• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Detektor Geiger Mueller

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancang Bangun Detektor Geiger Mueller"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Rancang Bangun

Detektor Geiger Mueller

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Jurusan Fisika

Disusun Oleh: SUJADMOKO NIM : 043214003

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

(2)

ii

Design of

Geiger Mueller Detector

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain The Sains Degree

In Physics Department

by : SUJADMOKO NIM : 043214003

PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2010

(3)
(4)
(5)

v

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

”Perjalanan sejauh apapun dimulai dengan satu langkah pertama.

Tanpa mengambil langkah pertama tersebut, perjalanan tidak

akan bisa dimulai”.

~  

C

 hinese Proverb  ~ 

”Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya

mimpi-mimpi mereka”.

~

Eleanor Roosevelt~

Kupersembahkan karya ini kepada :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai setiap langkah

hidupku dan selalu mendengarkan permohonanku

Bunda Maria penolongku

Ayahanda Sambio dan Ibunda Cicilia Juminem S.Pd. tercinta

Masku Sudarwoko,S.H. beserta keluarganya

Mbakku Sri Pawanti,S.Pd. beserta keluarganya

Keluaga besarku

Penjaga Hatiku

(7)

vii

(8)
(9)

ix

Detektor Geiger Mueller

ABSTRAK

Tugas akhir dengan topik rancang bangun detektor Geiger Mueller tipe side

window dengan gas isian Argon-Alkohol telah dirancang, dibuat dan diuji. Tabung dibuat

dari pipa Stainless steel dengan diameter 16 mm, panjang 120 mm dan tebal 0.4 mm. Anoda dibuat dari kawat tungsten dengan ukuran diameter 0.08 mm. Bahan jendela dan katoda yang digunakan dalam pembuatan detektor Geiger-Muller adalah stainless steel. Proses pembuatannya meliputi perencanaan, pembuatan tabung dan penutup, perakitan tabung detektor, pemasangan anoda, pemvakuman tabung detektor, pengisian gas, dan pengujian detektor. Gas isian terdiri dari Argon dan Alkohol dengan perbandingan 90 : 10. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa daerah plateau-nya ternyata tidak bergeser selama 4 hari penelitian yaitu pada tegangan antara 1100-1375 volt dari sumber radiasi yang sama, dengan slope sebesar (4,34± 0,30) % per 100 volt hari pertama, (4,84± 0,20) % per 100 volt hari kedua, (2,66 ± 0,20) % per 100 volt hari ketiga, (2,78± 0,20) % per 100 volt hari keempat. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada detektor tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan detektor dinyatakan berhasil, terlihat dari panjang plateau yang lebih dari 200 volt dan slope yang kurang dari 10% per 100 volt.

(10)

x

Design of

Geiger Mueller Detector

Abstract

Final design topics Geiger Mueller detector type side window with filled Argon-Alcohol has been designed, made and tested. The tube was made from stainless steel pipe in 16 mm diameter, 120 mm long, and 0,4 mm thick. The anode was made from tungsten wire with a diameter 0,08 mm. The window and cathode materials which were used in the manufacture of Geiger-Muller detector are made from stainless steel. The experiment process are designing, making the tube and its side covers, assembling the tube-detector, the installation of anode, making the vacuum tube-detector, filling gas and testing the detectors. The filled gas consists of argon and alcohol in the ratio 90: 10. The results show that the plateau area was not moved during in 4 days of research on the voltage between 1100-1375 volt from the same radiation source, with a slope which is (4,34± 0,30) % per 100 volt for the first day, (4,84 ± 0,20)% per 100 volt for the second day, (2,66± 0,20)% per 100 volt for the third day, (2,78 ± 0,20) % per 100 volt for the fourth day. From the results of research can be concluded that the detector making process is successfull, it can be seen from a plateau lenght which is more than 200 volt and the slope which is less than 10% per 100 volt.

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, kasih karunia serta penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi yang berjudul “RANCANG BANGUN DETEKTOR GEIGER MUELLER”

Penyusunan skripsi ini merupakan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi program sarjana di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Sri Agustini M.Si, selaku dosen pembimbing I dan ketua program studi Fisika yang telah bersedia meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mendampingi, memberikan masukan yang sangat berarti, dan memberikan semangat bagi penulis dalam pengerjaan makalah tugas akhir ini.

2. Drs. B.A. Tjipto Sujitno, M.T. selaku dosen pembimbing II serta dosen penguji yang penuh kesabaran telah membimbing, membantu, menyemangati serta meluangkan waktunya kepada penulis selama penelitian dan proses penulisan skripsi ini.

3. Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si., yang telah meluangkan waktu untuk menguji penulis serta memberikan masukan yang berharga bagi penulis. 4. Dr. Asan Damanik, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik

(12)

xii

5. Dr. Ir. Widi Setiawan, Kepala PTAPB-BATAN Yogyakarta, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di lingkungan PTAPB-BATAN Yogyakarta.

6. Ir. Suprapto, Kepala Bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam lingkup Bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir PTAPB-BATAN Yogyakarta.

7. Bapak Iriyanto, Bapak Sumarmo, Bapak Sayono dan Bapak Isa yang telah bersedia dengan sabar membimbing dalam pelaksanan penelitian ini. 8. Segenap Dosen prodi Fisika, FST Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang telah mendidik dan membagikan ilmunya selama penulis menyelesaikan studi.

9. Kedua Orang tuaku tercinta (Ayahanda Sambio dan Ibunda Cicilia Juminem,S.Pd.), yang selalu memberikan dukungan, doa serta kasih sayang kepada penulis.

10. Kedua Kakakku tercinta (Sudarwoko,S.H. dan Sri Pawanti,S.Pd.) beserta keluarganya, kalian selalu menjadi motivasiku dalam pengerjaan tugas akhir ini.

11. Bapak Gito, Bapak Ngadiono dan Mas Sis yang telah memberikan keleluasaan kepada penulis untuk pemakaian laboratorium fisika guna membantu selama masa studi.

12. Bunda Rosalia, Mas Alex dan Eustalia Wigunawati, S.Psi. atas dukungan dan segala bantuannya.

(13)

xiii

13. Teman seangkatan dan seperjuangan B. Ade Dirgandara, Fransiska Endang Kinasih,S.Si., Erlyna Ekawati dan Ekawati Watini,S.Si. yang senantiasa saling menyemangati dan mewarnai angkatan 2004. I made Wira Adi Santika,S.Si. yang juga banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Martinus Radityo Adi, S.Si atas diskusi, persahabatan dan motivasi yang kalian berikan.

14. Keluarga besar Sant’Egidio yang selama ini telah mengajarkanku banyak hal. Joanes Heri Purnama, Beatriks Lyan Jani, Andrea Lita serta semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu makasih atas dukungan, motivasi dan bantuannya.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di jogja.

Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidaklah sempurna, untuk itu penulis mengharapkan seegala kritik dan saran yang membangun. Dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan sedikit sumbangan buat Ilmu Pengetahuan.

