• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen Dengan Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek Di Kabupaten Rembang Kota Rembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen Dengan Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek Di Kabupaten Rembang Kota Rembang."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apotek merupakan bidang usaha yang sangat menjanjikan untuk digarap sebagai lahan bisnis saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan menjamurnya usaha apotek diberbagai daerah setiap tahunnya. Apotek adalah sarana bagi apoteker dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka apoteker harus memperhatikan standar pelayanan kefarmasian terhadap konsumen apotek.

Tuntutan konsumen akan mutu pelayanan kefarmasian mengharuskan adanya perubahan pelayanan yang biasanya berorientasi pada produk obat saja, menjadi perubahan pelayanan baru yang berorientasi pada konsumen (Surahman & Husen, 2011). Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pelayanan kefarmasian tidak cenderung ke produk obat saja, namun juga memperhatikan kondisi pasien. Konsekuensi dari tuntutan tersebut, maka apoteker harus menambah ilmu pengetahuan, ketrampilan serta interaksi yang baik dengan pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut dapat dilakukan dengan cara memberi informasi obat dan tujuan yang ingin dicapai kepada konsumen. Dampak dari tidak dilaksanakannya kegiatan pelayanan kefarmasian yang baik adalah dapat terjadi kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Depkes RI, 2014).

(2)

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian yang baik akan meningkatkan kepuasan konsumen. Konsumen adalah pemakai barang maupun jasa yang diproduksi oleh suatu usaha, sedangkan ketidakpuasan konsumen apotek menyebabkan kekecewaan konsumen dalam memakai barang maupun jasa yang diberikan oleh apotek, hal ini akan menyebabkan konsumen berpindah ke apotek yang lain untuk mendapatkan kepuasan yang diinginkan. Menurut Traverso et al., 2007 kepuasan konsumen dapat berfungsi sebagai indikator terhadap kualitas pelayanan dan sebagai prediktor terhadap perilaku konsumen yang berhubungan dengan kesehatan.

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dapat memberikan berbagai macam tanggapan yang berbeda-beda terhadap tingkat kepuasan konsumen. Perbedaan respon kepuasan konsumen tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya kualitas produk, kualitas pelayanan yang diterima konsumen, faktor emosi konsumen, harga, dan biaya pengeluaran (Lupyoadi & Hamdani, 2001).

Pentingnya menilai kepuasan kosumen terhadap pelayanan kefarmasian apotek untuk mempelajari respon konsumen terhadap mutu pelayanan yang diminati konsumen, untuk mengetahui kebutuhan serta harapan konsumen terhadap pelayanan yang akan mendatang, meningkatkan mutu pelayanan, merangkai susunan kerja untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dimasa mendatang bagi pelayanan kefarmasian (Kotler, 2002).

(3)

sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian apotek yang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Rembang Kota Rembang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Nata & Arifien (2013), tentang tingkat daya layan fasilitas kesehatan Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam 3 klasifikasi yakni daya layan rendah apabila tingkat kecukupan <1 dengan rentang nilai perhitungan (0-0,50), daya layan sedang apabila tingkat kecukupan =1 dengan rentang nilai perhitungan (0,50-1), daya layan tinggi apabila tingkat kecukupan >1 dengan rentang nilai perhitungan (>1). Daya layan merupakan banyaknya ketersedian fasilitas kesehatan yang dibagi dengan kebutuhan fasilitas kesehatan. Daya layan fasilitas apotek Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam kategori sedang, jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, praktik dokter dan posyandu yang diklasifikasikan dalam kategori tinggi daya layanan fasilitas kesehatannya (Nata & Arifien, 2013).

Hubungan tingkat kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan konsumen dan mengukur standar pelayanan kefarmasian apotek yang diberikan oleh apoteker berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen apotek dengan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014.

B. Perumusan Masalah

(4)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek yang diberikan apoteker yang sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Rembang Kota Rembang.

D. Tinjauan Pustaka 1. Apotek

Apotek merupakan sarana bagi apoteker dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Depkes RI, 2014). Tugas dan Fungsi Apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 antara lain sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan secara meluas dan merata kepada masyarakat (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980).

2. Apoteker

a. Definisi Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan apoteker dan mempunyai hak dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker antara lain penyaluran sediaan farmasi. Sediaan farmasi meliputi obat-obatan, bahan pembuatan obat, obat tradisional, serta kosmetika (Depkes RI, 2014).

b. Kompetensi Apoteker Menurut World Health Organization yang dikenal dengan Eight Stars Of Pharmacist :

1) Caregiver adalah apoteker memberikan pelayanan kepada konsumen dan

tenaga kesehatan yang lain.

2) Decision maker adalah kemampuan apoteker mengambil keputusan dari segi khasiat, keamanan dan harga.

