• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEDELAI DI LAHAN KERING DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEDELAI DI LAHAN KERING DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEDELAI DI

LAHAN KERING DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Sriwulan P. Rahayu1)*, Fitri Handayani2), dan Darniati Danial3)

1,2,3) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kaltim Jl. PM Noor – Sempaja *)Email: bptp_kaltim@yahoo.co.id

ABSTRAK

Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 2,726,310 ha, terbagi menjadi lahan perta-nian seluas 792.622 ha (sawah 73.083 ha dan bukan sawah 791.543 ha), dan lahan nonpertaperta-nian 1.933.688 ha. Potensi ini memungkinkan untuk pengembangan kedelai pada lahan kering. Luas panen kedelai di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2003 adalah 308 ha, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 366 ha, dengan produksi 363 ton pada tahun 2003 dan pada tahun 2011 541 ton, dengan laju pertumbuhan 20%. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki iklim yang tidak tegas antara musim hujan dan musim kemarau karena hujan selalu ada sepanjang tahun, dan pada bulan-bulan tertentu jumlah hari hujan sedikit. Masalah kekurangan air di lahan kering di Kutai Kartanegara dapat diatasi dengan mengatur pola tanam pada saat dimana hujan masih ada. Teknik lain yang bisa diterapkan jika akan menanam di luar musim adalah dengan cara memanen air hujan. Untuk menekan laju evaporasi dan transpirasi yang cukup tinggi dalam pengembangan kedelai adalah pemberian bahan organik.

Kata kunci: kedelai, potensi, lahan kering

ABSTRACT

Potency and strategy of soybean development on dry land in Kutai Kartanegara Regency. The areas Kutai Kartanegara Regency which comprise of 2.726.310 ha is divided into

agriculture area of 792.622 ha (wet land of 73.083 ha and dry land of 790.513 ha) and non-agriculture by 1.933.000 ha. This potency can be developed for dry land soybean cultivation. Harvesting area of soybean in Kutai Kartanegara Regency was 308 ha in 2003, and increased about in 2011 the area became 366 ha. Whereas soybean production in 2003 was 363 ton and 541 ton ini 2011, with production rate of 20%. But this region has unclear climate where border between dry season and raining season is not distinc, moreover raining can accur along the year and certain months has a little amount of ranny day. The lack of water in dry season can be overcome by plan-ting pattern arrangement when there is still raining. Another technique is by in out season water harvesting. Technology for suppress high evaporation and transpiration rate is by giving organic matter.

Keywords: soybean, potency, dry land

PENDAHULUAN

Sebagai bagian dari program revitalisasi pembangunan pertanian, pemerintah telah bertekad meningkatkan produksi kedelai nasional menuju swasembada 2015. Program ini harus didukung oleh semua pihak yang terkait dengan proses produksinya. Untuk mening-katkan produksi kedelai dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan menekan volume impor, pemerintah telah mencanangkan program peningkatan produksi kedelai dengan menerapkan berbagai program seperti yang sekarang sedang digalakkan yaitu pendam-pingan SL-PTT kedelai. Satu di antara strategi yang ditempuh adalah meningkatkan pro-duktivitas yang hingga kini baru mencapai 1,2 t/ha, sementara di tingkat penelitian dapat mencapai 2,0–2,5 t/ha, dalam hal ini inovasi teknologi memegang peranan penting.

(2)

Pada tahun 2011, luas panen kedelai di Kabupaten Kutai Kartanegara 366 ha dengan produksi 541 ton (setara dengan 1,48 t/ha). Dibandingkan dengan tahun 2010, terjadi peningkatan sebesar 12,5%. Pada tahun 2010 luas panen kedelai 327 ha dengan produksi 479 ton (setara dengan 1,47 t/ha). Peningkatan produksi ini disebabkan oleh bertam-bahnya luas panen (Dinas Pertanian Kab. Kutai Kartanegara 2011).

Upaya peningkatan produksi kedelai dapat ditempuh dengan tiga pendekatan yaitu, peningkatan produktivitas, peningkatan intensitas tanam dan perluasan areal tanam. Peningkatan intensitas tanam dapat dilakukan dengan mengatur pola tanam (Rachman dkk. 2007).