Yogyakarta, 11 Januari 2010

Penulis

(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... HALAMAN PENGESAHAN……….. HALAMAN PERSEMBAHAN………... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ABSTRAK...……….. ABSTRACT ………. KATA PENGANTAR...……….. DAFTAR ISI………... DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR TABEL...……….. BAB I. PENDAHULUAN……….. A. Latar Belakang……….. B. Perumusan Masalah…...……… C. Batasan Masalah……….... D. Tujuan Masalah….……… E. Manfaat Penulisan ……… F. Sistematika Penulisan………. BAB II. DASAR TEORI………. A. Radiasi Nuklir…... B. Detektor Isian Gas...

i iii iv vi vii viii ix x xi xiv xvi xvii 1 1 3 3 4 4 5 6 6 10

(15)

xv

C. Detektor Geiger Muller... D. Efek Fotolistrik... E. Hamburan Compton... F. Efek Produksi Pasangan... G. Tipe Detektor Geiger Muller... 1. Tipe Side Window... 2. Tipe End Window... H. Karakteristik Detektor Geiger Muller... 1. Plateau dan Slope... 2. Umur Detektor Geiger Muller... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...……….. A. Tempat dan Waktu Penelitian….……… B. Alat dan Bahan……….. C. Diagram Alir Penelitian...……….. D. Prosedur Kerja……… E. Metode Analisis Data………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... A. Hasil Penelitian……….. B. Pembahasan………... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… A. Kesimpulan………... B. Saran……….. DAFTAR PUSTAKA………. 12 14 15 17 19 19 20 20 20 23 24 24 24 25 26 30 33 33 42 46 46 47 48

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Nomor Neutron Terhadap Nomor Atom Z... 6

Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Detektor Isian Gas (Tsoufanidis,1983) Terjadinya... 11

Gambar 2.3 Efek Fotolistrik... 15

Gambar 2.4 Terjadinya Hamburan Compton... 16

Gambar 2.5 Pembentukan Pasangan... 18

Gambar 2.6 Detektor Geiger Muller tipe side window... 19

Gambar 2.7 Detektor Geiger Muller tipe end window... 20

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian... 25

Gambar 3.2 Stainless Steel... 26

Gambar 3.3 Rangkaian sistem uji detektor ... 29

Gambar 3.4 Kurva Antara Jumlah Cacah per Menit Vs Tegangan... 31

Gambar 4.1 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 34

Gambar 4.2 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 36

Gambar 4.3 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 38

(17)

xvii DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4

Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran... Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran... Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran... Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran...

33

36

38

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang terjadi saat ini sangat pesat, dimana salah satunya adalah teknologi nuklir yang banyak dimanfaatkan dalam aspek kehidupan. Penerapannya telah digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian, peternakan,dan industri. Tetapi keberadaan teknologi nuklir mengundang pro dan kontra dalam masyarakat. Dari satu sisi teknologi nuklir sangat diperlukan tetapi disisi lain teknologi nuklir tidak bisa terlepas dari radiasi nuklir yang sangat berbahaya bila mengenai manusia dalam dosis yang tinggi. Dengan perkembangan teknologi yang tinggi, maka resiko kecelakaan yang mungkin terjadi pun akan semakin besar. Penerapan teknologi nuklir yang baik harus memperhatikan seberapa jauh manfaat, keselamatan dan resiko kecelakaan untuk kepentingan umum yang mungkin terjadi akibat pemakaian teknologi tersebut.

Radiasi nuklir merupakan radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif. Radiasi ini tidak dapat dilihat dengan panca indra, maka untuk mengetahui ada dan tidaknya, serta untuk mengukur energi dan intensitasnya digunakan detektor radiasi nuklir. Detektor radiasi nuklir berfungsi sebagai pengubah gejala radiasi menjadi gejala listrik sehingga mudah diamati. Pengawasan terhadap radiasi yang diterima pengguna radiasi menjadi masalah yang perlu diperhatikan sehingga tidak melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pengawasan pada daerah lingkungan yang sering dipakai aktivitas manusia. Dengan

(19)

demikian alat bantu detektor radiasi nuklir pengukur radiasi menjadi penting dan mutlak dibutuhkan.

Ada beberapa jenis detektor radiasi nuklir, diantaranya adalah detektor Geiger Mueller. Prinsip kerja detektor jenis ini berdasarkan ionisasi dari atom-atom gas isian sebagai medium aktifnya karena berinteraksi dengan partikel radiasi yang datang. Untuk dapat membuat detektor jenis ini diperlukan penguasaan teknologi pembuatan detektor yang mencakup teknik pembentukan tabung, teknik pemvakuman, pengisian gas serta pemilihan bahan pembuat detektor maupun jenis gas isiannya.

Detektor tabung Geiger-Mueller, tabung Ionisasi, tabung Proporsional adalah sekeluarga, karena bentuk dasarnya sama. Masing-masing detektor menggunakan ruang tertutup yang diisi gas atau campuran gas. Pulsa yang dihasilkan oleh tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi, yakni berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan tabung proporsional. Hal ini menyederhanakan alat elektronik yang diperlukan. Detektor Geiger Mueller dioperasikan pada tegangan operasi di daerah plateau yaitu antara sekitar 1000 volt sampai 1200 volt. Bila tabung Geiger Mueller diberi tegangan dibawah daerah plateau mempunyai sifat mendekati tabung proporsional. Akan tetapi jika diberi tegangan lebih tinggi dari daerah tegangan plateau, maka akan terjadi lucutan kontinu yang dapat merusak susunan molekul gas di dalam tabung.

Detektor Geiger Mueller termasuk jenis detektor isian gas dengan 2 tipe yaitu tipe end window dan tipe side window. Detektor Geiger Mueller tipe end window disamping dapat merespon partikel gamma juga dapat merespon partikel beta,

(20)

3

maupun partikel alfa. Bahan yang digunakan biasanya millar, alumunium dan plastik (Sarwono,2009). Sedangkan detektor Geiger Mueller tipe side window adalah untuk pengukuran radiasi gamma, biasanya bahan yang digunakan stainless steel, gelas, tembaga, nikel dan perak. Di dalam pembuatan detektor Geiger Mueller tipe end window mengalami kesulitan pada pemasangan window di tabung karena bahan window itu tipis dan harus kuat supaya sinar beta, alfa, gamma bisa masuk, maka pada penelitian ini dilakukan pengembangan pada pembuatan detektor Geiger Mueller tipe side window dari bahan stainless steel.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah proses pembuatan detektor Geiger-Mueller yang menggunakan stainless steel?

2. Bagaimana karakteristik detektor Geiger-Mueller yang dibuat ditinjau dari tegangan kerja, panjang plateau dan slope-nya?

C. Batasan Masalah

Penelitian hanya difokuskan pada pembuatan Detektor Geiger Mueller jenis side window dari bahan stainless steel yang berdiameter 16 mm, panjang 120 mm, tebalnya 0.4 mm dan karakterisasi detektor Geiger-Mueller yang ditinjau yang meliputi tegangan kerja, panjang plateau dan slope.

(21)

D. Tujuan Penelitian

Untuk dapat merancang bangun Detektor Geiger Mueller beserta karakterisasinya.

E. Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan bagi penulis tentang Pembuatan Detektor Geiger Mueller tipe Side Window (jendela samping) dan cara mengkarakterisasinya.

(22)

5

F Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Pada bab I akan diuraikan tentang latar belakang masalah yang diangkat, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Dasar Teori

Pada bab II akan diuraikan tetang dasar-dasar teori pendukung dalam pembuatan detektor Geiger Mueller.

BAB III. Metodologi Penelitian

Dalam bab III akan diuraikan tentang susunan alat dan bahan yang akan digunakan saat penelitian serta langkah-langkah yang dilakukan saat penelitian.

BAB IV. Hasil dan Pembahasan

Pada bab IV akan diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V. Penutup

Pada bab V berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Selain itu disertakan pula lampiran-lampiran untuk melengkapi uraian-uraian sebelumnya.

(23)

6

DASAR TEORI

A. Radiasi Nuklir

Radiasi Nuklir adalah suatu berkas foton yang dipancarkan dari suatu sumber yang mengalami proses perubahan inti atom dari keadaan tidak stabil menjadi stabil (Sayono,1991). Kestabilan suatu inti diantaranya disebabkan oleh jumlah neutron dan proton dalam suatu inti. Pada inti ringan jumlah proton hampir sama dengan jumlah neutron (N≈ Z) sedangkan pada inti berat jumlah neutron lebih banyak dari jumlah proton (N>Z).

