• Tidak ada hasil yang ditemukan

A 36 years Pregnant Woman in 35 weeks of Gestation with Placenta Previa and Transversal Fetus Position

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A 36 years Pregnant Woman in 35 weeks of Gestation with Placenta Previa and Transversal Fetus Position"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Wanita Usia 36 Tahun, Hamil 35 Minggu dengan Plasenta Previa dan Janin

Letak Lintang

Vira Weldimira

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak: Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uterus internum. Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3 % sampai 4 % dari semua persalinan. Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5 % dari seluruh kelahiran. Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak dari seluruh kasus perdarahan antepartum. Studi ini merupakan laporan kasus dari seorang ibu hamil, 36 tahun, G3P2A0 35 minggu, datang dengan keluhan keluar darah pervaginam tanpa disertai rasa nyeri dan kelainan letak janin. Pada pemeriksaan fisik obstetri, didapatkan bahwa hasil inspeksi terdapat keluar darah pervaginam, hasil palpasi terdapat janin letak lintang, hasil inspekulo terdapat fluxus keluar dari ostium uterus eksterna. Pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 7,8 g/dl. Oleh karena itu, pasien ini didagnosis dengan plasenta previa totalis dan janin letak lintang. Penatalaksanaan pasien ini yaitu dibutuhkan penanganan aktif. Kata kunci: letak lintang, plasenta previa

A 36 years Pregnant Woman in 35 weeks of Gestation with Placenta Previa

and Transversal Fetus Position

Abstract Placenta previa is the implantation of the placenta in the lower segment of the uterusso that it covers the whole or in part from uteri internum ostium. Antepartum haemorrhage frequencyis about 3 % to 4 % of all births. The incidence of placenta previa varies between 0.3-0.5 % of all births. From all cases of placenta previa, antepartum haemorrhage is the most common cause. This studyis acase report of a pregnant woman, 36 years old, G3P2A0 35 weeks, present with painless vaginal bleeding and abnormality position of fetus. On physical examination obstetrics, it is found that the results of the inspection are vaginal bleeding, from palpation,it is found transversal fetus position, from inspekulo results, there was fluxus cameout from uterus externum ostium. From supporting examination, itis found Hb levels was 7.8 g/dl. Therefore, these patients’ diagnosis was placenta previa totalis and transversal fetus position. Management ofthese patients is active treatment. Keywords: placenta previa, transversal fetus position Korespondensi: Vira Weldimira, S.Ked, e-mail eldhy_06@yahoo.co.id

Pendahuluan

Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.1 Perdarahan antepartum digolongkan

sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusio plasenta, perdarahan pada plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa.1

Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3 % sampai 4 % dari semua persalinan. Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5 % dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.2,3

Kasus

Pasien Ibu hamil, G3P2A0, usia 36 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek tanggal 28 November 2014 dengan keluhan pasien mengeluarkan darah dari kemaluan sebanyak 3x ganti pembalut sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluarnya darah tidak disertai rasa sakit dan berwarna merah segar.Gejala seperti mulas yang menjalar kepinggang hilang timbul dan semakin lama semakin sering serta kuat tidak dirasakan pasien. Keluar air-air dari kemaluan pun disangkal. Pasien pernah melakukan Ante

Natal Care di bidan dan dinyatakan letak

lintang. Pasien memiliki riwayat diurut di bagian perut. Usia kehamilan pasien adalah 35 minggu dengan gerakan janin yang masih dapat dirasakan.

(2)

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 37 0C, konjungtiva

anemis. Pemeriksaan fisik obstetri didapatkan, TFU (Tinggi Fundus Uteri) yaitu 30 cm dari simfisis pubis, pada leopold I tidak teraba bagian janin pada fundus uteri, pada leopold II letak melintang teraba balotemen kepala pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain, padaleopold III dan IV tidak teraba bagian janin pada bawah uteri, auskultasi denyut jantung janin 145 x/menit. Pemeriksaan dalam dilakukan inspeksi portio livide, ostium uterus eksterna tertutup, dan

fluxus (+). Pemeriksaan colok vagina tidak

dilakukan.

Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan nilai hemoglobin 7,8 g/dL, leukosit 8.800/uL hematokrit 25 %.

