• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA AN. N DENGAN HEPATOTOKSIK DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA AN. N DENGAN HEPATOTOKSIK DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

NUTRISI PADA AN. N DENGAN HEPATOTOKSIK

DI RUANG FLAMBOYAN RSUD

SUKOHARJO

DI SUSUN OLEH :

ARNY SUSANTI

P.09007

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(3)

1

A. Latar Belakang Masalah

Hepatotoksik adalah kelainan pada hepar yang disebabkan oleh obat.

Hepar sebagai organ penting dalam metabolisme obat, harus bekerja keras

untuk menjinakkan dan mengekskresi bahan atau obat khususnya metabolitnya yang tidak berguna yang justru dapat menganggu hepar. Pada dasarnya enzim hepar merubah obat menjadi bahan yang lebih polar (Suasono, 2003).

Metabolisme obat dalam hepar ada 2 tahap. Pada tahap 1, terdapat

reduksi hidrolisa dan pertama oksidasi. Pada tahap ini belum terjadi proses

detoksikasi, karenanya kadang-kadang terbentuk suatu bahan metabolit yang

justru bersifat toksik. Pada tahap 2, terjadi reaksi konjugasi dengan asam glukonat, sulfat glisin dan lain-lain, sehingga terbentuk bahan yang kurang

toksik, mudah larut dalam air dan secara biologis kurang aktif. Metabolisme

ini terjadi dalam sel hepar (Suasono, 2003).

Salah satu obat yang dapat menyebabkan hepatotoksik adalah obat anti TB contohnya adalah Rifampisin hal ini disebabkan rendahnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan faktor predisposisi terjadinya kegagalan pengobatan atau kekambuhan. Efek samping obat biasanya ringan efek samping yang berat adalah hepatotoksik. Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum yang terdiri dari

(4)

2

aspartate amino transaminase (AST/SGOT) yang disekresikan secara pararel

dengan alanine amino transferase (ALT/SGPT) yang merupakan penanda yang spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar (Prihatni, 2005)

Gambaran klinis hepatotoksik adalah berupa malaise, ikterik, mual muntah, dan terjadi gagal hati akut. Dari mual, muntah dapat menyebabkan anoreksia sehingga menyebabkan gangguan nutrisi pada anak atau gangguan sistem penceraan. Saat ini pertumbuhan dan perkembangan pada anak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor eksternalnya adalah nutrisi yang didapat oleh anak (Rusmawati, 2009).

Nutrisi adalah substansi organik dan non organik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh faktor usia, jenis kelamin, jenis kegiatan, dan sebagainya (Kozier, 2004).

Penyebab dari ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak antara lain adalah asupan nutrisi yang tidak adekuat baik secara kuantitatif maupun kalitatif yang menyebabkan kurangnya nutrisi, dan stres emosi yang dapat menurunkan nafsu makan atau absorbsi makanan yang tidak adekuat (Yupi, 2004: 52).

Kekurangan nutrisi pada anak juga akan menyebabkan marasmus dan

kwasiokor. Marasmus atau tulang berbalut kulit dapat terjadi akibat tidak

tersedianya bahan pangan, kondisi semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan yang terlalu dini dan kwasiokor adalah kondisi defisiensi protein

(5)

yang hebat (Mubarak, 2008: 34). Pada pasien hepatotoksik pada anak terjadi tanda gejala mual dan muntah yang dapat menyebabkan kekurangan nutrisi sehingga harus memerlukan penangan lebih lanjut.

Orang tua diharapkan mempunyai pemahaman yang tepat tentang nutrisi yang diperlukan anak untuk tumbuh dan berkembang sehingga nutrisi dapat diberikan pada anak sesuai dengan kebutuhan. Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi, seperti status ekonomi rendah, sosial rendah, pendidikan rendah, dan sebagainya (Yupi, 2004: 103).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada An.N dengan Hepatotoksik di Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus Kebutuhan Nutrisi pada An. N dengan Hepatotoksik di RSUD Sukoharjo.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan anak dengan

Kebutuhan Nutrisi pada pasien Hepatotoksik.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan

(6)

4

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan anak dengan

Kebutuhan Nutrisi pada pasien Hepatotoksik.