Gambar 2.1 Grafik Nomor Neutron N Terhadap Nomor Atom Z. Lingkaran hitam diisi menyatakan nuklida stabil, lingkaran kelabu yang diisi menyatakan nuklida yang relatif stabil.

(24)

7

Inti-inti atom yang tidak stabil, baik karena komposisi jumlah proton dan neutronnya yang tidak seimbang ataupun karena tingkat energinya yang tidak berada pada keadaan dasarnya (berada dalam keadaan tereksitasi), cenderung untuk berubah menjadi stabil. Bila ketidakstabilan inti disebabkan karena komposisi jumlah proton dan neutronnya yang tidak seimbang, maka inti tersebut akan berubah dengan memancarkan radiasi alpha atau radiasi beta. Kalau ketidakstabilannya disebabkan karena tingkat energinya yang berada pada keadaan tereksitasi maka akan berubah dengan memancarkan radiasi gamma. Proses perubahan inti atom yang tidak stabil menjadi atom yang lebih stabil tersebut dinamakan peluruhan radioaktif.

Radiasi Nuklir ada 2 jenis yang meliputi radiasi bermuatan dan radiasi tak bermuatan.

Radiasi bermuatan meliputi: 1. Radiasi Alpha

Radiasi ini pada umumnya terjadi pada elemen berat, yaitu atom yang nomor massanya besar (jumlah proton dan neutron) dan energi ikatnya rendah. Inti-inti berat umumnya berubah menjadi inti lain dengan memancarkan partikel alpha.

He Y X ZA A Z 4 2 4 2 + → − − 94Pu239––>2He4 + 92U235 (2He4 = radiasi Alpha)

(25)

Radiasi Alpha pada umumnya diikuti juga oleh radiasi Gamma. Contoh peluruhan Alpha adalah peluruhan Plutonium menjadi Uranium yang reaksinya sebagai berikut:

* 235 92 4 2 239 94PuHe+ U U U* 00 23592 235 92 → γ+ 2. Radiasi Beta

a. Radiasi beta negatif

Radiasi beta negatif disamakan dengan pemancaran elektron dari suatu inti atom. Bentuk peluruhan ini terjadi pada inti yang kelebihan neutron. Pada radiasi beta negatif, dihasilkan partikel lain dengan nomor atom akan bertambah 1, sedangkan nomor massanya tetap. Contoh peluruhan radiasi beta negatif adalah :

e Y X ZA A Z 0 1 1 − + + → 56Ba140 ––>-1e0 + 57La140(-1e0 = elektron negatif)

b. Radiasi beta positif

Radiasi ini sama dengan pancaran positron (elektron positif) dari inti atom. Bentuk peluruhan ini terjadi pada inti yang kelebihan proton. Pancaran positron dapat terjadi bila perbedaan energi antara inti semula dengan inti hasil perubahan (reaksi inti) paling tidak sama dengan 1,02 MeV. Radiasi beta positif akan selalu diikuti dengan peristiwa annihilasi atau peristiwa penggabungan, karena begitu terbentuk zarah Beta (+) akan langsung bergabung dengan elektron (-) yang banyak terdapat di alam ini dan menghasilkan radiasi Gamma yang lemah. Contoh radiasi beta positif :

e Y X ZA A Z 0 1 1 + → − 7N13 ––> +1e0 + 6C13 (+1e0 = elektron positif/positron)

(26)

9

c. Tangkapan elektron

Elektron dalam kulit K ada kalanya masuk kedalam inti dan ditangkap. Proses reaksinya adalah:

Y e X ZA A Z 1 0 1 − − → +

Elektron yang ditangkap itu meninggalkan lubang dalam kulit K, sehingga terjadi transisi elektron dari kulit L untuk mengisi lubang tersebut sambil menghasilkan sinar X.

Radiasi tak bermuatan meliputi: 1. Sinar Gamma

Sinar γ merupakan partikel radiasi tak bermuatan ( 0 0

γ ). Sinarγ terjadi karena proses transisi inti atom dari tingkat energi tinggi (tingkat eksitasi) ke energi yang lebih rendah (tingkat dasar). Sinar γ memiliki energi berkisar antara 0.1 MeV- 10 MeV. Nilai tersebut sesuai dengan panjang gelombang dari sekitar 104 fm hingga 100 fm. Radiasi sinar γ

tidak bermuatan dan tak bermassa maka mempunyai daya tembus yang sangat kuat.

2. Sinar X

Sinar X adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh elektron yang mengalami perpindahan dari suatu tingkat energi tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar X mempunyai jangkau energi 100 eV hingga 100 keV. Sinar X mempunyai daya tembus yang besar karena tidak bermassa dan tidak bermuatan.

(27)

B. Detektor Isian Gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda positif dan negatif serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Prinsip kerja detektor isian gas adalah terciptanya elektron bebas dan ion positif sebagai akibat interaksi radiasi dengan atom-atom isian gas baik proses efek fotolistrik, hamburan Compton maupun pembentukan pasangan. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding sebagai katoda. Radiasi foton yang masuk akan mengionisasi gas dalam tabung dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron).

Detektor isian gas terdiri dari katoda berbentuk tabung dan di tengahnya anoda yang berupa kawat. Partikel atau foton radiasi yang masuk akan mengionisasi gas dalam tabung. Medan listrik yang timbul akibat adanya tegangan tinggi antara anoda dan katoda akan menyebabkan ion-ion yang terbentuk bergerak ke arah kutub yang berlawanan dengan muatannya.

Apabila radiasi melalui gas dalam tabung detektor, maka akan terjadi interaksi dengan atom-atom gas melalui proses efek fotolistrik, hamburan Compton dan pembentukan pasangan. Interaksi tersebut menghasilkan elektron bebas dan ion positif. Apabila tidak ada medan listrik, elektron akan bergabung kembali dengan ion positif, tetapi jika ada medan listrik, elektron akan bergerak menuju kawat anoda dan ion positif menuju katoda. Jumlah ion-elektron yang terbentuk bergantung pada besar energi yang datang pada detektor tersebut.

(28)

11

Sedangkan hubungan antara jumlah pasangan ion-elektron yang terjadi terhadap tegangan ditunjukkan pada Gambar (2.2) berikut:

Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Detektor Isian Gas (Tsoulfanidis, 1983: 68)

Keterangan : I Daerah Rekombinasi IV Daerah Geiger-Mueller II Daerah Ionisasi V Daerah Kritis

III Daerah Proposional

I. Daerah Rekombinasi

Pada daerah ini tegangan yang diberikan masih rendah, sehingga ion

positif dan negatif yang terbentuk akan bergabung kembali. Demikian pula jika beda tegangan kecil, sebagian besar ion akan bergabung kembali, sehingga pasangan elektron ion yang terjadi bergantung kepada kekuatan energi partikel radiasi. Sinyal keluaran pada daerah ini sangat lemah.

II. Daerah Ionisasi

Di daerah ini bila tegangan dinaikkan lagi, maka medan listrik menjadi lebih kuat. Elektron akan bergerak menuju anoda, dengan mendapat tambahan energi kinetik dari medan listrik yang ada. Karena energinya cukup, maka elektron akan berhasil mencapai anoda, tetapi belum mampu menimbulkan

(29)

ionisasi sekunder pada molekul gas yang dilaluinya. Oleh karena itu elektron-elektron yang mencapai anoda hanyalah elektron-elektron-elektron-elektron primer.

III. Daerah Proposional

Pada daerah ini tegangan cukup kuat sehingga terbentuk ionisasi sekunder. Elektron hasil ionisasi sekunder ini menuju ke anoda juga, sehingga jumlah elektron yang sampai anoda bertambah. Tetapi jumlah pelipatan elektron yang sampai anoda ini masih sebanding dengan energi partikel radiasi yang datang. Sinyal keluaran detektor pada daerah ini bergantung pada ionisasi primer.

