelola dalam perawatan BCB oleh SKPD terkait a Meningkatkan implementasi insentif, kompensasi & penghargaan terhadap pengelolaan BCB melalui dana APBD b Pengembangan kawasan berbasis ekonomi industri logam b Mengendalikan perizinan terkait pegembangan kawasan industri logam b Melaksanakan pelestarian berbasis ekonomi (industri logam) melalui dana APBD & investor

c Tingkat peluang investasi sangat tinggi di kawasan ini c

Melakukan kerjasama antara SKPD terkait dengan investor dalam meningkatkan ekonomi kawasan c Meningkatkan sarana & prasarana melalui bantuan dana investor d Banyaknya bangunan rumah tinggal yang bercirikan arsitektur kolonial tropis yang diduga bangunan cagar budaya

d Melakukan klasifikasi bangunan yang diduga cagar budaya dibantu oleh tim cagar budaya serta SKPD terkait d Pelaksanaan konsep pelestarian cagar budaya terkait bangunan yang sudah terklasifikasi maupun yang tidak e Terbentuknya komunitas pemerhati cagar budaya (LSM)

e

Memperkuat eksistensi kelembagaan melalui kerja sama antara SKPD terkait dengan LSM e Pelaksanaan sosialisasi pengetahuan cagar budaya kawasan berbasis ekonomi dibantu oleh LSM

2) Tantangan/Threats (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

a Penataan infrastruktur dan kesemrawutan lalulintas a Perbaikan infrastruktur , penambahan ruang komunal (r.publik) dan merangsang a Mengendalikan perizinan dalam hal pengembangan kawasan

(35)

35 keterlibatan masyarakat dalam menghidupkan kawasan dan meningkatkan rasa memiliki industri sesuai dengan perda 19 tahun 2009 dan perwal 921 tahun 2010

b Penyediaan ruang Komunal b

Meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya dengan merekomendasi kan penyediaan ruang komunal & perbaikan sarana prasarana melalui dana APBD c

Kesadaran pemilik & pengelola tentang pelestarian BCB b Meningkatkan kerjasama antara pemilik/pengelola, SKPD terkait dan pihak investor dalam pengelolaan bangunan cagar budaya c Meningkatkan sosialisasi pengelolaan & pelestarian BCB kepada pemilik & pengelola d Pengendalian modernitas pembangunan c Pengendalian modernitas kawasan dengan mensosialisasi cagar budaya sebagai identitas kawasan d Mengendalikan modernitas pembangunan dengan melaksanakan kebijakan disinsetif & sanksi pelanggaran e

Kesadaran masyarakat dan investor terhadap eksistensi BCB

d

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat dalam pengembangan kawasan cagar budaya industri e Membuat rekomendasi bangunan yang non klasifikasi dan konsep pelestarian cagar budaya dikaitkan aturan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat & investor

1.5 Kesimpulan Dan Rekomendasi Kesimpulan

Untuk konsep strategi keseluruhan kawasan cagar budaya kota bandung, terdapat 2 (dua) langkah yang dapat dikembangkan yaitu :

1. Intensifikasi

Adalah suatu usaha meningkatkan hasil dengan cara mengoptimalkan yang sudah ada. Konsep strategi instensifikasi dalam kawasan Cagar Budaya Kota Bandung dapat di implementasikan dengan cara :

(36)

36

a. meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana melalui dana dari APBD

b. meningkatkan kegiatan pelestarian dengan cara memberi insentif, kompensasi dan penghargaan kepada pemilik/pengelola

c. Meningkatkan pelaksanaan peraturan dengan memberikan sanksi kepada pemilik & pengelola yang melanggar peraturan pelestarian cagar budaya serta memberikan sanksi kepada SKPD terkait yang tidak memberikan sanksi kepada pemilik/pengelola tersebut

2. Ekstensifikasi

Adalah usaha meningkatkan hasil dengan cara memperluas lahan. Konsep strategi ekstensifikasi dalam kawasan Cagar Budaya Kota Bandung dapat diimplementasikan dengan cara :

a. melakukan kerja sama dengan pihak investor sebagai pemilik dana-pengelola sebagai pemilik bangunan-pemerintah sebagai pemangku peraturan dalam mengelola serta mengembangkan kawasan dan bangunan cagar budaya berupa alih fungsi bangunan maupun event kawasan

b. meningkatkan pengelolaan bangunan cagar budaya dengan cara mengambil alih/membeli bangunan yang tidak dirawat oleh pemilik/pengelola

