101 the Its Use of the Advertisements in Social Media)
oleh/by: Sudadi
SMP Negeri 4 Wadaslintang
Jalan Raya Wadaslintang – Prembun Km 8, Erorejo, Wadaslintang kisudadi@gmail.com
*) Diterima: 9 Februari 2021; Disetujui: 25 Maret 2021 ABSTRAK
Penelitian tentang bahasa gaul ini dilakukan untuk mengetahui teknik pembentukan kosakata bahasa gaul dan penggunaannya dalam teks iklan di grup Facebook. Sampel diambil dari tiga puluh unggahan iklan di grup Sukoharjo Makmur. Penelitian deskriptif kualitatif ini dilakukan dengan tahapan:mulai pengumpulan data dengan purposive
sampling, menerjemahkan sampel iklan dengan bahasa baku, klasifikasi kosakata bahasa
gaul menurut teknik pembentukannya, dan analisis penggunaaannya dalam komunikasi virtual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kosakata bahasa gaul dibentuk dengan tujuh teknik, yaitu peminjaman bahasa asing dan bahasa Jawa, pembentukan kosakata tidak baku, kliping, blending, akronim dan singkatan, serta susun balik. Kosakata gaul digunakan secara acak, muncul afiksasi dan konversi, teks telah memenuhi struktur generik teks iklan, tetapi mengabaikan kaidah kebahasaan.
Kata kunci: pembentukan kosakata, penggunaan kosakata, teks iklan di media sosial ABSTRACT
The research on the Indonesian slang was done to see the tehniques of the word formation in Indonesian slang and its uses in the advertisement texts of Facebook grup. The samples were taken from 30 posts in Sukoharjo Makmur grup. This qualitative descriptive research was done from collecting data with purposive sampling, translating the posts into standard Indonesian language, compiling and grouping the vocabularies according to the word formation techniques, analyzing the uses in the virtual communication. The results of the research conclude that the vocabularies of Indonesian slang are created in 7 techniques (borrowing from English & Javanese, clipping, blending, acronym and abbreviation, reversing the order). The vocabularies in various techniques are used randomly, affixation and conversion appear, the text fulfilled the generic structure of advertisement texts, but the rules of Indonesian grammar are ignored.
Keywords: Word formation, the use of the vocabularies, advertisement texts in social
102
PENDAHULUAN
Kemunculan ragam bahasa gaul di media sosial tidak terlepas dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Menurut Lapasau (2016: 1), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan dalam komunikasi atau interaksi. Bahasa harus mempunyai sistem berwujud simbol yang bisa dilihat dan didengar dalam lambang serta digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi dalam segala aktivitas kehidupan.
Chaer (2012: 33) menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi (tanda yang disepakati dan dipelajari pemakainya), bersifat arbitrer. Hal itu berarti tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa dengan yang dilambangkan.
Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk dan makna. Aspek bentuk meliputi bunyi, tulisan, dan struktur. Aspek makna meliputi makna leksikal, fungsional, dan struktural. Bentuk dan makna menunjukkan perbedaan kecil maupun besar antara pengungkapan yang satu dan yang lainnya (Suandi, 2014).
Bahasa juga mempunyai ragam yang menunjukkan variasi pemakaian sesuai dengan fungsi dan situasinya tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa
tersebut. Ragam bahasa
mempertimbangkan hubungan antara faktor-faktor situasional di dalam pemakaian bahasa serta terjadinya saling memengaruhi antara kaidah-kaidah gramatikal dan norma-norma pemakaian sesuai dengan fungsi dan situasinya (Padmadewi, 2014).
