• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Jerami Padi yang Disuplementasi Zn Lysinate dengan Teknik In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kecernaan Jerami Padi yang Disuplementasi Zn Lysinate dengan Teknik In Vitro"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 3, No.1: 47-54, April 2014

Kecernaan Jerami Padi yang Disuplementasi Zn Lysinate

dengan Teknik In Vitro

The Digestibiity of Rice Straw that Supplemented with Zn Lysinate by In Vitro Techniques

Gatot Muslim1, Armina Fariani*)1 dan Arfan Abrar1

1Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Selatan

Telp. +62711410155

*)Penulis untuk korespondensi: arminafariani@fp.unsri.ac.id

ABSTRACT

This study was conducted to determine the digestibility of rice straw that supplemented with Zn Lysinate by in vitro techniques. This research was held in laboratory of Animal Feed and Nutrition, Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Sriwijaya University. Completely Randomized Design (CRD) with four treatments and four replications, were used: P0 (rice straw control), P1 (rice straw with Zn

Lysinate 0.1%), P2 (rice straw with Zn Lysinate 0.2%), P3 (rice straw with Zn Lysinate

0.3%). Observed parameters were dry matter digestibility (DMD), organic matter digestibility (OMD), and N-ammonia concentration. The result showed that the highest dry matter digestibility, organic matter digestibility and N-ammonia were on M0 treatment;

33.86%, 44.94%, 1.50 mM, respectively. Supplementation of Zn Lysinate for rice straw had an effect on Dry Matter Digestibility (DMD), but had no effect on Organic Matter Digestibility (OMD) and N-ammonia concentration.

Keywords: digestibility, in vitro, rice straw, Zn lysinate

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kecernaan jerami padi yang disuplementasi dengan Zn lysinate secara in vitro. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah P0 (kontrol jerami padi), P1 (jerami padi dengan Zn lysinate 0,1% ), P2 (jerami padi Zn lysinate 0,2%) dan P3 (jerami padi dengan Zn lysinate 0,3%). Parameter yang diamati adalah kecernaan bahan kering material (DMD) kecernaan bahan organik (OMD) dan konsentrasi amonia N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan N amimonia yang tertinggi ada pada perlakuan P0 33,%.44,94%.1,50 secara berturut-turut. Suplementasi Zn lysinate pada jerami padi berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering (DMD), tetapi tidak berpengaruh pada kecernaan bahan organik (OMD) dan konsentasi amonia N.

Kata kunci: kecernaan, in vitro, jerami padi, Zn lysinate

PENDAHULUAN

Ternak ruminansia secara alami beradaptasi terhadap hijauan pakan sebagai sumber serat. Sebagian besar gagasan ini dikaitkan dengan pakan ternak sumber serat, baik dari hijauan yang dihasilkan sebagai pakan, maupun hijauan yang

berasal dari limbah pertanian, terutama jerami padi. Pakan ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua yaitu hijauan dan konsentrat. Imbangannya dapat bervariasi sesuai dengan tujuan pemberian pakan. Pada kondisi intensif, ternak ruminansia dapat diberi pakan konsentrat dengan

(2)

proporsi yang lebih tinggi, bahkan dapat mencapai 85% dari total pakan yang diberikan.

Hasil penelitian pemanfaatan jerami padi (Haryanto et al. 2004) menunjukkan bahwa proses fermentasi berpengaruh positif terhadap nilai kecernaan komponen serat. Fermentasi selama 3 minggu memberikan nilai kecernaan in vivo 53,6% dibandingkan fermentasi 2 minggu (sekitar 45,0%). Penambahan seng (Zn) organik dapat meningkatkan nilai kecernaan serat detergen asam (lignoselulosa) dari 51,4% menjadi 56,3% (Haryanto et al. 2005a). Sistem pencernaan dipengaruhi oleh aktivitas enzim yang dibentuk oleh mineral.

