• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Layanan kefarmasian selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang menarik minat konsumen terhadap pembelian obat di apotek. Pelayanan kefarmasian meliputi penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Muslicnah, dkk (2010), faktor lingkungan (penampilan apotek), 76,86% masyarakat menginginkan penampilan apotek yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Mote (2009), pasien mengharapkan petugas yang ramah dalam melayani adalah sebesar 80,6%. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, dkk (2010), 93,4% masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat di apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dan Muliksin (2010), 70% masyarakat menyatakan ketersediaan obat yang lengkap merupakan hal yang penting. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2012), 86.7% pasien puas bila mendapat pelayanan yang cepat, tetapi layanan kefarmasian di apotek saat ini masih belum banyak dipraktekkan, jika ada beberapa yang telah melakukannya kemungkinan masih belum optimal dan menjadikan faktor pertimbangan dalam pemilihan sebuah apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2009), apotek

(2)

yang melaksanakan standar pelayanan kefarmasian hanya 47,63%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmandani dkk (2011), tentang pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek baru dilakukan sebesar 56,16%. Meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan pengetahuan sebagai hasil pembangunan nasional di segala bidang telah menyebabkan masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, ramah serta sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan cerminan hasil dari mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di apotek. Pelayanan tersebut dapat berupa interaksi dengan pelayanan medis, pasien, atau sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan baik itu dari administrasi, keuangan, serta tenaga kesehatan. Kepuasan menggunakan jasa apotek merupakan sikap dari konsumen dalam menentukan arah dan tujuan akhir dalam proses memahami pemakian obat secara tepat atau pembelian suatu produk obat (Alfianasari, 2010), sehingga kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat seberapa besar kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.

Apotek sebagai sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan obat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Depkes, 2009). Perkembangan yang pesat telah terjadi di apotek dengan bergesernya orientasi seorang apoteker dari product atau drug oriented menjadi patient oriented, yang bertujuan membantu pasien memperoleh dan menggunakan obat yang tepat.

(3)

Kota Denpasar merupakan Ibukota Provinsi Bali juga merupakan pusat kegiatan bisnis. Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2012), Kota Denpasar memiliki jumlah apotek paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Apotek yang terletak di Kota Denpasar berjumlah 194, dengan jumlah apotek yang cukup banyak di Kota Denpasar diperlukan pelayanan kefarmasian untuk memberikan kepuasan dalam menggunakan jasa apotek. Studi pendahuluan yang sudah dilakukan untuk mengetahui jumlah penjualan obat pada tanggal 8-9 Oktober 2013 di empat apotek Kota Denpasar (Apotek Nita Anandi, Apotek Swan, Apotek Puri Andika, dan Apotek Sripada). Data penjualan yang dikumpulkan pada bulan Mei-Agustus 2013, menunjukkan gambaran jumlah total penjualan obat di empat apotek tersebut meningkat menjadi 5-15% dari total penjualan obat di masing-masing apotek pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Peningkatan jumlah penjualan obat pada bulan Mei-Agustus di empat apotek kota Denpasar disebabkan, karena apotek tersebut memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Hasil wawancara dengan beberapa pasien yang membeli obat di empat apotek tersebut pada tanggal 6-8 Januari 2014, pasien kembali ke apotek tersebut, karena pasien mendapatkan informasi obat yang dibeli dan obat yang tersedia di apotek tersebut lengkap serta petugas apotek yang melayani sangat ramah. Berdasarkan jumlah apotek, data peningkatan penjualan obat dan hasil wawancara beberapa pasien dapat diketahui bahwa pelayanan kefarmasian berhubungan dengan kepuasan menggunakan jasa apotek, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

(4)

Studi pendahuluan mengenai Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi Farmasi RSI Ibnu Sina Arsi Padang tahun 2006 dengan penelitian yang dilakukan sekarang terdapat perbedaan, tentang fungsi dari pelayanan kesehatan. Instalasi Farmasi hanya dapat memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan resep dari dalam instalasi tersebut dan tidak boleh melayani pelayanan resep selain dari instalasi rumah sakit tersebut, sedangkan penelitian sekarang menggunakan apotek yang dapat melayani pelayanan resep dan pelayanan non-resep, sehingga penelitian ini melengkapi atau menambahkan dari hasil penelitian terdahulu.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, selain itu juga penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kesehatan kepada pasien khususnya mengenai obat-obatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar ?

(5)

2. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan petugas apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar ?

3. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan informasi obat di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar ?

4. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar ?

5. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan pelayanan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar ?

6. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien membeli obat pada apotek-apotek di Kota Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

(6)

2. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan petugas apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

3. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan informasi obat di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

4. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

5. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan pelayanan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

6. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan mutu informasi kesehatan mengenai pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek.

(7)

1.4.2 Manfaat Praktis

Memberikan informasi kesehatan dengan melaksanakan pelayanan kefarmasian (penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek) kepada pasien terutama dalam penggunaan obat yang rasional, sehingga meningkatkan kualitas kesehatan pasien.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Kesehatan Indonesia Mengenai Obat-Obatan

Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat merupakan salah satu hak asasi manusia. Kebijakan pemerintah terhdap peningkatan akses obat dilakukan melalui kebijakan seperti undang-undang sampai keputusam menteri kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan tentang obat (Suryani, dkk, 2013). Hasil Rikerdas (2013), 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi dengan presentase obat yang disimpan adalah 35,7% obat keras dan antibiotika 27,8%. Terdapatnya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan pengunaan obat yang tidak rasional. Data Rikerdas (2013) juga menunjukkan bahwa 63,1% sumber informasi obat-obatan di perkotan maupun di pedesaan paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan, sehingga disini sangat diperlukan peran seorang apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian untuk bisa mencegah pengunaan obat yang tidak rasional yang terjadi di masyarakat.

Salah satu pendapatan industri farmasi adalah berasal dari penjualan obat, tetapi fakta yang menunjukkan bahwa belanja kesehatan di Indonesia kurang dari 3% dari nilai produk domestik bruto yang mengindikasikan rendahnya daya beli masyarakat terhadap obat (Bank Dunia, 2008). Data yang didapat dari Bank Dunia (2008), sumber utama pelayanan penduduk saat sakit adalah pedagang obat salah satunya adalah apotek. Sebagian besar masyarakat membeli obat-obatan dari

(9)

sektor swasta dan daya beli masyarakat terhadap obat-obatan sebesar 15% (BPS,2006). Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Filiphina, daya beli masyarakat di negara tersebut terhadap obat-obatan lebih tinggi sebesar 65% dan 48% (Djuhaeni, 2009). Salah satu penyebab rendahnya daya beli masyarakat Indonesia terhadap obat adalah kurang maksimalnya pelayanan kefarmasian (Rachmandani dkk, 2011).