IV. Daerah Geiger-Mueller

Pada daerah ini bila tegangan dinaikkan lagi, elektron-elektron dipercepat, sehingga terjadi proses ionisasi tersier. Jumlah elektron tidak lagi tergantung kepada energi dan jenis radiasi yang datang, melainkan tergantung pada intensitas sumber radiasi. Detektor hanya bisa merasakan adanya radiasi tanpa bisa membedakan energinya.

V. Daerah Kritis

Pada daerah ini apabila tegangan terus dinaikkan akan terjadi lucutan listrik secara terus menerus (continous discharge) dalam tabung gas dan akibatnya detektor menjadi rusak.

C. Detektor Geiger-Mueller

Pencacah Geiger-Mueller adalah salah satu dari detektor radiasi yang ada, diperkenalkan oleh Geiger-Mueller pada tahun 1928. Detektor Geiger Mueller adalah sebuah detektor ionisasi gas dengan volume gas konstan yang bekerja pada

(30)

13

daerah tegangan Geiger Mueller. Prinsip kerja detektor ini dimulai pada saat partikel radiasi memasuki detektor melalui jendela di bagian samping detektor dan diarahkan menuju tabung detektor. Di dalam tabung ini partikel radiasi mengionisasi gas dalam tabung, sehingga terbentuk ion-ion positif dan elektron.

Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia) dengan perbandingan tertentu. Detektor Geiger-Mueller merupakan salah satu jenis detektor isian gas. Detektor isian gas bekerja berdasarkan ionisasi oleh radiasi yang masuk terhadap molekul yang berada dalam detektor. Karakter detektor sangat dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang diterapkan pada detektor untuk membantu proses ionisasi dan pengumpulan muatan.

Lebar tegangan plato pada tabung Geiger-Mueller yang baik mencapai daerah 200 volt. Beda tegangan antara anoda dan katoda pada tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi daripada tabung ionisasi untuk jenis campuran gas yang sama. Pulsa yang dihasilkan oleh tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi, yakni berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan dengan tabung proporsional. Hal ini menyederhanakan alat elektronik yang diperlukan. Tabung Geiger-Mueller untuk sinar gamma dapat terbuat seluruhnya dari logam atau dari gelas tebal yang dilapisi logam. Tabung Geiger-Mueller untuk partikel jenis elektron dan proton harus dilengkapi dengan dinding yang sangat tipis agar elektron dan proton dapat masuk ke dalam ruang gas (Yusman Wiyatmo, 2006: 262).

(31)

D. Efek Fotolistrik

Efek fotolistrik merupakan interaksi antara sinar γ dengan elektron yang terikat kuat dalam atom yaitu elektron pada kulit bagian dalam suatu atom, biasanya kulit K atau L. Akibat interaksi itu foton γ akan kehilangan seluruh energinya dan membebaskan satu elektron orbital sebagai elektron bebas dan disebut foton elektron. Foton γ akan menumbuk elektron tersebut dan karena elektron tersebut terikat kuat, maka elektron akan menyerap seluruh energi sinar γ . Elektron dapat terlepas dari materi karena menyerap seluruh energi dari gelombang elektromagnetik yang datang. Jika sebuah elektron terikat dalam materi dengan energi ikat W yang disebut fungsi kerja, maka untuk melepaskan sebuah elektron dari permukaan materi diperlukan energi sekurang-kurangnya W, seperti pada persamaan (2.1):

Ee= Eγ - W (2.1) Ee = energi kinetik elektron

Eγ = energi foton-γ W = energi ikat elektron

Jika foton radiasi mempunyai frekuensi (υ) maka besar energi :

E = h.υ (2.2)

dengan h = konstanta planck (6,63 x 10−34 J.s)

(32)

15

Gambar 2.3 Terjadinya efek fotolistrik

E. Hamburan Compton

Hamburan compton terjadi sebagai akibat interaksi foton γ dengan sebuah elektron yang terikat paling lemah. Apabila γ menumbuk elektron jenis ini, maka berdasarkan hukum kekekalan momentum tidak mungkin elektron akan dapat menyerap seluruh energi foton γ. Foton γ hanya akan menyerahkan sebagian energinya kepada elektron dan kemudian terhambur menurut sudut θ terhadap arah gerak foton γ mula-mula.

Dalam proses hamburan Compton, foton tidak akan hilang seperti pada efek fotolistrik, hanya saja arah dan besar energinya yang berubah. Secara skematis peristiwa efek compton dapat digambarkan pada Gambar 2.3:

(33)

Gambar 2.4 Terjadinya hamburan Compton

Energi foton γ yang terhambur setelah tumbukan merupakan fungsi energi foton γ mula-mula dan sudut hamburan :

) cos 1 )( ( 1 2 0 0 0 θ γ − + = C m E E E (2.3) dengan : γ

E = Energi foton γ (joule)

0

E = Energi foton mula-mula (joule)

0

m = Masa diam elektron (kg)

C = Kecepatan cahaya dalam hampa (m/s) θ = Sudut hamburan

Berdasarkan hukum kekekalan energi, tentu saja energi elektron Compton

c

E adalah selisih antara energi sinar γ mula-mula dan enegi foton γ terhambur :

γ

E E

(34)

17

Apabila harga Eγdisubstitusikan dalam persamaan (2.4) maka akan didapatkan: ] ) cos 1 ( 1 ) cos 1 ( [ 2 0 0 2 0 0 0 c m E c m E E Ec θ θ − + − = (2.5)

Foton γ akan kehilangan energi maksimumnya apabila terjadi tumbukan frontal dengan sudut hamburan θ = 1800 (cos 1800 = -1) terhadap elektron, maka

pada kondisi ini energi elektron Compton maksimumnya adalah sebesar :

0 2 0 0 (max) 2 1 E c m E Ec + = (2.6)

F. Efek Produksi Pasangan

Efek produksi pasangan merupakan interaksi antara foton γ dengan medan inti atom. Akibatnya seluruh energi foton hilang dan sebagai gantinya akan muncul pasangan elektron dan positron. Peristiwa ini dinamakan efek pembentukan pasangan. Pembentukan anti materi positron dapat dipandang sebagai pemancaran sebuah elektron dari suatu tingkat energi negatif menuju ke suatu tingkat energi positif dengan meninggalkan suatu positron dalam daerah yang biasanya diisi oleh tingkat energi negatif.

(35)

Gambar 2.5 Pembentukan pasangan

Massa elektron dan positron masing-masing setara dengan energi sebesar 0,511 MeV. Hal itu dapat dihitung melalui persamaan:

E= mc2

dengan E= energi

m = massa elektron c= kecepatan cahaya

Dengan demikian, efek pembentukan pasangan tidak akan terjadi kecuali jika energi sinar γ yang berinteraksi lebih besar dari 2 x 0,511 MeV yang memenuhi persamaan : E0= + + +k k E E c m0 2 2 (2.7)

dengan E0 = energi mula-mula m0 = massa diam elektron

c = kecepatan cahaya +

k

E = energi kinetik positron

k

(36)

19

Positron merupakan partikel yang tidak stabil dan mempunyai umur paro yang sangat pendek. Setelah terbentuk kedua pasangan positron dan elektron tersebut akan diubah menjadi dua buah foton yang masing-masing berenergi 0,511 MeV dan dipancarkan pada arah yang bertolak belakang (1800) satu

terhadap yang lain.

