• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prestasi Kerja

1. Pengertian Prestasi Kerja

Dalam melaksanakan kerjanya, karyawan menghasilkan sesuatu yang disebut dengan prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.

Prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau di dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan prestasi dalam bahasa Inggris yaitu kata Achievement tetapi karena kata tersebut berasal dari kata to achieve yang berarti mencapai maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi pencapaian, atau apa yang dicapai (Ruky, 2002). Sejalan dengan itu Bernarddin dan Russel (2006) mengatakan ”Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activities during a specified time period” (catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu).

Menurut Dharma (2003) prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan dan diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. Selanjutnya Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya.

Hasibuan (2005) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

(2)

Jackson (2002) berpendapat bahwa prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi ada beberapa faktor yang mempengaruhi untuk menjadi pemicu apakah prestasi kerja pegawai tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja menurut Mangkunegara (2000) adalah:

a.Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

b.Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja kemampuan mereka, motivasi,

(3)

dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja.

Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai seperti : motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan berprestasi.

Selanjutnya Brown & Stern (1993) menyatakan bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi. a. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka inidividu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran/Intelegensi Quetiont (IQ) dan kecerdasan emosi/Emotional Quetiont (EQ).

b. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian

(4)

jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang mendukung, maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan yang memadai dengan kecerdasan emosi baik, sebenarnya ia tetap dapat berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya serta merupakan pemacu, tantangan bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

Dale (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja terdiri dari faktor internal dan eksternal, yaitu :

a. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, prestasi kerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang yang kurang berprestasi dalam bekerja disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

b. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari beberapa kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi kerja seorang karyawan dipengaruhi oleh individu (internal) dan faktor yang ada di lingkungan kerja karyawan (faktor eksternal). Prestasi kerja yang optimal selain didorong oleh motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang memadai, oleh adanya kesempatan yang diberikan, dan lingkungan yang kondusif. Meskipun seorang individu bersedia dan mampu bisa saja ada rintangan yang jadi penghambat.

(5)

3. Penilaian Prestasi Kerja

Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja seseorang, perlu dilakukan penilaian prestasi kerja. Sikula (1981) mengatakan penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.

Handoko (2000) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukanatau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan adalah apa yang telah dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi karja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk : (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.

Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap.Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian,kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama. Bernardin dan Russel (2006) menyebutkan adanya enam kriteria untuk mengukur prestasi kerja seorang karyawan, yaitu:

(6)

a. Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.

b. Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.

c. Timeleness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koodinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

d. Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya manusia, keuangan, teknologi, dan material yang mampu dioptimalkan.

e. Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari supervisor.

f. Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja dan bawahan. Keseluruhan unsur atau komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja dari para karyawan.

Secara umum, penilaian prestasi kerja bertujuan untuk memberikan feedback kepada karyawan dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktifitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan terhadap karyawan, seperti tujuan promosi (pengembangan karier), kenaikan gaji, pendidikan dan pelatihan.

4. Tujuan Dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja

Agar tercapainya tujuan perusahaan, maka diharapkan terjadinya hubungan yang armonis pada pihak atasan dan bawahan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja

(7)

karyawan dan pimpinan akan melakukan tugasnya seperti dalam hal berjalannya promosi jabatan terhadap karyawan, begitu pula sebaliknya.

Tujuan penilaian prestasi kerja karyawan menurut Hasibuan (2005), sebagai berikut :

a. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penempatan besarnya balas jasa.

b. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan dapat sukses dalam pekerjaannya.

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dari dalam pekerjaannya.

d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja dan peralatan kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi.

f. Sebagai alat untuk mendapatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang sempurna.

g. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan dan kelebihan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

h. Sebagai kriteria didalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan. i. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. j. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.

Sedangkan menurut Sastrohadiwirjo (2002) penilaian prestasi kerja dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

(8)

a. Sumber data untuk perencanaan ketenaga kerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.

b. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan. c. Alat untuk memberikan umpan balik yang mendorong kearah kemajuan dan

kemungkinan memperbaiki atau meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.

d. Salah satu cara untuk menetapkan prestasi kerja yang dihadapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.

e. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan baik promosi, mutasi maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Menilai perilaku dan prestasi kerja karyawan untuk kebijakan masa yang akan datang oleh pimpinan sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang promosi, mutasi, emosi dan lainnya adalah hal yang wajib dilakukan. Keselarasan hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan adalah suatu akses yang diinginkan oleh perusahaan.

Menurut Handoko (2000) manfaat atau kegunaan-kegunaan penilaian prestasi kerja antara lain adalah :

a. Perbaikan prestasi kerja.