Pembahasan

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uterus interna.Klasifikasi plasenta previa yaitu plasenta previa totalis, plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis, plasenta previa letak rendah.3

Pasien ini didiagnosis dengan Plasenta previa totalis dengan janin letak lintang. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.3 Penyebab blastotika

berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan pasti. Implantasi mungkin dipengaruhi oleh: abnormalitas vaskularisasi pada endometrium, ovulasi terlambat, trauma endometrium sebelumnya, plasenta yang terlalu besar pada kehamilan ganda, pembedahan pada uterus sebelumnya (bedah sesar, miomektomi), paritas tinggi, dan usia > 35 tahun.4

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus) dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada

kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.5,6

Penyebab letak lintang adalah (1) dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung akibat multipara dapatmenyebabkan uterus jatuh ke depan. Hal ini mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga terjadi posisi oblik atau melintang, (2) pada janin prematur letak janin belum menetap, perputaran janin sehingga menyebabkan letak memanjang, (3) dengan adanya plasenta atau tumor di jalan lahir maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, (4) cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar, (5) bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat masuk ke dalam panggul (engagement) sehingga dapat mengakibatkan sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, dan (6) bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.3

Berdasarkan faktor risiko yang sudah disebutkan diatas, pasien ini memiliki paritas yang tinggi yaitu kehamilan ketiga dengan usia > 35 tahun. Kemudian karena terjadi kelainan letak plasenta, maka diikuti dengan kelainan letak janin.

Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun, beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi plasenta abnormal yang sedang berkembang tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa disertai nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Darah berwarna merah segar. Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras sehingga menimbulkan kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun kemudian kambuh.7,8,9,10

Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi ostium serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai. Perdarahan ini dapat

(3)

bervariasi dari ringan sampai berat dan secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta.7,8,9,10 Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas ostium uteri interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium uteri interna akan menyebabkan robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat-serat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang robek.7,8,9,10

Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat berlanjut setelah plasenta dilahirkan, karena segmen bawah uterus lebih rentan mengalami gangguan kontraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah pengeluaran plasenta yang agak melekat secara manual.11,12

Pada kasus ini, pasien mengalami keluar darah dari kemaluan tanpa disertai rasa nyeri dan berwarna merah segar, hal ini disebabkan karena pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar

(effacement) dan membuka (dilatation) ada

bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta.

Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable

bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif

dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan

kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta, dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri

(pain-less).13,14

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sectio caesarea. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensi plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.13

Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis plasenta previa yaitu:14

a. Inspeksi: terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar. b. Palpasi abdomen: janin sering belum

cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah; Sering disertai kesalahan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.

c. Inspekulo: dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.

d. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO), karena dengan pemeriksaan dalam akan

(4)

menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.

Sedangkan untuk pemeriksaan penunjangnya yaitu plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan ultrasonografi (USG) abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.15

Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil inspeksi terdapat keluarnya darah pervaginam, dari hasil palpasi terdapat kesalahan letak janin, dalam hal ini letak janin didapatkan letak lintang, kemudian dari hasil inspekulo, terdapat fluxus (darah) yang keluar dari OUE, sedangkan vaginal toucher tidak dilakukan karena akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras. Jika ingin dilakukan harus dengan PDMO seperti yang dijelaskan di atas. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar hemoglobin, dimana pada pasien ini didapatkan hasil 7,8 g/dL yang berarti terjadi anemia akibat perdarahan.

Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah.16

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada: Keadaan umum

pasien, kadarHb, jumlah perdarahan yang terjadi, umur kehamilan/taksiran BB janin, jenis plasenta previa, paritas dan kemajuan persalinan.

Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu penanganan

pasif/ekspektatif dan penanganan aktif.

17,18,19,20 Penangan pasif. Dahulu ada anggapan

bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut: perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal dan untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas.

Kriteria penanganan ekspektatif: umur kehamilan kurang dari 37 minggu, perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih.

Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan untuk meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal adalah transfusi untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah usia kehamilan 36 minggu, penambahan maturasi paru-paru janin dipertimbangkan dengan beratnya resiko perdarahan mayor.21

Kemungkinan terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan Intra

Uterine Growth Retardation (IUGR) harus

dipertimbangkan. Sekitar 75 % kasus plasenta previa diterminasi pada umur kehamilan 36-38 minggu.21

Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes maturasi janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran pertumbuhan janin dengan ultrasonografi. Penderita dengan umur kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason (2x12 mg intramuskular) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan data evidence based

medicine didapatkan pemakaian preparat

ganda steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya bagi ibu dan bayi.21,22,23.

Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan ulang.22

Penanganan aktif atau terminasi kehamilan.14 Terminasi kehamilan dilakukan

jika janin yang dikandung telah matur, IUFD(Intra Uterine Fetal Death) atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat

(5)

mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak.

Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:18 umur kehamilan ≥ 37 minggu, BB

janin ≥ 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda persalinan, dan keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr %.

Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat plasenta previa, dan paritas.

Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan sectio caesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Sectio

caesarea bertujuan mengangkat sumber

perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.3

Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk sectio caesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk sectio caesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak sectio caesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul, maka sectio caesarea harus dilakukan.3

Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun sectiocaesarea sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, sectiocaesarea masih lebih aman dibanding persalinan pervaginam untuk

semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis.

Sectiocaesarea pada multigravida yang telah

mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya.14

Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan kehilangan darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia. Tindakan sectio caesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, sectio

caesarea juga dilakukan pada plasenta previa

walaupun anak sudah mati.14

Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan sudah tepat yakni dengan pemberian tokolitik untuk mencegah kontraksi dari uterus agar tidak terjadi perdarahan. Indeks tokolitik pada pasien ini adalah 2 yang artinya tidak ada kontraindikasi. Obat tokolitik yang digunakan adalah nifedipin dengan dosis 4x10 mg. Nifedipin bekerja dengan cara blokade channel kalsium voltage-dependent pada sel miometrium, sehingga menyebabkan penurunan jumlah ion kalsium intrasel. Nifedipin berperan sebagai antagonis kalsium dengan menghambat influks langsung kalsium ke miosit dan melepaskan kalsium intraselular. Keseluruhan mekanisme selular ini berakibat pada berkurangnya interaksi aktin miosin dan relaksasi sel miometrium. Penggunaan nifedipin ini dilaporkan memiliki efek samping maternal yang lebih dapat ditoleransi dan efek samping janin yang lebih sedikit.24

Tindakan terhadap kehamilan pasien pada kasus ini sudah tepat yaitu terminasi perabdominam dengan tindakan sectio

caesarea karena walaupun usia kehamilan <37

minggu namun terdapat salah satu kriteria aktif yaitu kadar Hb ibu 7,8 g/dL dan pada pasien ini didapatkan plasenta previa totalis dan letak lintang sehingga tidak memungkinkan terminasi pervaginam.

(6)

Simpulan

Penegakan diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu Plasenta Previa Totalis dengan Janin letak lintang. Faktor risiko terjadinya plasenta previa totalis adalah multiparitas sedangkan terjadinya janin letak lintang yaitu selain multiparitas juga karena kelainan letak plasenta. Penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Pada kasus ini, dilakukan tindakan sectio

caesarea atas indikasi plasenta previa totalis

disertai letak lintang.

Daftar Pustaka

1. Manuaba IBG. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; 2010. hlm. 253-7.

2. Sastrawinata S. Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005. hlm. 83-91.

3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hlm. 495-502. 4. Chalik TMA. Perdarahan pada kehamilan

lanjut dan persalinan. Dalam: Saiffudin A B, Rachimadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. hlm. 492-521. 5. Cunningham, FC, Gant NF, Leveno KJ,

Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Placenta previa. Dalam: William Obstetrics. Edisi ke-23. New York: Mc Graw Hill; 2005. hlm. 809-54.

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3, jilid pertama. Jakarta: Media Auesculapius FKUI; 2001.

7. Maharani I. Hubungan kadar hemoglobin dengan perdarahan antepartum dengan skor apgar [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012.

8. Martaadiseobrata D, Wijayanegara H. Obstetri patologi. Jakarta: EGC; 2005. 9. Miller DA, Chollet JA, Goodwin TM.

Clinical risk factors for placenta praevia -placenta accreta. Am J Obstet Gynecol. 2009; 177(1):210-4.

10. Rosaningtyas. Hubungan antara paritas dengan plasenta previa di rumah sakit umum daerah sunan kalijaga demak

[skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.

11. Abdat AU. Hubungan antara paritas ibu dengan kejadian plasenta previa di rumah sakit dr. moewardi surakarta. Surakarta [skripsi]. Solo: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010.