Seng merupakan komponen dalam

metaloenzim seperti Zn, Cu distunase superoksida, anhidrase karbonat, dehidrogenase alkohol, karbon peptidase, fosfatase alkalin dan RNA polymerase,

yang mempengaruhi metabolisme

karbohhidrat, protein, lemak dan asam nukleat (NRC 2001). Seng berasosiasi dengan enzim sebagai bagian dari molekulnya maupun sebagai aktivator, metabolisme protein, menstabilkan strukutur RNA, DNA dan ribosom.

Mikroba rumen membutuhkan

mineral untuk pertumbuhannya. Seng (Zn) dibutuhkan dalam jumlah yang cukup tinggi sekitar 130 sampai 220 ppm (Arelovich 2000). Kebutuhan Zn pada sapi perah 40 ppm, sapi potong pada masa pertumbuhan dan finishing 20 sampai 30 ppm dan domba 35 sampai 50 ppm (NRC 2001). Little (1986) melaporkan bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia berkisar antara 20 hingga 38 mg/kg bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa sumber Zn dari pakan belum dapat memenuhi kebutuhan mineral seng ternak maupun mikroba rumen. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kecernaan jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn Lysinate secara in

vitro.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. Rancangan yang

digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga diperoleh 16 percobaan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:

 P0 = Jerami padi tanpa perlakuan

(kontrol)

 P1 = Jerami padi + Biomineral Zn

Lysinate 0,1 % (v/w)

 P2 = Jerami padi + Biomineral Zn

Lysinate 0,2 % (v/w)

 P3 = Jerami padi + Biomineral Zn

Lysinate 0,3 % (v/w)

Model matematika rancangan

penelitian adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan µ = Nilai tengah

τ ij = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i ulangan ke-j

ε ij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j

i = Jumlah perlakuan j = Jumlah ulangan.

Adapun peubah yang diamati adalah Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK), Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dan Konsentrasi N-Amonia (N-NH3).

HASIL

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)

Kecernaan bahan kering merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas ransum untuk ternak ruminansia. Semakin tinggi kecernaan bahan kering maka semakin tinggi pula nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya.

Hasil uji kecernaan bahan kering jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysinate pada penelitian ini, secara statistik berbeda nyata (p<0,05), dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai KCBK

(3)

yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan Biomineral Zn lysinate 0,3 % v/w (P3) yaitu sebesar

33,86% dan nilai KCBK yang terendah adalah pada jerami padi tanpa penambahan biomineral (kontrol) (P0) yaitu sebesar

25,00%.

Tabel 1. Rataan nilai KCBK (%) perlakuan jerami

padi yang disuplementasi dengan

penambahan Zn lysinate secara in vitro

Perlakuan Rataan (%) ± Simpangan baku

P0 25,00±3,21a

P1 25,02±2,46a

P2 17,41±7,62a

P3 33,86±6,41b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)

Hasil uji kecernaan bahan organik jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysinate pada penelitian ini secara statistik berbeda tidak nyata (p>0,05) dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa persentase (%) perlakuan jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysinate secara in vitro terhadap koefisien cerna bahan organik (KCBO) bervariasi pada tiap perlakuan. Nilai KCBO yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,2% v/w (P2) yaitu sebesar 44.94% dan

nilai KCBO yang terendah adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,3% v/w (P3) yaitu

sebesar 38,67%.

Tabel 2. Rataan nilai KCBO (%) perlakuan jerami

padi yang disuplementasi dengan

penambahan Zn lysinate secara in vitro

Perlakuan Rataan (%)

P0 42,97

P1 44,47

P2 44,94

P3 38,67

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Konsentrasi N-Amonia (N-NH3)

Hasil uji konsentrasi N-Amonia (N-NH3) jerami padi yang disuplementasi

dengan penambahan Zn lysinate pada penelitian ini secara statistik berbeda tidak nyata (p>0,05) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan nilai konsentrasi N-amonia (N-NH3)

(mM) jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysin secara in vitro

Perlakuan Rataan (%)

P0 42,97

P1 44,47

P2 44,94

P3 38,67

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat perlakuan jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysinate secara in

vitro terhadap konsentrasi N-amonia

(N-NH3) bervariasi pada tiap perlakuan. Nilai

konsentrasi N-NH3 yang tertinggi adalah

pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,2% v/w (P2) yaitu sebesar 1,50 mM.