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.

b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi

Evaluasi pretasi kerja membantu pada pengambil keputusan delam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

(9)

c. Keputusan-keputusan penempatan

Promosi, transfer dan demosi (penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.

d. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan

Karyawan yang kurang berprestasi mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi kerja mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

e. Perencanaan dan pengembangan karier.

Umpanbalik prestasi kerja seseorang karyawan dapat mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.

f. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing

Prestasi kerja mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

g. Ketidakakuratan Informasi.

Karyawan yang kurang berprestasi mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisa jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen sistem informasi manajemen personalia lainnya. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan keputusan-keputusan personalia yang diambil menjadi tidak tepat.

h. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.

Kurang berprestasi dalam bekerja mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

(10)

Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

j. Tantangan-tantangan eksternal.

Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi financial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja tersebut departemen personalia dimungkinkan untuk dapat menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan atau yang diperkirakan memerlukan.

5. Metode Penilaian Prestasi Kerja

Handoko (2002), mengelompokkan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu, kemudian dibagi atas:

a. Rating Scales, pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah berlaku.

b. Checklist, pengukuran dilakukan berdasarkan daftar isian yang berisi berbagai c. Ukuran karakteristik prestasi seorang karyawan.

d. Critical review method, pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan agar mendapatkan informasi langsung dari atasan.

e. Performance test and observation, pengukuran dilakukan bila jumlah pekerja terbatas. Testyang dilakukan bisa berbentuk keterampilan dan pengetahuan. f. Comparative evaluation approach, pengukuran dilakukan dengan

membandingkan prestasi seorang pegawai dengan pegawai lainnya.

2. Future -oriented appraisal method, merupakan metode penilaian berorientasi pada prestasi pegawai dimasa yang akan datang berdasarkan potensi dan penentuan tujuan prestasi dimasa depan yang dibagi menjadi :

(11)

a. Self appraisal, dilakukan secara mandiri oleh pegawai untuk mengevaluasi pengembangan diri.

b. Management by objectives, pengukuran dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara pegawai dan atasan. c. Psychological appraisal, penilaian ini pada umumnya dilakukan oleh para

psikolog untuk menilai potensi pegawai dimasa yang akan datang

d. Assessment center, bentuk penilaian yang distandarisasikan dimana tergantung pada tipe berbagai penilai.

B. Kepuasan Kerja

Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului bahwa kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsep mapun dalam analisis, karena “kepuasan” mempunyai konotasi yang beraneka ragam dan bersifat individual.

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting bagi kepentingan karyawan, perusahaan dan masyarakat. Kreitner & Kinicki (2003) menyatakan kepuasan kerja adalah suatu efektifitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menurut Robbins (2001) merupakan keseluruhan sikap karyawan terhadap pekerjaannya.Kepuasan kerja lebih menunjukkan sikap daripada perilaku serta berhubungan dengan faktor performansi dan nilai yang dipegang oleh karyawan dalam perilaku organisasinya.

Steers & Porter (1987) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu keadaaan subjektif yang terletak dalam diri individu sehingga paling tepat dapat

(12)

diungkapkan oleh individu itu sendiri. Locke (1976) menambahkan bahwa kepuasan kerja adalah reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan diartikan sebagai komponen kognitif dari pengalaman kerja. Kemudian Blum & Rahim (1994) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.

Cherrington (1995) mengemukakan hal yang serupa, bahwa kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang karyawan menyukai pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai akan membahas mengenai kepuasan kerja.

Luthans (2005) mengemukakan tiga poin penting dari definisi kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja. Kedua, kepuasan kerja ditentukan oleh perolehan yang sesuai dengan harapan yang telah ditargetkan. Ketiga, kepuasan kerja menggambarkan sikap yang saling berkaitan.

Kepuasan kerja merefleksikan tingkatan dimana karyawan memiliki kesempatan untuk memuaskan kebutuhannya dan mencapai sasaran kerja pribadi (Hall, Barling, Kelloway & Iverson, 2003). Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (1996) menyatakan bahwa tiga aspek kepuasan kerja. Pertama kepuasan kerja merupakan fungsi dari nilai-nilai yaitu apa yang telah diperoleh seseorang, baik sadar ataupun tidak. Kedua karyawanyang berbeda akan mempunyai pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai yang dianut. Ketiga, karyawan satu akan berbeda dengan karyawan yang lain dalam mempersepsikan suatu situasi secara objektif.

(13)

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keseluruhan sikap karyawan terhadap pekerjaannya yang berhubungan dengan harapan-harapan yang dimiliki oleh karyawan.

