• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PEMASARAN BISNIS UMKM MELALUI JEJARING INDUSTRI RITEL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PEMASARAN BISNIS UMKM MELALUI JEJARING INDUSTRI RITEL DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

84 TOPAN SETIAWAN

PENGEMBANGAN PEMASARAN BISNIS UMKM MELALUI

JEJARING INDUSTRI RITEL DI INDONESIA

Topan Setiawan1 1)

Program Doktor Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat , UNS – Surakarta Korespondensi : massetiawan111@gmail.com

ABSTRAK

Fenomena pertumbuhan industri ritel, sesungguhnya adalah refleksi betapa ada pertumbuhan pertumbuhan konsumsi dalam format modern. Jika di Amerika jejaring Walmart kuat membangun jejaring ritelnya secara nasional, maka di Indonesia pemain ritel semacam Indomart dan Alfamart menjadi bukti bahwa indutri ritel itu tumbuh. Jejaringnya begitu rapat, tempel menempel, saling membayangi satu sama lain. Mereka ada nyaris disetiap kabupaten, dengan konsep waralaba yang kuat.

Disisi lain, secara lokus, mereka menempati suatu wilayah, yang sangat mungkin disetiap wilayah itu terdapat industri kecil/ usaha UMKM yang memerlukan kaitan pemasaran. Tulisan ini hanya bermaksud untuk mendiskripsikan bagamaimana skenario pengembangan pasar UMKM berdasarkan kemungkinan sinergi dengan perusahaan ritel tersebut. Hasil refleksi adalah diperlukannya aspek pendorong dalam bentuk regulasi oleh pemimpin daerah dan kesiapan pelaku UMKM sendiri ketika memasuki jejaring ritel modern tersebut.

Kata kunci : Pemasaran, UMKM, Ritel, Jejaring

ABSTRACT

The phenomenon of the growth of the retail industry, in fact is a reflection of how there is growth in consumption growth in the modern format. If in America the Walmart network is strong in building its retail network nationally, in Indonesia retail players such as Indomart and Alfamart are proof that the retail industry is growing. The network is so tight, the paste sticks, shadowing each other. They exist in almost every district, with a strong franchise concept.

On the other hand, locally, they occupy an area, which is very possible in each region there are small industries / SMEs that require marketing links. This paper only intends to describe how the MSME market development scenario is based on possible synergies with the retail company. The result of reflection is the need for a motivating aspect in the form of regulation by regional leaders and the readiness of MSME actors themselves when entering the modern retail network.

(2)

85 TOPAN SETIAWAN PENDAHULUAN

Penawaran barang dan jasa adalah refleksi dari fungsi konsumsi masyarakat. Maka itu semakin tinggi konsumsi masyarakat, produsen dengan kuasa penawaranya tentu akan memberikan stok atau kuantitas barang dan jasa setara atau melebihi konsumsi itu sendiri. Hingga kini, angka konsumsi masyarakat masih saja menjadi soko guru atau penopang pertumbuhan ekonomi nasional di Negara kita. Bila dicermati,berdasarkan rilis BPS (Badan Pusat Statistik) pengeluaran konsumsi rumah tangga (RT) pada 2018 mencapai 8.269,8 triliun atau sebesar 55,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga berlaku Rp 14.837,4 triliun (katadata.co.id )