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan anak dengan

Kebutuhan Nutrisi pada pasien Hepatotoksik.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan anak dengan

Kebutuhan Nutrisi pada pasien Hepatotoksik

f. Penulis mampu menganalisa kondisi kebutuhan nutrisi pada pasien

dengan Hepatotoksik.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi di bidang perawatan tentang asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi dengan hepatotoksik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada

kebutuhan nutrisi dengan Hepatotoksik. Sehingga mampu

meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada anak

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi kepada mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatann denagan kebutuhan nutrisi pada pasien Hepatotoksik.

(7)

c. Bagi penulis

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya pada kebutuhan nutrisi dengan Hepatotoksik.

(8)

6

BAB II

LAPORAN KASUS

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang studi kasus yang dilakukan pada An. N, tanggal 3 April 2012 di Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo. Studi kasus dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi. Pengkajian pada kasus ini diperoleh dengan cara auto dan allo

anamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik,

menelaah catatan medis dan catatan perawat.

A. IDENTITAS KLIEN

Data pengkajian didapat hasil tanggal masuk 2 April 2012, identitas klien nama An.N, lahir tanggal 24 Agustus 2006, umur 5 tahun 7 bulan. Agama Islam, alamat Bendosari Sukoharjo, diagnosa medis Hepatotoksik, yang bertanggung jawab Ny. S usia 36 tahun seorang ibu rumah tangga, pendidikan SMP.

B. PENGKAJIAN

Keluhan yang dirasakan klien diwaktu mengkaji adalah ibu klien mengatakan klien tidak mau makan dan badannya lemas. Adapun riwayat penyakit sekarang ibu klien mengatakan sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah sakit klien diperiksakan ke rumah sakit. Menurut dokter yang memeriksa klien menderita penyakit TB, lalu oleh dokter klien diberi obat anti TB. Setelah obat tersebut diminum selama sekitar 10 hari tepatnya pada

(9)

Sabtu 31 Maret 2012 klien mengeluh sakit perut dan muntah- muntah kemudian oleh ibunya klien diperiksakan ke RSUD Sukoharjo. Menurut dokter yang memeriksa klien dianjurkan untuk rawat jalan dulu. Senin 2 April 2012 klien mengeluh perutnya sakit dan muntah – muntah lagi, oleh ibunya klien langsung diperiksakan ke Poliklinik RSUD Sukoharjo menurut hasil pemeriksaan klien didiagnosa penyakit hepatotoksik dan klien dianjurkan untuk rawat inap kemudian klien dirawat di bangsal Flamboyan kamar 8.3.

Pada riwayat kesehatan lalu didapatkan data pada kehamilan ibu mengatakan klien merupakan anak ketiga yang lahir pada tanggal 24 Agustus 2006. Ibu klien mengatakan selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan. Saat hamil ibu klien mengatakan dirinya sehat dan hanya mengkonsumsi tablet Fe dari bidan. Pada kelahiran ibu klien mengatakan klien lahir secara spontan selama kurang lebih 9 jam di Rumah bersalin. Ibu klien mengatakan klien lahir dengan berat badan 3000 gram dan panjang badan 48 cm, saat lahir klien tidak mengalami kelainan apapun.

Penyakit sebelumnya ibu klien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit apapun biasanya hanya batuk, pilek, panas dan setelah diperiksakan ke Bidan biasanya langsung sembuh. Tetapi sebelum masuk rumah sakit klien menderita penyakit TB, Klien tidak mempunyai alergi terhadap apapun. Saat ini klien mendapatkan obat Cefotaxim 250 mg, Ranitidin 25 mg, Ondansetron 1,25 mg. Ibu klien mengatakan klien sudah mendapatkan imunisasi lengkap HB0 waktu lahir, BCG saat usia satu bulan, Polio saat usia

(10)

8

satu, dua, tiga, empat bulan, DPT saat usia dua bulan, tiga bulan, empat bulan dan campak saat usia sembilan bulan. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu klien mengatakan berat badan klien waktu lahir 3 kg, usia 1 tahun 8 kg, saat ini 13 kg. Pada usia 1 tahun klien sudah bisa berjalan. Perkembangan klien termasuk kategori normal.