G. Tipe Detektor Geiger-Mueller

1. Tipe Side Window

Aplikasi utama dari Geiger Mueller tipe Side Window adalah untuk pengukuran radiasi gamma. Meskipun dinding Geiger Mueller tipe Side Window cukup tipis, memungkinkan masuknya sinar γ dengan energi yang tinggi ( > 300 keV). Pada umumnya Geiger Mueller tipe Side Window berupa tabung silinder yang berfungsi sebagai katoda adalah dinding tabung dan pada porosnya terdapat kawat (biasanya tungsten) sebagai anoda. Dinding Geiger Mueller silinder mempunyai density thickness 30 mg/cm2. Density thickness merupakan cara tepat

untuk menyatakan ketebalan dari material yang sangat tipis.

(37)

2. Tipe End Window

Berbeda dengan Geiger Mueller Tipe side window, bahan katoda yang digunakan untuk detektor Geiger Mueller Tipe End Window adalah silinder stainless steel. Jendela salah satu ujung tabung biasanya terbuat dari mika dan mempunyai density thickness 1.5 mg/cm2sampai 2.0 mg/cm2

Geiger Mueller End Window disamping dapat merespon partikel gamma juga dapat merespon partikel beta, maupun partikel alfa.

Gambar 2.7 Detektor Geiger Mueller tipe end window

H. Karakteristik Detektor Geiger-Mueller 1. Plateau dan Slope

Daerah kerja detektor Geiger Mueller adalah daerah plateau. Panjang plateau merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas detektor. Detektor Geiger Mueller yang baik harus memiliki plateau yang panjang dan

(38)

21

slope yang kecil. Bila detektor dioperasikan pada tegangan rendah, pulsa yang dihasilkan masih sedikit sehingga belum tercacah oleh pencacah, karena elektron dan ion yang terjadi dari ionisasi masih banyak yang mengalami penggabungan kembali atau rekombinasi. Bila tegangan makin tinggi maka pulsa yang dihasilkan makin banyak dan tercacah counter. Pada tegangan tertentu banyaknya pulsa yang tercacah tidak berbeda jauh atau relatif sama bila tegangan dinaikkan. Daerah tegangan ini disebut plateau. Bila di daerah plateau tegangan dinaikkan lagi maka akan terjadi pelucutan yang sangat banyak dan sudah tidak sebanding lagi dengan intensitas radiasi yang datang, ini terjadi karena apabila tegangannya dinaikkan akan menambah energi untuk menarik elektron dan ion. Daerah plateau Detektor Geiger Mueller dihitung mulai dari tegangan ambang sampai pada batas permulaan tegangan yang menyebabkan terjadinya lucutan yang tak terkendali.

Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah persatuan waktu terhadap tegangan kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 2.8:

(39)

Keterangan gambar:

A = tegangan awal (starting voltage) B = tegangan ambang (theshold voltage)

C = tegangan batas, dimulai timbul lucutan yang tak terkendali B-C = daerah plateau detektor

Starting Voltage adalah tegangan dimana mulai tercatat adanya pulsa, tegangan ambang adalah tegangan terendah pada permulaan daerah plateau. Mulai tegangan ambang inilah jumlah cacah yang terbaca tidak menunjukan perbedaan yang besar dan dapat dikatakan hampir sama. Bila tegangan diperbesar sampai melebihi C, maka jumlah cacah yang tercacat melonjak tinggi lucutan yang tak terkendali.

Detektor Geiger Mueller paling baik dioperasikan pada daerah plateau yang agak miring. Kemiringan plateau ini disebut slope. Detektor yang baik mempunyai slope kecil (< 10 % / 100 volt). Untuk menghitung besarnya slope yang dinyatakan dalam % per 100 Volt dalam persamaan berikut: % 100 ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N Slope − − = ( 2.9 ) dimana:

= Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan = Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan = besar tegangan awal terjadinya plateau

(40)

23

2. Umur Detektor Geiger Mueller

Detektor Geiger-Mueller dikatakan mati (rusak) apabila detektor tak mampu lagi mendeteksi partikel radiasi. Umur detektor biasanya dilihat dari panjang plateau-nya, semakin lama suatu detektor digunakan akan semakin pendek plateau-nya dan detektor dikatakan mati bila panjang plateau-nya nol.

(41)

24

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di PTAPB-BATAN yaitu di Gedung Akselerator Batan Yogyakarta dimulai bulan Agustus sampai dengan akhir Desember 2008.

B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan:

a) Sistem uji fungsi detektor:

1. Pembalik pulsa GM DN 900 2. Pencacah tipe 775

3. Pengatur waktu model 719 4. Sumber tegangan tinggi 5. Sumber tegangan rendah 6. Osiloskop

b) Sistem vakum pelapisan tabung dan pengisian gas c) Sistem alat las gelas dan pembentuk tabung gelas d) Alat pelacak kebocoran vakum

e) Hair dryer

2. Bahan yang digunakan: a) Gelas kaca lunak

(42)

25

b) Pipa Stainless steel c) Lem

d) Kawat fernico e) Kawat tungsten f) Sumber Cs137

g) Argon dan Alkohol

C. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ini secara singkat disajikan pada Gambar 3.1 :

mulai

Perencanaan

Pembuatan tabung detektor dan penutup

Perakitan Tabung Detektor

Pemasangan Anoda

Pemvakuman Proses Pengisian Gas Pengujian dan pengambilan data

Pembuatan Laporan

Selesai

Bocor Baik

(43)

D. Prosedur Kerja a. Persiapan bahan

1. Mempersiapkan pipa stainless steel 2. Mempersiapkan Lem

3. Mempersiapkan gelas kaca lunak 4. Mempersiapkan kawat fernico 5. Mempersiapkan kawat tungsten

b. Pembuatan Tabung Detektor

Tabung dibuat dari pipa stainless steel yang berdiameter 16 mm, panjang 120 mm, ketebalannya 0.4 mm. Tabung detektor dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2 Stainless Steel

c. Perakitan Komponen Detektor

Pertama-tama semua bagian-bagian detektor dicuci terlebih dahulu agar bersih dan selanjutnya dikeringkan. Memasang anoda di dalam detektor dan selanjutnya tabung detektor disambungkan dengan unit vakum dan siap divakumkan.

(44)

27

d. Pemasangan Anoda

1. Memotong kawat tungsten diameter 0,08 mm yang panjangnya disesuaikan dengan panjang tabung detektor

2. Memasang per dari bahan tungsten diameter 0,25 mm pada kawat tungsten tersebut diatas agar kawat anoda tetap lurus dan kuat terpasang pada tabung detektor.

3. Memberi pengait pada salah satu ujung kawat dengan potongan pipa gelas yang dipipihkan dengan tang pada saat dipanaskan, sedangkan ujung lain disambungkan ke salah satu ujung per.

4. Menyambung kawat fernico ke ujung lain dari per anoda. Kemudian memasukkan kawat anoda ketabung detektor dari salah satu ujung tabung sampai kawat fernico keluar dari ujung lainnya.

5. Memanaskan ujung tabung detektor agar anoda terpasang kuat pada tabung. 6. Tabung detektor Geiger-Mueller telah jadi dan siap disambungkan dengan

unit vakum dan pengisian gas.

e. Proses Pemvakuman Tabung

Proses pemvakuman tabung detektor Geiger Mueller diawali dengan penyambungan ke-unit vakum pengisian.

Proses pemvakuman:

1. Menghidupkan pompa rotari untuk pemvakuman detektor sampai pada tingkat kevakuman 10−3

(45)

2. Bila tingkat kevakuman sudah mencapai 10−3

torr guna pemvakuman yang lebih tinggi maka pompa difusi dijalankan sehingga kevakumannya dapat mencapai 10−5torr.

3. Untuk mengetahui tingkat kevakuman dapat dilihat pada vakum meter. 4. Melakukan cek kebocoran dengan menggunakan alat pelacak kebocoran

vakum.