KARAKTERISTIK WILAYAH

Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 atau 2.726.310 ha, 12,89% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Batas administrasi, sebelah Utara Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang, dan Samarinda; Sebelah Timur Selat Makasar dan Kota Samarinda; sebelah Selatan Kabupaten Paser, Kota Balik-papan, dan Kota Samarinda; sebelah Barat Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Samarinda.

Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan, dengan curah hujan 0– 4000 mm per tahun. Temperatur rata-rata 26 oC, dan curah hujan rata-rata 212 mm/bln. Pada tahun 2010 dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Februari.

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI LAHAN KERING

Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri atas lahan pertanian seluas 792.622 ha (sawah 73.083 ha dan bukan sawah 791.543 ha), dan lahan nonpertanian 1.933.688 ha. Melihat potensi lahan bukan sawah terdapat lahan potensial seluas 339.927 ha dan 379.616 ha lahan fungsional (Dinas Pertanian Kab. Kutai Kartanegara 2011), sehingga memungkinkan dikembangkan kedelai pada lahan kering.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, masih ada area tambahan yang bisa dialihkan untuk pertanian. Di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur terdapat lahan seluas 300.000 ha yang bisa dimanfaatkan http://www.merdeka. com/uang (7 Nov 2012).

Luas panen kedelai di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2003 adalah 308 ha, dan pada tahun 2011 seluas 366 ha terjadi peningkatan sebesar 60%, sedangkan pada tahun 2003 sebesar produksi kedelai 363 ton dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 541 ton, sehingga laju pertumbuhan mengalami kenaikan sebesar 20%.

Dengan melihat kondisi tersebut, pemanfaatan potensi lahan di Kutai Kartanegara dapat dilakukan dengan budi daya kedelai pada lahan kering. Beberapa varietas kedelai yang diteliti oleh BPTP Kaltim, seperti Burangrang mampu berproduksi 1,4–1,7 ton/ha, Anjasmoro dengan produktivitas 1,0–1,67 t/ha (Fitri,2011 dan 2012), sedangkan Argo-mulyo 0,5–0,8 t/ha (Fitri 2011), Grobogan 2,3 t/ha, dan Baluran 1,6 t/ha.

STRATEGI PENGEMBANGAN KEDELAI

Curah hujan tahunan di Provinsi Kalimantan Timur berkisar antara 1828–2787 mm. Curah hujan tertinggi 2627–2787 mm berada di bagian barat Kaltim, dan curah hujan

(3)

terendah berkisar 1828–1988 mm di wilayah Kutai Kartanegara (BPDAS Mahakam Berau 2006).

Secara umum Kalimantan Timur, khususnya Kabupaten Kutai Kartanegara, memiliki iklim yang tidak tegas dimana batas antara musim hujan dan musim kemarau tidak terlihat jelas karena hujan selalu ada sepanjang tahun. Pada bulan-bulan tertentu jumlah hari hujan sedikit. Porositas tanah yang tinggi menyebabkan kelembaban tanah tidak bisa bertahan jika hujan tidak turun dalam jangka waktu agak lama, sehingga ada masa di mana tanah cenderung kering.

Kedelai adalah tanaman yang tidak toleran genangan, tetapi juga tidak mengehendaki kondisi yang kering, terutama pada masa-masa kritis, yaitu pada saat tanaman mulai berbunga hingga pengisian polong. Jika tanaman mengalami kekeringan pada fase ini maka pertumbuhannya terhambat dan produksi rendah.

Masalah kekurangan air di lahan kering di Kutai Kartanegara dapat diatasi dengan mengatur pola tanam pada saat dimana hujan masih ada sekitar bulan Maret-April atau Oktober–November. Teknik lain yang bisa diterapkan jika menanam kedelai di luar musim adalah dengan cara memanen air hujan. Teknik memanen air hujan sangat bervariasi, bergantung pada fisiografi lahan dan ketersediaan sumber daya lokal. Teknik pemanenan air hujan dengan teknik tandon (penampung air berukuran kecil) dapat dikembangkan di wilayah tadah hujan dengan intensitas dan distribusi curah hujan yang tidak pasti (Parimawati 2001 dalam Surahman dkk 2005). Embung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menam-pung kelebihan air hujan pada musim hujan dan menggunakannya pada musim kemarau (Surahman dkk 2005).

