• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

YULIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

YULIA. Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA dan NETTI TINAPRILLA.

Pengembangan subsektor peternakan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat memberikan peran nyata bagi pembangunan Kabupaten Agam. Kabupaten Agam dalam mengimplementasikan otonomi daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimiliki Kabupaten Agam pada subsektor peternakan diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Daerah Regional Bruto yang menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan Kabupaten Agam serta menyusun rancangan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan yang tepat dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten Agam.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Agam. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan Desember 2014 sampai dengan Maret 2015. Penelitian ini menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share, dan Analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT dan QSPM diperoleh beberapa alternatif-alternatif strategi yang kemudian dirumuskan kedalam beberapa program dan selanjutnya dipetakan kedalam gambar arsitektur strategik.

Berdasarkan hasil analisis LQ subsektor peternakan di Kabupaten Agam merupakan komoditi basis. Nilai LQ subsektor peternakan pada tahun 2011-2013 adalah 1.43 1.47 dan 1.46. Ditingkat kecamatan subsektor peternakan menjadi basis hampir disetiap kecamatan, kecuali Kecamatan Tanjung Mutiara, Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan Malalak, Kecamatan Sungai pua, dan Kecamatan Palembayan. Surplus pendapatan peternakan Kabupaten Agam pada tahun 2013 adalah sebesar Rp3 467.44 juta. Ditingkat kecamatan surplus pendapatan peternakan terbesar adalah Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Baso dan Kecamatan Lubuk Basung. Sedangkan yang memiliki surplus pertumbuhan negatif terbesar adalah Kecamatan Ampek Angkek dan Kecamatan Palembayan. Nilai kousien lokalisasi subsektor peternakan adalah sebesar 0.01 hal ini berarti subsektor peternakan memiliki pola yang menyebar. Sektor basis hanya menjadi penerimaan potensial dan merupakan aset bagi wilayah, sehingga peternakan perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi guna pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Pertumbuhan proporsional subsektor peternakan Kabupaten Agam antara tahun 2009-2013 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 10.72 persen. Pertumbuhan pangsa wilayah pada periode yang sama mengalami peningkatan sebesar 2.33 persen, walaupun subsektor peternakan mengalami pertumbuhan yang lambat/negatif.

(5)

peternak. Peluang yang ada untuk pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Agam terdiri dari lima faktor yaitu potensi pasar, otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi, tuntutan keamanan produk (ASUH) dan ketersediaan kredit. Ancaman yang dihadapi adalah fluktuasi harga, tingkat inflasi, kejadian penyakit ternak, pengaruh global dan sosial budaya masyarakat.

Strengths-Opportunities (S-O) yaitu pengembangan serta pembinaan di setiap wilayah berdasarkan potensi yang ada; Strategi Strengths-Threats (S-T) adalah pengoptimalan dalam pengamanan sumberdaya lokal yang ada; Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O) yakni pembinaan, penerapan dan pengembangan teknologi yang tepat guna dan meningkatkan pembinaan dan pengembangan SDM peternak; dan Strategi Weaknesses-Threats (W-T) dilakukan dengan cara membentuk dan mengembangkan sistem kerja sama/bermitra yang lebih luas dan saling menguntungkan serta melakukan pemeriksaan kesehatan ternak secara berkelanjutan dan pencegahan penyakit hewan.

Berdasarkan hasil analisis QSPM diperoleh beberapa prioritas alternatif strategi dalam pengembangan subsektor peternakan dalam pembangunan sebagai berikut (1) Pengembangan subsektor peternakan serta pembinaan di setiap wilayah berdasarkan potensi yang ada (2) Meningkatkan pembinaan dan pengembangan sumber daya peternak (3) Membentuk dan mengembangkan sistem kerja kerja/bermitra yang lebih luas dan saling menguntungkan (4) Melakukan pemeriksaan kesehatan ternak secara berkelanjutan dan pencegahan penyakit hewan (5) Pembinaan, penerapan dan pengembangan teknologi yang tepat guna dan (6) Pengoptimalan dalam pengamanan sumberdaya lokal yang ada. Kata kunci: analisis LQ, analisis Shift share, QSPM, strategi pengembangan,

(6)

YULIA. Role and Strategy of Animal Husbandry Subsector Development in Agam District Economic Development. Supervised by LUKMAN M BAGA and NETTI TINAPRILLA.