3) Communicator adalah kemampuan apoteker dalam berkomunikasi yang baik

(5)

5) Life long learner adalah apoteker dituntun selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan untuk mengembangkan kualitas diri.

6) Teacher adalah apoteker dapat memberikan edukasi dan pelatihan bagi

stafnya.

7) Leader adalah kemampuan apoteker menjadi pemimpin di apotek.

8) Researcher adalah apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian untuk mengembangkan ilmu kefarmasiannya (Summers & Mackie, 2006).

c. Peranan Apoteker di Apotek

Apoteker mempunyai peran di apotek sebagai pengawas resep klinis, memberikan informasi kepada konsumen tentang obat-obatan dan terapi, menyediakan informasi kesehatan bagi masyarakat dan sebagai promosi, penilaian dan pengobatan untuk penyakit ringan, sebagai pengawas profesional dari penjualan obat-obatan, penghubung dengan tenaga kesehatan profesional lainnya (Bhimaray et al., 2012).

3. Standar Pelayanan Kefarmasian a. Pelayanan

Kegiatan pelayanan farmasi di apotek meliputi : 1) Pengkajian Resep

2) Dispensing

Kegiatan dispensing meliputi : a) Menyiapkan obat sesuai dengan resep b) Melakukan peracikan obat (jika diperlukan) c) Pemberian etiket pada obat

d) Memasukan obat ke dalam wadah yang benar dan tepat untuk menghindari penggunaan obat yang salah

e) Menyerahkan obat disertai pemberian informasi dan penggunaan obat kepada pasien dilakukan dengan cara yang baik

f) Membuat salinan resep pasien dan menyimpan resep pada tempatnya. 3) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

(6)

bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian obat, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, informasi penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui, efek samping obat, interaksi obat, harga obat dan lain-lain.

4) Konseling

Konseling adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh apoteker dengan konsumen atau keluarga dari pasien untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Apoteker dapat menggunakan metode three prime question sebagai awal sesi konseling dengan pasien. Jika tingkat

kepatuhan pasien dinilai kurang patuh, maka apoteker dapat melanjutkan dengan metode health belief model.

5) Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy Care) 6) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Kriteria pasien yang mendapat pemantauan terapi obat adalah : a) Anak-anak, lanjut usia serta ibu hamil dan menyusui

b) Pasien yang menerima obat lebih dari 5 jenis c) Pasien dengan multidiagnosis

d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati

e) Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit f) Obat-obat yang menyebabkan reaksi obat merugikan 7) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

(Depkes RI, 2014) b. Sumber Daya Kefarmasian

1) Sumber Daya Kefarmasian

(7)

meningkatkan ilmu serta ketrampilannya dan ikut berpartisipasi dalam penelitian dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan kefarmasian (Depkes RI, 2014).

2) Sarana dan Prasarana

Lokasi pendirian apotek harus mudah ditempuh atau diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pelayanan kefarmasin di apotek meliputi ruangan penerimaan resep, ruangan pelayanan resep dan peracikan, ruangan penyerahan obat, ruangan konseling, ruangan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, ruangan penyimpanan serta ruangan arsip (Depkes RI, 2014).

4. Kepuasan Konsumen a. Definisi

Menurut Traveso et al., 2007 kepuasan konsumen adalah evaluasi terhadap penilaian dari suatu pelayanan atau produk yang diterima oleh konsumen. Pelanggan yang merasa puas terhadap pelayanan yang didapatkan akan berdampak terhadap keinginan pelanggan untuk kembali ke apotek yang sama dan kepuasan tersebut dapat dijadikan alat promosi dari mulut ke mulut bagi calon pelanggan baru yang dapat berpengaruh sangat positif bagi usaha apotek (Mas’ud, 2009).

b. Pengukuran Kepuasan Konsumen

Menurut Parasuraman et al., (1988) terdapat 5 dimensi untuk mengukur kepuasan konsumen :

1) Tangibles (bukti fisik) adalah penampilan fasilitas dan penampilan personalia. 2) Reliability (keyakinan), kepastian untuk mewujudkan layanan yang dijanjikan

dapat diandalkan dan dilaksanakan secara akurat.

3) Responsiveness (tanggap), kemampuan dalam membantu pelanggan dan dapat memberikan pelayanan yang cepat.

4) Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, sopan santun serta kemampuan staf untuk menginspirasi dan meyakinkan konsumen.

5) Emphaty (empati), dapat memberikan perhatian atau dapat memahami

(8)

c. Cara Pengukuran Kepuasan Konsumen 1) Sistem keluhan dan saran

Pengukuran yang dilakukan dengan cara menyediakan kotak saran untuk memberi masukan terhadap pelayanan.