Salah satu ragam bahasa yang marak digunakan, yaitu bahasa prokem atau bahasa gaul. Pada dasarnya bahasa prokem yang disebut juga dengan bahasa slang merupakan ragam bahasa tidak baku. Bahasa gaul di kalangan generasi milenial mudah berkembang karena penggunaan media sosial yang semakin marak dan dipicu oleh pertemuan penutur dwibahasa. Penggnaan media sosial yang memarak berpengaruh juga pada berkembangnya penggunaan bahasa prokem. Bahasa gaul memiliki ciri khusus, singkat, dan kreatif, serta digunakan di situasi dan kondisi yang akrab bersama rekan sebaya tidak dalam kondisi dan situasi formal (Sulaeman, 2019)
Bahasa prokem yang lahir di kalangan anak muda digunakan untuk mencairkan suasana dan sebagai bahasa sandi atau rahasia suatu kelompok. Bahasa prokem dapat dengan mudah ditemukan di televisi, novel, dan media sosial. Keberadaan bahasa prokem tidak dapat dihindari karena hadir di tengah-tengah teknologi yang berkembang pesat (Istiqomah dan Nugraha, 2018)
Ketidakbakuan bahasa gaul bisa didentifikasi dari penggunaan
kosakata serta teknik
pembentukannya. Lessard-Clouston (2013: 3) menyatakan konsep kata bisa didefinisikan dengan berbagai cara. Namun, tiga aspek signifikan yang perlu disadari dan diberikan fokus perhatian adalah bentuk, makna, dan penggunaan kosakata.
Ragam bahasa gaul di media sosial memiliki karakteristik. Zappavigna (2012) menyatakan media sosial adalah istilah payung yang umumnya digunakan untuk pelayanan berbasis web yang
103 memfasilitasi interaksi sosial dan
jaringan kerja. Web atau laman mempunyai prinsip desain pelayanan yang secara eksplisit memungkinkan
pengguna menciptakan dan
mengembangkan hubungan secara daring dengan teman dan pengikut. Media sosial menyediakan wahana dengan fokus penyampaian pesan dan berbagi konten dengan moda yang membuka komentar.
Bahasa gaul mirip dengan slang. Menurut Zhou (2013), slang adalah bahasa yang informal dan sering digunakan dalam percakapan kasual. Ini merupakan bagian dari bahasa yang biasanya di luar konvensi atau penggunaan standar dan bisa memuat kata atau frasa yang baru saja diciptakan atau dari makna baru diperluas yang dilekatkan.
Meskipun memiliki kemiripan bentuk, bahasa gaul berbeda dengan slang. Menurut Soeparno (2014: 51), slang adalah wujud atau realisasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia. Bersifat khusus berarti dipakai kalangan tertentu yang sangat terbatas. Bersifat rahasia berarti orang di luar kelompoknya tidak mengerti sebagai langkah untuk menjaga kerahasian. Slang akan selalu diubah dan berubah, jadi bersifat temporal.
Bahasa gaul hidup secara dinamis. Kosakata yang digunakan terus mengalami perekembangan. Yule (2017: 168) menyebut proses ini dengan istilah neologisme (neologism). Kreasi kosakata baru itu bisa melalui beragam proses seperti peminjaman, penggabungan dan
pencampuran, blending
(penggabungan dan peleburan dua bentuk terpisah menjadi bentuk baru), pengurangan atau pemendekan kata,
hypocarisms (pemendekan kata
panjang menjadi satu kata), pengurangan suku kata ke belakang sekaligus pencipataan bentuk baru (backformation), konversi, penciptaan kata yang benar-benar baru (coinage), akronim, derivasi, dan ada pula yang melewati multiproses.
Bahasa gaul mempunyai ciri khas tersendiri. Setiawati (2016)
menyatakan bahwa proses
pembentukan kosakata bahasa gaul dalam film era 1980-an, 1990-an, dan 2000-an terjadi melalui dua proses morfologis yaitu: 1) abreviasi, yang terdiri atas singkatan dan akronim, serta 2) afiksasi yang terdiri atas prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.
Studi mengenai pembentukan kosakata dalam bahasa gaul ini termasuk ranah morfologi. Lieber (2015: 2) mendefinisikan morfologi sebagai studi tentang pembentukan kata yang mencakup proses pembentukan kata-kata baru dan variasi penggunaan kata-kata baru itu dalam kalimat.
Bahasa gaul yang digunakan untuk berkomunikasi di media sosial Facebook terdapat beberapa jenis, antara lain jargon yang berupa frasa atau kalimat pendek yang dipopulerkan oleh orang-orang yang memiliki pengaruh besar, seperti pimpinan negara, artis, dan tokoh-tokoh dalam bidang tertentu. Ada bahasa gaul yang berjenis prokem. Suatu bentuk bahasa slang yang proses pembentukanya dengan cara afiksasi, membalikkan susunan kata, dan dengan memberi satu sisipan dan
colloquial, yaitu penggunaan bahasa
yang disingkat sehingga
berkurangnya fitur linguistik dalam kalimat tertentu. Sementara itu, makna kosakata slang yang terdapat dalam media sosial Facebook
104
memiliki arti atau makna tertentu yang dikaji berdasarkan analisis sosiolinguistik (Swandy, 2017).