Animal husbandry subsector development is expected to enhance economic development by increasing public income and welfare, so it can give real contribution in Agam District development. In implementing regional autonomy,

Agam District is trying to utilize its potentials. The Agam District’s potency in

animal husbandry subsector is expected to increase Gross Regional Income which serves as an indicator of welfare improvement. This research aims to analyze the potency and role of animal husbandry subsector in Agam District development and also formulate a proper alternative strategy in animal husbandry subsector

development in order to increase the subsector’s role in Agam District.

Study area was Agam District. Data collection was done in December 2014 until March 2015. This research used Location Quotient (LQ) analysis, Shift Share analysis, and Development Strategy analysis using SWOT and QSPM, there were some alternative strategy’s that could be formulated into the programs, and they were mapped into strategic architecture portrait.

Based on LQ analysis, animal husbandry subsector in Agam District was a basic commodity. The LQ value in 2011-2013 was 1.43 1.47 and 1.46. At sub-district level, the subsector was basic in almost all sub-sub-districts, except in Tanjung Mutiara, Tanjung Raya, Malalak, Sungai Pua, and Palembayan sub-districts. The subsector income surplus in Agam District in 2013 was Rp3 467.44 million. At sub-district level, the biggest surplus were in Tilatang Kamang, Baso and Lubuk Basung sub-districts, while the biggest negative growth surplus were in Ampek Angkek and Palembayan sub-districts. Quotient value of animal husbandry subsector localization was 0.01 which means that the subsector has spread pattern. Basic sector only became potential revenue and asset to the region, thus animal husbandry needs to be maintained and developed more in order to afford a sustainable development.

Proportional growth of Agam District’s animal husbandry subsector in 2009-2013 has 10.3 percent negative growth. Regional segment growth in the same period showed a 2.33 percent increase, even thought the animal husbandry subsector had a slow/negative growth.

Agam District has strengths in animal husbandry development consisted of four factors which are animal husbandry economic basis, natural resources potential, government policy, and marketing ability. Weaknesses in this subsector are farmer human resources, farm divergence, technology adoption, business venture ability, infrastructure availability, and farmer motivation. Opportunities for development consist of five factors which are market potential, regional autonomy, economic growth, product security demand (ASUH), and credit availability. Threats encountered are price fluctuation, inflation rate, livestock disease occurrence, global influence, and society socio-culture.

(7)

strategies are management, implementation, and development of effective technology and enhanced farmer human resources management and development; and Weaknesses-Threats (W-T) strategy is done by creating and developing broader and mutually-beneficial cooperation/partnership system, plus having

regular livestock’s health check-ups and animal disease control.

Based of QSPM analysis result, alternative strategy’s priorities for animal husbandry development are (1) Developing and managing of animal husbandry subsector in each region based on available potencies (2) Enhancing management and development of farmer human resources (3) Creating and developing broader and mutually beneficial cooperation/partnership system (4) Having regular

livestock’s health check-up and animal disease control (5) Managing, implementing, and developing effective technologies (6) Optimizing available local resources security.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam Sumatera Barat Nama : Yulia

NIM : H351130341

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Lukman M Baga, MAEc Ketua

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Mayor Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 06 November 2015

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam Sumatera Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Manajemen dan Ibuk Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terimakasih kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji luar komisi dan Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis sekaligus sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis yang telah memberikan banyak masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini, serta Dosen dan staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Penulis berterimakasih kepada Dikti dan Kemendiknas yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) kepada penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibuk Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Agam, Bappeda yang telah membantu selama pengumpulan data. Penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada suamiku Anton Ervando, anakku Haiqhal Al Farooq tercinta dan Ibuku Jasmi, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dalam memberikan motivasi begitu besar kepada penulis. Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada Teman-teman Angkatan IV pada Program Studi Magister Sains Agribisnis atas motivasi, diskusi dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, teman-teman Kosan Jayawijaya serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 10

Perencanaan dan Pembangunan Wilayah 10

Keterkaitan Subsektor Peternakan 12

Pembangunan Peternakan 13

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Kerangka Pemikiran Operasional 19

4 METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Jenis dan Sumber Data 22

Metode Pengambilan Data 22

Metode Pengolahan dan Analisis Data 22

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Deskripsi Umum Kabupaten Agam 31

Potensi Subsektor Peternakan 38

Peran Subsektor Peternakan 42

Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan 48

Tahap Keputusan Dan Rancangan Program Pengembangan Subsektor

Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi 56

6 KESIMPULAN DAN SARAN 62

Kesimpulan 62

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 67

(15)

DAFTAR TABEL

1 Populasi ternak yang dipelihara oleh rumah tangga usaha peternakan menurut jenis ternak menurut wilayah di Provinsi Sumatera Barat, 2013 4 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Agam tahun