Pesatnya kemajuan teknologi dan informasi telah mengubah perilaku belanja konsumsi masyarakat. Dari sebelumnya pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, kini telah bergeser untuk kebutuhan sekunder maupun primer. Hal ini tercermin pengeluaran untuk gaya hidup yang tumbuh di atas konsumsi makanan dan minuman. Menghabiskan waktu di kafe-kafe serta traveling kini telah menjadi gaya hidup bagi masyarakat, terutama para milenial seiring maraknya informasi di media sosial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Produk Domestik Bruto (PDB) pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk restoran dan hotel pada triwulan III 2018 atas dasar harga konstan tumbuh 5,69% dibanding triwulan III tahun sebelumnya.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2018 tumbuh 5,01% dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY) dan juga tumbuh 3,31% dibanding triwulan sebelumnya (Q to Q). Demikian pula secara kumulatif (TW I-TW III 2018), pengeluaran masyarakat tumbuh 5,03% dibanding kumulatif (TW I-TW III 2017). Data Badan Pusat Statistik mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) konsumsi rumah tangga pada TW III 2018 atas dasar harga dasar konstan sebesar Rp 1.440,84 triliun atau sekitar 53,68% dari total PDB nasional senilai Rp 2.684,19 triliun. Pengeluaran masyarakat terbesar untuk makanan dan minuman (diluar restoran), yakni mencapai Rp 528,59 triliun atau sebesar 36,69% dari total konsumsi rumah tangga. Kemudian diikuti untuk transportasi dan komunikasi sebesar Rp 361,9 triliun atau 25,12% dari total. Pada triwulan III 2011, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,89% (YoY) dan merupakan level tertingginya sepanjang 2010-triwulan III 2018. Namun setelah itu pertumbuhan pengeluaran masyarakat mengalami tren perlambatan. Bahkan beberapa kali mencatat pertumbuhan di bawah 5% (katadata.co.id ).

Realitas konsumtif diatas tentu saja adalah peluang dimana pebisnis bisa memberikan suplay kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Dalam tradisi penyediaan barang dan jasa, maka ada konsep ritel atau eceran yang memberikan suplay langsung kepada end user atau konsumen langsung. Industri ritel hari -hari ini dikemas dalam tradisi manajemen modern yang berupaya menjangkau konsumen dalam belanja dekat, belanja nyaman. Format inilah yang diusung para pebisnis sektor ritel untuk mengembangkan sebaran gerai dan standarisasi layanan. Sebagai ilustrasi alfamart dan indomart misalnya, menjadi jejaring industri ritel yang sukses di tanah air dalam melayani konsumsi masyarakat luas.

Pada realitas lain, kita bisa saksikan betapa industri UMKM sebagai penghasil barang dan jasa, diyakini menampilkan potensinya yang luar biasa. UMKM disebut sebut sebagai sektor yang tahan banting dan memendam potensi kemakmuran bagi pelakunya hanya dan hanya jika dikembangkan sebaik mungkin. Salah satu masalah dari sekian masalah pengembagan adalah permasalahan pemasaran produk. Pemasaran memang menjadi ujung

(3)

86 TOPAN SETIAWAN

tanduk bagi mekanisme pemertahanan diri sebuah entitas bisnis. Maka itu, dalam kajian sederhana dan singkat ini akan didiskripsikan bagaimana kemungkinan sinergitas antara menjamurnya industri ritel modern dengan aspek pemasaran industri UMKM.

KERANGKA TEORETIK Industri UMKM

Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adakah: (1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, (3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran meliputi aktivitas manajemen dengan tujuan agar produk/jasa yang dibuat perusahaan dapat diterima oleh konsumen. Strategi bagaimana memilih produk yang akan dijual termasuk kemasannya, bagaimana mengenalkan (mempromosikan) produk, bagaimana menetapkan harga yang cocok, dan bagaimana mendistribusikan produk tersebut adalah aktivitas utama di manajemen pemasaran. Manajemen produksi/operasi adalah aktivitas manajemen dengan tujuan membuat sebuah produk/jasa dengan kualitas/kualifikasi tertentu dengan biaya yang efisien.

Strategi bagaimana dapat membuat produk/jasa yang kualitasnya sesuai standar, dengan waktu pengerjaan yang sesuai standar, dan dengan biaya yang sesuai standar adalah aktifitas utama dalam manajemen produksi/operasi. Manajemen sumberdaya manusia adalah aktivitas manajemen dengan tujuan menemukan dan membentuk sumberdaya manusia yang trampil dan inovatif. Aktivitasnya meliputi perekrutan sumberdaya manusia, penempatannya pada posisi yang tepat, membangun sistem kompensasi yang dapat memotivasi pekerja untuk bekerja lebih baik, dan menyusun model pengembangan sumberdaya manusia yang tepat. Manajemen keuangan adalah aktifitas manajemen yang bertujuan agar UKM dapat memaksimumkan labanya melalui keputusan investasi dan pendanaan yang tepat. Aktifitasnya meliputi pemilihan investasi, pemilihan pendanaan, pengelolaan arus kas, dan manajemen modal kerja.