Hujan di Kalimantan Timur pada umumnya dan Kutai Kartanegara khususnya hampir selalu ada sepanjang tahun, maka fungsi embung adalah pengairan pada tanaman saat kondisi lahan sudah mulai mengering setelah beberapa hari tidak turun hujan. Berbeda dengan embung di daerah lain yang fungsinya untuk menyimpan kelebihan air pada musim hujan untuk digunakan selama musim kemarau, embung di Kutai Kartanegara bisa dibuat secara sederhana di lahan kering, ukuran embung disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Agar air hujan yang tertampung dalam embung tidak hilang dan meresap ke tanah, maka dasar embung dialas dengan plastik.

Selain ketersediaan air, masalah lain yang dihadapi dalam pengembangan kedelai adalah laju evaporasi dan transpirasi yang cukup tinggi. Laju evaporasi yang tinggi menyebabkan tanah tidak bisa mempertahankan kelembaban karena air siraman akan cepat turun ke bawah dan hilang sebagai air tanah. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemberian bahan organik.

Bahan organik adalah semua sisa jasad hidup dalam tanah, baik yang masih segar maupun yang telah terdekomposisi, senyawa sederhana maupun kompleks, termasuk di dalamnya akar tanaman, sisa tanaman dan kotoran hewan, humus, mikrobia dan beberapa senyawa organik (Kohnke 1968 dalam Wigati dkk 2006). Bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan hara di tanah dan merupakan zat perekat yang dapat mem-perbaiki struktur tanah sehingga dapat mengurangi permeabilitas tanah. Bagian serat dari bahan organik dapat meningkatkan pembentukan agregat dan granulasi tanah. Perbaikan agregasi tanah akan memperbaiki permeabilitas dan peredaran udara tanah lempungan. Granulasi butir-butir tanah memperbaiki daya pegang hara dan air oleh tanah (Wigati dkk 2006).

(4)

Bahan organik yang paling umum digunakan sebagai pembenah tanah adalah pupuk kandang. Tetapi karena populasi ternak di Kutai Kartanegara sangat kecil, maka keter-sediaan pupuk kandang terbatas.

Kedelai merupakan tanaman yang tidak membutuhkan pupuk dalam jumlah besar. Kebutuhan pupuk tanaman kedelai dapat ditentukan dari hasil analisis tanah agar pupuk yang diberikan tidak berlebihan. Menurut Balai Penelitian Tanah, kebutuhan N tana-man kedelai bisa dipenuhi dari hasil fiksasi N udara oleh bakteri Rhizobium. Untuk memastikan agar proses tersebut terjadi dengan baik diperlukan inokulasi Rhizobium dengan dosis 200 g untuk 40 kg benih. Produk inokulum yang baik adalah inokulum yang juga mengandung bakteri pelarut fosfat, kalium dan hormon pertumbuhan, selain bakteri pengikat N udara. Pemakaian inokulum yang baik dapat menekan 100% kebutuhan N dan 50% kebutuhan pupuk P dan K.

Pupuk majemuk standar yang ada di pasaran saat ini tidak efisien untuk tanaman kedelai yang hanya membutuhkan N dalam jumlah kecil, di sisi lain kebutuhan P dan K cukup tinggi. Aplikasi minimal pupuk majemuk NPK Phonska (15–15–15), Pelangi (20–10–10) dosis 100 kg/ha masih memberikan unsur N yang berlebih. Di lain pihak, hara P dan K tidak terpenuhi sehingga harus ditambahkan pupuk tunggal SP-36 dan KCl. Pemberian N yang tinggi akan menghambat proses fiksasi N oleh bakteri bintil akar pada tanaman kedelai. Apabila pupuk majemuk terpaksa harus digunakan, sebaiknya berpatokan pada kadar N dimana dosis pupuk majemuk yang diberikan dihitung berdasar-kan kebutuhan N tanaman kedelai. Konsekuensinya adalah masih perlu menambahberdasar-kan pupuk tunggal yang mengandung P dan K untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Alternatif lain adalah membuat pupuk majemuk NPK dengan formulasi 5-15-10 (Balai Penelitian Tanah 2010).