2009-2013 atas dasar harga konstan 2000 (dalam juta rupiah) 5 3 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan

Indonesia tahun 2010-2013 5

4 PDRB per kapita Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Indonesia

tahun 2010-2013 6

5 Persentase distribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Agam tahun 2009-2013 atas dasar harga konstan 2000 7 6 Persentase laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian tahun 2009-2013

atas dasar harga konstan 2000 8

7 Penentuan bobot faktor strategis internal 27

8 Penentuan bobot faktor strategis eksternal 27

9 Matriks IFE 28

10 Matriks EFE 28

11 Format QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) 30

12 Potensi usaha peternakan di Kabupaten Agam 39

13 Produksi daging tahun 2011-2013 (kg) 41

14 Populasi ternak tahun 2011-2013 (ekor) 41

15 Produksi telur dan susu tahun 2011-2013 (kg) 42 16 Jumlah sarana fisik peternakan tahun 2012-2013 42 17 Nilai LQ sektor perekonomian di Kabupaten Agam tahun 2012-2013 43 18 Nilai LQ sektor pertanian tahun 2012-2013 berdasarkan harga konstan

2000 44 19 Nilai LQ, surplus pendapatan dan loi tahun 2012 45

20 Matrik evaluasi faktor internal 54

21 Matrik evaluasi faktor eksternal 55

22 Alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten

Agam 57

DAFTAR GAMBAR

1 Rataan Distribusi Produk Domestik Bruto sektor pertanian 2004-2012

(%) 2 2 Perkembangan ekspor-impor dan neraca perdagangan subsektor

peternakan, 2004-2012 (US$ 000) 2

3 Model analisis shift share 16

4 Kerangka pemikiran operasional 21

5 Matriks profil pertumbuhan 25

6 Matriks SWOT 30

7 Peta wilayah Kabupaten Agam 31

8 Profil pertumbuhan peternakan tahun 2009-2013 47 9 Matrik SWOT pengembangan subsektor peternakan 56 10 Arsitektur strategik pengembangan subsektor peternakan dalam

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis LQ Kabupaten Agam tahun 2013 67

2 Analisis LQ Kabupaten Agam tahun 2012 68

3 Analisis LQ Kabupaten Agam tahun 2011 69

4 Analisis shift share 70

5 Analisis LQ tingkat kecamatan tahun 2010-2012 73

6 Penentuan kekuatan dan kelemahan faktor strategis internal dalam pengembangan subsektor peternakan dari 5 responden. 75

7 Penentuan bobot faktor strategis internal dalam pengembangan

subsektor peternakan dari 5 responden 75

8 Hasil perhitungan peringkat/rating faktor kekuatan dari 5 responden 75

9 Hasil perhitungan peringkat/rating faktor kelemahan dari 5

responden 76

10 Hasil perhitungan internal faktor evaluation pengembangan

subsektor peternakan di Kabupaten Agam 76

11 Penentuan peluang dan ancaman faktor strategis eksternal dalam pengembangan subsektor peternakan dari 5 responden 76

12 Penentuan bobot faktor strategis eksternal dalam pengembangan

subsektor peternakan dari 5 responden 77

13 Hasil perhitungan rating/peringkat faktor peluang dari 5 responden 77

14 Hasil perhitungan rating/peringkat faktor ancaman dari 5 responden 77

15 Hasil perhitungan eksternal faktor evaluation pengembangan

subsektor peternakan di Kabupaten Agam. 78

16 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 1 (pengembangan subsektor peternakan serta pembinaan di setiap wilayah berdasarkan potensi yang ada) dari 5 responden. 79

17 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 2 (pembinaan, penerapan dan pengembangan teknologi yang tepat

guna) dari 5 responden. 80

18 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 3 (meningkatkan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia

peternak) dari 5 responden. 81

19 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 4 (pengoptimalan dalam pengamanan sumber daya lokal yang ada)

dari 5 responden. 82

20 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 5 (membentuk dan mengembangkan pola kerja sama/bermitra yang lebih luas dan saling menguntungkan) dari 5 responden. 83

21 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) alternatif strategi 6 (melakukan pemeriksaan kesehatan ternak secara berkelanjutan dan pencegahan penyakit hewan) dari 5 responden. 84 22 Hasil perhitungan Total Attractiveness Score (TAS) dalam

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan daerah akan menghantarkan suatu daerah menjadi daerah maju atau tertinggal. Keberhasilan pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam pembangunan daerah, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang mencerminkan kesejahteraan masyarakatnya, salah satunya dapat dilihat berdasarkan tingkat perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu upaya pemerintah diantaranya untuk berada pada level daerah maju, melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, dapat diwujudkan dengan kebijakan yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakatnya secara merata.