2.2 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien (Depkes, 2009).

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Penggunaan pelayanan kefarmasian tidak hanya digunakan untuk pelayanan resep tapi juga untuk pengobatan sendiri (swamedikasi) (Gupta, dkk., 2011). Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada swamedikasi. Peran dan tanggungjawab apoteker ini didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, yaitu tanggung jawab apoteker dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan kualitas hidup

(10)

pasien. Didasarkan pada filosofi ini, maka tanggung jawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat (drug–related problems), sehingga dapat tercapai keluaran terapi yang optimal (ISFI, 2005). Standar pelayanan kefarmasian di apotek ini meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek (Depkes RI, 2004).

2.2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian 2.2.1.1 Penampilan apotek

Dalam hal pemilihan lokasi apotek hendaknya mempertimbangkan keadaan sekitar, misalnya adanya sarana kesehatan baik rumah sakit, praktek dokter, mantri (desa), bidan, klinik, dan puskesmas, selain itu hendaknya dipilih daerah yang dekat dengan pusat keramaian seperti pasar atau terminal dan juga pemukiman penduduk (Muslicnah, 2010). Penampilan apotek adalah keadaan secara fisik dari penampilan apotek menyangkut penataan ruang tunggu dan desain interior (etalase obat), kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu serta fasilitas penunjang lainnya seperti adanya TV, AC, koran, toilet, telpon dan penampilan petugas, serta informasi secara umum berupa poster maupun papan pemberitahuan tentang prosedur pelayanan. Lingkungan fisik apotek harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan profesional (Ifmaily, 2006).

(11)

2.2.1.2 Keramahan Petugas Apotek

Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah (senyum, sapa, salam), cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Keramahan pada pelanggan sangat penting agar mereka merasa dihargai, sehingga bisa menjadi pelanggan yang setia. Petugas melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan (Walgito, 2006). Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup, sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan menurut pasien diantaranya adalah dari sikap petugas kesehatan. Pelayanan kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah, bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan (Yunevy dan Haksamana, 2013).

2.2.1.3 Pelayanan Informasi Obat di Apotek

Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan obyektif diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian pengevaluasian, pengindeksan, pengorgarnisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna. Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi tingkat pengetahuan pasien dan efektifitas informasi yang diterima oleh pasien mengenai obat yang digunakan. Pelayanan informasi obat kepada pasien bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan obat yang diterimanya.

(12)

Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara penggunaan, interaksi obat atau dengan makanan, efek samping, dan cara penyimpanan (Siregar, 2005), sehingga dapat disimpulkan Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi serta rekomendasi obat yang akurat oleh apoteker kepada pasien.

2.2.1.4 Ketersediaan Obat di Apotek

Lengkap dan akurat dalam penyediaan obat harus sesuai dengan standar penyediaan obat di apotek yaitu meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat OWA (Obat Wajib Apotek). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang memiliki logo lingkaran berwarna hijau dan lingkaran berwarna biru yang meliputi obat penurun panas, batuk dan vitamin, sedangkan obat OWA meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular (analgesik), antiparasit dan obat kulit (BPOM, 2004). Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek. Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya. Pemesanan obat di pesan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) dengan memberikan SP (Surat Pesanan) yang ditanda tangani oleh apoteker penanggung jawab apotek. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis, tipe ukuran kemasan barang yang dijual, dan macam-macam rasa dari suatu produk yang akan dibeli (Yuliana, 2009).

(13)

2.2.1.5 Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek

Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai waktu yang ditentukan. Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat disimpulkan kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut (Trimurthy, 2009). Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010)

2.3 Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa ApotekDi Kota Denpasar

Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek memiliki arti bahwa pelanggan atau pasien mengerti cara pemakian obat atau membeli produk tertentu di apotek (Angelova dan Zekiri, 2011). Proses informasi dan komponen kepuasan secara bersama-sama akan menjadi elemen yang penting sebagai kepuasan pasien (Kusuma, 2009). Dapat disimpukan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan informasi dan komponen pengetahuan serta keinginan yang timbul

(14)

dalam diri pelanggan untuk membeli obat di apotek dan mengerti aturan dan pemakian obat tersebut.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan adalah model kesenjangan kualitas jasa dengan metode servqual (service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (Kotler, 2006). Servqual dikembangkan atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Untuk penilaian kualitas pelayanan tercakup lima dimensi pelayanan, yaitu reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy, dan tangibles (bukti fisik) (Jasfar, 2005). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan yang diharapkan, maka layanan disebut memuaskan. Oleh karena itu servqual didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Malasari dkk, 2011). Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dipengaruhi oleh hal seperti layanan yang diberikan (Yakup dkk, 2011). Selain itu juga citra tempat pembelian juga memiliki peran yang berpengaruh terhadap frekuensi pembelian pelanggan pada suatu perusahaan tertentu (Puccinelli,dkk, 2009). Kepuasan pasien dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama dalam melakukan pembelian obat, selain itu juga kepuasan atas produk akan mempengaruhi pola perilaku selanjutnya seperti minat membeli ulang produk (Prastiwi dan Ayubi,

(15)

2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saidani dan Samsul (2012), kepuasan konsumen akan mempengaruhi keputusan membeli konsumen. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmadi (2013), kualitas pelayanan akan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.

2.4 Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Kota Denpasar

2.4.1 Hubungan Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek.

Kenyamanan dalam menunggu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien membeli obat di apotek, dan hal yang memberi kenyamanan pada pelanggan adalah penampilan fisik yang menarik dan tersedianya sarana penunjang. Penampilan karyawan yang rapi dan khas merupakan hal yang perlu diperhatikan juga, tentu akan memberikan karakteristik tersendiri sebagai pemberi image (citra) tentang suatu produk jasa pelayanan yang akan diberikan serta dijual kepada konsumen (Tlapana,2009). Fasilitas yang baik tergantung dari letak pencahayaan, tata letak pengaturan interior, dan kebersihan, sehingga akan meningkatkan loyalitas pasien untuk berkunjung ketempat tersebut dan merekomendasikan tempat tersebut ke orang lain (Ryu & Han, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Cornelia dan Veronica (2009), penampilan fisik berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidharta (2009), bahwa penampilan fisik akan mempengaruhi kunjungan kembali konsumen.