Ukuran seperti ratio likuiditas, ratio solvabilitas, ratio aktifitas, dan ratio rentabilitas akan digunakan untuk melihat keberhasilan UKM dalam manajemen keuangannya. Pada kenyataannya, UKM selain mempunyai banyak fungsi dan manfaat, keberadaan UKM juga masih mengandung berbagai masalah mendasar yang perlu segera dikaji dan diatasi. Selain masalah di bidang manajemen yang disebutkan di atas, pengusaha kecil (pelaku UKM) juga

(4)

87 TOPAN SETIAWAN

menghadapi masalah pemasaran, masalah sumberdaya manusia, masalah permodalan, masalah kemitraan serta masalah-masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya (Anoraga,2002) Masalah kemitraan dalam usaha kecil dapat diartikan berbeda-beda.

Masalah kemitraan dapat diartikan bekerjasama antar pengusaha kecil atau bekerjasama dengan pengusaha menengah atau besar. Masalah kemitraan dalam usaha kecil baik dengan sesama pengusaha kecil atau dengan pengusaha besar masih kurang dan terbatas. Menurut Maisaroh (Wihana. 2001) dalam penelitiannya menegaskan tentang kemitraan atau aliansi strategis menunjukkan bahwa, masalah kemitraan antar pengusaha kecil (pelaku UKM) menjadisangat penting ketimbang kemitraan dengan pengusaha menengah atau besar.

Industri Ritel

Pengertian Ritel Menurut Kotler and Keller (2006) bauran pemasaran eceran atau retail adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Bauran eceran meliputi semua tindakan yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan akan produknya itu sendiri dan semua tindakan yang mungkin dilakukan oleh perusahaan itu dapat disimpulkan sebagai satu kelompok variabel yang diantaranya adalah produk, lokasi, harga, dan promosi.

Retail adalah suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Menurut Levy dan Weitz (2001), retailing adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga. Jadi konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri.

Sedangkan menurut Berman dan Evans (2001), retailing merupakan suatu usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga. Produk yang dijual dalam usaha retailing adalah barang, jasa maupun gabungan dari keduanya. Menurut Kotler (2005) retailing adalah penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis.

Dari beberapa difinisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ritel adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir. Klasifikasi Ritel Didalam bisnis retail sendiri dapat diklasifikasikan dengan cara meneliti retailer-retailer kecil dan besar sebagai pengelompokan yang terpisah.

a. Retailer Kecil

Bisnis retail kecil digambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500.000 per tahun, yang mempunyai ciri khas adanya spesialisasi pada pekerjaan-pekerjaan yang kecil. Pemilik toko secara umum bertanggung jawab seluruhnya terhadap tugas penjualan dan manajemen. Pemilik toko juga mempunyai tanggung jawab, membeli, menjual, mengatur jadwal kerja, membuat rencana promosi penjualan, dan memberikan jaminan kerja bagi para pegawainya. Kebanyakan kepemilikan toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh seorang individu (individual proprietorship).

b. Retailer Besar

Retailer besar adalah ritel yang memiliki organisasi-organisasi besar seperti department store, chain organization (Organisasi berantai), Supermarket, Catalog store, Wharehouse Outlet, Superstore dan pesanan melalui e-mail yang

(5)

88 TOPAN SETIAWAN

meyediakan mayoritas dari penjualan retail. Menurut Berman dan Evans (2001) pada intinya karakteristik retailing ada tiga, yaitu:

1. Small Average Sale

Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil, dikarenakan targetnya merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah kecil.