Pada era otonomi daerah saat sekarang ini, daerah diberikan kewenangan dan peluang yang luas bagi pengembangan potensi ekonomi, sosial, politik dan budaya. Salah satu bentuk peluang itu adalah perlunya penajaman orientasi pembangunan yang berbasis pada potensi daerah. Masing-masing daerah didorong tidak saja untuk lebih mampu mengambil peran dan prakarsa dalam perencanaan pembangunan, tetapi juga untuk lebih jeli mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya secara optimal yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat setempat/masyarakat (Bahar 2006). Berdasarkan pada kemampuan itu maka pemerintah daerah benar-benar dapat menjadi pelaku utama pembangunan di daerahnya, sedangkan pemerintah pusat bertindak sebagai fasilitator dan koordinator pembangunan nasional sedangkan dalam kerangka pembangunan nasional pembangunan sektor pertanian dijadikan pusat perhatian pembangunan ekonomi, sehingga pengalaman-pengalaman dari beberapa negara yang kini telah maju dan menjadi negara industri, mereka membangun sektor-sektor industrinya melalui pembangunan sektor-sektor pertanian terlebih dahulu, misalnya Negara Korea (Jongsan 2013).

Pada tahun 1999 konsep otonomi daerah dikeluarkan melalui UU No. 22/1999. Otonomi daerah yang tertuang pada Pasal 1 UU No. 22/1999 adalah daerah otonom memiliki kewenangan mengatur dan mengorganisir kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Otonomi daerah ini menitikberatkan pada wilayah kabupaten dan kota dengan memberi kewenangan secara penuh dan luas mengenai sosial ekonomi daerah bersangkutan.

(18)

dalam pembangunan dapat mengurangi tingkat kemiskinan dalam suatu wilayah apalagi sektor-sektor pertanian yang dijalankan seefektif mungkin seperti kemiskinan pedesaan yang tersebar luas di Negara Afrika (Diao et al 2010). Salah satu sektor pertanian yang mengalami permasalahan yang masih kita jumpai adalah subsektor peternakan. Di dalam sektor pertanian pada periode 2004-2012, subsektor peternakan memiliki kontribusi terkecil kedua terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dengan rata-rata kontribusinya sebesar 13 persen.

Gambar 1 Rataan distribusi produk domestik bruto sektor pertanian 2004-2012 (%)

Sumber : Kementan, 2013

Selain itu, pada kurun waktu yang sama yaitu 9 tahun terakhir ini, sumber defisit neraca perdagangan komoditas peternakan terbesar adalah impor susu, ternak sapi dan daging sapi, yang jumlahnya sangat besar, sementara sumber surplus hanya ekspor ternak babi yang jumlahnya sangat kecil (Kementan 2013).

Gambar 2 Perkembangan ekspor-impor dan neraca perdagangan subsektor peternakan, 2004-2012 (US$ 000)

Sumber : Kementan, 2013

(19)

tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Sedangkan dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor. Di sisi lain, kapasitas produksi ayam ras masih mampu ditingkatkan lagi, hanya permintaannya sangat tergantung pada daya beli konsumen, kualitas gizi dan keamanan produk, semuanya itu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan (Ilham 2007). Untuk mengatasi permasalahan diperlukan strategi pengembangan dalam bidang pembangunan yang fokus pada sasaran yang tepat. Fokus sasaran meliputi komoditas dan wilayah yang akan dikembangkan tersebut.

Pengembangan subsektor peternakan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Selain itu pembangunan peternakan juga diharapkan dapat menarik dan mendorong perkembangan sektor-sektor lain yang berkaitan, sehingga memungkinkan terjadinya gerakan dan dinamika dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah berupaya melaksanakan serangkaian kebijakan dan program, namun demikian kendala yang dihadapi cukup besar sehingga beberapa target belum tercapai seperti yang diharapkan.

Pembangunan pertanian secara keseluruhan termasuk didalamnya pembangunan peternakan yang berperan sebagai penyedia protein hewani, penyedia bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja dan investasi serta memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan output dan pendapatan. Dengan melihat peranan yang cukup potensial ini, selayaknya peternakan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peranan peternakan dapat ditingkatkan melalui pengembangan dengan memanfaatkan peluang dan sumberdaya yang dimiliki setiap daerah (Soehadji 1994), sedangkan menurut Sugiyama et al (2003) yaitu ada beberapa negara di Asia yang melaporkan bahwa sektor peternakan memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat suatu daerah dan memainkan peran utama dalam kehidupan peternak. Selanjutnya sektor ini dapat memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam peningkatan pendapatan masyarakat dengan memanfaatkan beberapa hasil dari produk-produk peternakan seperti listrik, pupuk, produk-produk hewani contohnya daging, telur, susu dan ada juga beberapa hasil ternak unggas yang semuanya itu memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan.

Salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian umumnya dan subsektor peternakan khususnya yaitu Kabupaten Agam dalam mengimplementasikan otonomi daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk pengembangan berbagai jenis ternak termasuk ternak ruminansia besar maupun ternak ruminansia kecil seperti pada Tabel 1. Pada wilayah kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Barat tidak semua jenis ternak ada pada wilayah tersebut, hanya wilayah Kabupaten Agam yang memiliki pengembangan berbagai jenis ternak, walaupun dari jumlah keseluruhan ternaknya masih kecil.

(20)

Tabel 1 Populasi ternak yang dipelihara oleh rumah tangga usaha peternakan menurut jenis ternak menurut wilayah di Provinsi Sumatera Barat, 2013 (ekor)

Kabupaten/Kota Sapi perah

Sapi potong

Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Ayam buras

Ayam ras pedaging

Ayam ras petelur

Itik Jumlah

Kepulauan Mentawai

- 1 068 108 - 815 18 31

168

83 755 2 026 - 9 677 128 635

Pesisir Selatan - 77 539 5 748 35 44 355 - - 778 167 208 100 74 938 144 570 1 333 452

Solok 258 32 241 32 241 253 18 953 - - 271 377 259 140 54 693 131 695 800 851

Sijunjung - 14 701 14 701 - 12 018 2 350 - 219 011 388 150 30 403 31 436 712 770

Tanah Datar 168 29 317 29 317 32 30 824 9 - 525 930 382 359 1 027 620 13 5025 2 160 601

Padang Pariaman 14 33 912 33 912 29 32 750 - 341 1 148 140 3 833 529 632 240 145 078 5 859 945 Agam 115 33 831 19 193 204 12 631 5 2 314 292 147 901 185 770 100 452 1 630 754

Lima Puluh Kota 7 28 471 12 096 93 20 188 - - 492 898 4 305 788 4 973 597 171 780 10 004 918

Pasaman - 5 470 1 920 52 7 084 224 110 107 367 71 875 4 850 62 190 261 142

Solok Selatan - 8 677 5 879 - 11 741 - - 105 898 66 705 6 500 30 760 236 160

Dharmasraya 104 26 184 3 372 - 15 405 215 - 135 870 588 633 28 334 18 241 816 358

Pasaman Barat - 13 438 1 359 - 14 915 215 - 118 384 61 368 190 760 19 901 420 340

Padang 74 13 154 519 155 19 648 2 506 - 282 690 2 113 612 535 812 57 226 3 025 396

Solok - 1 654 33 151 2 173 - - 109 925 64 000 - 11 281 189 217

Sawahlunto 44 5 527 1 466 9 4 360 - - 63 696 694 440 34 089 6 361 809 992

Padang Panjang 200 402 72 77 669 - - 10 682 - - 10 085 22 187

Bukittinggi 18 470 94 267 566 - - 6 012 6 002 2 387 3 498 19 314

Payakumbuh 27 4 075 296 551 5 875 - - 89 588 1 127 000 737 500 67 855 2 032 767

Pariaman - 2 932 498 39 1 714 - - 55 601 1 036 385 400 10 509 1 108 078

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat, 2014

(21)

Potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Agam pada subsektor peternakan diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) yang menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam kemajuan suatu daerah. Tabel 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Agam tahun

2009-2013 atas dasar harga konstan 2000 (juta rupiah)

Lapangan 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : BPS Kabupaten Agam, 2014

Nilai PDRB Kabupaten Agam dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan seperti pada Tabel 2. Dilihat dari total keseluruhan sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Agam dari tahun 2009 hingga 2013 selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana menurut lapangan usahanya sektor yang menduduki PDRB terbesar adalah sektor pertanian.