(16)

2.4.2 Hubungan Keramahan Petugas Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, memberikan perhatian, dan ini mempunyai andil besar dalam konseling yang efektif. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan saran dan nasehat petugas (Yunevy dan Haksamana, 2013). Kepuasan pasien di ukur dari tingkat subyektif, baik itu dari keadaan emosional atau kebutuhan yang diperlukan, dimana salah satunya tingkat kepuasan pasien dapat diukur melalui keramahan pegawai (Curakovic dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2010), mengatakan bahwa keramahan petugas memiliki hubungan positif dengan minat kembali menebus resep obat. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Saragih, dkk (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh antara keramahan petugas terhadap loyalitas pasien.

2.4.3. Hubungan Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi serta rekomendasi obat yang akurat, oleh apoteker kepada pasien . Memberikan informasi tersebut perlu penguasaan teknik komunikasi yang berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Informasi yang diberikan tidak harus ilmiah yang terpenting penerima mudah mengerti, memahami, dan menerima informasi yang dibutuhkan. Informasi yang disampaikan secara ringkas, jelas, terbukti dan menghindari sifat

(17)

menggurui, memaksa dan menyalahkan (Trimurthy, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati, dkk (2011), terdapat pengaruh positif antara pelayanan informasi obat terhadap kepuasan pasien membeli obat. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifmaily (2006), pelayanan informasi obat akan mempengaruhi minat beli ulang obat pasien.

2.4.4. Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Akses masyarakat terhadap obat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan obat. Ketersediaan obat yang lengkap akan memudahkan masyarakat untuk mencari kebutuhan obat yang diperlukan (Handayani dkk., 2009). Secara teoritis dalam satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek, mencerminkan bagaimana seorang pelanggan akan sangat setia dalam suatu merek, sehingga apotek memerlukan bermacam -macam sumber daya (Rajahtran & Badaruddin, 2010). Persediaan obat-obatan harus disesuaikan dengan besarnya kebutuhan masyarakat sekitar karena persediaan obat obatan yang tidak lancar akan menghambat pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan karena obat tidak tersedia pada saat dibutuhkan, sehingga akan mempengaruhi loyalitas pasien (Fakhriadi, dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan Trimurthy (2009) menyatakan, bahwa kelengkapan obat berpengaruh positif terhadap kunjungan pasien. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Oetomo (2012), dimana keragaman produk akan mempengaruhi minat beli konsumen.

(18)

2.4.5. Hubungan Kecepatan Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Kepuasan pasien salah satunya di pengaruhi oleh waktu pelayanan. Waktu pelayanan merupakan waktu yang digunakan untuk melayani pasien. Waktu pelayanan sangat berhubungan dengan kecepatan pelayanan. Semakin cepat pelayanan maka waktu pelayanan yang dibutuhkan semakin sedikit (Kurniawan, 2012). Kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Pasien yang membeli obat baik itu membeli bebas atau membeli berdasarkan resep, dari proses pemesanan kepada petugas apotek, penyiapan, dan kembali menyerahkan obat ke pasien diharapkan agar tidak terlalu lama supaya pasien tidak lama untuk menunggu. Kecepatan petugas dalam pelayanan menurut waktu tunggu pelayanan resep racikan yang ideal adalah 25 menit (Suwaryo dkk, 2011) dan resep tanpa racikan sebesar 15 menit (Harijono dan Soepangkat, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2012) bahwa kecepatan pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Hasil serupa juga diperoleh oleh Widiyawati (2011), menyatakan bahwa kecepatan pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.

2.5 Apotek

Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan kefarmasian serta perbekalan alat kesehatan lainnya kepada masyarakat (Depkes, 2009). Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, maka dalam

(19)

pelayanannya apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Dalam pengelolaanya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker dan memiliki SIPA (surat ijin praktek apoteker). Standar kefarmasian suatu apotek adalah adanya apoteker dan asisten apoteker di apotek, ketika apotek melakukan kegiatan kefarmasian serta apotek memiliki ruang tunggu untuk pengambilan obat, apabila salah satu hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka apotek tersebut dapat dikatakan standar kefarmasian kurang (Depkes, 2009).

2.5.1 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 Tugas dan Fungsi Apotek adalah sebagai berikut

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat.

(20)

2.6 Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker serta memiliki surat ijin praktek (SIPA). Peran apoteker adalah melakukan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) yang merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes, 2004).

Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik dan anggaran) secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu pendidikan serta memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Depkes, 2004).

Tugas apoteker antara lain memimpin seluruh kegiatan apotek, mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi (administrasi kefarmasian, administrasi keuangan, administrasi penjualan, administrasi barang dagangan atau inventaris, administrasi personalia, dan administrasi bidang umum), membayar pajak yang berhubungan dengan apotek dan berusaha agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja. Tanggung jawab seorang apoteker adalah bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya dan bertanggung jawab kepada pemilik modal (Anief. 2006).

(21)

2.7 Jenis Pelayanan di Apotek 2.7.1 Pelayanan Resep

Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jenis-jenis resep antara lain :

a. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.

b. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.

c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.

d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).

(22)

2.7.2 Pelayanan Non-resep

Pelayanan obat non-resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Swamedikasi merupakan penggunaan dan pemilihan obat secara individual untuk mengobati atau mengatasi penyakit yang dikenali dan diketahui gejalanya dengan berkonsultasi kepada apoteker (Meriati dkk, 2013). Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (Ali dkk, 2011). Jadi dapat disimpulkan swamedikasi (pengobatan sendiri) berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter, tetapi harus berkonsultasi dengan apoteker.

Kehadiran pasien di apotek didasarkan atas keperluan untuk mendapatkan obat dan untuk berkonsultasi tentang penyakit serta kaitannya dengan pengobatan kepada tenaga kefarmasian khususna apoteker. Dalam swamedikasi dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya, pada waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau. Swamedikasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan secara tepat, aman, dan rasional. Oleh sebab itu peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri (Tjay dan Rahardja, 2007).