Pemeriksaan fisik yang didapat pada tanggal 3 April 2012 adalah keadaan umum klien tampak lemah, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit jelek. Mata sklera ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, simetris kanan dan kiri. Mulut bersih, mukosa bibir kering, warna merah muda, warna gusi merah, tidak ada caries gigi. Pemeriksaan gastrointestinal klien merasakan mual, muntah, dan tidak mau makan. Pemeriksaan abdomen

inspeksi bentuk datar, auskultasi bunyi bising usus 8x/menit, palpasi terdapat

nyeri tekan di abdomen bagaian kanan atas, perkusi terdengar timpani. Ekstermitas tangan kiri terpasang infus D1/2 NS 15 tpm, kaki kanan dan kiri normal, tonus otot lemah.

Pemeriksaan antropometri didapatkan TB 110 cm, BB 13 kg, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm. Pemeriksaan

tanda vital didapatkan suhu tubuh pasien 368 0C, respirasi 22x/menit, denyut

nadi 102x/menit. Pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum klien tampak lemah dan klien hanya diam saja. Riwayat nutrisi ibu klien mengatakan klien minum ASI sampai usia 1 tahun 5 bulan setelah itu klien diberi susu formula, mulai umur 5 bulan klien sudah mendapatkan makanan pendamping.

(11)

Pengkajian pola nutrisi didapatkan ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur dan minum air putih sehari sekitar 4 gelas belimbing dan kadang minum susu, selama di rumah sakit klien tidak mau makan dan minum air putih sehari sekitar 2 gelas belimbing kadang minum susu 1 gelas belimbing.

Pengkajian eliminasi pada tanggal 3 April 2012 adalah ibu klien mengatakan sebelum sakit klien BAB 1 x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning, bau khas, tidak bercampur darah dan BAK 5 x sehari dengan warna kuning jernih, bau khas amoniak. Selama sakit ibu klien mengatakan klien belum BAB sejak masuk rumah sakit dan BAK 5 x sehari dengan warna kuning jernih, bau khas amoniak.

Pemeriksaan penunjang tanggal 2 April 2012 yaitu semua pemeriksaan laboratorium normal kecuali SGPT 274,10 (N: 21 – 25), SGOT 263,60 (N: 21 – 25) yang mengalami kenaikan. Karena klien mengalami kerusakan hepar.

Terapi medis pada tanggal 3 April 2012 klien mendapatkan infus D1/2NS 15 tpm, Injeksi Cefotaxim 2 x 250 mg, Ondansentron 2 x 1,25 mg, Ranitidin 3 x 25 mg. Pada tanggal 4 April 2012 klien mendapatkan infus D1/2NS 15 tpm, injeksi Cefotaxim 2 x 250 mg, Ondansentron 2 x 1,25 mg, Ranitidin 3 x 25 mg. Pada tanggal 5 April 2012 klien mendapatkan terapi infus D1/2NS 15 tpm, Ondansentron 2 x 1,25 mg, Ranitidin 3 x 25 mg, injeksi Cefotaxim pada tanggal ini di stop. Ranitidine berfungsi untuk mengurangi nyeri pada lambung, Ondansentron berfungsi untuk mengurangi mual dan muntah, Cefotaxim sebagai antibiotik.

(12)

10

C. DAFTAR PERUMUSAN MASALAH

Dari data yang sudah didapatkan penulis dari hasil pengkajian maka penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Disini penulis hanya mencantumkan diagnosa keperawatan ketidak-seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dengan alasan kebutuhan nutrisi merupakan salah satu masalah kebutuhan dasar manusia yang harus segara ditangani. Nutrisi adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Diagnosa tersebut ditunjang oleh data subyektif ibu klien mengatakan An. N tidak mau makan, mual dan muntah. Data obyektif yang didapatkan adalah TB 110 cm, BB 13 kg, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm, klien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek.

D. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

Dari hasil pengkajian dan perumusan masalah yang sudah ada penulis menentukan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pada klien terpenuhi dengan kriteria hasil klien mau makan dan habis 1 porsi, klien tidak mual dan muntah, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, klien tampak tidak lemas, terjadi peningkatan berat badan 0,5 kg dalam waktu 3 hari.