2. Dimensi Kepuasan Kerja

Dimensi kepuasan kerja ini disusun oleh Smith, Kendalll dan Hulin (1985). Dengan menggunakan pengukuran aspek-aspek kepuasan kerja, organisasi dapat memperoleh gambaran yang lengkap mengenai kekuatan dan kelemahan yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan (Saari & Judge, 2004). Dimensi tersebut antara lain :

a. Upah

Upah atau gaji merupakan besarnya imbalan yang diterima oleh karyawan secara tetap maupun tidak tetap dan merupakan imbalan terhadap kinerja yang telah diberikan.

b. Pekerjaan itu sendiri

Dimana ini memberikan kepada individu-individu tugas yang menarik, kesempatan belajar dan peluang untuk menerima tangguung jawab. Nilai dari pekerjaan itu sendiri merupakan sumber kepuasan

c. Kesempatan promosi

Yaitu peluang peningkatan dalam hirarki yang memiliki dampak yang bervariasi terhadap kepuasan kerja. Hal ini disebabkan promosi memerlukan bentuk yang berbeda dan mempunyai variasi imbalan yang menyertainya

d. Supervisi

Merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Supervisi juga merupakan sumber kepuasan yang cukup penting. e. Rekan Kerja

(14)

Suatu kondisi dimana rekan-rekan karyawan secara teknis mampu dan secara sosial bersifat mendukung. Sifat dari kelompok kerja akan mempunyai dampak terhadap kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif adalah sumber kepuasan kerja bagi karyawan.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ada lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu, upah, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi, dan rekan kerja.

3. Cara Mengukur Kepuasan Kerja

Spector (1997) mengemukakan beberapa metode dalam pengukuran kepuasan kerja adalah :

1. Single Global Rating

Salah satu metode yang meminta individu merespon atas satu pertanyaan seperti mempertimbangkan semua hal seberapa puas anda dengan pekerjaan anda.

2. Summation Score

Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor ini dirating pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan job satisfaction score secara menyeluruh.

4. Ciri-Ciri Karyawan Yang Memiliki Kepuasan Kerja Yang Tinggi

Munandar (2004) mengungkapkan beberapa ciri-ciri pekerja yang mempunyai kepuasan kerja yang tinggi antara lain :

(15)

1. Adanya kepercayaan bahwa organisasi akan memuaskan dalam jangka waktu yang lama

2. Memperhatikan kualitas kerjanya 3. Memiliki komitmen yang lebih 4. Lebih produktif

C. Komitmen Organisasi

1. Definisi Komitmen Organisasi

Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya. Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan dan keterlibatannya, komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasi keterlibatan kedalam organisasi. Komitmen organisasi ditandai denagn tiga hal, yaitu penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Steers dan Porter (1987) juga mengatakan bahwa suatu bentuk komitmen kerja yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi kerja yang bersangkutan. Pendapat ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi karyawan sangat tergantung pada interaksi yang berkelanjutan antara perusahaan dan karyawan. Interaksi yang aktif sehingga karyawan merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perusahaan menyebabkan komitmen organisasi karyawan pada perusahaan tinggi.

(16)

Sedangkan Allen dan Meyer (1997) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan psikologis yang dikarakteristikkan dengan :

a. meyakini dan menerima tujuan/goal dan value yang dimiliki oleh organisasi b. kesediaan untuk berusaha dengan sungguh–sungguh demi organisasi

c. mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Allen dan Meyer (1997) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja dengan penuh dedikasi karena karyawan yang memiliki komitmen tingi menganggap bahwa hal yang penting yang harus dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi juga memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

Konsep tentang komitmen karyawan terhadap organisasi ini, yang mendapat perhatian dari manajer maupun ahli perilaku organisasi berkembang dari studi awal mengenai loyalitas karyawan yang diharapkan ada pada setiap karyawan. Komitmen organisasi merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya. Menurut Steers dan Porter (1987) menyatakan bahwa terdapat tiga karakteristik yang digunakan sebagai pedoman meningkatkan komitmen organisasi, yaitu adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang dimiliki organisasi kerja, terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat menjadi anggota organisasi tersebut, dan adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi kerja.