(23)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan cerminan dari kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tempat pelayanan kesehatan di apotek baik itu pelayanan resep atau pelayanan non-resep. kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdapat dalam diri pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan. Faktor eksternal merupakan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh pasien yang meliputi harga jual obat, jarak apotek dengan tempat tinggal pasien, praktek dokter dan pelayanan kefarmasian yang diberikan di apotek.

Apotek sendiri sebagai salah satu sarana kesehatan yang bertugas menyediakan sediaan kesehatan khusus sediaan farmasi agar masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan keperluan obat-obatan untuk meningkatkan derajat kesehataan masyarakat. Pelayanan kefarmasian dipilih, karena merupakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan profesionalisme dan tanggung jawab dari profesi seorang kefarmasian khususnya apoteker dalam melaksanakan kegiatan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pelayanan kefarmasian di apotek ini berupa penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek,

(24)

dan kecepatan pelayanan apotek, sehingga dari pengaruh pelayanan kefarmasian tersebut akan dilakukan suatu penelitian terhadap kepuasan pasien menggunakan jasa apotek. Penelitian ini juga dilakukan untuk dapat memberikan suatu informasi mengenai pemahaman obat kepada masyarakat, dengan adanya informasi tersebut masyarakat akan dapat menggunakan obat secara tepat.

(25)

3.2 Kerangka Konsep

Keterangan

= Tidak diteliti = Yang diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Faktor Internal 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Penghasilan 4. Pendidikan 5. Pekerjaan Faktor Eksternal Pelayanan kefarmasian 1. Penampilan apotek 2. Keramahan petugas apotek 3. Pelayanan informasi obat di apotek 4. Ketersediaan obat di apotek 5. Kecepatan pelayanan apotek Harga obat Jarak apotek dengan tempat tinggal pasien Praktek dokter

(26)

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar 2. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan petugas

apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar

3. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan informasi obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar

4. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar

5. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan pelayanan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar

6. Ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar

(27)

27 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan Cross sectional (Woordward, M dalam buku Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Peneliti dalam penelitian ini tidak melakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek penelitian tetapi hanya memberikan kuesioner (self administered). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.

Gambar 4.1 Kerangka Rancangan Penelitian Pengaruh Pelayanan Kefarmasian

Pengaruh Pelayanan Kefarmasian baik Pengaruh Pelayanan Kefarmasian kurang Pasien puas menggunakan jasa apotek Pasien tidak puas menggunakan jasa apotek Pasien tidak puas menggunakan jasa apotek Pasien puas menggunakan jasa apotek

(28)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 20 apotek di Kota Denpasar. Jumlah apotek yang diambil dilakukan dengan strata proporsi sampling yaitu cara mengambil sampel dengan memperhatikan strata (tingkatan) di dalam populasi. Pemilihan apotek ini mewakili atau mencakup wilayah Denpasar Utara (5 apotek), Denpasar Selatan (5 apotek), Denpasar Barat (6 apotek), dan Denpasar Timur (4 apotek). Pembagian apotek di Kota Denpasar dilakukan dengan memilih 10 apotek yang memiliki standar kefarmasian yang baik dan 10 apotek yang memiliki standar kefarmasian kurang. Penelitian dilakukan pada bulan Februari selama dua bulan.

4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien di Kota Denpasar yang membeli obat di apotek tersebut baik itu berupa pelayanan resep maupun pelayanan non-resep. 4.3.2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang ditentukan dengan menggunakan kriteria inklusi, sedangkan bagian populasi yang tidak dimasukan kedalam kriteria inklusi disebut dengan kriteria eksklusi.

4.3.2.1. Kriteria Inklusi:

1. Pasien yang membeli obat di apotek dengan biaya sendiri. 2. Pasien berumur 18-60 tahun.

(29)

4. Pasien bersedia mengisi kuesioner. 4.3.2.2.Kriteria Eksklusi

1. Pasien atau keluarga yang berasal dari pegawai apotek tersebut. 2. Pasien kerjasama dari apotek.

4.3.3 Perhitungan Jumlah Sampel

Sampel responden yang digunakan dihitung berdasarkan rumus

{z1-α/2 √2P(1-P) + z1-β √P1(1-P1) +P2(1-P2)}2 n = ---

(P1 – P2)2

(Lemeshow and Hosmer, 2000)

keterangan

n = jumlah sampel

Z 1-α/2 = standar deviasi dengan confidence level 95% adalah 1,96

P1 = proporsi kepuasan pasien di apotek dengan standar kefarmasian yang baik sebesar 0,75

P2 = proporsi kepuasan pasien di apotek dengan standar kefarmasian kurang sebesar 0,50 (Nita dkk, 2008)

z1-β = Nilai z pada kekuatan uji (power test) 1-β sebesar 0,8

Dari perhitungan didapat sampel sebesar

{1,96√2x0,625(1-0,625) + 0,8√0,75(1-0,75) +0,50(1-0,50)}2 n = ---

(0,75– 0,50)2

(30)

Jadi sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 116 sampel.

4.3.4 Teknik pengambilan sampel

Sampel responden pada masing-masing apotek diambil secara consekutif sampling yaitu mencari sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampai dipenuhi jumlah sampel yang diperlukan. Jumlah sampel masing-masing apotek sebesar 5-6 sampel dan total sampel yang diperlukan sebesar 115-6 sampel. Sampel responden yang digunakan adalah sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan.

(31)

4.4 Variabel Penelitian Tabel 4.1 Definisi operasional Variabel

independen

Definisi operasional Skala

pengukuran Cara pengukuran Penilaian Penampilan apotek

Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat di apotek Kota Denpasar, tentang papan nama apotek terlihat jelas, letak apotek ditempat yang strategis di Kota Denpasar, penataan obat yang rapi di apotek Kota Denpasar, apotek Kota Denpasar memiliki ruang tunggu, toilet, tempat brosur obat, tempat sampah, dan tanda pengenal/kostum pegawai apotek Kota Denpasar.

Nominal Kuesioner 1. Kurang baik, bila X< mean 2. Baik bila mean X ≥ mean

(Azwar. 2010)

Keramahan Petugas apotek

Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat di apotek Kota Denpasar, tentang keramahan petugas. Meliputi pelayanan yang ramah dan senyum, petugas apotek bersedia menjawab pertanyaan pasien, tanggap terhadap apa yang dibutuhkan atau keluhan pasien saat membeli obat, dan kapanpun siap memberi informasi obat.