(13)

E. PERENCANAAN

Setelah ditemukan permasalahan keperawatan pada diagnosa Ketidakseimbangaan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat. Penulis membuat intervensi yaitu: kaji status nutrisi

klien dengan pengkajian ABCD untuk membantu mengidentifikasi status nutrisi pada klien, tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan dengan rasional kebiasaan makan yang tidak teratur akan menganggu perubahan nutrisi klien, pantau nilai laboratorium khususnya albumin dengan rasional albumin sangat berpengaruh terhadap nutrisi klien albumin berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, ketahui makanan kesukaan klien dengan rasional agar kita tahu makanan apa yang disukai klien sehingga kita bisa memotivasi klien untuk makan, tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dengan rasional agar klien tahu bagaimana pentingnya nutrisi yang baik bagi tubuh, ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dengan rasional agar keluarga dan klien tahu apa makanan yang bergizi yang seharusnya dimakan, kolaborasi dengan dokter pemberian obat Antiemetik dan Antasida sesuai dosis yang dianjurkan dengan rasional obat Antiemetik untuk mengurangi mual dan muntah, obat Antasida untuk mengurangi nyeri pada lambung.

F. IMPLEMENTASI

Berdasarkan intervensi yang sudah dibuat penulis untuk mengatasi diagnosa ketidakseimbanggan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

(14)

12

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat penulis melakukan Implementasi pada tanggal 3 April 2012 jam 09.30 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengkaji status nutrisi klien dengan respon subyektif: ibu klien mengatakan klien tidak mau makan, klien merasa mual dan muntah, dan obyektifnya BB 13 kg, TB 110 cm, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, klien tampak lemah. Pada tanggal 3 April 2012 jam 09.50 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengukur antoprometri pada klien dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia dan obyektifnya TB 110 cm, BB 13 kg, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, jam 20.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan memberikan injeksi Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg dengan respon subyektif klien mengatakan mau diinjeksi, obyektifnya Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg masuk melalui IV dan tidak terjadi syok.

Pada tanggal 4 April 2012 jam 15.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengkaji status nutrisi klien dengan respon subyektif ibu klien mengatakan klien masih belum mau makan, obyektifnya klien merasa mual dan muntah, klien tampak lemas, turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Jam 16.30 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan menganjurkan pada pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan respon subyektif ibu klien mengatakan klien tidak mau makan, obyektifnya klien tampak lemas, klien tampak tidak mau makan. Pada jam 20.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengkolaborasikan dengan dokter pemberian injeksi Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg dengan respon subyektif klien mengatakan

(15)

mau diinjeksi, obyektifnya obat Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg masuk melalui IV dan tidak terjadi syok.

Pada tanggal 5 April 2012 jam 07.45 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengkaji status nutrisi klien dengan respon subyektif ibu klien mengatakan klien sudah mau sedikit makan (roti, agar-agar), obyektifnya klien merasa mual dan muntah, klien tampak lemas, turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Pada jam 08.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengkolaborasikan dengan dokter pemberian injeksi Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg dengan respon subyektif klien mengatakan mau diinjeksi, obyektifnya obat Ranitidin 25 mg dan Ondansentron 1,25 mg masuk melalui IV dan tidak terjadi syok.

G. EVALUASI

Berdasarkan implementasi yang sudah dilakukan penulis mulai tanggal 3 - 5 April 2012 evaluasi yang didapat adalah pada tanggal 3 April 2012 jam 13.30 WIB didapatkan hasil ibu klien mengatakan klien tidak mau makan, merasa mual dan muntah, data obyektifnya BB 13 kg, TB 110 cm lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Dapat disimpulkan masalah nutrisi belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu : kaji status nutrisi klien, anjurkan pada klien untuk makan sedikit tapi sering, berikan pendidikan pada klien dan keluarga tentang pentingnya gizi yang sehat. Kolaborasi pemberian injeksi Ondansentron dan Ranitidin.

Pada tanggal 4 april 2012 jam 20.15 WIB penulis melakukan evaluasi dan mendapatkan data ibu klien mengatakan klien masih belum mau makan,

(16)

14

merasa mual dan muntah, data obyektifnya turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Dimana dapat disimpulkan masalah nutrisi belum teratasi. Dan intervensi dilanjutkan yaitu : kaji status nutrisi klien, anjurkan pada klien untuk makan sedikit tapi sering, berikan pendidikan pada klien dan keluarga tentang pentingnya gizi yang sehat. Kolaborasi pemberian injeksi Ondansentron dan Ranitidin.