KESIMPULAN

Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 2.726.310 ha, terbagi menjadi lahan pertanian seluas 792.622 ha (sawah 73.083 ha dan bukan sawah 791.543 ha) dan lahan nonpertanian 1.933.688 ha. Potensi memungkinkan dimanfaatkan untuk pengem-bangan kedelai. Masalah kekurangan air di lahan kering di Kabupaten Kutai Kartanegara dapat diatasi melalui pengaturan pola tanam. Teknik lain yang bisa diterapkan jika akan menanam kedelai di luar musim adalah dengan cara memanen air hujan. Untuk menekan laju evaporasi dan transpirasi yang cukup tinggi dapat diupayakan melalui pemberian bahan organik.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah, 2010. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kedelai pada berbagai Tipe Penggunaan Lahan. Dari balittan.litbang.deptan.go.id, 1 Juni 2010.

BPDAS Mahakam Berau, 2006. Penyusunan Data dan Peta Iklim Propinsi Kalimantan Timur Tahun 2006. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mahakam Berau, Kalimantan Timur. 47p.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kutai Kartanegara, 2011. Potensi dan Fungsional Lahan Kab. Kutai Kartanegara. 2011.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kutai Kartanegara, 2011. ATAPDA Kab. Kutai Kartanegara. 2011.

Fitri Handayani, Nurbani, dan Mastur 2011. Efektivitas Pemupukan Sistem Olah Tanah Untuk Meningkatkan Produksi Kedelai Varietas Buranrang dalam Prosiding Semiloka Nasional

(5)

Dukungan Agro Inovasi untuk Pemberdayaan Petani dalam Pengembangan Agribisnis Masyarakat Perdesaan. Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembagan Teknologi Pertanian, Pemprov Jawa Tengah, dan Universitas Diponegoro, Semarang 14 Juli 2011 (237–241).

Fitri Handayani, Nurbani, dan Yustina. 2012. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Dosis Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2011 Inovasi Teknologi dan Umbi Mendukung Empat Sukses Kementerian Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor 2012.

Rachman, A., IGM. Subiksa dan wahyunto, 2007. Perluasan Areal Tanaman Kedelai ke Lahan Suboptimal, dalam Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Surahman, A., I.M. Wisnu, dan Sasongko, 2005. Optimalisasi Embung dalam Pengembangan

Usahatani Lahan Kering di NTB. Dari ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2005, 31 Mei 2010. Wigati, E.S., A. Syukur, dan Bambang DK., 2006. Pengaruh Takaran Bahan Organik dan

Tingkat Kelengasan Tanah terhadap Serapan Fosfor oleh Kacang Tunggak di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(1): 52–58.

Referensi

Dokumen terkait

Adasebuah keluarga yang ingin melakukan upacara ngaben (upacara pembakaran mayat bagi agama Hindu), namun mereka kemudian mengurungkan niatnya karena tidak ingin

Grafik di atas menunjukkan bahwa responden dengan perlakuan infra red dengan penambahan mobilisasi saraf menunjukkan hasil bahwa pada fase baseline 1 (hari ke-1 sampai

INFORMASI HUKUM - JDIH BIRO HUKUM SETDA PROV J   ATIM .. SAIFUL ANWAR PROVINSI

Tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat pada sapi perah di Indonesia juga dapat terjadi resistensi cacing terhadap antelmintik yang diberikan, mengingat pola pemberian obat

3. Beberapa manfaat perencanaan usaha adalah pekerjaan atau aktivitas dapat dilakukan secara teratur dan dengan tujuan yang jelas, menghindari pekerjaan atau aktivitas yang

Beberapa alasan India dalam membentuk kerjasama dengan negara-negara anggota BRICS karena India ingin menjadikan negaranya sebagai major power ekonomi politik

Berdasarkan hasil uji validitas nilai korelasi pearson correlation ( r hitung) untuk masing – masing item pertanyaan pada variabel Penerapan Sistem E- filling, tingkat

menupakan sebuah perusahaan agency yang menghandle lebih dari ratusan ribu produk baru yang ingin cepat dikenal oleh pasar dengan marketing mereka yang belum bisa dilakukan