Salah satu ciri bahasa gaul terlihat pada penggunaan kosakata yang tidak baku. Pembentukan kosakatanya dengan menerapkan beberapa teknik, seperti blending, akronim dan singkatan, pemenggalan, peminjaman, dan penggunaan kosakata yang tidak baku.
Pertama, teknik pembentukan kosakata dikenal dengan istilah
blending. Giyatmi et al. (2017) dalam
penelitian yang berjudul ―Blending Words Found in Social Media‖ mengambil data dari media sosial, seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan Blackberry Messenger. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada dua jenis blends yang digunakan dalam media sosial, yaitu
blending dengan clipping serta
blending dengan overlapping. Selain
itu, juga dijelaskan bahwa ada 10 proses pembentukan blends dalam media sosial.
Yule (Yule, 2010: 55) menyatakan blending adalah kombinasi dua bentuk terpisah untuk memproduksi satu kata baru tunggal.
Blending memiliki kemiripan dengan
membuat kata majemuk
(compounding). Perbedaannya ditemukan pada kata baru yang dihasilkan. Pada teknik compounding, kata-kata asal yang digunakan untuk membentuk ungkapan baru masih dapat dikenali. Dalam teknik
blending, kata-kata asal yang digunakan untuk membentuk kata baru lebih sulit dikenali karena telah melebur menjadi satu. Proses
blending biasanya melibatkan proses clipping atau pemotongan kata. Proses compounding tidak melalui
proses pemotongan kata-kata asal pembentuknya.
Algeo dalam Hosseinzadeh (2014) menyatakan bahwa istilah
blending merujuk pada kombinasi dua
bentuk atau lebih dengan memendekkan paling tidak satu bentuk. Selanjutnya, ditambahkan keterangan bahwa pemendekan itu bisa berupa penghilangan sederhana dari satu bagian kata atau bisa juga merupakan hasil blending suara atau huruf-huruf.
Rahmannia dan Widodo (2019) menyatakan bahwa dalam kata-kata
blend bahasa Indonesia, pergeseran
blending muncul dengan
perkembangan varian-varian dari kata-kata yang dipadukan (kombinasi awal, akhir, dan tengah kata atau hanya huruf pertama dari kata itu sendiri) dan kata-kata blend bahasa Indonesia tidak memiliki blending yang tumpang tindih seperti yang dimiliki oleh bahasa Inggris. Di samping itu, ada beberapa tipe kata dalam bahasa Inggris yang membentuk formasi berbentuk blend yang mempertahankan bagian keseluruhan dari kata pertama dan bagian terakhir kata kedua atau sebaliknya.
Teknik kedua adalah akronim dan singkatan. Keduanya disebut kependekan. Moeliono (1988) membagi kependekan menjadi dua jenis, yakni singkatan dan akronim. Singkatan dinyatakan sebagai bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Akronim dinyatakan sebagai singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Dari segi pembentukannya ada dua jenis akronim, yaitu: (1) akronim
105 yang berupa gabungan huruf awal
dari deret kata (misalnya SIM, UNP), (2) akronim yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata (misalnya Bappenas, Sespa).
Terdapat persamaan serta perbedaan antara blending dan
singkatan atau akronim.
Persamaannya, dua teknik ini membentuk kosakata baru dengan menggabungkan dua kata atau lebih yang telah ada sebelumnya.
Perbedaannya, blending
menghasilkan kosakata baru dengan meleburkan kata-kata pembentuknya yang menyumbangkan suku kata yang masih bisa diidentifikasi. Pemilihan suku kata yang dilebur menjadi kosakata baru diutamakan yang bisa dipadukan lebih erat. Singkatan hanya mengambil huruf-huruf awal kata yang dipadukan sehingga tidak
membentuk kata. Akronim
memadukan huruf-huruf awal
pembentuknya berkombinasi
konsonan dan vokal atau suku kata dari kata-kata pembentuknya sehingga terbentuk kosakata baru. Akronim tidak meleburkan kata-kata pembentuknya menjadi ungkapan baru karena masih bisa diidentifikasi kata-kata penyusunnya. Di samping itu, singkatan dan akronim lebih banyak digunakan untuk konteks formal, sedangkan blending lebih sering digunakan dalam komunikasi yang akrab (informal).