Tabel 3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan

Sumber : BPS Sumatera Barat, 2014

(22)

melalui peningkatan pembangunan ekonomi yang berbasis ekonomi lokal. Indikator lain dari kesejahteraan adalah pendapatan perkapita penduduk seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 PDRB Per Kapita Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Indonesia tahun 2010-2013

Regional 2010 2011 2012 2013 Kabupaten Agam 14 494.540 16 104.280 18 022.630 20 492.010 Sumatera Barat 7 002 231 8 343 544 8 746 781 9 216 863 Indonesia 9 703 464 10 184 548 10 671 024 11 134 017

Sumber : BPS Sumatera Barat, 2014

Secara umum PDRB perkapita Kabupaten Agam dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Dari Tabel 4 PDRB per kapita Kabupaten Agam mengalami peningkatan setiap tahunnya yakni pada tahun 2010 sebesar Rp14 494.540 menjadi Rp20 492.010 pada tahun 2013. Meskipun demikian PDRB perkapita Kabupaten Agam masih kecil dibandingkan dengan PDRB provinsi Sumatera Barat dan Indonesia walaupun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Perumusan Masalah

Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 1999 maka peranan pemerintah daerah sangat penting dalam menggali potensi lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan daerahnya secara mandiri. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut akan sangat bergantung kepada kemampuan potensi dan sumberdaya daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumber daya alam serta infrastruktur dan suprastruktur lainnya yang ada di daerah. Hal ini didukung dengan strategi pengembangan subsektor peternakan pada wilayah Kabupaten Agam dalam menghadapi tantangan perdagangan dan menyongsong era perdagangan bebas yang diarahkan pada pengembangan produk unggulan yang akan ditempuh melalui kebijakan pemilihan beberapa komoditi peternakan yang benar-benar memiliki keunggulan dan berdampak luas bagi pengembangan sektor-sektor lainnya.

(23)

Peternakan Kabupaten Agam 2014). Salah satu subsektor pertanian yang sangat penting dalam perekonomian wilayah Kabupaten Agam adalah subsektor peternakan yang memiliki peranan penting bagi perekonomian karena memiliki sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui. Di samping daerahnya yang sangat khas dengan lingkungan yang asri dan juga besarnya potensi sumber daya alam peternakan yang dimiliki dapat memberikan peranan dalam meningkatkan pertumbuhan dan perekonomian, selain itu adanya keterkaitan sektor-sektor lain yang mampu memberikan kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Agam.

Menurut Marfiani (2007) pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan komperatif suatu daerah, serta potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut. Oleh karena itu pengembangan dan pemanfaatan seluruh potensi ekonomi menjadi prioritas utama yang harus digali dan dikembangkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi suatu daerah. Dalam upaya pengembangan sub sektor peternakan harus dipertimbangkan bahwa komoditi tersebut secara sosial ekonomi diinginkan oleh masyarakat untuk dikembangkan sehingga tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan wilayah secara berkelanjutan dapat terwujud. Untuk memperkuat posisi dan peranan subsektor peternakan, pemanfaatan potensi sumberdaya yang optimal perlu diarahkan kepada peningkatan produksi.

Kebijaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Agam tetap bertumpu pada aspek pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kondisi ini menyebabkan perlunya campur tangan dari pemerintah guna menitikberatkan program pembangunan daerah pada subsektor peternakan yang berpotensi untuk dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Prioritas tersebut diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya serta didukung oleh aspek pertanian sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA secara berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki (Marfiani 2007).

Adanya alasan pemerintah daerah ingin mengembangkan subsektor peternakan di wilayah Kabupaten Agam karena selama ini peranan subsektor peternakan dirasakan masih belum begitu besar, padahal jika dilihat dari kegiatan pembangunan selama ini, subsektor peternakan cukup mendapat perhatian yang sangat baik dari pemerintah Kabupaten Agam dan dimasukkan menjadi salah satu agenda dalam pengembangan ekonomi rakyat. Untuk melihat sejauh mana peranan subsektor peternakan di Kabupaten Agam, maka perlu diketahui kajian subsektor peternakan terhadap PDRB Kabupaten Agam.

(24)

Tabel 5 Persentase distribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Agam tahun 2009-2013 atas dasar harga konstan 2000

Lapangan usaha 2009 2010 2011 2012 2013 Sektor pertanian 36.43 37.88 38.49 39.72 39.31 - Tanaman pangan & hortikultura 19.01 19.68 20.51 22.83 23.11 - Tanaman perkebunan 11.18 12.12 11.90 10.86 10.42 - Peternakan & hasil-hasilnya 3.89 3.73 3.70 3.68 2.92 - Kehutanan 0.64 0.62 0.61 0.59 0.66 - Perikanan 1.71 1.73 1.75 1.76 2.20 Sumber : BPS Kabupaten Agam, 2014

Sektor pertanian yang merupakan unggulan Kabupaten Agam menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten Agam yaitu mencapai 39.31 persen pada tahun 2013 terhadap total PDRB Kabupaten Agam. Dimana terdiri dari subsektor tanaman pangan & hortikultura terhadap PDRB yaitu sebesar 23.11 persen pada tahun 2013 disusul oleh subsektor tanaman perkebunan 10.42 persen, lalu subsektor peternakan & hasil-hasilnya sebesar 2.92 persen, subsektor perikanan 2.20 persen, dan terakhir subsektor kehutanan sebesar 0.66 persen. Subsektor peternakan menempati urutan ke 3 dalam total sektor pertanian.