2. Impulse Purchase

Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati pengecer, yaitu bagaimana mencari strategi yang tepat untuk memaksimalkan pembelian untuk mengoptimalkan pendapatan.

3. Popularity Of Stores

Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan image dari toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat kunjungan yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Mabrudy (2013) mengatakan bahwa penelitian analisis melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistemik, sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Furchan, 2004).

DISKUSI Potensi Jejaring Ritel Modern

Menarik bila bicara tentang bisnis ritel. Apalagi terkait dengan data pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia. Namun, sebelum berbicara soal data mari dibahas dulu apa itu bisnis ritel. Bisnis ritel adalah sebuah bisnis yang menjualkan secara langsung kepada end

user (konsumen) sebuah produk secara eceran yang langsung bisa digunakan untuk memenuhi

kebutuhannya, bukan sebagai bahan untuk dijadikan barang baru atau untuk dijual kembali. Bisnis ritel dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Semisal ketika kamu sedang berbelanja kamu pasti menjumpai toko-toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari yang dijual secara eceran atau satuan. Nah, itulah bisnis ritel.

Nampaknya ini adalah kabar baik buat kalian yang ingin mencoba untuk berbisnis ritel. Pasalnya per tahun 2019 bisnis ritel ditaksir mencapai 10% atau senilai Rp256 triliiun. Hal ini diungkapkan oleh Tutum Rahanta selaku Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel di Indonesia (APRINDO). Ia mengatakan bahwa ia optimis bisnis ritel dapat mencapai pertumbuhan 10% meskipun pada tahun 2017 bisnis ritel hanya mampu mencapai pertumbuhan 3,7%. Meskipun

(6)

89 TOPAN SETIAWAN

begitu, bisnis ritel dari 3 tahun sebelumnya yaitu tahun 2016, 2017 dan 2018 selalu menunjukkan trend yang positif (Katadata.co.id)

Pertumbuhan Jumlah Gerai Alfamart

Sumber data : Alfaria Trijaya, 2019

Pada tahun 2016 bisnis ritel mencapai angka Rp205 triliun. Kemudian tahun 2017 bisnis ritel tubuh mencapai nilai Rp212 triliun dan terakhir pada tahun 2018 pertumbuhan bisnis ritel mencapai angka Rp 233 triliun. Bahkan pertumbuhan 2017 ke 2018 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 ke tahun 2017. Ini bisa menjadi sinyal positif untuk pertumbuhan bisnis ritel pada tahun 2019. Solihin Putera yang merupakan Corporate Affair salah satu pelaku bisnis ritel terbesar yaitu Alfamart yang berada di bawah PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk menyebutkan bahwa ia juga optimis terkait pertumbuhan bisnis ritel ini. Ia menjabarkan berdasarkan data keuangan Alfamart tercantum omset yang tumbuh 8,77% dari Rp45,60 triliun pada kuartal II tahun 2018 hingga Rp49,60 pada kuartal III tahun 2018.

Meskipun begitu, perlu diwaspadai karena adanya pergeseran gaya belanja masyarakat yang lebih memilih menggunakan platform penjualan elektronik ( E-commerce ). Hal ini bisa berakibat pada turunnya pertumbuhan bisnis ritel modern khususnya pada bidang Fast Moving

Consumer Goods (FMCG). Apa itu FMCG? FMCG adalah sebuah produk yang dapat terjual

dengan cepat yang memiliki harga relatif murah, dan biasanya merupakan kebutuhan sehari-hari.

Penutupan gerai dan pemutusan hubungan kerja kembali mewarnai industri retail di awal Januari 2019. PT Hero Supermarket Tbk (HERO) memutuskan menutup 26 gerainya dan memecat 532 karyawan. Langkah tersebut ditempuh sebagai upaya efisiensi akibat menurunnya penjualan HERO sepanjang 2018. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan penutupan gerai retail terkait dengan perubahan model bisnis. Saat ini industri retail yang paling berkembang jenis minimarket. “Pertumbuhan minimarket itu di atas 15% per tahun. Mereka masih bisa buka 1000 gerai per tahun,” ( Katadata.co.id ).