5. Apabila tekanan vakum telah mencapai sekitar 2 x 10−5 torr, maka pemvakuman dihentikan dan detektor siap diisi dengan gas argon dan uap alkohol murni.

f. Pengisian Gas

Pengisian gas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Tabung detektor yang telah divakumkan diisi dengan uap alkohol murni dan gas argon dengan perbandingan 1 : 9. Pertama-tama diisi uap alkohol terlebih dahulu, kemudian diisi dengan gas argon pada tekanan 10 cmHg. 2. Untuk mengetahui perbandingan tekanan gas-gas tersebut diamati pada

manometer air raksa.

3. Setelah diisi tabung detektor dibiarkan beberapa saat agar gas-gas dalam tabung detektor tercampur homogen.

4. Dilakukan pengukuran karakteristik detektor dengan suatu sistem pencacah pulsa.

(46)

29

5. Apabila detektor memberikan sifat karakteristik yang baik maka detektor tersebut dapat diambil dan diputuskan dari sistem vakum. Apabila detektor tersebut tidak memberikan sifat karakteristik yang baik maka dilakukan pemvakuman dan pengisian kembali.

g. Pengujian Karakteristik Detektor

a) Merangkai peralatan sistem uji Detektor

Gambar 3.3 Rangkaian sistem uji Detektor Keterangan:

1. Sumber radioaktif 137Cs 10 μ Ci : sebagai sumber untuk pengujian detektor yang dibuat.

2. Detektor Geiger Mueller : sebagai transduser yang mengubah energi radiasi menjadi sinyal listrik.

3. Sumber tegangan tinggi : sebagai penyedia daya detektor Geiger-Mueller dengan jangkauan 0 sampai 3000 volt.

4. Sumber tegangan rendah : untuk mencatu daya pembalik pulsa, pengala dan pencacah sumber

5. Pembalik pulsa : sebagai pembalik pulsa keluaran detektor Geiger-Mueller.

(47)

6. Penampil : sebagai alat untuk menampilkan hasil pencacahan pulsa keluaran detektor Geiger Mueller.

7. Pengala : sebagai pembatas waktu pencacahan.

8. osciloskop : untuk menampilkan pulsa keluaran detektor Geiger-Mueller.

b) Menghidupkan semua sistem dan meletakkan sumber Cs137dengan jarak kurang lebih 2 cm.

c) Memberi tegangan rendah mulai dari nol sampai ada pulsa yang tercacah dengan cara menaikkan pelan-pelan pada alat pencacah.

d) Menentukan pengala tiap menit, agar terbaca cacah pulsa setiap menit (cpm). e) Mencatat hasil pengukuran sebanyak tiga kali untuk memperoleh data yang

baik.

f) Menaikkan tegangan tiap 25 volt. Penambahan tegangan Detektor dihentikan setelah terjadi kenaikkan cacah yang terlalu tinggi.

g) Dari data yang dihasilkan dibuat grafik hubungan antara tegangan dengan jumlah cacah per menit (cpm).

E. Metode Analisis Data

Data yang telah didapat pada penelitian ini adalah data uji fungsi detektor Geiger Mueller dengan memvariasikan tegangan (volt) terhadap perubahan cacah per menit, sehingga diperoleh daerah plateau/slope dan tegangan ambang.

Panjang plateau merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas detektor. Detektor Geiger Mueller yang baik harus memiliki plateau yang panjang

(48)

31

dan slope yang kecil. Daerah plateau detektor Geiger Mueller dihitung mulai dari tegangan ambang sampai pada batas permulaan tegangan yang menyebabkan terjadinya lucutan yang tak terkendali.

Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah persatuan waktu terhadap tegangan kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 3.4:

Gambar 3.4 Kurva antara jumlah cacah per menit Vs tegangan

Keterangan gambar:

A = tegangan awal (starting voltage) B = tegangan ambang (theshold voltage)

C = tegangan batas, dimulai timbul lucutan yang tak terkendali B-C = daerah plateau detektor

Mulai tegangan ambang inilah jumlah cacah yang terbaca tidak menunjukan perbedaan yang besar dan dapat dikatakan hampir sama. Bila tegangan diperbesar sampai melebihi C, maka jumlah cacah yang tercacat melonjak tinggi lucutan yang tak terkendali.

Detektor Geiger Mueller paling baik dioperasikan pada daerah plateau yang agak miring. Kemiringan plateau ini disebut slope. Detektor yang baik mempunyai slope kecil (< 10 % / 100 volt). Untuk menghitung

(49)

besarnya slope yang dinyatakan dalam % per 100 Volt dalam persamaan berikut: Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − ( 3.1 ) dimana:

= Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan = Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan = besar tegangan awal terjadinya plateau = besar tegangan batas akhir plateau

(50)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil karakterisasi dari tabung Geiger Mueller yang telah berhasil dibuat disajikan pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3, dan Tabel 4.4 atau Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4:

Tabel 4.1 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran Tegangan Cacah 1 Cacah 2 Cacah 3 Cacah rata-rata

1000 48 58 66 57±9 1025 94 94 90 92±2 1050 131 126 118 125±6 1075 1110 1055 1022 1062±40 1100 3894 3860 4027 3927±80 1125 3963 3916 4231 4036±100 1150 4187 4192 4273 4217±40 1175 4533 4468 4511 4504±30 1200 4639 4593 4646 4626±20 1225 4390 4626 4610 4542±100 1250 4976 4903 4919 4932±30 1275 4988 5033 4920 4980±50 1300 5093 5393 5173 5219±100 1325 5328 4986 4963 5092±200 1350 5053 5090 5044 5062±20 1375 5156 5088 5123 5122±30 1400 5701 5640 5553 5631±70

(51)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 Tegangan (volt) cac ah

Gambar 4.1Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Dari kurva dan data diatas bahwa daerah plateau dari detektor dengan sumber dimulai dari tegangan = 1100 Volt (pada cacah = 3927,00±80) sampai = 1375 Volt ( pada cacah = 5122±30) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − = 100% ) 100 )( 1100 1375 ( 3927) -(5122 x − = 4,34 % per 100 volt

(52)

35

Besarnya deviasi standar dari slope sebagai berikut:

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − Mis: S= V N N= N2- N1 = 5122-3927 = 1195 V= V2- V1 = 1375-1100= 275 volt SN= 2 2 ) ( ) ( 1 2 N N S S + = (30)2 +(80)2 = 10 73 S S= S 2 2 ) ( ) ( V S N SN + V = 4,34 2 )2 275 0 ( ) 1195 73 10 ( + = 0,30

(53)

Tabel 4.2 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Teg ( volt ) Cacah 1 Cacah 2 Cacah 3 Cacah rata-rata

1000 84 68 94 82±10 1025 150 124 126 133±10 1050 184 183 194 187±6 1075 991 974 976 980±9 1100 3112 3019 3045 3058±40 1125 3151 3246 3235 3210±50 1150 3319 3448 3447 3404±70 1175 3595 3605 3283 3494±100 1200 3430 3453 3426 3436±10 1225 3503 3490 3407 3466±50 1250 3491 3310 3279 3360±100 1275 3641 3517 3567 3575±60 1300 3833 3886 4015 3911±90 1325 3949 4205 4142 4098±100 1350 4269 4139 4224 4210±60 1375 4449 4388 4336 4391±50 1400 4535 4615 4382 4510±100 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 tegangan (Volt) ca ca h

Gambar 4.2 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Dari kurva dan data diatas bahwa daerah plateau dari detektor dengan sumber dimulai dari tegangan = 1100 Volt (pada cacah = 3058±40) sampai =

(54)

37

1375 Volt (pada cacah = 4391±50) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − = 100% ) 100 )( 1100 1375 ( 3058) -(4391 x − = 4,84 % per 100 volt

Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − Mis: S= V N N= N2- N1 = 4391-3058 = 1333 V= V2- V1 = 1375-1100= 275 volt SN= 2 2 ) ( ) ( 1 2 N N S S + = (50)2 +(40)2 = 10 41 S S= S 2 2 ) ( ) ( V S N SN + V = 4,84 2 )2 275 0 ( ) 1333 41 10 ( + = 0,20

(55)

Tabel 4.3 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Teg (Volt) cacah 1 cacah 2 cacah 3 cacah rata-rata

1000 15 18 25 19±5 1025 38 33 30 33±4 1050 57 50 41 49±8 1075 1096 1072 1039 1069±20 1100 2802 2775 2797 2791±10 1125 2848 2847 2866 2853±10 1150 2938 2863 2826 2875±50 1175 2976 2898 2866 2913±50 1200 2905 3030 3109 3014±100 1225 3236 3059 2998 3097±100 1250 3130 3047 2979 3052±70 1275 3192 3098 3233 3174±60 1300 3233 3117 3259 3203±70 1325 3196 3372 3511 3359±100 1350 3501 3472 3504 3492±10 1375 3461 3492 3621 3524±80 1400 4012 4011 4033 4018±10 -500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 Tegangan (Volt) Ca c a h

Gambar 4.3 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Dari kurva dan data diatas bahwa daerah plateau dari detektor dengan sumber dimulai dari tegangan = 1100 Volt (pada cacah = 2791±10) sampai

(56)

39

= 1375 Volt (pada cacah = 3524±80) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − = 100% ) 100 )( 1100 1375 ( 2791) -(3524 x − = 2,66 % per 100 volt

Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − Mis: S= V N N= N2- N1 = 3524-2791 = 733 V= V2- V1 = 1375-1100= 275 volt SN= 2 2 ) ( ) ( 1 2 N N S S + = (80)2 +(10)2 = 10 65 S S= S 2 2 ) ( ) ( V S N SN + V = 2,66 2 )2 275 0 ( ) 733 65 10 ( + = 0,20

(57)

Tabel 4.4 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Teg (Volt) cacah 1 cacah 2 cacah 3 cacah rata2

1000 43 40 39 40±2 1025 48 48 39 45±5 1050 62 59 68 63±4 1075 1222 1113 1151 1162±50 1100 2765 2695 2607 2689±70 1125 2732 2698 2673 2701±20 1150 2743 2768 2727 2746±20 1175 2795 2885 3062 2914±100 1200 2976 3101 3073 3050±60 1225 3210 3216 2972 3132±100 1250 2964 2913 2994 2957±40 1275 3101 3075 3078 3084±10 1300 3118 3110 3175 3134±30 1325 3230 3139 3253 3207±60 1350 3194 3268 3366 3276±80 1375 3480 3482 3404 3455±40 1400 3494 3633 3540 3555±70 -500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 Tegangan (Volt) Ca c a h

Gambar 4.4 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran

Dari kurva dan data diatas bahwa daerah plateau dari detektor dengan sumber dimulai dari tegangan = 1100 Volt (pada cacah = 2689±70) sampai = 1375 Volt (pada cacah = 3455±40) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :

(58)

41 Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − = 100% ) 100 )( 1100 1375 ( 2689) -(3455 x − = 2,78 % per 100 volt

Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:

Slope = 100% ) 100 )( ( ) ( 1 2 1 2 x V V N N − − Mis: S= V N N= N2- N1 = 3455-2689 = 766 V= V2- V1 = 1375-1100= 275 volt SN= ( )2 ( )2 1 2 N N S S + = 2 2 ) 70 ( ) 40 ( + = 10 65 S S= S 2 2 ) ( ) ( V S N SN + V = 2,78 2 )2 275 0 ( ) 766 65 10 ( + = 0,20

(59)

B. Pembahasan

1. Pembuatan Detektor

Proses perakitan komponen detektor memerlukan kecermatan dan juga faktor kebersihan. Kecermatan diperlukan pada pemasangan anoda dan proses pengeleman. Pemasangan anoda yang baik adalah jika anoda terpasang tepat pada poros tabung.

Proses penghampaan bertujuan menghilangkan atau menekan sedikit mungkin unsur-unsur lain di dalam tabung detektor dan diharapkan setelah diisi gas hanya gas isian yang ada di dalam tabung. Untuk mendapatkan hal tersebut, tekanan vakum sangat berpengaruh pada karakteristik detektor. Kevakuman yang dicapai harus tinggi agar sisa-sisa molekul gas yang terdapat dalam tabung detektor semakin kecil atau menjaga kemurnian gas dalam tabung sehingga unsur udara di dalam tabung benar-benar tidak ada. Menjaga kemurnian gas sangat penting, agar pada saat pengisian dan pencampuran gas argon dengan uap alkohol tidak tercampur dengan gas lain. Tingkat kevakuman akhir yang dicapai pada pompa hanya 2 x 10−5 torr. Hal ini disebabkan karena pompa hanya mampu bekerja pada tingkat kevakuman tersebut. Tidak adanya kebocoran dalam sistem vakum sangat menentukan keberhasilan tersebut. Pelacakan untuk mencari ada tidaknya kebocoran pada saat proses penghampaan perlu dilakukan secara periodik. Bila ada kebocoran pada rangkaian vakum, berkas muatan yang tampak seperti berkas api berbentuk benang yang akan terkumpul pada titik kebocoran. Kebocoran sistem vakum disebabkan karena banyaknya sambungan dari sistem

(60)

43

vakum ke tabung detektor yang kurang rapat sehingga molekul gas yang ada diluar masuk.

Proses pemvakuman awal dilakukan dengan menghidupkan pompa rotari hingga mencapai tekanan 10−3torr. Ketika proses pemvakuman awal tersebut, katub dan kran yang menghubungkan pompa difusi dan tabung detektor dibuka dan katub utama pompa difusi ditutup. Sistem pemanas minyak difusi dan pendingin pompa difusi dihidupkan juga. Setelah itu dilakukan pemvakuman lanjutan yaitu dengan menutup katub pas tabung detektor dengan pompa rotari dan membuka katub utama pompa difusi.

Kemudiaan dalam pengisian gas, yang digunakan adalah argon dan uap alkohol dengan perbandingan 90 : 10 . Tekanan yang dilakukan pada tekanan 10 cmHg. Gas pertama yang diisi terlebih dahulu adalah uap alkohol, karena tekanan uap alkohol yang diperlukan mempunyai tekanan yang sangat rendah (0.1 cmHg). Selanjutnya gas mulia yang diisikan yaitu argon dengan tekanan 0.9 cmHg. Ketika antara argon dan uap alkohol tercampur secara homogen maka detektor siap diuji karakterisasinya.

2. Karakteritik Detektor

Pengujian detektor ini dilakukan untuk mengetahui apakah detektor yang dibuat memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi terhadap radiasi dan memiliki daerah plateau dan slope yang baik. Pada proses pengujian, detektor digunakan untuk mencacah radiasi sinar γ . Pencacahan dilakukan tanpa sumber radiasi dan dengan menggunakan sumber radiasi, dalam interval waktu 1 menit

(61)

dengan penambahan tegangan setiap 25 volt. Sumber radiasi yang digunakan dalam pengujian dan pengambilan data penelitian ini adalah Cs137.

Hasil Pengujian Detektor

Dari data berdasarkan Gambar 4.1, pada tegangan antara 0-1000 volt menunjukkan daerah rekombinasi karena pada daerah ini cacah radiasi sama dengan nol, ion positif dan negatif yang terbentuk akan bergabung kembali, pada daerah ini, sinyal keluaran sangat lemah.