Baryadi (2011) menguraikan proses pemendekan atau abreviasi merupakan pemenggalan satu atau beberapa bagian bentuk dasar atau kombinasi bentuk dasar sehingga menjadi bentuk yang lebih pendek.
Teknik pembentukan kata-kata baru yang ketiga dikenal dengan
istilah pemenggalan (clipping). Menurut Zaim (2015: 178), pemenggalan atau kliping dilakukan dengan memenggal satu kata dengan menyebut bagian yang dianggap bisa mewakili kata itu sendiri. Misalnya,
laboratorium dipenggal menjadi lab, bapak menjadi pak.
Dalam bahasa gaul, kliping bisa juga dibumbui dengan sisipan tertentu. Misalnya, kata bapak
dipenggal menjadi bap dan diberi sisipan –ok– setelah huruf awal penggalan kata tersebut sehingga menghasilkan kata baru bokap.
Zaim (2018) menyatakan bahwa sistem pembentukan akronim,
blending, dan kliping dalam bahasa
Indonesia telah bergeser dalam penentuan unsur-unsur yang seharusnya muncul sebagai komponen dalam akronim, blending, dan kliping tersebut. Sistem yang bergeser dari pembentukan akronim,
blending, dan kliping muncul dengan
penemuan beberapa varian dari sistem standar seperti dinyatakan dalam buku-buku tata bahasa Indonesia baku dan pedoman pembentukan istilah bahasa Indonesia.
Selain itu, pembentukan kosakata baru bisa dilakukan dengan teknik peminjaman (borrowing). Ilinawaty & Yokie Prasetya Darma (2018) menyatakan bahwa meminjam kata tampaknya tidak bisa dipisahkan dari integrasi dan adaptasi linguistik. Ada dua jenis peminjaman kata, yakni peminjaman budaya (cultural
borrowings) dan peminjaman inti
(core borrowings). Peminjaman budaya terdiri atas objek dan konsep yang baru terhadap budaya penerima. Peminjaman jenis ini lebih sering dilakukan dibandingkan dengan peminjaman inti. Peminjaman bisa
106
dilakukan dengan dua cara, yaitu peminjaman kata dari bahasa lokal (bahasa Jawa) dan bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
Bahasa gaul sebagai ragam informal bahasa Indonesia mempunyai kosakata yang khas. Untuk mengetahui berbagai teknik pembentukan kosakata bahasa gaul
dan penggunaannya dalam
komunikasi nyata, penulis tertarik mengadakan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan 1) menemukan teknik pembentukan kosakata bahasa gaul yang digunakan dalam teks iklan di Facebook; 2) mendeskripsikan penggunaan kosakata bahasa gaul dalam komunikasi nyata di media sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Sulaeman dan Goziyah (2019), data penelitian kualitatif yang dikumpulkan, yaitu berupa kata-kata atau kutipan-kutipan. Data dalam penelitian ini adalah teks dalam bahasa gaul yang diunggah anggota grup Facebook Sukoharjo Makmur.
Teks yang dihasilkan berupa unggahan iklan di grup Facebook Sukoharjo Makmur. Sukoharjo Makmur adalah nama grup privat di Facebook yang beranggotakan 215.000 dengan unggahan lebih dari 5.000 setiap hari. Unggahan itu beragam, tetapi banyak berisi iklan, baik produk makanan dan minuman, rumah makan, restoran, jasa, baju, maupun layanan publik lainnya. Di samping itu, ada juga unggahan berita politik, pendidikan, pengetahuan ringan, agama, dan lain-lain.
Iklan (tawaran produk) yang diunggah di grup ini rata-rata dibuat sederhana. Pengunggah tidak mendesain khusus dalam bentuk
poster atau flyer iklan. Unggahan berupa iklan yang menggunakan bahasa gaul yang khas, alami, dan autentik. Kosakata yang digunakan bercampur aduk dengan kata-kata yang dipinjam dari bahasa Inggris dan bahasa Jawa.
Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data secara
purposive sampling.