Pada tanggal 5 April 2012 jam 13.15 WIB penulis melakukan evaluasi dan mendapatkan data ibu klien mengatakan klien sudah mau sedikit makan, merasa mual dan muntah, data obyektifnya turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Dapat disimpulkan masalah nutrisi belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu : kaji status nutrisi klien, anjurkan pada klien untuk makan sedikit tapi sering, berikan pendidikan pada klien dan keluarga tentang pentingnya gizi yang sehat. Kolaborasi pemberian injeksi Ondansentron dan Ranitidin.

Pada hari ketiga tanggal 5 April 2012 masalah nutrisi pada klien belum teratasi, sehingga penulis membuat pendelegasiaan pada perawat ruang, untuk melanjutkan intervensi sesuai dengan yang sudah direncanakan sebelumnya.

(17)

15

A. PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada An. N dengan Hepatotoksik di Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo. Penulis hanya akan membahas prioritas diagnosa keperawatan yang paling utama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Hal ini

dilakukan dengan alasan kebutuhan nutrisi merupakan salah satu masalah

kebutuhan dasar manusia yang harus segara ditangani. Nutrisi adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh dan berkembang (Yupi, 2004: 52). Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan aspek tahapan proses keperawatan antara lain pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah ibu klien mengatakan klien tidak mau makan, mual, muntah, dan badannya terasa lemas. Penyakit sebelumnya ibu klien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit apapun biasanya hanya batuk, pilek, panas dan setelah diperiksakan ke Bidan biasanya langsung sembuh, tetapi sebelum masuk rumah sakit klien menderita penyakit TB dan sudah diperiksakan ke Dokter. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu klien mengatakan berat badan klien waktu lahir 3000 gram, usia 1 tahun 8 kg,

(18)

16

saat ini 13 kg. Pada usia 1 tahun klien sudah bisa berjalan. Perkembangan klien termasuk kategori normal.

Pada pengkajian fisik yang sudah dilakukan oleh penulis, penulis mendapatkan data pada pengkajian antropometri didapatkan berat badan pasien 13 kg, tinggi badan pasien 110 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm. Turgor kulit jelek, mukosa bibir kering. Pola nutrisi ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan nasi, lauk, sayur dan minum air putih sehari sekitar 4 gelas belimbing dan kadang minum susu, selama di rumah sakit klien tidak mau makan karena merasa mual dan muntah dan minum air putih sehari sekitar 2 gelas belimbing kadang minum susu 1 gelas.

Dari pengkajian yang telah dilakukan maka penulis mengambil masalah keperawatan kebutuhan nutrisi, karena kebutuhan nutrisi pada anak jika tidak terpenuhi akan menyebabkan gangguan pada tumbuh kembang anak yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak jadi terhambat. Selain itu nutrisi yang kurang juga akan mempengaruhi sistem tubuh yang lainnya misalnya akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun dan anak mudah terserang penyakit. Dengan ini penulis menitikberatkan masalah kebutuhan nutrisi pada anak.

Pengkajian nutrisi yang dilakukan berdasarkan ABCD yaitu A

(antropometri) adalah suatu sistem pengukuran ukuran dan susunan tubuh dan

bagian khusus tubuh. Antropometri dapat membantu dalam mengidentifikasi masalah nutrisi. Pengukuran antropometri meliputi berat badan, tinggi badan,