Rekomendasi

Beberapa rekomendasi diusulkan terhadap kajian peran serta masyarakat pada penataan kawasan kota tua ini, antara lain :

a. Identifikasi dan Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya Melalui identifikasi serta klasifikasi diharapkan bangunan cagar budaya serta bangunan yang diduga sebagai cagar budaya tidak mengalami pengurangan jumlah.

b. Penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana lingkungan

Beberapa fasilitas diperlukan untuk dapat digunakan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan di kawasan cagar budaya sehingga kawasan menjadi vital.

c. Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan dengan sasaran memperkenalkan bangunan cagar budaya kepada masyarakat luas serta pemilik agar mereka menjadi familiar serta paham tentang keberadaan bangunan cagar budaya

(37)

37

d. Rencana Pemanfaatan Ruang

e. rencana pemanfaatan ruang dapat dilakukan dengan dibuatnya rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) pada masing-masing kawasan cagar budaya agar rencana pengembangan menjadi lebih detail serta mudah terealisasi

f. Pengembangan kawasan berbasis pelestarian, ekonomi, jasa dan komersial

g. Tema pengembangan kawasan disesuaikan berdasarkan potensi serta kriteria dari masing-masing kawasan sehingga arah pengembangan menjadi tepat guna.

h. Pemberian fasilitas dengan pihak ke-3 (investor)

i. Hadirnya pihak ke-3 (investor) dapat menyuntikkan dana untuk dihadirkannya kegiatan di dalam kawasan

j. Pengendalian Perizinan

k. Pengendalian perizinan diharapkan dapat mengurangi jumlah bangunan cagar budaya yang terus berkurang dari waktu ke waktu

l. Pelibatan Peran Serta Masyarakat

m. Peran masyarakat menjadi salah satu faktor penting dalam pengelolaan kegiatan di dalam kawasan cagar

budaya dimana mereka dapat berfungsi sebagai motor penggerak hidupnya kawasan tersebut.

n. Pemberian Insentif, Penghargaan, Kompensasi, Sanksi o. Melalui pemberian insentif, penghargaan, kompensasi,

sanksi merangsang timbulnya kepedulian terhadap pemeliharaan serta pengelolaan bangunan cagar budaya serta keengganan untuk merusak/memperbarui dengan bangunan yang modern.

Matrik program merupakan uraian kegiatan awal proses penyelenggaraan pengadaan dan pengembangan kawasan cagar budaya , yang merupakan kegiatan menentukan program kebutuhan dalam memenuhi persyaratan pengelolaan, pelestarian serta pemanfaatan kawasan dan bangunan cagar budaya yang tertuang dalam Undang undang Nomor 10 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Peraturan Daerah No. 19 tahun 2009 tentang Cagar Budaya serta Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011 tentang RTRW Bandung. Kegiatan disusun dengan uraian sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh kondisi UMKM Pudak Gresik berada pada pertumbuhan dan stabilitas yang membutuhkan strategi pemasaran yang

Sektor yang memberikan sumber terbesar pada pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan II-2011 (y-on-y) adalah pertambangan dengan besaran sog ( source of growth )

Dengan melakukan asuhan pelayanan kebidanan mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan KB, maka kesehatan ibu dan bayi bisa dipantau sejak dini, sehingga jika

Konfigurasi dengan superposisi phasa STR-TSR pada tinggi pengukuran 1 meter, 5 meter dan 10 meter menghasilkan kerapatan fluks magnet lebih tinggi dibandingkan

Berdasarkan analisis data motivasi belajar siswa kelas eksperimen mengalami kenaikan 60% dari pada kelas kontrol, begitu juga hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman bunga matahari pada parameter tinggi tanaman dan diameter batang, namun

kelancaran lalu lintas angkutan barang dan orang. Disisi lain untuk pemenuhan kebutuhan prasarana jalan hendaknya di tinjau atau di analisa kembali bila menemui

Dengan menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja yang menjadi dasar dalam pemberian kompensasi bonus, hambatan dalam mengevaluasi keberhasilan suatu proyek atau