Unggahan-unggahan yang mengandung pesan iklan sengaja disalin dan dikumpulkan. Peneliti memilih sampel yang memenuhi syarat dengan tujuan sampel tersebut bisa mewakili unggahan-unggahan berisi iklan yang lainnya. Setelah terkumpul data berupa kumpulan unggahan iklan, setiap unggahan diverifikasi dan diterjemahkan ke ungkapan-ungkapan baku. Untuk memahami pesan dari setiap iklan itu, penulis mencari rujukan makna dari kamus bahasa gaul daring.
Setelah melakukan terjemahan iklan bahasa gaul ke bahasa baku, data kosakata bahasa gaul dikelompokkan menurut analisis proses pembentukannya. Pada proses pengelompokan ini, kosakata yang sama dari unggahan berbeda diambil satu saja, yaitu sampel yang lebih awal. Dari kerja menyeleksi dan mengelompokkan, kosakata bahasa gaul terkumpul menjadi beberapa kelompok besar menurut proses pembentukannya. Dari kerja ini bisa disimpulkan beragam teknik pembentukan kosakata bahasa gaul.
Langkah selanjutnya, penulis menganalisis penggunaan kosakata gaul yang ditemukan di dalam sampel dalam mengungkapkan pesan berupa iklan produk barang dan jasa. Analisis ini menentukan karakteristik struktur ungkapan bahasa gaul. Terakhir,
107 penulis bisa mencari jawaban dua
pertanyaan tujuan; 1) teknik pembentukan kosakata bahasa gaul, 2) penggunaan kosakata bahasa gaul untuk mengungkapkan makna (pesan) di dalam teks iklan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengambil data empiris berupa unggahan atau postingan di grup Facebook Sukoharjo Makmur yang diikuti oleh penulis sebagai salah satu anggota grup tersebut. Unggahan dipilih berdasarkan kriteria konten yang layak mewakili penggunaan bahasa gaul untuk memasang iklan di media sosial. Setelah menyalin unggahan dari grup tersebut yang diunggah pada 9 dan 10 September 2020, terseleksi 30 unggahan yang diperhitungkan sebagai data pokok penelitian. Keseluruhan data dipaparkan dengan menghilangkan tiga nomor WA yang terakhir untuk menjaga privasi pengunggah. Data penelitian dan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia baku disajikan dalam tanda kurung setelah kutipan data dipaparkan. Penyesuaian ejaan dan ungkapan dibuat sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku.
Dari data penelitian ditemukan 102 kosakata bahasa gaul untuk iklan di grup Facebook Sukoharjo Makmur dengan rincian seperti dalam tabel 1.
Tabel 1
Jenis Pembentukan & Jumlah Kata No Jenis Pembentukan Kata Jumlah
1 Blending 8
2 Akronim & Singkatan 6
3 Klipping 10
4 Susun Balik dan Acak 1 5 Peminjaman Bahasa
Asing
34
6 Peminjaman Bahasa 23
Jawa
7 Kata Tidak Baku 20
Jumlah 102
Blending
Ditemukan delapan kata hasil pencampuran dan peleburan, yaitu
mumer ‗murah meriah‘, ojol ‗ojek online‘, ongkir ‗ongkos kirim‘, nasgor ‗nasi goreng‘, miegor ‗mi
goreng‘, mager ‗malas gerak‘, wifi ‗wireless fidelity‘, japri ‗jalur
pribadi‘. Blend yang digunakan merupakan perpaduan dua kata yang dipenggal pada masing-masing suku kata dari dua kata pembentuknya, kecuali miegor, kemudian dipadukan menjadi satu.
Akronim dan Singkatan
Ditemukan enam kata yang merupakan singkatan dan akronim, yaitu COD ‗cash on delivery‘, HP ‗handphone‘, KEPO-in ‗knowing
every particular object‘, PO ‗pre order‘, CFD ‗car free day‘, DP ‗down payment‘. Singkatan dan akronim ini
sudah lazim digunakan pada komunikasi sehari-hari, baik menggunakan bahasa gaul maupun bahasa baku.
Kliping
Ada sepuluh kata yang merupakan bentuk pemenggalan (kliping), yaitu
promo ‗promosi‘, gan ‗juragan‘, bund
‗bunda‘, admin ‗administrator‘, nego ‗negosiasi‘, hub ‗hubungi‘, say ‗sayang‘, info ‗informasi/information‘,
deliv ‗delivery‘, lok ‗lokasi‘.