Peningkatan konsentrasi NH3 cairan rumen

terjadi apabila tingkat kandungan protein kasar di atas 13%.

PEMBAHASAN

Perlakuan jerami padi yang disuplementasi dengan penambahan Zn lysinate secara in vitro terhadap koefisien cerna bahan kering bervariasi pada tiap perlakuan. Nilai KCBK yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan Biomineral Zn lysinate 0,3% v/w (P3) yaitu sebesar 33,86% dan nilai

KCBK yang terendah adalah pada jerami padi tanpa penambahan biomineral (kontrol) (P0) yaitu sebesar 25,00%. Bila

ditinjau dari kandungan nutrisinya, jerami padi memiliki kandungan dan daya cerna yang rendah, namun di dalamnya memiliki sekitar 80% zat-zat potensial yang dapat dicerna sebagai sumber energi bagi ternak (Komar 1984). Kandungan protein yang rendah dan daya cerna yang hanya 40% menyebabkan rendahnya konsumsi bahan

(4)

kering (kurang dari 2% dari berat badan ternak).

Kendala yang mempengaruhi kualitas kecernaan jerami adalah tingginya

kandungan lignin, selulosa dan

hemiselulosa sehingga menyebabkan daya cerna ransum menjadi rendah (Komar 1984). Biomineral Zn lysinate merupakan unsur mikronutrien yang esensial dalam ransum maupun proses metabolisme. Mineral ini mempunyai peran luas dalam jaringan ternak sebab dapat menyusun lebih dari 200 macam enzim.

Secara umum kecernaan merupakan indikasi awal dari ketersediaan berbagai nutrisi yang terkandung di dalam bahan

makanan. Kecernaan yang tinggi

mencerminkan bahwa di dalam bahan pakan tersebut memiliki kandungan nutrisi tertentu yang tinggi, sedangkan pakan yang

memiliki kecernaan yang rendah

menunjukkan bahwa pakan tersebut defisien akan nutrien tertentu. Menurut Anggorodi (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan zat makanan lain. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa bahan kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik akan dipecah kembali oleh zat-zat makanan menjadi lebih sederhana yaitu serat kasar, protein kasar dan BETN. Semakin sederhana bahan makanan maka semakin mudah dicerna oleh mikroba rumen sehingga proses pencernaan di dalam rumen akan meningkat yang dapat meningkatkan bahan kering.

Pada penelitian ini digunakan jerami padi yang memiliki komposisi kimiawi sebagai berikut: bahan kering 71,2%, protein kasar 3,9%, lemak kasar 1,8%, serat kasar 28,8%, BETN 37,1% dan TDN 40,2% (Lubis 1992). Terlihat bahwa hubungan serat kasar pada penelitian ini cukup tinggi. Hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya KCBK pada perlakuan P2, sedangkan pada perlakuan P3 nilai

KCBK tinggi (33,86%) jika dibanding

kontrol 25%. Hal ini menunjukkan sekitar 40% jerami padi dicerna oleh mikroba.

Nilai KCBK yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,3% v/w (P3) yaitu sebesar 33,86%. Kecernaan

bahan kering menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kecernaan bahan kering pada fermentasi dengan semakin tingginya penggunaan biomineral Zn lysinate. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan biomineral Zn lysinate 0,3% v/w pada jerami padi pada tingkat yang tertinggi sehingga dapat memberikan respon yang baik untuk perkembangan mikroba rumen dan penurunan jumlah protozoa yang disebabkan oleh protozoa tidak dapat memproduksi enzim lipolisis.

Kondisi tersebut meningkatkan efisiensi pertumbuhan mikroba karena mengurangi siklus N bakteri dalam rumen. Biomineral Zn lysinate di dalam rumen akan meningkatkan jumlah dan aktivitas mikrobia rumen sehingga kerja rumen akan lebih efektif untuk mendegradasi secara fermentatif komponen serat kasar jerami padi yang masuk sehingga meningkatkan kecernaan bahan kering dan dapat memacu metabolisme pasca rumen.