Nominal Kuesioner 1. Kurang baik, bila X< mean 2. Baik bila mean X ≥ mean

(Azwar. 2010)

Pelayanan Informasi obat di apotek

Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat di apotek tersebut, pelayanan informasi obat dengan bahasa yang mudah dimengerti dan memberikan informasi lain selain obat yang berhubungan dengan penyakit pasien.

Nominal Kuesioner 1. Informasi yang diberikan cukup bila X ≥mean

2. Informasi yang diberikan tidak cukup X < mean

(32)

Ketersediaan Obat apotek

Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat di apotek Kota Denpasar tentang ketersediaan obat, kondisi atau kualitas obat yang dibeli terjamin (tidak expired date dan kemasan tidak rusak) dan petugas memberikan solusinya bila obat yang diminta pasien kosong atau tidak ada.

Nominal Kuesioner` 1. Lengkap bila X ≥ mean 2. Tidak lengkap X < mean (Azwar. 2010)

Kecepatan pelayanan apotek

Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat di apotek Kota Denpasar tentang petugas menghitung harga obat dengan cepat, apabila penyediaan obat tanpa racikan lebih dari >15 menit atau obat dengan racikan lebih > 25 menit diberikan diskon atau permintaan maaf dari petugas apotek Kota Denpasar, pasien datang petugas dengan cepat memberikan pelayanan, petugas sangat cepat dalam menyediakan obat yang ingin di beli pasien, dan Petugas apotek melakukan proses tranksaksi pembelian, dan pembayaran kepada pasien dengan cepat.

Nominal Kuesioner 1. Kurang cepat, bila X< mean 2. Cukup cepat bila mean X ≥

mean (Azwar, 2010).

(33)

Variabel Dependet

Definisi Operasional Skala

Pengukuran Cara Pengukuran Penilaian Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar (sikap pasien dari kualitas pelayanan yang diberikan baik itu kualitas penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan informasi obat, ketersediaan obat dan kecepatan pelayanan) terhadap pengukuran kualitas yang dirasakan dengan penilaian : sangat tidak baik (STB), tidak baik (TB), baik (B), sangat baik (SB) setelah itu dibandingkan dengan harapan pasien terhadap kualitas yang diberikan dengan penilaian : sangat tidak penting (STP), tidak penting (TP), penting (P), dan sangat penting (SP).

Nominal Kuesioner 1. Puas bila X ≥ mean 2. Tidak Puas X < mean

(34)

Variabel Kontrol

Definisi Operasional Skala

Pengukuran

Cara Pengukuran Penilaian

Umur Lama hidup dari pasien dari lahir sampai sekarang yang dinyatakan dengan tahun.

Nominal Kuesioner 1. umur < 30 tahun 2. umur ≥ 30 tahun Jenis

Kelamin

Jenis yang dapat digunakan untuk menyamakan atau membedakan manusia sebagai pria dan wanita.

Nominal Kuesioner 1. Pria

2. Wanita Penghasilan Jumlah yang didapat oleh seseorang dalam

bentuk uang selama sebulan.

Ordinal Kuesioner 1. < 1 juta 2. 1 juta-2juta 3. > 2juta

Pendidikan Tingkat pendidikan pasien. Ordinal Kuesioner 1. Tidak sekolah

2. SD 3. SMP 4. SMA

5. Sarjana/Diploma Pekerjaan Kegiatan sehari-hari yang dilakukan dan sumber

mata pencaharian pasien.

Ordinal Kuesioner 1. Tenaga kesehatan 2. PNS/TNI/POLRI 3. Swasta/Wirausaha 4. Tidak bekerja

(35)

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan oleh peneliti kepada pasien yang membeli obat di apotek. Kuesioner terdiri dari 5 kelompok pertanyaan berstruktur meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan pelayanan apotek. Pada masing-masing sub pelayanan kefarmasian diberikan beberapa pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki skor. Jumlah skor dihitung berdasarkan kategorinya. Sebelum itu dilakukan uji coba kuesioner untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan pada 39 orang pasien di Apotek Hanah di Kabupaten Badung.

4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1. Tahap persiapan

a. Menentukan populasi

b. Menentukan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi

c. Menyusun kuesioner terstruktur melalui studi pustaka dari penelitian terdahulu

d. Melakukan uji coba kuesioner untuk menguji uji validitas dan realibilitas kuisioner yang digunakan pada 39 pasien di apotek Hanah

4.7.2. Tahap pelaksanaan

a. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan April 2014.

(36)

b. Kuesioner terstruktur disebarkan di 20 Apotek Kota Denpasar oleh peneliti sendiri, dengan jumlah total responden sebanyak 116 sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

c. Responden yang mengisi kuisioner akan ditemani oleh peneliti.

d. Data yang terkumpul akan diolah menggunakan program statistik komputer.

4.8 Analisis Data 4.8.1. Analisis Univariat

Menganalisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik dari subyek penelitian.

4.8.2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat dua variabel yaitu antara variabel independen (penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan pelayanan) terhadap variabel dependen yaitu minat membeli ulang obat. Dalam menganalisis bivariat, karena variabel independen dan dependen berskala nominal, untuk itu uji yang digunakan adalah uji Chi Square. Apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen, digunakan p value dengan tingkat kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0.05. Apabila p value ≤ 0.05, maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen, tetapi apabila p value > 0.05, maka Ho diterima, yang

(37)

berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen, untuk nilai OR >1 itu artinya sebagai faktor resiko.

4.8.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah analisis yang digunakan untuk melakukan uji pengaruh lebih dari 2 variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen dapat dijadikan sebagai prediktor untuk terjadinya variabel dependen. Analisis multivariat ini akan dapat dilihat faktor mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen, selain itu juga dengan menggunakan analisis multivariat akan dapat mengontrol variabel compounding yang terdapat pada penelitian. Dalam penelitian ini analisis multivariat yang digunakan adalah logistik regresi.