12. Bahar A, Abusham A, Eskandar A, Sobande A, Alsunaidi M. Risk factors and pregnancy outcome in different types of placenta previa. J. Obstet Gynaecol Can. 2009; 31(2):126-31. 13. Hacker N, Moore JG, Gambone J.

Antepartum haemorrhage. Dalam: Essentials of Obstetrics and Gynecology edisi ke-4. United States: Elsevier; 2004. hlm. 121-8.

14. Oppenheimer L, Armson A, Farine D, Keenan-Lindsay L, Morin V, Pressey T, et al. Diagnosis and management of placenta previa. J Obstet Gynaecol Can 2007; 29(3):261-6.

15. Chou MM, Ho ESC, Lee YH. Prenatal Diagnosis of placenta previa accreta by transabdominal color doppler ultrasound. Ultrasound Obstet Gynaecol. 2000; 15(1):28-35.

16. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F. Pendarahan antepartum. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2005. hlm. 91-8.

17. Chang YL, Chang SD, Cheng PJ. Perinatal outcome in patiets with abruption plcenta with and without antepartum hemorrhage. Int J Gynaecol Obstet. 2001; 75;193.

18. Clark SL. Placentae previa and abruptio placentae. Dalam: Creasy RK, Resnik R, eds. Maternal Fetal Medicine. Edisi ke-5. Philadelphia: Wb Saunders; 2004. hlm. 715.

19. DeCherney AH, Nathan L. Third Trimester bleeding. Dalam: Current obstetrics and gynecologic diagnosis and treatment. New York: Mcgraw hill Companies; 2003.

20. Vorvick L. Placenta previa. National Library Medicine [internet]. 2011 [diakses tanggal 13 mei 2015]. Tersedia

(7)

dari:http://www.nlm.nih.gov/medlinepl us/ency/article/000900.html

21. Rudra A, Chatterjee S, Sengupta S, Wankhede R, Nandi B, Maitra G, et al. Management of obstetric hemmorrhage. Middle East J anesth. 2010; 20(4).

22. Ohio State University. Plasenta previa [internet]. 2003 [diakses tanggal 12 Mei 2015]. Tersedia dari: http:// medicalcenter.osu.edu/patientEd/mate

rials/PDFDocs/women-in/pregnancy/placenta.pdf

23. Hanafiah TM. Plasenta previa. Jurnal USU [internet]. 2004 [diakses tanggal 12 Mei 2015]. Tersedia dari: http://www.library.usu.ac.id/download /fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf

24. Pryde PG, Besinger RE, Gianopoulos JG, Mittendorf R. Adverse and beneficial effects of tocolytic Therapy. Seminars in Perinatology. 2001; 25:316-40.

Referensi

Dokumen terkait

langsung mempunyai pengaruh yang dominan terhadap semangat kerja karyawan. Berdasarkan studi lapangan dan wawancara awal dengan pemilik PT. Vermindo Utama bahwa

Beberapa persolan khusus yang dimaksud adalah berkaitan dengan hambatan dan kesulitan siswa tertentu dalam ketuntasan kompetensi pembelajaran apresiasi sastra dalam

Bahwa keinginan Pemohon untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Bupati menjadi hilang karena adanya aturan dalam Pasal 7 huruf g dan Pasal 45 ayat (2) huruf k UU Nomor 8 Tahun

makaian kain flanel mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan em- pat mamm kain lainnya khususnya kekuatan rekat pada arah membujur, tetapi sebalik untuk kulit

ANALISA KEKUATAN IMPAK CONCRETE FOAM DENGAN VARIASI KOMPOSISI POLIURETAN YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT.. AKIBAT IMPAK

Sehingga interpretant yang didapat menunjukan adanya keinginan produk untuk mendomiansi sesuatu (pasar) terutama tanda indeks yang berupa konstruksi latar belakang yang

Kita dapat mengembangkan lebih jauh lagi kritik teori tenaga kerja tentang teori nilai berbasis utilitas untuk menunjukkan bahwa faktor produksi dan konsep terkait

Upaya pengamanan fisik tanah aset daerah pada kawasan lindung Pamurbaya di Kecamatan Rungkut Surabaya dilakukan dengan 3 cara, sedangkan pengamanan fisik pada tanah