(17)

Menurut Steers, Ongson & Mowday (1985) komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen karyawan terorganisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi mempunyai penekanan pada proses karyawan dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif, karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

2. Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Menurut Steers & Porter (1987) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu :

(18)

a) Identifikasi, merupakan keyakinan dan penerimaan terhadap serangkaian nilai dan tujuan organisasi. Dimensi ini tercermin dalam beberapa perilaku seperti adanya kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi, penerimaan terhadap kebijakan organisasi serta adanya kebanggan menjadi bagian dari organisasi. Aspek identifikasi ini dapat dikembangkan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

b) Keterlibatan yaitu keinginan yang kuat untuk berusaha demi kepentingan organisasi. Hal ini tercermin dari usaha karyawan untuk menerima dan melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Karyawan bukan hanya sekedar melaksanakan tugas-tugasnya melainkan selalu berusaha melebihi standar minimal yang ditentukan oleh organisasi. Karyawan akan terdorong pula untuk melakukan pekerjaan diluar tugas dan peran yang dimilikinya apabila bantuannya dibutuhkan oleh organisasi. bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Steers, Ongson & Mowday (1985) dikatakan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula.

(19)

Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah.

c) Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya demi mencapai kesuksesan dan keberhasilan organisasi tersebut. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari komitmen organisasi terdiri dari tiga yaitu meliputi identifikasi dimana terwujud dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya. Kemudian keterlibatan dimana terwujud dari kemauan dan keinginan karyawan untuk mau terlibat dan bekerja sama dengan pimpinan mereka dan sesama teman kerja, dan loyalitas dimana adanya kesediaan seseorang untuk memperkuat hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Steers dan Porter (1987) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah :

(20)

a. Karakteristik personal yaitu hal-hal yang berhubungan dengan faktor-faktor personal yang terdapat didalam diri individu seperti, pendidikan, dorongan berprestasi, masa kerja dan usia, dsb. Secara umum, usia dan lama bekerja mempunyai hubungan positif dengan komitmen organisasi. Sementara tingkat pendidikan mempunyai hubungan negatif dengan komitmen organisasi, meskipun hubungan ini tidak terlalu konstan. Wanita cenderung memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada pria. Beberapa karakteristik kepribadian lain seperti motivasi berprestasi dan perasaan kompeten ditemukan berhubungan dengan ko mitmen organisasi.

b. Karakteristik kerja dan peran, yaitu hal-hal yang didalamnya terdapat tantangan kerja, umpan balik, stres kerja, identifikasi tugas, kejelasan peran, pengembangan diri, karir dan tanggung jawab. Semakin besar kesempatan yang diperoleh dalam bekerja semakin banyak pengalaman yang diperolah yang pada akhirnya memperbesar komitmen karyawan terhadap organisasi. Sedangkan konflik peran mempunyai hubungan yang negatif dengan komitmen terhadap organisasi, demikian halnya dengan ambiguitas peran

c. Karakteristik organisasi yaitu hal-hal yang berhubungan dengan situasi didalam organisasi yang meliputi tingkat partipasi dalam pengambilan keputusan.

d. Sifat dan kualitas pekerjaan yang meliputi pengalaman pekerjaan individu. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan dalam organisasi terdiri dari empat yaitu karakteristik personal, karakteristik kerja, karakteristik organisasi serta sifat dan kualitas pekerjaan.

(21)

D. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan.

Prestasi kerja diartikan oleh Bernarddin & Russel (2006) sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Prestasi kerja dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah kepuasan kerja. Hubungan antara kedua variabel ini telah dipelajari lebih dari beberapa dekade oleh para ahli, para ahli berpendapat bahwa kepuasan kerja dalam diri karyawan dapat mempengaruhi prestasi kerjanya, hal ini terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Pushpakumari (2008) yang meneliti 237 orang pekerja di Sri Lanka, data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner, dan mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja karyawan.

Lin dan Ma (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja karyawan, semakin tinggi kepuasan kerja karyawan maka akan semakin berprestasi pula karyawan dalam bekerja. Dalam penelitian ini, peneliti mengikut sertakan beberapa variabel yang dihitung secara terpisah yaitu leader member exchange, organizational commitment, dan tingkatan karir karyawan.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Cook (2008) yang meneliti lebih jauh mengenai pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi kerja karyawan, Cook menemukan pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Riketta (2008) kepuasan kerja dalam diri karyawan akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya, namun tidak dengan sebaliknya, yaitu prestasi kerja yang tinggi tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan.

Hussin (2011) dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa empat dimensi kepuasan kerja yaitu, promosi, pekerja itu sendiri, atasan, dan rekan kerja (kecuali gaji)

(22)

memiliki hubungan positif terhadap prestasi kerja karyawan. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh sebesar 17.8% terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan.

Khairul (2006) pada Politeknik Negeri Lhoksumawe juga menemukan dalam penelitiannya bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh dominan terhadap prestasi kerja karyawan. Hasil penelitian Darwito (2008) juga menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap prestasi kerja karyawan dibandingkan komitmen organisasi. Susanty (2013) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap prestasi kerja karyawan dibandingkan komitmen organisasi.