Seng di rumen dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen (Arelovich et

al. 2000). Selain itu Zn mampu meningkatkan penampilan ternak (Hartati 1998) dan sistem imunitas pada sapi perah dengan menurunkan kejadian mastitis (Harmon dan Torre 1997). Inilah penyebab mengapa pada perlakuan P3 suplementasi

Zn lysinate mencapai 10% dari berat jerami padi atau mencapai 10 mg/g jerami padi. Little (1986) melaporkan bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia berkisar antara 20 hingga 38 mg/kg bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa sumber Zn dari pakan belum dapat memenuhi kebutuhan mineral seng ternak maupun mikroba rumen.

Nilai KCBK yang terendah adalah pada jerami padi tanpa perlakuan (kontrol) (P0) yaitu sebesar 25,00%. Hal ini karena

tingginya kandungan serat dari jerami padi yang digunakan pada penelitian ini.

(5)

Kandungan serat jerami padi yang tinggi mampu mengikat kembali biomineral Zn lysinate tersebut sehingga ketersediaannya di dalam rumen akan berkurang. Tingginya

konsumsi serat mengakibatkan

keseimbangan menjadi negatif (Church 1990).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) bervariasi pada tiap perlakuan. Nilai KCBO yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,2% v/w (P2) yaitu

sebesar 44,94% dan nilai KCBO yang terendah adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,3% v/w (P3) yaitu sebesar 38,67%.

Nilai Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) adalah salah satu faktor utama yang menentukan nilai nutrisi dari bahan pakan dan dasar penentuan kecernaan (Mc Donald et al. 2002). Little (1986) menyatakan bahwa konsumsi bahan organik dipengaruhi oleh konsumsi bahan keringnya. Konsumsi bahan kering mempunyai korelasi yang positif terhadap konsumsi bahan organik karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Konsumsi bahan bahan organik ini saling berkaitan karena berdasarkan komposisi kimianya, suatu bahan pakan dibedakan menjadi bahan organik dan bahan anorganik (abu). Menurut Tillman et

al. (1998), bahan organik merupakan bahan

yang hilang pada saat pembakaran terdiri dari lemak kasar, protein kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Menurut Sutardi (1981), bahan anorganik merupakan sisa pembakaran dalam oven pada suhu 500 sampai 600oC sehingga bahan organik diperoleh dari selisih antara bahan kering dan bahan anorganik.

Seng merupakan mineral essensial yang sering digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan kecernaan pakan terutama protein. Suplementasi mineral seng mutlak diperlukan oleh ternak karena bahan baku pakan hijauan dan biji-bijian di daerah tropis yaitu Indonesia sangat defisien terhadap mineral seng. Hal ini

sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Little (1986) yang melaporkan bahwa bahan baku pakan di daerah tropis termasuk Indonesia mempunyai kandungan mineral seng <30mg/kg. Menurut NRC (2001), kebutuhan mineral seng untuk pertumbuhan ternak domba adalah sekitar 35 sampai 50 ppm.

Nilai KCBO yang tertinggi adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,2% v/w (P2) yaitu sebesar 44,94%. Hal ini

dikarenakan biomineral Zn lysinate 0,1% v/w yang dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikrobia rumen sehingga kerja rumen akan lebih efektif dalam mendegradasi secara fermentatif komponen serat kasar jerami padi. Jumlah protein yang tinggi pada ransum akan meningkatkan perkembangan mikroba rumen sehingga kecernaan bahan organik menjadi meningkat dan kebutuhan energi untuk perkembangan mikroba rumen terpenuhi. Tilman et al. (1991) menyatakan bahwa pakan yang menyediakan sumber energi dan nitrogen yang cukup bagi mikroba rumen akan membantu pencernaan bahan organik sehingga berjalan dengan baik. Protein pakan dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya sehingga dengan banyaknya protein pakan maka proses fermentasi fermentatif di dalam rumen akan meningkat dan pasokan nutrien asal bakteri juga meningkat. Sutrisno et al. (1985) menyatakan bahwa apabila jumlah protein dalam pakan tinggi maka perkembangan mikroba rumen lebih banyak

sehingga menyebabkan pencernaan

makanan dalam rumen juga berjalan baik. Nilai KCBO terendah didapatkan pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,3% v/w (P3) yaitu sebesar 38,67%. Hal ini

disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar dari jerami padi. Kecernaan ransum berkaitan dengan komposisi nutrisi dari ransum terutama kandungan serat kasar. Peningkatan kandungan serat kasar dapat menurunkan jumlah bahan organik yang dapat dicerna karena penurunan aktivitas