(38)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Uji Univariat

5.1.1 Uji Univariat Karakteristik Pasien

Hasil uji univariat mengenai karakterisitik pasien dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Karakteristik Pasien f % Jenis Kelamin Laki-laki Wanita 51 65 44% 56% Pendidikan SD SMP SMA Sarjana/Diploma 2 5 40 69 1.7% 4.2% 33.9% 58.5% Pekerjaan Tidak Bekerja Tenaga Kesehatan Swasta PNS 14 11 65 26 11.9% 9.3% 55.1% 22.0% Penghasilan < 1 Juta 1-2 Juta > 2 Juta 41 43 32 35.3% 37.1% 27.6% Umur < 30 tahun ≥ 30 tahun 72 44 61.1% 37.9%

Uji univariat mengenai karakterisitik pasien tentang jenis kelamin laki-laki lebih sedikit (44%) dibandingkan dengan perempuan (56%). Karekteristik pendidikan dari yang terkecil sampai yang terbesar SD (1,7%), SMP (4,2%), SMA (33,9%), Sarjana/Diploma (58.5%). Karakterisitik pekerjaan didapatkan hasil dari

(39)

yang terbesar sampai dengan yang terkecil swasta (55.1%), PNS (22.0%), tidak bekerja (11.9%), tenaga kesehatan (9.3%). Karakterisitik penghasilan dari yang terbesar sampai yang terkecil 1-2 Juta (37,1%), < 1 Juta (35,3%), dan > 2 Juta (27,6%). Karakterisitik umur < 30 tahun (61,1%) lebih besar dibandingkan umur ≥ 30 tahun (37,9%).

5.1.2 Uji Univariat Pelayanan Kefarmasian

Tabel karakterisitik hasil uji univariat pelayanan kefarmasian dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2

Karakterisitik pelayanan kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian f % Penampilan Apotek Kurang Baik Baik 58 58 50% 50% Keramahan Petugas Apotek Kurang ramah Ramah 65 51 56% 44%

Pelayanan Informasi Obat Informasi Kurang Informasi Cukup 57 59 49.1% 50.9% Ketersediaan Obat

Obat Tidak Lengkap Obat Lengkap 50 66 43.1% 56.9% Kecepatan Pelayanan Kurang Cepat Cukup Cepat 63 53 54.3% 45.7%

Tabel 5.2 hasil uji univariat untuk faktor-faktor pelayanan kefarmasian didapatkan sebagai berikut, untuk faktor penampilan apotek jumlah penampilan

(40)

apotek kurang baik dan baik sama yaitu sebesar 50%. Faktor keramahan petugas di apotek didapatkan hasil jumlah petugas yang kurang ramah lebih besar (56%) dibandingkan dengan petugas yang ramah sebesar 44%, kemudian faktor pelayanan informasi obat, informasi yang diberikan sudah cukup lebih banyak (50,9%) dibandingkan dengan informasi yang kurang (43,1%), Selain itu juga dari ketersediaan obat jumlah obat yang lengkap lebih banyak (56,9%) daripada jumlah obat yang tidak lengkap (43,1%), dan faktor kecepatan pelayanan di apotek masih kurang cepat lebih banyak (54,3%) dibandingkan dengan pelayanan yang cukup cepat (45,7%).

5.1.3 Uji Univariat Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Tabel karakterisitik hasil uji univariat kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3

Karakterisitik Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek f % Tidak Puas Puas 62 54 53.44% 46.55%

Tabel 5.3 uji univariat karakterisitik kepuasan pasien menggunakan jasa apotek didapatkan hasil pasien tidak puas lebih banyak (53,44%) dibandingkan dengan yang puas membeli obat (46.55%).

(41)

5.2. Uji Bivariat Lima Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

5.2.1 Uji Bivariat Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek.

Hasil uji bivariat penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4

Uji bivariat penampilan apotek dengan Kepuasan pasien menggunakan jasa Apotek

Penampila n apotek

Kepuasan pasien N OR p CI

Puas Tidak Batas

bawah Batas atas Kurang baik 14 (24,1%) 44(75,9%) 100% 1 0.0001 3.70 15.84 Baik 40(69%) 18 (31%) 100% 6,98 Total 54 62 116

Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor penampilan apotek baik presentase pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (69%) dibandingkan penampilan yang kurang baik (24,1%), sedangkan presentase untuk penampilan apotek baik yang tidak puas lebih kecil (31%) dibandingkan dengan penampilan yang kurang baik (75,9 %). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05)

5.2.2 Uji Bivariat Keramahan Petugas Dengan Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Hasil uji bivariat keramahan petugas dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.5. Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor keramahan petugas yang ramah presentase pasien puas menggunakan jasa apotek

(42)

lebih tinggi (72.5%) dibandingkan petugas yang kurang ramah (26.2%), sedangkan presentase untuk petugas yang ramah yang pasien tidak puas kecil (27.55%) dibandingkan dengan petugas yang kurang ramah (73.8%). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05).

Tabel 5.5

Uji bivariat keramahan petugas dengan Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Keramahan Petugas

Kepuasan pasien N OR p CI

Puas Tidak Batas

bawah Batas atas Kurang ramah 17 (26.2%) 48 (73.8%) 100% 1 0.0001 3.26 17.06 Ramah 37 (72.5%) 14 (27.5%) 100% 7.46 Total 54 62 116

5.2.3 Uji Bivariat Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Hasil uji bivariat pelayanan informasi obat dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.6

Tabel 5.6

Uji bivariat pelayanan informasi obat dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Pelayanan Informasi Obat

kepuasan pasien N OR p CI

Puas Tidak Batas

bawah Batas atas Kurang 13 (22.8%) 44 (77,2%) 100% 1 0.0001 3.36 17.69 Cukup 41 (69,5%) 18 (30.5%) 100% 7,71 Total 54 62 116

Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor pelayanan informasi obat cukup presentase pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (69.5%)

(43)

dibandingkan pelayanan informasi kurang (22.8%), sedangkan presentase untuk pelayanan informasi cukup yang pasien tidak puas lebih kecil (30.5%) dibandingkan dengan pelayanan informasi kurang (77.2%). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05). 5.2.4 Uji Bivariat Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien

Menggunakan Jasa Apotek

Hasil uji bivariat ketersediaan obat dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.7. Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor ketersediaan obat lengkap presentase pasien puas menggunakan jasa apotek (63.6%) dibandingkan ketersediaan obat tidak lengkap (24%), sedangkan presentase untuk ketersediaan obat lengkap yang pasien tidak puas (36.4%) dibandingkan dengan ketersediaan obat tidak lengkap (76%). Hal ini terbukti secara signifikan mempengaruhi karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05).