Tabel 6 Persentase laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian tahun 2009-2013 atas dasar harga konstan 2000

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 Sektor-sektor pertanian 5.45 4.10 4.83 6.92 5.77 - Tanaman pangan & hortikultura 5.91 3.16 5.23 7.29 5.69 - Tanaman perkebunan 5.25 5.61 3.92 6.51 6.10 - Peternakan & hasil-hasilnya 4.65 4.50 4.35 4.12 3.11 - Kehutanan -1.15 2.16 5.46 3.13 3.50

- Perikanan 5.39 3.09 7.43 8.94 9.40

Sumber : BPS Kabupaten Agam, 2014

(25)

1. Bagaimana potensi dan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Agam Sumatera Barat?

2. Bagaimana alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten Agam Sumatera Barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis potensi dan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Agam Sumatera Barat.

2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Agam Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Pemerintah daerah Kabupaten Agam khususnya Dinas Peternakan untuk bahan rekomendasi sekaligus menjadi bahan acuan bagi pengambil keputusan atau kebijakan dalam upaya pembangunan pertanian terutama pengembangan komoditi-komoditi sektor peternakan

2. Pihak-pihak lain atau instansi lain yang akan melakukan penelitian mengenai potensi dan pengembangan peternakan atau pemerhati keadaan peternakan di Kabupaten Agam.

3. Bagi penulis sendiri sebagai peneliti menambah wawasan berpikir dalam menganalisis dan merumuskan berbagai permasalahan dalam pembangunan ekonomi di daerah sendiri khususnya di bidang peternakan.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

(26)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Pengertian Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan menurut Marfiani (2007). Perubahan evolutif dari pengertian diatas didasarkan banyak kekecewaan, masalah dan hasil umpan balik dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta kekurangan informasi dalam memahami persoalan-persoalan yang timbul sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, mengingat juga peran penting dalam meningkatkan potensi produktif perekonomian dalam pertanian dan pengentasan kemiskinan menurut Mathur et al (2013).

Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya dalam pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan teknologi, institusi, dan nilai-nilai sosial dapat diakomodasikan kedalam kebijakan dalam situasi yang terus-menerus berubah. Disamping itu strategi pembangunan yang tidak sesuai antara sektoral dan potensi wilayah akan mengakibatkan keterkaitan antara pendapatan dan kesempatan kerja sangat rendah, yang erat kaitannya dengan penilaian terhadap sektor pertanian umumnya (Febriyezi 2004). Untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan kemerataan serta keberlanjutan dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik pada tingkatan nasional, regional dan lokal. Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi pembangunan yang dimiliki daerah tersebut (Basuki dan Gayatri 2009).

Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan seringkali dibahas dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi yang beragam atau berbeda-beda suatu wilayah dapat berhasil bila angka pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik contohnya pada sektor pertanian karena perlu juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah terhadap pengembangannya (Raza et al 2012).

(27)

pembangunan lainnya. Berdasarkan kenyataan ini maka pembangunan dikatakan berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab dengan kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan ekonomi dan sosial masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran untuk itu diperlukan peran dari Pemerintah pusat maupun daerah dalam menentukan kebijakan dalam pembangunan guna menunjang pembangunan perekonomian di daerahnya dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat (Efendi 2010).

Pembangunan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah disesuaikan dengan kemampuan fisik dari wilayah tersebut. Menurut Kadariah dalam Madang et al (2014), pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh yang diikuti dengan pembangunan infrastruktur, transportasi, komunikasi dan lembaga sosial secara alami bisa meningkatkan investor ke wilayah itu walaupun terdapat berbagai konsep pembangunan wilayah. Seperti dikemukakan diatas tujuan pembangunan wilayah harus konsisten dengan pembangunan nasional, maka dari itu terdapat lima tujuannya yaitu mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan kesempatan kerja yang cukup, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan kemakmuran antar daerah dan merubah struktur ekonomi yang timpang.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan daerah berkewajiban merencanakan, mengontrol kondisi makroekonomi berdasarkan kondisi obyektif dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada serta membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi pertumbuhan dalam wilayah tersebut (Prawoto 2010). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktifitas. Menurut Suryani dan Afifah (2013) tingkat pertumbuhan yang tercipta pada suatu daerah akan sangat tergantung pada keberhasilan kabupaten/kota bersangkutan meningkatkan produksi sektoralnya, sehingga mengakibatkan ada faktor yang mempengaruhi perkembangan atau perubahan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