Berbeda dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan. (Yee, 2008) mengatakan bahwa tidak semua karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan berperilaku dan bekerja dengan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihite (2011) yang meneliti kepuasan kerja terhadap prestasi kerja dosen, penelitian ini menemukan bahwa kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.

E. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan.

Selain kepuasan kerja, ada variabel lain yang mampu untuk mempengaruhi prestasi kerja karyawan yaitu komitmen organisasi. Hubungan antara kedua variabel ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Ostrof (1992) yang menemukan hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan prestasi kerja karyawan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaannya, tidak hanya menunjukan perilaku yang menghormati perusahaan atau

(23)

organisasinya namun karyawan memberikan usaha terbaiknya agar tujuan perusahaan tercapai dan menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki komitmen rendah.

Komitmen karyawan terhadap perusahaannya tidak hanya dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan tetapi juga dapat mengurangi ketidakhadiran karyawan dan menurunkan tingkat turnover, hal ini akan berdampak pada prestasi kerja yang ditunjukkan oleh karyawan dan tentunya akan berdampak pada produktivitas organisasi. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Walton (1985) yang mengatakan komitmen organisasi memiliki pengaruh yang besar dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan, sehingga karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi cenderung untuk menunjukkan hasil kerja yang baik, ia juga menambahkan bahwa komitmen organisasi yang tinggi akan mempengaruhi produktivitas dan kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Dalam penelitiannya Steers, Ongson & Mowday (1985) menemukan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi yang tinggi merasakan lebih aman dan stabil dalam kinerjanya dan hal tersebut memberikan keuntungan kepada perusahaan untuk memenangkan kompetisi dengan perusahaan lain. Allen & Meyer (1997) menambahkan karyawan yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi akan menunjukkan perilaku setia terhadap perusahaan meskipun perusahaan dalam kondisi tidak stabil, juga tetap akan bekerja seperti biasa, akan lebih melndung aset perusahaan dan membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Porter (1974) menambahkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi juga lebih kreatif dalam bekerja dibandingkan karyawan memliki komitmen rendah.

Sejalan dengan itu Dixit & Bhati (2012) dalam penelitiannya yang melibatkan para karyawan industri otomotif di Greater Noida (India) menemukan bahwa karyawan

(24)

yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya akan lebih produktif dalam bekerja, lebih setia kepada perusahaan, serta memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan karyawan yang memiliki tingkat komitmen yang rendah.

Sulaiman (2002) melakukan penelitian di dua puluh perusahaan di Timur Tengah menguji pengaruh komitmen organisasi terhadap prestasi kerja karyawan, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komitmen yang kuat baik melalui komitmen yang timbul secara langsung maupun komitmen yang berkelanjutan memberikan kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan kinerja karyawan Dengan komitmen yang kuat, karyawan akan termotivasi untuk bekerja keras untuk kemajuan organisasi.

F. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan konsep dan keragka teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada pengaruh pengaruh positif yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap prestasi kerja karyawan.

H2 : Ada pengaruh positif yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap prestasi kerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa model fisik mungkin siswa trampil mengerjakan soal- soal prosedural seperti : kesamaan pecahan, kabataku pecahan, mengubah pecahan dari pecahan biasa, campuran ke

Kondisi fisik merupakan pondasi untuk melatih atau memperoleh ketepatan pukulan forehand dalam keterampilan bermain tenis meja pada seseorang karena dengan kondisi fisik yang

Dalam merepresentasikan hubungan antara volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas digunakan perbandingan metode Greenshield dan metode Greenberg untuk mengetahui metode

Berdasarkan tujuan dari penelitian dimana sistem identifikasi plat nomor kendaraan bermotor menggunakan Raspberry Pi telah dilakukan pengujian berdasarkan parameter

Hubungan Antara Jumlah Jam Kerja Sehari Dengan Keracunan Merkuri Hasil analisis bivariat antara lama jam kerja penambang dengan kejadian keracunan diperoleh hasil dari

Performa reproduksi babi bali jantan yang meliputi ukuran testis dan kualitas semen, berkaitan erat dengan aktivitas dan kemampuan pejantan untuk mengawini sejumlah

Transparansi pegawai Kecamatan Muara Badak dalam pelayanan terbuka mengenai biaya pelayanan PATEN, dari biaya pemerintah sudah memperhatikan persyaratan dengan ketentuan

Besar Pergeseran bulan Juli ditunjukkan pada Tabel 7.. Stasiun GRWH bergeser sebesar 11.73 mm ke arah selatan. Sedangkan titik PLAW bergeser ke arah timur-selatan sebesar 8.93