(6)

mikroba rumen. Serat kasar pada ransum menyulitkan mikroba rumen untuk melakukan degradasi secara maksimal (Mc.Donald et al. 2002).

Jerami padi memiliki kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa sehingga kecernaam pakan menjadi rendah dan diketahui bahwa antara ikatan lignin dan kecernaan bahan kering berhubungan erat terutama pada rumput-rumputan (Cheeke 1999). Lignin dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulose dalam dinding sel tanaman dan merupakan suatu ikatan yang kuat (Sutardi 1980). Kandungan serat kasar yang tinggi (selulosa, hemiselulosa, lignin) sekitar 20 sampai 41,5% dari bahan kering (BK) yang merupakan penyusun dinding sel tanaman bersama dengan kandungan silika, selain itu kandungan protein juga rendah sekitar 3 sampai 5% BK, sehingga sukar diharapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak akan protein. Bahan pakan ternak yang mengandung protein kasar < 7 % menyebabkan aktivitas mikroba rumen terhambat, karena kekurangan unsur nitrogen sehingga pemanfaatan karbohidrat oleh mikroba rumen tidak maksimal (Crowder dan Chedda 1982). Pada Penelitian ini perlakuan yang terjadi pada jerami padi yang memiliki kandungan SK tinggi sehingga KCBO pada jerami padi adalah 50,57%.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsentrasi N-Amonia (N-NH3)

bervariasi pada tiap perlakuan. Nilai konsentrasi N-NH3 yang tertinggi adalah

pada perlakuan Jerami padi dengan penambahan biomineral Zn Llsinate 0,2% v/w (P2) yaitu sebesar 1,50 mM.

Peningkatan konsentrasi NH3 cairan rumen

terjadi apabila tingkat kandungan protein kasar di atas 13%.

Pengukuran N-NH3 digunakan untuk

mengestimasi degradasi protein dan kegunaannya oleh mikroba. Protein pada ternak ruminansia sebagian masuk ke dalam rumen akan mengalami perombakan atau degradasi menjadi ammonia oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba

rumen. Produksi amonia tergantung pada kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan berada dalam rumen dan pH rumen (Orskov 1982). Sutardi (1980) menyatakan bahwa sebagian besar mikroba rumen (82%) mengandung NH3 (amonia) untuk perbanyakan dirinya,

terutama dalam sintesis selnya.

Menurut Preston dan Leng (1987), untuk pertumbuhan mikroba rumen yang optimal konsentrasi amonia dalam rumen berkisar 3,4 sampai 11,0 mM. Kecernaan pakan berjalan dengan baik dan diharapkan mikroba rumen mampu mencerna pakan sampai inkubasi 24 jam. Pada penelitian ini nilai konsentrasi N-NH3 yang paling tinggi

yaitu sebesar 1,50 mM.

Nilai konsentrasi N-NH3 yang

terendah adalah pada perlakuan jerami padi dengan penambahan biomineral Zn lysinate 0,1% v/w (P1) yaitu sebesar 1,13 mM.

Orskov et al. (1982) menyatakan bahwa produksi NH3 tergantung pada kelarutan N

dari suatu bahan pakan, jumlah protein makanan, lama makanan dalam rumen. NH3

juga merupakan sumber N yang cukup penting untuk sintesis protein mikroba rumen. Sebagian besar mikroba rumen

memerlukan N-amonia untuk

pertumbuhannya. Pada ternak ruminansia sebagian protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami perombakan (degradasi) menjadi amonia oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Menurut Arora (1995), seng merupakan mineral yang berperan pendegradasian protein dan pembentukan protein mikroba sehingga suplementasi mineral seng organik akan dapat meningkatkan populasi mikroba dalam cairan rumen.