Tabel 5.7

Uji bivariat Ketersediaan obat dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Ketersediaan Obat

Kepuasan pasien N OR p CI

Puas Tidak Batas

bawah Batas atas Tidak Lengkap 12(24%) 38 (76%) 100% 1 0.0001 2.44 12.58 Lengkap 42(63.6%) 24 (36.4%) 100% 5.54 Total 54 62 116

(44)

5.2.5 Uji Bivariat Kecepatan Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek

Hasil uji bivariat kecepatan pelayanan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.8

Tabel 5.8

Uji bivariat kecepatan pelayanan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Kecepatan Pelayanan

Kepuasan pasien N OR p CI

Puas Tidak Bats

bawah Batas atas Kurang Cepat 11(17,5%) 52 (83.5%) 100% 1 0.0001 7.886 52.397 Cepat 43(81,1%) 10 (18.9%) 100% 20.327 Total 54 62 116

Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor kecepatan pelayanan cepat presentase pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (81.1%) dibandingkan kecepatan pelayanan kurang cepat (17.5%), sedangkan presentase untuk kecepatan pelayanan cepat, pasien tidak puas lebih kecil (18.9%) dibandingkan dengan kecepatan pelayanan kurang cepat (83.5 %). Hal ini terbukti secara signifikan mempengaruhi karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05).

5.3 Uji Multivariat Secara Bersama-Sama Lima Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Hasil uji multivariat secara bersama-sama lima hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.9. Hasil uji multivariat dengan melakukan pengujian bersama-sama lima pelayanan kefarmasian, diketahui faktor yang berhubungan adalah penampilan

(45)

apotek, pelayanan informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan karena nilai p yang diperoleh adalah P<0,05 dan nilai CI ≠ 1. Faktor yang paling berpengaruh adalah kecepatan pelayanan dengan nilai OR sebesar 43,432 dan rentang batas bawah dan batas atas sebesar 7,197 dan 262.095. Pelayanan informasi obat memberikan pengaruh sebesar (OR) 16.157 dengan nilai p sebesar 0,001 dan rentang batas atas dan bawah sbesar 3.279 dan 79.260. Faktor penampilan apotek memberikan pengaruh sebesar 12.891 untuk kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dengan rentang bawah dan atas sebesar 2,791 dan 58,870. Faktor ketersediaan obat memiliki nilai p sebesar 0,01, rentang CI= 1.575 -29.460 dengan nilai OR=6.811, sedangkan untuk keramahan petugas tidak memberikan pengaruh (P=0,102). Hubungan pelayanan kefarmasian setelah dilakukan uji secara bersama-sama dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek didapatkan nilai R2= 0,782.

Tabel 5.9

Uji multivariat lima hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek

Pelayanan Kefarmasian p OR CI R2 Batas bawah Batas atas Penampilan Apotek 0.001 12.819 2.791 58.870 Keramahan petugas 0.102 3.588 0.777 16.560

Pelayanan informasi obat 0.001 16.157 3.279 79.620 0.782 Ketersediaan obat 0.010 6.811 1.575 29.460

Kecepatan pelayanan 0.000 43.432 7.197 262.095

(46)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar

Penampilan apotek merupakan penampilan fisik dari apotek. Penilaian penampilan apotek dapat dilihat dari papan nama apotek, lokasi apotek, penataan obat, ruang tunggu pengambilan obat, toilet, tempat brosur atau tempat display informasi obat, dan seragam pegawai apotek. Hasil uji univariat dapat diketahui bahwa penampilan apotek di Kota Denpasar kurang baik dengan baik adalah sama yaitu sebesar 50%, itu artinya jumlah apotek di Kota Denpasar yang memiliki penampilan apotek baik dan kurang baik menurut responden relatif sama.

Hasil uji bivariat dapat diketahui penampilan apotek yang baik akan berhubungan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, hal ini terbukti dari hasil yang didapat yaitu nilai P sebesar 0,0001 itu artinya P<0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan dan Ho ditolak itu artinya semakin baik penampilan apotek maka kepuasan pasien menggunakan jasa apotek akan semakin tinggi. Secara teoritis kenyamanan dalam menunggu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, dan hal yang memberi kenyamanan pada pelanggan adalah penampilan fisik yang menarik dan tersedianya sarana penunjang, serta penampilan karyawan yang rapi dengan menggunakan seragam kerja akan memberikan karakteristik tersendiri sebagai pemberi image (citra) tentang suatu produk jasa pelayanan yang akan

(47)

diberikan serta dijual kepada konsumen (Tlapana,2009). Fasilitas yang baik tergantung dari letak pencahayaan, tata letak pengaturan interior, dan kebersihan, sehingga akan meningkatkan loyalitas pasien untuk berkunjung ketempat tersebut dan merekomendasikan tempat tersebut ke orang lain (Ryu & Han, 2010). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada karena terdapat hubungan penampilan apotek dengan kepuasan menggunakan jasa apotek. Penelitian yang sama dilakukan oleh Cornelia dan Veronica (2009), penampilan fisik berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidharta (2009), bahwa penampilan fisik akan menpengaruhi kunjungan kembali konsumen.

6.2 Hubungan Keramahan Petugas Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar

Keramahan petugas penting agar mereka merasa dihargai sehingga bisa menjadi pelanggan yang setia. Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah (senyum, sapa, salam), cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Beberapa faktor penilaian keramahan petugas seperti, petugas menyapa apabila ada pasien datang, petugas siap membantu segala keluhan pasien, kapanpun butuh informasi obat petugas apotek siap membantu dan petugas selalu murah senyum dan ramah dalam berkomunikasi. Hasil uji univariat didapatkan menurut responden hasil jumlah petugas yang kurang ramah lebih besar (56%) dibandingkan dengan petugas yang ramah sebesar 44%, hal ini mungkin disebabkan jumlah petugas di apotek-apotek Kota Denpasar kurang, sehingga beban pekerjaan akan menjadi berat dan keramahan petugas menjadi berkurang, selain itu juga sampel yang

(48)

sebagian besar wanita (56%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (44%), karena wanita lebih menyukai pelayanan yang ramah (Sudaryani, 2009).

Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor keramahan petugas nilai p yang diperoleh 0,0001 itu artinya terdapat hubungan yang signifikan karena nilai P<0,05. Secara teoritis kepuasan pasien di ukur dari tingkat subyektif, baik itu dari keadaan emosional atau kebutuhan yang diperlukan, dimana salah satunya tingkat kepuasan pasien dapat diukur melalui keramahan pegawai (Curakovic dkk¸2011). Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, memberikan perhatian, dan ini mempunyai andil besar dalam konseling yang efektif. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan saran dan nasehat petugas kesehatan, atau tidak mau membeli obat ketempat tersebut (Yunevy dan Haksamana, 2013), sehingga hasil dari penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada, karena terdapat hubungan yang signifikan antara keramahan petugas dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2010) dan Saragih, dkk (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh antara keramahan petugas terhadap loyalitas pasien.