(7)

90 TOPAN SETIAWAN

Kendati demikian, kendala terkait dengan pergeseran behaviour konsumen tidak mematikan semangat Roy N. Mandey selaku ketua APRINDO yang tetap kukuh dengan optimismenya terkait pertumbuhan bisnis ritel yang bisa mencapai 10%. Untuk itu, Tjahya Widayanti selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menyebutkan perlu ada strategi khusus untuk menggenjot penjualan pada bisnis ritel. Hal yang ia tawarkan adalah dengan mengembangkan strategi omnichannel.

Volume Penjualan Dua Raksasa Ritel Sumber : Laporan Keuangan Alfamart dan Indomart

Apa saja faktor pendorong pertumbuhan industri retail tahun ini? Pertama, pemerintah yang sudah menekan angka inflasi di tahun 2018 tidak lebih dari 3,2%. Kedua, pertumbuhan ekonomi 2018 mendekati 5,2%. Itu berarti pertumbuhan ekonomi masih berjalan dan tidak menurun, dan memberikan kontribusi ke seluruh industri ekonomi di Indonesia. Ketiga, indeks keyakinan konsumen berada di angka sekitar 167 sampai akhir tahun. Di mana Indikator di atas 100 paling tidak mencerminkan tiga hal yang terjadi pada konsumen Indonesia. Pertama, masyarakat yakin terhadap ekonomi sehingga mereka tetap berkonsumsi. Kedua, mereka yakin terhadap kondisi harga yang mereka beli telah sesuai dan tidak berlebihan. Ketiga, dari sisi pendapatan atau penghasilannya, mereka mampu untuk berbelanja. Kami melihat hal-hal ini memberikan kontribusi terhadap konsumsi retail tahun 2018 ( Katadata.co.id ).

Interaksi UMKM-Ritel Modern

Disamping potensi pertumbuhan volume penjualan dan juga gerai ritel modern yang semakin tinggi dari tahun ketahun, pada sisi yang lain industry UMKM juga menampilkan performa pertumbuhan yang menyenangkan. Hal ini bila dihubungkan dengan kondisi pasar global, UMKM menampilkan posisi yang jauh dan terproteksi dari resesi global, maka regulasi yang berhubungan dengan eksistensi pendirian haruslah memberikan kemudahan. Kemudahan berusaha yang perlu mendapatkan perhatian dan pertama tentu saja adalah legalitas usaha. Maka dalam konteks ini, perlu ada terobosan perizinan. Izin harus dibuat sesederhana atau sesedikit mungkin, dengan mengeliminasi hal yang tidak perlu. Disamping itu dari sisi waktu dan prosedur proses, perlu adanya akselerasi dengan one gate system, tentu

(8)

91 TOPAN SETIAWAN

saja dengan pendekatan indeksasi. Mungkin dengan ukuran key performance index (KPI) untuk memantau proses tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan peluang minimarket untuk tumbuh masih sangat besar ketimbang jenis ritel lainnya seperti supermarket atau hipermarket. Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat sudah berubah, mereka beli sesuai kebutuhan saja. Nah, minimarket yang menyediakan. Alasan lainnya juga karena faktor jarak. Lokasi minimarket dekat dengan tempat tinggal atau tempat kerja ( tirto.id ).

Disamping duo yang sudah maju tersebut, ada upaya pemain baru dalam mengembangkan bisnis minimarket juga tidak main-main. Podjok Halal misalnya, menargetkan untuk membuka sebanyak 250-300 gerai baru di Jakarta hingga 2020. PT Podjok Halal Sejahtera berencana menggelar penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia. Jumlah gerai Podjok Halal saat ini mencapai tujuh gerai (tirto.id).