Kebanyakan mikroba rumen tidak dapat memanfaatkan asam amino secara langsung karena mikroba terutama bakteri rumen tidak mempunyai sistem transpor untuk mengangkut asam amino ke dalam tubuhnya. Lebih kurang 82% mikroba

rumen membutuhkan N-NH3 untuk

mensintesis protein tubuhnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka merombak asam

(7)

amino tersebut menjadi NH3 (Sutardi

1977).

Amino merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis de novo asam amino mikroba rumen. Konsentrasi N-NH3

optimum untuk sintesis protein mikroba rumen adalah 50 mg/L atau 3,57 mM (Warly et al. 2003) atau antara 4 sampai 12 mM (Sutardi 1979). Erwanto et al. (1993) mendapatkan bahwa kadar amonia yang optimum untuk mencapai efisiensi penggunaan energi dan protein ransum adalah 7 sampai 8 mM. N-NH3 yang

diproduksi tidak semua digunakan untuk sintesis protein mikroba, tetapi sisanya diserap oleh dinding rumen, masuk ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati untuk selanjutnya diubah menjadi urea dan masuk ke sirkulasi darah (Tilman et al. 1998).

Menurut Sutardi (1979), konsentrasi NH3 yang mampu dan baik dalam

mendukung pertumbuhan mikroba rumen adalah 4-12 mM dengan konsentrasi optimalnya adalah 6 sampai 8 mM. Konsentrasi NH3 menunjukkan bahwa

pakan yang digunakan mempunyai kadar protein yang rendah atau proses pendegradasian protein di dalam rumen tidak berjalan dengan baik sehingga diperlukan penambahan sumber nitrogen yang fermentable agar mampu mendukung pertumbuhan mikroba.

KESIMPULAN

Suplementasi Zn lysinate 0,3% pada jerami padi berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering (p<0,05), namun tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan organik dan konsentrasi N-amonia atau N-NH3.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota termasuk tim teknis baik di laboratorium dan lapangan serta seluruh mahasiswa khususnya Yeyen Afriani yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian Unggulan Stranas yang dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian

pada Masyarakat (Dit. Litabmas) Dikti dengan Kontrak No. 488/SP2H/PL/ Dit.Litabmas/V/2011 sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak

Umum. Jakarta : PT. Gramedia.

Arora SP. 1995. Pencernaan mikrobia pada

ruminansia. Diterjemahkan oleh R.

Murwani Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Arelovich HMFN, Owens FN, Horn GW, Vizcarra. 2000. Efffects of supplements zinc and manganase on ruminal fermentation, forage intake, and digestion by cattle fed praivin hay and urea. Journal of Animal Science 78:2972- 2979.

Cheeke PR. 1999. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding. 2rd Edition. Departement of Animal

Science, Oregon Stale University. Church DC. 1990. Livetock Feed and

Feeding. Prentice-Hall International.

Inc.

Chuzaemi S. 1994. Potensi Jerami Padi

sebagai Pakan Ternak Ditinjau dari Kinetika Degradasi dan Retensi Jerami Padi di dalam Rumen.

Yogyakarta: Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.

Crowder LV and Chheda. 1992. Tropical

Grassland Husbandary. London dan

New York: Longman Group Ltd. Hartati E. 1998. Suplementasi minyak

lemuru dan seng ke dalam ransum yang mengandung silase pada kakao dan urea unyuk memacu pertumbuhan sapi holstein jantan [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Erwanto T, Sutardi D, Sastra D and MA

Nur. 1993. Effects of amoniated zeolite on metabolic parameters of rumens microbes. Inden. Journal of

Tropical Agriculture 5(1):5-12.

Harmon RJ, PM Torre. 1997. Economic Implicator of Copper and Zinc

(8)

Proteinate : Role In Mastitis Control

Di dalam : Lyon T. P. K. A, Jacques,

Editor. Biotecnology In The Fed

Industry Proceedings of Altechs 13th

Annual Symposium. Notingham University Press. 419-430 hal.

Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bioproses peningkatan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal. 298-304.

Haryanto B, Supriyati, A Thalib, SN Jarmani. 2005a. Peningkatan nilai hayati jerami padi melalui bioproses fermentative dan penambahan zinc organik. Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal. 473-478 .

Kelsey JL. 1982. Effect of Fiber on Mineral and Vitamin Bioavailability. Di dalam Vahony, G.V and D. Kritchevsky (editor). Dietary Fiber in

Health and Disease. New York:

Plenum Press. Hal. 91-104.

Komar A. 1984. Teknologi Pengolahan

Jerami Sebagai Makanan Ternak. Cetakan Pertama. Bandung: Yayasan

Dian Grahita.

Little DA. 1986. The Mineral Content of

Ruminant Feeds and Potential for Mineral Supplementation in South-East Asia with Particular Reference to Indonesia. In: R.M. Dixon (Ed.).

Ruminant Feeding Systems Utilizing

Fibrous Agricultural Residues. 1986.

Canberra: IDP.

Lubis DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak.

Cetakan ke-2. PT. Jakarta: Pembangunan.

Mc Donald PP, A Edwards, JFP

Greenhalgh. 2002. Animals Nutrition

4th Edition. New York: Long men

Scientific and Tehnical.

NRC. 2001. Nutrient Requirements of

Dairy Cattle. 6rd Edition. Washington

DC: National Academy Press.

Orskov ER. 1982. Protein Nutrition in

Ruminant. London: Academic Press.

Sutardi T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degredasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Produktifitas Ternak. Di dalam: Prosiding Seminar

Penelitian dan Penunjangan Peternakan. Bogor: LPP IPB.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi

Jilid I. Bogor: Departement Ilmu

Makanan Ternak, Fakultas

Peternakan, Insitut Pertanian Bogor. Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian

Makanannya. Bogor: Departemen

Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Tidak diterbitkan).

Steel RGD and Torrie. 1991. Prinsip dan

Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia.

Sutrisno DHA, Unruh S, Wisynu, S Witono. 1985. Evaluasi Program Pengobatan Penyakit Kaskado pada Sapi Perah di Boyolali. Laporan

Tahunan Hasil Penyidikan-Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode 1983-1984.

Jakarta: Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

Tilman AD, H Hartadi, S Reksohadiprojo, S Prawirokusumo, S Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Warly LA, Fariani T, Ichinohe T, Awano and T Fujihara. 2003. Mineral Status of forages and goats in West Sumatra,

Indonesia. Micro Minerals.

Proceeding the 6th International Symposium on the Nutrition of. Herbivore. Merida, Yucatan, Mexico

Referensi

Dokumen terkait

PT.Telkom akan mengelola bisnis melalui praktek- praktek terbaik dengan mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang unggul, penggunaan teknologi yang kompetitif,

Tingkat akurasi sistem analisis sentimen pengguna jejaring sosial dengan menggunakan metode Support Vector Machine adalah 81 % atau sebanyak 243 kicauan yang

Berdasarkan hasil perancangan sistem pneumatik pada kendaraan yang menggunakan sistem pneumatik menunjukkan bahwa kendaraan hibrid ini bisa menempuh 1,1 km menggunakan

Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan

Rancang bangun robot pemadam api yang juga dapat mengikuti jejak menggunakan micro chip ATMega8535, dengan spesifikasi robot menggunakan foto dioda delapan buah sebagai

Alat Musik Tradisional : BONANG (sumber bunyi : Ideofon , DIPUKUL DENGAN Alat Musik Tradisional : BONANG (sumber bunyi : Ideofon , DIPUKUL DENGAN MENGGUNAKAN PEMUKUL KHUSUS),

Dasar kewenangan Kepolisian melakukan upaya-upaya non penal dalam menangani perjudian dapat dihubungkan dengan tugas dan kewenangan anggota Kepolisian sebagaimana

INKA (Persero) juga dapat dikatakan baik yang dapat dilihat dari hassil grand mean sebesar 3,86 yang berada pada interval baik/setuju, yang berarti secara