(49)

6.3 Hubungan Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar

Pelayanan informasi obat bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan obat dan bisa meningkatkan tingkat kesembuhan dari penyakit yang diderita oleh pasien yang diterimanya (Siregar, 2005). Faktor pelayanan informasi obat dapat dinilai dari petugas yang memberi informasi obat dengan bahasa yang mudah dimengerti dan petugas memberikan informasi lain selain obat yang berhubungan dengan penyakit pasien. Hasil uji univariat pelayanan informasi obat, informasi yang diberikan sudah cukup lebih banyak (50,9%) dibandingkan dengan informasi yang kurang (43,1%), ini artinya kesadaran pasien untuk mendapat informasi mengenai obat yang digunakan sudah semakin tinggi, sehingga pelayanan apotek di kota Denpasar juga dituntut bisa memberikan informasi yang jelas mengenai pelayanan informasi obat. Hal ini mungkin juga bisa disebabkan karena karakteristik tingkat pendidikan SD (1,7%), SMP (4,2%), SMA (33,9%), Sarjana/Diploma (58.5%). Terlihat bahwa persentase terbesar adalah responden dengan tingkat pendidikan Sarjana/Diploma. Tingkat pengetahuan responden dapat digambarkan dengan tingkat pendidikan responden yang berhubungan dengan pelayanan apotek, sehingga ini dapat mempengaruhi tingkat daya tanggap seseorang dalam menerima pelayanan, karena itu apotek di Kota Denpasar dituntut untuk memberikan informasi obat secara tepat dan jelas (Nita, 2009). Karakterisitik tingkat pekerjaan, didapatkan hasil tidak bekerja (11.9%), tenaga kesehatan (9.3%), swasta (55.1%), PNS (22.0%). Semakin tinggi beban kerja maka akan semakin sering untuk ke apotek dalam melakukan pembelian obat atau

(50)

vitamin untuk menjaga kesehatan, hal ini terlihat dari jumlah pegawai swasta yang paling banyak membeli kembali di apotek. Sebagai karyawan swasta mereka terbiasa bekerja secara professional, sehingga ketika membutuhkan pelayanan keehatan di apotek mereka mengharapkan mendapatkan pelayanan yang professional, sehingga apotek juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang maksimal (Aris, dkk, 2013).

Hasil uji bivariat pelayanan informasi obat memberikan hubungan yang signifikan hal ini terbukti dari hasil yang didapat yaitu nilai P sebesar 0,0001 itu artinya P<0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan dan Ho ditolak itu artinya semakin cukup informasi obat yang diberikan maka kepuasan pasien menggunakan jasa apotek semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, setiap pasien akan memiliki perbedaan terhadap informasi yang dibutuhkan, dari informasi tersebut akan membentuk suatu harapan atau penilain mengenai kepuasan untuk kembali membeli suatu produk, dengan kata lain pelayanan informasi tambahan akan dapat meningkatkan kepuasan pasien (Angelova & Zekiri, 2011). Pelayanan informasi obat yang diberikan tidak harus ilmiah yang terpenting penerima mudah mengerti, memahami, dan menerima informasi yang dibutuhkan. Informasi yang disampaikan secara ringkas, jelas, terbukti dan menghindari sifat menggurui, memaksa, dan menyalahkan. Pelayanan informasi obat ini jika dilaksanakan dengan baik, maka akan membentuk suatu penilaian di masyarakat. Penilaian tersebut salah satunya ada dalam bentuk kepuasan membeli obat (Trimurthy, 2009), sehingga hasil dari penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

(51)

Sulistyawati, dkk (2011), terdapat pengaruh positif antara pelayanan informasi obat terhadap keputusan membeli ulang obat. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunevy (2013), pelayanan informasi obat akan mempengaruhi kepuasan pasien.

6.4 Hubungan Ketersediaan Obat Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar

Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek. Faktor penilaian ketersediaan obat dapat diukur berdasarkan petugas memberikan solusi bila obat yang diminta pasien kosong dan obat yang diberikan di apotek ini kualitasnya terjamin (belum expired date dan kemasan obat tidak rusak). Hasil uji univariat, menurut responden ketersediaan obat jumlah obat yang lengkap lebih banyak (56,9%) daripada jumlah obat yang tidak lengkap (43,1%). Artinya kesadaran apotek-apotek di Kota Denpasar mengenai ketersediaan obat merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya, selain itu juga berdasarkan tingkat penghasilan didapatkan bahwa penghasilan <1 Juta (35,3%), 1-2 Juta (37,1%), dan >2 Juta (27,6%). Tingkat pendapatan responden rnenempatkan mereka pada golongan sosial ekonomi menengah yang mempunyai posisi tawar cukup kuat dalam menentukan pilihan tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, apabila mereka menganggap pelayanan yang diberikan tidak berkualitas maka mereka dengan mudah berpindah ke tempat lain yang dianggap lebih baik, sehingga apotek akan lebih dituntut dalam memberikan pelayanan yang berkualitas (Ifmaily, 2006).

Gambar

Gambar 4.1 Kerangka Rancangan Penelitian Pengaruh Pelayanan Kefarmasian

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hubungan tingkat kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan konsumen dan mengukur standar

Kepatuhan perawat dalam handover antar shift terhadap keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan di rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini

Fenomena dari Performance suatu lembaga tergambar dalam bentuk-bentuk kualitas pelayanan yang diberikan, oleh karena itu perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada

Kualitas pelayanan tercermin dari kepuasan nasabah untuk melakukan penggunaan ulang jasa asuransi, kepuasan nasabah dalam menggunakan jasa atau produk yang di tawarkan dapat di

Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan di instalasi rawat inap yang diberikan oleh rumah sakit umum Negara terhadap kepuasan pasien peserta BPJS

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pelayanan Berbasis Syariah terhadap Kepuasan Pasien Rumah Sakit Muhamadiyah

1. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan jasa pada Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani di Kabupaten Gianyar?.. Faktor-faktor pelayanan jasa manakah

Tujuan Khusus Untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap standar pelayanan kefarmasian yang diberikan apotek X berdasarkan dimensi- dimensi kualitas pelayanan