Beberapa kata yang memiliki dua, tiga, atau lebih suku kata dipenggal
108
sehingga tinggal suku kata pertama dan tampak ringkas.
Susun Balik dan Acak
Hanya ada satu kata susun balik, yaitu
kuy ‗yuk‘. Sebuah ungkapan gaul
yang dibuat dengan membaca dari huruf paling akhir dan disusun terbalik membentuk kosakata baru yang tampak asing.
Peminjaman Kata
Peminjaman kata bisa dibedakan dua kategori, yaitu peminjaman bahasa daerah (bahasa Jawa) dan peminjaman kata dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
Peminjaman Kata dari bahasa
Inggris
Ditemukan 34 kata dari bahasa Inggris yang dipinjam dalam teks-teks iklan tersebut, yaitu chat, ready,
fresh, start, order, delivery, free, open, reseler (reseller), dropship ‘menjualkan dagangan orang lain‘, joint ('join), searching, more, home-made, live music, map, size, wellcome
(welcome), happy, shopping,
fashionable, background, brand, dropshipper, retail, cash, budget, limited, original, fashion, grand opening, cell, grup, by. Banyak
kosakata yang diambil dari bahasa Inggris diambil utuh dan digunakan untuk mengungkapkan makna. Istilah-istilah dalam bahasa Inggris ini sudah dikenali pengguna media sosial karena frekuensi penggunaannya cukup tinggi.
Peminjaman Kata dari Bahasa Jawa.
Ditemukan 23 kata bahasa daerah (bahasa Jawa) yang digunakan dalam teks-teks iklan tersebut, yaitu
sinambi, pit-pitan, sampun, bukak, dilarisi, mawon, monggo (mangga), saget, Lur (sedulur), barange, nyamleng, wareg, ra, kudu, larang, banget, nggih, njih, pengen (pengin), banget, cemilan, sing , ngersakke.
Beberapa istilah dalam bahasa Jawa juga digunakan berselang-seling dengan bahasa asing untuk
mendukung ketercapaian
penyampaian pesan iklan yang dipasang.
Kata Tidak Baku
Ditemukan 20 kosakata yang tidak baku yang berbentuk plesetan, yaitu
Bos-qhu (bosku), cobain (cobalah), seken (secondhand atau bekas), udah
(sudah), sista (sister), check (cek ),
cuss (ayo cepat), cuman (cuma), ajaahh (saja), unyuuu (lucu dan
imut), capek (capai), orderan
(pesanan), ngorder (memesan), nyari (mencari), laok (lauk), gratiiis
(gratis), lagiii (lagi), kodian (per kodi), kamunya (kamu), gaess (guys). Kata-kata yang tidak baku juga muncul di dalam teks-teks iklan tanpa
memperhitungkan aturan
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Selain beragam teknik
pembentukan kosakata bahasa gaul, berdasarkan analisis bentuk-bentuk ungkapan yang digunakan di dalam iklan-iklan tersebut, ditemukan beberapa fakta berikut.
Pertama, kosakata bahasa gaul digunakan secara acak sesuai dengan kepentingan komunikasi, terutama
109 mempromosikan produk barang dan
jasa kepada anggota grup. Pengunggah iklan mengambil kata-kata yang diperlukan senyaman yang bisa mereka lakukan. Pada teks-teks tersebut muncul kosakata bahasa Inggris bercampur aduk dengan istilah bahasa daerah (bahasa Jawa) yang dipinjam untuk mengungkapkan makna yang mereka kehendaki. Kata-kata yang dibentuk dengan teknik lain juga bermunculan.
Teknik peminjaman lebih dominan dari teknik yang lain. Data menunjukkan teknik peminjaman dari bahasa asing memunculkan 34 kosakata (33,33%) disusul peminjaman dari bahasa Jawa mencapai 23 kosakata (22,55%). Secara keseluruhan teknik peminjaman dari bahasa asing dan bahasa daerah mendominasi teknik pembentukan kosakata bahasa gaul. Dominasi ini disebabkan oleh pengaruh penggunaan bahasa lisan yang banyak mengambil istilah asing maupun daerah yang terbawa ketika berkomunikasi di media sosial. Selain itu, penggunaan istilah-istilah asing maupun lokal ini membantu terbentuknya relasi komunikasi yang lebih akrab sehingga pesan lebih mudah diterima.