(19)

lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar lengan atas. B (biocemikal data) atau test laboratorium, test laboratorium biasanya digunakan untuk mempelajari status nutrisi, test laboratorium tersebut meliputi hemoglobin, albumin,

hematrokit. C (clinical sign) atau observasi klinis, observasi klinis dapat

menjadi aspek terpenting diantara pengkajian nutrisi. Seperti bentuk pengkajian keperawatan lain, perawat mengobservasi klien tanda-tanda perubahan nutrisi. Karena nutrisi yang tidak tepat mempengaruhi semua sistem tubuh, petunjuk mal nutrisi dapat diobservasi dari pengkajian fisik. Pengkajian fisik tersebut meliputi konjungtiva anemis, mata cekung, mukosa bibir kering, dan lain-lain. D (diet), selain riwayat keperawatan yang umum perawat memperoleh riwayat khusus diet yang lebih untuk mengkaji kebutuhan nutrisi aktual atau potensial. Faktor yang mempengaruhi pola diet antara lain status kesehatan, faktor psikologis, alkohol dan obat, kesalahan informasi dan keyakinan terhadap makanan (Potter dan perry, 2006 : 1442-1445)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan karakteristiknya adalah nyeri abdomen, berat badan 20% dibawah berat badan ideal, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang informasi, membran mukosa kering, tonus otot menurun, turgor kulit jelek (Herdman, 2011: 86) hal ini sesuai dengan keadaan pasien yaitu klien tidak mau makan, mual dan muntah, klien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, tonus otot menurun, berat badan pasien 13 kg,

(20)

18

tinggi badan pasien 110 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm.

Setelah menemukan diagnosa keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat penulis menyusun kriteria hasil menurut yaitu SMART, S (spesific) dimana tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, M (measurabel) dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien : dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau. A (achievable) dimana harus dapat dicapai, R (reasonable) dimana tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T (time) mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2001: 54)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pada klien terpenuhi dengan kriteria hasil klien mau makan habis 1 porsi, klien tidak mual dan muntah, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, klien tampak tidak lemas, terjadi kenaikan berat badan 0,5 kg dalam waktu 3 hari (Judith, 2006: 322).

Dengan ditegakkannya diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat penulis merencanakan tindakan keperawatan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada klien yaitu kaji status nutrisi klien dengan pengkajian ABCD, tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan, pantau nilai laboratorium khususnya albumin, ketahui makanan kesukaan klien, ajarkan klien atau keluarga tentang makanan yang bergizi, ajarkan metode

(21)

untuk perencanaan makanan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antiemetik dan analgesik (Judith, 2005: 323).

Penulis melakukan tindakan keperawatan selama tiga hari sesuai rencana yang telah disusun sebelumnya untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada klien agar kebutuhan nutrisi pada klien terpenuhi. Tindakan keperawatan tersebut adalah mengkaji status nutrisi klien dengan pengkajian ABCD yang bertujuan untuk membantu dalam mengidentifikasi masalah nutrisi.

Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering. Dengan makan sedikit tapi sering dapat mengurangi resiko mual dan muntah. Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat. Disfungsi persarafan vagal berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal gangguan pencernaan. Adanya neuropati vagal juga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang (Dharmika, 2006: 43).

Memberitahu pasien atau keluarga tentang pentingnya gizi yang baik untuk klien. Karena orang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi cenderung lebih peduli terhadap kesehatan. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Dengan ini, dapat dikatakan tingkat pengetahuan yang cukup pada seseorang akan

(22)

20

mempengaruhi sikap dan cara seseorang untuk memahami serta merawat penyakitnya (Notoatmojo, 2003).

Gizi yang baik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak karena pada usia pertumbuhan dan perkembangan anak banyak membutuhkan energi protein. Anak yang mengalami kekurangan gizi akan menyebabkan marasmus dan kwasiokor, Marasmus atau tulang berbalut kulit dapat terjadi akibat tidak tersedianya bahan pangan, kondisi semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan yang terlalu dini dan kwasiokor adalah kondisi defisiensi protein yang hebat ( Mubarak, 2008:34)

Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat Ranitidin dan Ondansentron sesuai dosis. Ranitidin adalah obat untuk saluran cerna yaitu golongan antasida dan ulkus, anti busa. Indikasi Ranitidin adalah pengobatan jangka pendek tukak diduodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis. Ondansentron adalah obat saluran cerna yaitu golongan antiemetik yang berfungsi untuk penangan mual dan muntah yang diinduksi oleh sitotoksik, gangguan hati sedang atau berat (ISO, 2010).