Ada hal yang sebenarnya menarik untuk dilihat adalah ketika pemerintah menggunakan otoritasnya untuk mendisain regulasi yang berpihak pada UMKM atau setidaknya memberikan dukungan kebijakan. Melalui organ birokrasinya, yakni Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, pemerintah sangat berharap industri ritel modern bisa terus tumbuh didukung oleh relaksasi ketentuan mengenai wilayah yang selama ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2007 Penataan, Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Grafis Pemasaran Berbasis Jejaring Pasar Ritel Modern (Sumber : Olahan Penulis )

MINI MARKET MINI MARKET MINI MARKET MINI MARKET MINI MARKET MINI MARKET MINI MARKET UMKM MINI MARKET

(9)

92 TOPAN SETIAWAN

Syarat pendirian ritel modern yang selama ini harus mengacu kepada aturan rencana detail tata ruang (RDTR) di tiap daerah, menjadi hanya berpatokan pada aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dengan demikian, pendirian industri ritel modern dikaitkan dengan pada RTDR atau zonasi menjadi kewenangan masing-masing pemerintah kabupaten atau kota. Bila demikian, ekspansi yang dilakukan oleh peritel modern di Tanah Air seringkali terganjal oleh oleh terbatasnya jumlah daerah yang memiliki ketentuan RDTR. Pasalnya, saat ini baru terdapat 41 kabupaten atau kota di sejumlah provinsi yang memiliki RDTR, sementara untuk RTRW, sudah ada 472 kabupaten atau kota di 34 provinsi yang telah memilikinya.

Grafis diatas menggambarkan bagaimana produk UMKM dipasarkan dalam jejaring pasar ritel modern berbasis wilayah hukum suatu kabupaten kota tertentu. Hal ini menjadi mungkin sebab keberadaan sebuah minimarket atau pasar ritel modern tidak lepas dari basis sosial kelwilayahannya. Apalagi dalam regulasi ada sebuah upaya pelibatan kekuasaan daerah yang menentukan dari aspek legalitas usaha. Pemerintah daerah bisa mendorong terlaksanannya sebuah kerjasama dengan berada dibalik UMKM yang berada diwilayahnya agar produknya di pasarkan melalui jejaring pasar ritel modern tersebut.

Lembaga UMKM dengan berbagai produknya menjadi pusat sumber produk barang/jasa tertentu yang kemudian didistribusikan pada jejaring pasar ritel modern sesuai dengan standar tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan ritel tersebut. Tentu saja dengan kesepakatn yang bai antara kedua belah pihak. Produk yang bisa dipasarkan misalnya adalah produk makanan, kerajinan tangan dan sebagainya. Ada juga misalnya kabupaten kota sentra beras oraganik, maka bisa saja jejering itu digunakan untuk menjemput pasar yang lebih luas.

Dari grafis terlihat juga bagaimana kelompok ritel tertentu mempunyai jaringannya sendiri yang saling terhubung dengan interaksi tertentu. Kelompok ritel yang saling berhubungan tersebut adalah kelompok ritel yang berada dalam satu naunangan brand yag sama, misalnya kelompok ritel alfamart dan indomart. Jejaring antar minimarket dalam kelompok usaha yang sama tersebut tentu akan diikuti dengan mata rantai pasok barang didalamnya. Dari sinilah sebenarnya, ketika sebuah UMKM berhasil menembus atau difasilitasi untuk dapat masuk dalam rantai pasok ini tentu akan memicu rantai pemasaran yang lebih luas lagi.

Rantai pasok barang dagangan untuk jejaring industri ritel modern dapat memasuki skala yang lebih luas lagi ketika interaksi ekonomi terjadi dalam lingkup antar kabupaten/kota. Semakin dalam lingkaran interseksinya, maka asumsinya adalah saling ketergantunga dan kerja sama akan semakin besar pula. Dalam hal ini akan sangat dimungkinkan bila dari masing masing wilayah dimana kelompok usaha industri ritel itu menampilkan komoditi barang UMKM setempat. Akhirnya adalah harapan yang sangat baik andai kemudian secara luas akan menyebar distribusinya secara luas, mengikuti pola sebaran ritel modern yang ada.