Kedua, muncul konversi atau afiksasi dari kata-kata gaul sekehendak pengguna sehingga muncul berbagai istilah baru yang bisa dikelompokkan sebagai kata-kata yang tidak baku (slang), seperti
di-kepo-in (dari singkatan knowing every particular object dan ditambah awalan di- dan akhiran -in), cobain (coba + in), orderan (order + an),
ngorder (meng+order).
Ketiga, bentuk teks yang dihasilkan sebenarnya lebih
mendekati struktur bahasa lisan. Sebagai varian bahasa lisan yang ditulis, tata bahasa dan ejaan kosakata yang digunakan tidak mendapat perhatian yang memadai. Ungkapan-ungkapan yang dihasilkan cenderung meniru gaya iklan yang instan berisi pengantar, daftar kelebihan, dan panggilan bertindak. Iklan dibuka dengan satu pertanyaan untuk menarik pembaca masuk ke teks yang disuguhkan. Setelah itu, dipaparkan berbagai kelebihan dari produk yang ditawarkan. Selanjutnya, iklan mendorong orang untuk bertindak (membeli, belangganan, mencoba, menonton). Struktur teks yang demikian sebenarnya telah memenuhi stuktur generik teks iklan, tetapi karena termasuk ragam informal, penggunaan bahasa gaul ini tidak begitu peduli pada penggunaan aturan kebahasaan baku seperti huruf kapital, tanda baca, dan ejaan ,baik dari bahasa Indonesia, Jawa, maupun Inggris.
Menurut Kasali (1995), teks iklan setidaknya memenuhi persyaratan mampu menarik perhatian khalayak sasaran sehingga perlu bantuan ukuran, penggunaan warna, tata letak, atau suara-suara khusus. Konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton pesan-pesan yang disampaikan. Perhatian harus segera ditingkatkan menjadi minat agar pembeli ingin mengetahui lebih terperinci informasi tentang produk barang atau jasa tersebut.
Mempertimbangkan teori di atas, iklan-iklan tak berbayar di grup Facebook Sukoharjo Makmur setidaknya telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu menarik perhatian, meningkatkan perhatian menjadi
110
minat, dan menggerakkan keinginan untuk memiliki atau membeli produk barang dan jasa yang ditawarkan dengan menghubungi nomor kontak yang disediakan. Namun, sebagai iklan yang tidak resmi, unggahan di grup Facebook tersebut tidak mencantumkan video, gambar, atau pernyataan tokoh publik untuk meyakinkan konsumen.
Terakhir, aturan-aturan kebahasaan seperti ejaan, kata depan
di, dan huruf kapital banyak diabaikan sehingga yang muncul adalah kosakata yang tidak baku. Ditemukan kosakata yang tidak baku atau salah ejaan dari bahasa Indonesia seperti capek (seharusnya capai),
cuman (seharusnya cuma), ajaaah
(saja), nyari (mencari). Digunakan juga kosakata yang salah ejaan dari bahasa Jawa seperti monggo
(seharusnya mangga), pengen
(seharusnya pengin), saget
(seharusnya saged). Dari bahasa Inggris digunakan kosakata dengan salah ejaan seperti wellcome
(seharusnya welcome), join
(seharusnya joint), secen (secondhand), sista (sister), cek
(check), yess (yes), reseler (reseller). Aturan penggunaan kata depan di yang seharusnya dipisah dengan kata yang mengikutinya juga diabaikan sehingga muncul kata dikamar (di kamar), dirumah (di rumah). Kesalahan penulisan juga banyak muncul seperti: home-Made
(seharusnya home-made), po (seharusnya PO). Penulisan nama tempat tidak dimulai huruf kapital seperti colo (Colo), selogiri
(Selogiri), nguter (Nguter), bangsri
gede (Bangsri Gede), kriwen
(Kriwen), dan tanjung (Tanjung).