2) Survei kepuasan kosumen

Pengukuran kepuasan dengan cara survei kepada konsumen. 3) Ghost Shopping

Pengukuran kepuasan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan sebagai pelanggan.

4) Analisis kehilangan konsumen

Pengukuran dengan cara menghubungi kembali pelanggan yang sudah berhenti menjadi pelanggan atau beralih ke perusahaan lain untuk memperoleh informasi yang berguna untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Kotler & Kevin, 2007).

d. Metode Untuk Mengukur Kepuasan Konsumen

Metode yang sering digunakan dalam mengukur kepuasan konsumen adalah metode survei. Metode survei dapat melakukan pengukuran kepuasan konsumen dengan berbagai cara diantaranya:

1) Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung dengan memberi skala : sangat puas, puas, netral, tidak puas, dan sangat tidak puas. 2) Derived dissatisfaction, yaitu pengukuran kepuasan konsumen yang dilakukan

dengan cara memberikan pertanyaan tentang harapan konsumen dan seberapa besar kepuasan yang mereka rasakan.

3) Problem analysis, pengukuran kepuasan konsumen dengan cara konsumen

diminta menuliskan kritik dan saran terhadap pelayanan.

(9)

e. Kerangka Analisis

Gambar 1. Kerangka analisis kepuasan yang menghubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan dan tidak kepuasan konsumen yang dievaluasi berdasarkan dimensi kualitas (Fonseca et al., 2010).

Berdasarkan gambar 1 di atas zona toleransi digunakan sebagai penghubung atau pemersatu antara harapan, kinerja dan pelayanan. Hubungan antara kualitas dan kepuasan yang dapat dipengaruhi oleh klarifikasi pelanggan dalam mengevaluasi dimensi kualitas yakni keyakinan, keamanan, kecepatan, kenyamanan, dan tepat waktu.

f. Ketidakpuasan Konsumen

Ketidakpuasan konsumen dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ketika pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan konsumen, ketika pelayanan yang tidak memprioritaskan konsumen dan fasilitas yang tidak memenuhi syarat (Chakraborty & Majumdar, 2011).

E. Landasan Teori

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kecamatan Adiwerna Kota Tegal pada tahun 2013 oleh Bertawati, tentang pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker, sebesar 57,14 % dari apoteker memberikan pelayanan

Ketidakpuasan

Konsumen Konsumen Kepuasan

(10)

kefarmasian dalam kategori sedang dan 42,86 % tergolong dalam kategori baik. Sedangkan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker diperoleh hasil sebesar 73,3% konsumen merasa kurang puas terhadap pelayanan kefarmasian di apotek dan sisanya tergolong dalam kategori baik. Hasil penelitian tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen apotek dengan standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kecamatan Rembang Kota Rembang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Nata & Arifien (2013), tentang tingkat daya layan fasilitas kesehatan Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam 3 klasifikasi yakni daya layan rendah apabila tingkat kecukupan <1 dengan rentang nilai perhitungan (0-0,50), daya layan sedang apabila tingkat kecukupan =1 dengan rentang nilai perhitungan (0,50-1), daya layan tinggi apabila tingkat kecukupan >1 dengan rentang nilai perhitungan (>1). Daya layan merupakan banyaknya ketersedian fasilitas kesehatan yang dibagi dengan kebutuhan fasilitas kesehatan. Daya layan fasilitas apotek Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam kategori sedang, jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, praktik dokter dan posyandu yang diklasifikasikan dalam kategori tinggi daya layanan fasilitas kesehatannya (Nata & Arifien, 2013).

F. Hipotesis

Gambar

Gambar 1. Kerangka analisis kepuasan yang menghubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan dan tidak kepuasan konsumen yang dievaluasi berdasarkan dimensi kualitas (Fonseca et al., 2010)

Referensi

Dokumen terkait

(2010) proposed a method of comparing LiDAR data and existing building models by double-thresholds strategy, and building change detection accuracy was further improved

[r]

Wajib Pajak berstatus pusat (kode cabang 000) yang dipindah dan ditetapkan terdaftar pada KPP Perusahaan Masuk Bursa termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di

In our study we use 3D scene understanding to detect the discharge of domestic solid waste along an urban river. Solid waste found along the Ciliwung River in the neighbourhoods

Wajib Pajak berstatus pusat (kode cabang 000) yang dipindah dan ditetapkan terdaftar pada KPP Madya Surabaya termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah

Moreover, we in- troduced two new segment features for airborne point clouds de- scribing the distance and the orientation of each segment with re- spect to the closest road..

In the novel, the main character in the story, Jesse was also made a kind of process in making his friendship with Leslie.. It was not a suddenly reaction when Jesse starting to

Doi Seng. Developing a Set of Integrated English Instructional Materials for the Advanced Level Students of St. Aloysius Gonzaga English Language Institute, Taunggyi,