Sistem waralaba sebenarnya dikembangkan oleh manajemen pusat indutri ritel modern dengan penduduk/pengusaha lokal. Hal ini sebenarnya juga memberikan peluang, bagaimana pengusaha lokal yang mempunyai unit bisnis ritel modern tersebut mampu menggandeng UMKM sebagai mitra, pemasok untuk barang dagangan yang sesuai dengan kriteria pasa modern ritel tersebut. Bagaimanapun lokus usaha mereka adalah dalam entitas bisnis UMKM berada, sehingga ada semacam moral force yang mendasari pola hubungan kemitraan yang baik antara UMKM dengan jaringan bisnis ritel yang mereka punyai dan kelola tersebut.

(10)

93 TOPAN SETIAWAN KATA AKHIR

Berkembangnya jaringan bisnis ritel modern secara nasional dengan persebaran hingga pelosok kabupaten/kota sesungguhnya merupakan cerminan pola konsumsi masyarakat yang berkembang. Orang akan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memperhatikan pula tempat/akses untuk mendapatkan barang. Hal ini adalah peluang bagi semakin luasnya pasar UMKM ketika akan menjual produknya.

Pemerintah lokal setempat dmana jejaring pasar ritel modern berada bisa menggunakan otoritasnya untuk mendesak jaringa bisnis itu bermitra dengan UMKM di wilayahnya. Hla itu tentu saja tetap memperhatikan karakteristik produk yang akan di pasarkan melalui industri ritel modern tersebut. Pengusaha lokal-pun dapat lebih berperan dalam bersama memajuan UMKM di basis masyakatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji dan D. Sudantoko, 2002. Koperasi: Kewirausahaan dan Usaha Kecil, Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.

Berman, Barry dan Joel R. Evans. (2001). Retail Management: A Strategic. Approach. New Jersey: Prentice Hall.

Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Jaya, Wihana K. 2001. Ekonomi Industri: Konsep Dasar Struktur Perilaku dan Kinerja pasar, Edisi II, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Kotler, Philip. (2005). Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Jakarta.Bumi Aksara.

Kotler, Philip dan Keller K Lane, (2006). Manajemen Pemasaran, Jakarta: Ghalia .Indonesia. Levy & Weitz, (2001). Retailing Management, 4th edition. New York: Mc.GrawHill,.

Mabrudy, M. (2013). Penggunaan Self Assessment Untuk Mengungkap Pemahaman Siswa

yang Berorientasi Pada Teori Marzano dalam Konsep Usaha dan Energi. Bandung :

Universitas Pendidikan Indonesia

https://ekonomi.bisnis.com https://katadata.co.id https://tirto.id

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi utama hati dalam metabolisme lemak adalah untuk memecah asam lemak menjadi senyawa kecil yang dapat dipakai untuk energi, untuk mensintesis trigliserida,

Cikal bakal Sistem Jaminan Sosial (SJS) atau di Jerman dikenal sebagai Kesejahteraan Sosial (social welfare) dan jaminan sosial (social security) yang dimulai

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai MSE yang terkecil adalah model GSTAR(1;3) dengan menggunakan matriks bobot biner sehingga model yang terbaik untuk data set 3

Kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger terjadi pada 28 Januari 1986 ketika pesawat ulang-alik Challenger pecah setelah 73 detik penerbangan, yang menyebabkan

Pardee (1969) mengusulkan super goal (sasaran super) sebagai atribut acuan dalam masalah pengambilan keputusan dengan tujuan jamak.. Super goal merupakan atribut yang

Hasil perencanaan ini telah memberikan layanan yang sangat baik untuk user dan pelanggan.Setelah diketahui jumlah antena pRRU yang digunakan, panjang kabel, tata

7.317 Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin P6371031203 CEMPAKA Jl.. Cempaka

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa di dalam meningkatkan produktivitas memerlukan sikap mental yang baik dari pegawai, disamping itu peningkatan produktivitas