Pada tegangan antara 1000-1050 volt merupakan daerah ionisasi karena di daerah ini cacah mulai ada meskipun kecil. Elektron akan bergerak menuju anoda, dengan mendapat tambahan energi kinetik dari medan listrik yang ada. Karena energinya cukup, maka elektron akan berhasil mencapai anoda, tetapi belum mampu menimbulkan ionisasi sekunder pada molekul gas yang dilaluinya. Oleh karena itu elektron-elektron yang mencapai anoda hanyalah elektron-elektron primer.

Pada tegangan antara 1050-1100 volt menunjukkan daerah proporsional karena di daerah ini cacah naik dengan begitu pesat dan tegangan cukup kuat sehingga terbentuk ionisasi sekunder. Elektron hasil ionisasi sekunder ini menuju ke anoda juga, sehingga jumlah elektron yang sampai anoda bertambah.

Pada tegangan antara 1100-1375 volt menunjukkan daerah Geiger Mueller karena di daerah ini cacah hampir sama (konstan) dan bila tegangan dinaikkan lagi, elektron-elektron dipercepat, sehingga terjadi proses ionisasi tersier. Jumlah elektron tidak lagi tergantung kepada energi dan jenis radiasi yang datang, melainkan tergantung pada intensitas sumber radiasi.

(62)

45

Pada tegangan 1375 volt dan seterusnya menunjukkan daerah kritis karena di daerah ini cacah naik begitu pesat dan apabila tegangan terus dinaikkan akan terjadi lucutan listrik secara terus menerus (continous discharge) dalam tabung gas dan akibatnya detektor menjadi rusak.

Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.1 menggunakan persamaan 2.9 diperoleh tingkat kemiringan (slope) sebesar ( 4,34± 0,30) % per 100 Volt.

Begitu juga pada Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 pada tegangan 0-1000 volt merupakan daerah rekombinasi, pada tegangan 1000-1050 volt merupakan daerah ionisasi, pada tegangan 1050-1100 volt merupakan daerah proporsional, pada tegangan 1100-1375 volt merupakan daerah Geiger Mueller atau plateau dan pada tegangan 1375 volt seterusnya merupakan daerah kritis.

Dengan hasil perhitungan pada Tabel 4.2 diperoleh slope sebesar (4,84± 0,20) % per 100 volt, hasil perhitungan pada Tabel 4.3 diperoleh slope sebesar (2,66± 0,20) % per 100 volt dan dari hasil perhitungan pada Tabel 4.4 diperoleh slope sebesar (2,78± 0,20) % per 100 volt.

Dari Gambar 4.1,Gambar 4.2,Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 pada daerah plateau-nya ternyata tidak terjadi pergeseran selama 4 hari penelitian yaitu pada tegangan antara 1100-1375 volt dari sumber radiasi yang sama. Dari keempat gambar di atas melalui hasil pengujian dan analisis dapat disimpulkan bahwa Gambar 4.3 merupakan hasil yang terbaik karena mempunyai nilai slope yang kecil yaitu (2,66± 0,20) % per 100 Volt.

(63)

46

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembuatan dan pengujian karakteristik Detektor Geiger Mueller dengan gas isian argon alkohol dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Telah dibuat detektor Geiger Mueller tipe jendela samping yang berdiameter 16 mm, panjang 120 mm, tebal 0,4 mm, dengan bahan stainless steel ber- density

thickness 30 mg/cm 2. Pada detektor tersebut dinding jendela sama juga sebagai katoda sehingga tidak perlu dipasang pelapisan bahan katoda.

2. Dari hasil pengujian detektor Geiger-Muller yang menggunakan stainless steel memiliki karakteristik:

• Pada hari pertama tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang

plateau 275 volt dan slope sebesar ( 4,34± 0,30) % per 100 Volt

ditujukkan pada Gambar 4.1.

• Pada hari kedua tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang plateau 275 volt dan slope sebesar (4,84± 0,20) % per 100 volt ditujukkan pada Gambar 4.2.

• Pada hari ketiga tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang plateau 275 volt dan slope sebesar (2,66± 0,20) % per 100 volt ditujukkan pada Gambar 4.3.

(64)

47 • Pada hari keempat tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang

plateau 275 volt dan slope sebesar (2,66± 0,20) % per 100 volt ditujukkan pada Gambar 4.4.

3. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada detektor tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan detektor dinyatakan berhasil, terlihat dari panjang plateau yang lebih dari 200 volt dan slope yang kurang dari 10% per 100 volt.

B. Saran

Untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan perbaikan dan pembaruan pada sistem perangkat alat pembuat detektor, seperti pada saluran pipa-pipa pemvakuman dan pengisian gas, kran sambungan dan pompa vakum agar diperoleh kualitas suatu detektor yang lebih baik dan perlu dijaga kebersihan dalam pembuatan tabung sehingga vakum yang diperoleh mencapai kevakuman tingkat tinggi.

(65)

Elwavi., 2008, Pembuatan Detektor Geiger Muller Tipe Side Window Gas isian Argon-Alkohol, Skripsi FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Fenyves. E and O. Haiman., 1969, The Physical Principles of Nuclear Radiation

Measurements, Akademiai Kiado Budhapest.

Isaacs, Alan., A Concise Dictionary of Physiscs. Diterjemahkan oleh Ir. J. Danusantoso, M.Sc dengan judul Kamus lengkap Fisika, Erlangga, 1995.

Knoll, Glenn F., 1979, Radiation Detection Measurement, John Willey and Sons, New York.

Krane, Kenneth S., Modern Physics. Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik dengan judul Fisika Modern, UI-Press, Jakarta, 1992.

Price, William J., 1964, Nuclear Radiation Detection, Mc Graw-Hill Book Company.

Sarwono, Agung. 2009. Penentuan Faktor Koreksi Dinding Katoda Dalam Rancang Bangun Detektor Geiger Mueller, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Sayono., 1991, Pembuatan Detektor Geiger Muller tipe Jendela Samping dengan Gas

(66)

49

Sudoyo, Peter., 2001, Azas-azas Ilmu Fisika jilid 4 Fisika Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tsoulfanidis, Nicholas., 1983, Measurements and Detection of Radiation, Hemispere Publising Corparation, New York.

Wiyatmo, Yusman., 2006, Fisika Nuklir Dalam Telaah Semiklasik dan Kuantum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Gambar 2.1 Grafik Nomor Neutron N Terhadap Nomor Atom Z.
Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Detektor Isian Gas (Tsoulfanidis, 1983: 68)
Gambar 2.3 Terjadinya efek fotolistrik
Gambar 2.4 Terjadinya hamburan Compton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan partikel nanokomposit ZnO-silika yang diaplikasi sebagai bahan fotokatalis dalam mendegradasi senyawa organik.... TUJUAN

5. Kerusakan hasil hutan akibat perbuatan manusia, gangguan hama dan penyakit serta daya alam. Keberhasilan pembangunan dibidang kehutanan tidak saja ditentukan oleh aparatur yang

Berdasarkan pembahasan pada analisis kualitas guru pendidikan jasmani dilihat dari kompetensi profesional peneliti menyimpulkan bahwa kedua subjek pada penelitian

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 263 Dokumen Perencanaan pembangunan Daerah RPJPD merupakan penjabaran dari visi, misi, arah kebijakan, dan sasaran pokok

Sedangkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti kepada guru menunjukkan bahwa benar guru telah melakukan pembelajaran menggambar motif batik pada siswa kelas VIII

Pada penelitian ini hidroksiapatit diperoleh dari tulang sapi, karena tulang sapi mengandung komposisi anorganik yang terdiri dari 93% hidroksiapatit [6].. Kolagen

Tetapi bila konsentrasi bahan pencemar dalam limbah lebih besar dari konsentrasi bahan pencemar dalam badan penerima (kemungkinan juga tidak ada), maka konsentrasi bahan