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data seperti dipaparkan di atas, penelitian ini menarik dua simpulan. Pertama, pembentukan kosakata bahasa gaul yang ditemukan dalam unggahan iklan di grup FB Sukoharjo Makmur menerapkan 7 teknik yang berbeda dengan frekuensi tertinggi ke terendah: peminjaman kata dari bahasa Inggris sebanyak34 kasus, peminjaman kata dari bahasa Jawa sebanyak 23 kasus, pembentukan kosakata yang tidak baku sebanyak 20 kasus, kliping 10 kasus, blending sebanyak 8 kasus, akronim dan singkatan sebanyak 6 kasus, dan susun balik hanya 1 kasus. Peminjaman dari kosakata asing mendominasi teknik pembentukan kata bahasa gaul. Kedua, kosakata bahasa gaul yang digunakan untuk mengungkapkan makna teks iklan di grup Facebook Sukoharjo Makmur mempunyai karakteristik: a) menggunakan berbagai bentuk kosakata gaul secara acak; b) menggunakan afiksasi dan konversi; c) memenuhi struktur teks iklan baku; dan d) mengabaikan aturan-aturan kebahasan pada komunikasi bahasa gaul.
Sebagai ragam informal, kemunculan bahasa gaul merupakan fenomena yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Percakapan informal yang hanya mementingkan tersampaikannya pesan berupa iklan atau penawaran produk barang dan jasa bisa dilakukan dengan mengunggah iklan secara tidak resmi di grup media sosial. Bahasa gaul dimanfaatkan sebagai media untuk menawarkan produk kepada publik secara praktis, mudah, efektif, dan
111 gratis. Tidak mengherankan kalau
penggunaan bahasa gaul ini terus berkembang subur dalam percakapan di media sosial sesuai dengan keperluan komunikasi berbagai pihak. DAFTAR PUSTAKA
Baryadi, I.P. 2011. Morfologi dalam Ilmu
Bahasa. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
Chaer, A. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Giyatmi, G., R. Wijayava, dan S. Arumi. (2017). Blending Words Found In Social Media. Jurnal Arbitrer,
4(2).
https://doi.org/10.25077/ar.4.2.65 -75.2017
Hosseinzadeh, N. M. (2014). "New Blends in English Language".
International Journal of English Language and Linguistics Research, 271(2).
Ilinawaty dan Yokie Prasetya Darma. 2018. "English Borrowing Words in Indonesian Daily Conversation". Journal of English Educational Study, 1(1).
Istiqomah, D. S. dan V. Nugraha. 2018. "Analisis Penggunaan Bahasa Prokem pada "Media Sosial.
Jurnal Parole, 1(5).
Kasali, R. 1995. Manajemen Periklanan:
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lapasau, M. dan E. Zaenal Arifin. 2016.
Sosiolinguistik. Tangerang: PT
Pustaka Mandiri.
Lessard-Clouston, M. 2013. Teaching
Vocabulary. TESOL International
Association.
Lieber, R. 2015. Introducing Morphology. Cambridge: Cambridge University Press.
Moeliono, A. M. 1988. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Padmadewi, N. et al. 2014.
Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahmannia, M., dan P. Widodo 2019. "The comparative study between Indonesian blend words and English blend words". LingTera,
6(1).
https://doi.org/10.21831/lt.v6i1.2 2785
Setiawati, E. 2016) Analisis Karakteristik Bahasa Gaul Dalam Film Era 1980-an, 1990-an, dan 2000-an.
Skripsi S-1, Universitas Mataram, Mataram.
Soeparno. 2014. Lingusitik Umum.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suandi, I. N. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulaeman, A. 2019. Metodologi Penelitian Bahasa dan Sastra.
Jakarta: Edu Pustaka.
Swandy, E. 2017. "Bahasa Gaul Remaja dalam Media Sosial Facebook".
Jurnal Bastra, 1(4).
Yule, G. 2010. The Study of Language (10th ed.). Cambridge: Cambridge Univeristy Press.
Yule, G. 2017. The Study of Language (6th ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
Zaim, M. 2015. "Pergeseran Sistem Pembentukan Kata Bahasa Indonesia: Kajian Akronim, Blending, dan Kliping".
112
Linguistik Indonesia, 33(2), 173–
192.
Zaim, M. 2018. "Shifiting The System of Indonesian Word Formation; The Study on Morphology and Sociolinguistics of Acronyms, Blending, dan Clipping".
Humanus, 16(1).
https://doi.org/10.24036/humanus .v16i2.8690
Zappavigna, M. 2012. Discourse of
Twitter and Social Media: How We Use Language to Create Affiliation on The Web. New
York: Continuum.
Zhou, Y. 2013. A Sociolinguistic Study of
American Slang: Theory and Practice in Language Studies. Changchun: Changchun University of Science and Technology.