Dalam pelaksanaan implementasi ini penulis belum bisa melakukan tindakan keperawatan sepenuhnya berdasarkan rencana yang sudah dibuat sebelumnya yaitu tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan karena klien belum mau makan, pantau nilai laboratorium khususnya albumin karena didalam rumah sakit hasil pemeriksaan laboratorium albumin tidak dicantumkan, ajarkan metode untuk perencanaan makanan hal tersebut

(23)

dikarenakan klien masih anak-anak dan kurang kooperatif untuk melakukan semua yang diinstruksikan oleh penulis.

Selama tiga hari penulis belum bisa menyelesaikan masalah pada klien karena klien tidak kooperatif sehingga klien susah untuk melakukan semua yang diinstruksikan penulis, selain itu keluarga pasien juga belum paham benar tentang penyakit yang dialami klien. Maka penulis membuat pendelegasiaan pada perawat jaga untuk melanjutkan intervensi, yaitu kaji status nutrisi klien dengan pengkajian ABCD, pantau nilai laboratorium khususnya albumin, ajarkan klien atau keluarga tentang makanan yang bergizi, ajarkan metode untuk perencanaan makanan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antiemetik dan analgesik sesuai dosis.

B. KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam studi kasus dan pembahasan pada asuhan keperawatan pada An. N dengan kebutuhan nutrisi pada hepatotoksik di ruang Flamboyan rumah sakit umum daerah Sukoharjo, maka penulis mengambil kesimpulan:

1. Penulis mampu melakukan pengkajian dasar pada An. N dengan

kebutuhan nutrisi pada hepatotoksik, pengumpulan data dapat diperoleh melalui data subyektif yaitu ibu klien mengatakan klien tidak mau makan dan mual, muntah dan data obyektif yang didapatkan adalah TB 110 cm, BB 13 kg, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm, klien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek.

(24)

22

2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

3. Rencana tindakan yang dilakukan pada An. N adalah kaji status nutrisi

klien dengan pengkajian ABCD, tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan, pantau nilai laboratorium khususnya albumin, ketahui makanan kesukaan klien, ajarkan klien atau keluarga tentang makanan yang bergizi, ajarkan metode untuk perencanaan makanan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antiemetik dan analgesik (Judith, 2005: 323).

4. Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan penulis pada An. N sudah

disesuaikan pada rencana keperawatan yang telah disusun dan sudah disesuaikan dengan masalah yang ada pada klien.

5. Masalah keperawatan kebutuhan nutrisi belum teratasi selama tiga hari

maka penulis membuat pendelegasian kepada perawat jaga untuk melanjutkan intervensi.

C. SARAN

Dengan memperhatikan kesimpulan di atas, penulis memberi saran sebagai berikut:

1. Bagi institusi

Dapat memberikan waktu pengelolaan pasien lebih banyak karena dengan waktu 3 hari tidak dapat melakukan pengelolaan secara maksimal.

(25)

2. Bagi rumah sakit

Dapat lebih diperhatikan dalam melakukan perawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada hepatotoksik.

3. Bagi penulis selanjutnya

Penulis berharap bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada pasien dengan kebutuhan nutrisi pada hepatotoksik.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari konten radio terhadap pengambilan keputusan mendengarkan radio adalah sebesar 51,1% sedangkan sisanya 48,9

Melihat dari karakteristik demografi responden dapat diambil kesimpulan bahwa usia yang paling dominan adalah responden dengan usia 17-25 tahun karena dalam usia

sebuah konsep komunikasi (Deri dan Prabawa, 2014). J-Project belum memiliki tagline yang dapat membantu membangun kesadaran merek perusahaan tersebut. Tagline yang

Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau

PENGUMUMAN KELULUSAN MAHASISWA/I BARU UNIGHA TAHUN AKADEMIK 2017/2018. JURUSAN SEJARAH

Namun demikian, dari skripsi dan buku yang penulis sebutkan di atas, tidak ada satupun yang sama persis dengan yang penulis teliti, karena belum ada yang secara gamblang

Hal ini diamini oleh WMM yang mengatakan bahwa de ngan rek- rutmen yang jelas akan menjadi key success factor dalam pe nguatan budaya mutu organisasi karena pada dasarnya

Setelah dilakukan sosialisasi, pelatihan, dan penerapan hingga sampel pasien yang menggunakan kateter tercapai, sikap tenaga medis Rumah Sakit Delia Langkat mengalami