Perencanaan pembangunan adalah hal yang terpenting dalam membangun suatu daerah. Definisi perencanaan pembangunan mencakup siapa dan bagaimana cara melakukan untuk kondisi dan kemampuan yang dimiliki daerah serta untuk terciptanya pembangunan yang efektif dan efisien. Definisi lain dari perencanaan pembangunan adalah usaha pemerintah untuk mengordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi (pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.

(28)

Tripathi dan Prasad (2009) pembangunan ekonomi untuk negara-negara yang kurang maju belum melakukan peran penting dalam proses pembangunan, untuk itu perlu dilakukan kegiatan perencanaan wilayah itu saling terkait yang meliputi tiga hal: a. Perencanaan antar wilayah dalam suatu negara, b. Perencanaan antar lokasi dalam suatu wilayah dan c. Perencanaan lokasi dalam setiap sektor. Pembangunan wilayah adalah pembangunan yang didasarkan pada kemampuan wilayah tersebut secara fisik dan sosial masyarakatnya serta sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Menurut Putri dalam Bahar (2006) Pembangunan wilayah sering dipakai dalam pola pembangunan wilayah administrasi, karena ada dua alasan yaitu: a. Perencanaan pembangunan wilayah perlu badan pemerintah.

b. Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data. Pengelompokan wilayah ada dua yaitu:

a. Wilayah formal yang ditentukan berdasarkan persamaan fisik seperti topografi, iklim dan vegetasi namun hal ini saat ini ditambah dengan kriteria ekonomi yaitu industri dan pertanian.

b. Wilayah fungsional adalah adanya kekompakan fungsional, saling terkait dalam kriteria tertentu seperti kota besar, kota kecil dan desa yang saling terkait.

Wilayah perencanaan adalah kombinasi dari wilayah formal dan fungsional dan memiliki kriteria sebagai berikut: wilayah harus luas untuk syarat bagi investasi, mempunyai paling tidak satu kota sebagai pusat pertumbuhan dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah lain, apabila itu terlaksana maka perekonomian daerah dapat berkembang dengan pertumbuhan yang sangat signifikan dan akhirnya pendapatan perkapita penduduk dan kesejahteraan meningkat dengan melakukan pengontrolan seluruh sektor ekonomi yang diharapkan dapat berkembang dan juga mendorong sektor ekonomi lainnya, Prawoto N (2010).

Keterkaitan Subsektor Peternakan

Suatu usaha peternakan merupakan kegiatan yang bersifat generatif yaitu manusia meningkatkan faktor-faktor produksi melalui proses produksi ternak. Dalam proses ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal dalam bentuk daging, telur, susu, tenaga kerja dan pupuk (Tohir 1983). Menurut Imam (2003) pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan dalam rangka peningkatan pendapatan petani peternak, pemerataan kesempatan kerja, perekonomian dan pemenuhan kebutuhan protein hewani dalam rangka pembangunan nasional pada umumnya merupakan program strategis yang perlu dikembangkan dalam bidang agribisnis melalui pola sistem pertanian terpadu (integrated farming system). Selain itu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah.

(29)

Sementara itu dalam arahan penataan kawasan dalam subsektor peternakan akan mengalami peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak daya beli masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand (laju konsumsi berkaitan erat dengan laju pendapatan). Suharno (2002) mengemukakan bahwa perkembangan sektor lain seperti industri dan jasa (catering, pariwisata, hotel dan restoran) juga turut memacu permintan akan produk peternakan (create demand) berupa pasar hasil olahan dari daging, telur dan susu.

Pembangunan Peternakan

Paradigma pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global adalah paradigma pembangunan agribisnis berbasis peternakan. Dengan memandang peternakan sebagai sistem agribisnis berbasis peternakan perlu lebih terintegrasi, simultan, komprehensif, dan terarah. Menurut Farayola (2013) di Negara Nigeria pengembangan pembangunan peternakan sebagian besar telah difokuskan pada penyediaan pelayanan kesehatan hewan, peningkatan pasokan air dan fasilitas lainnya termasuk pemasaran, ketersediaan berbagai pakan dan peningkatan dalam metode dan teknik peternakan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang ada di pedesaan.

Pembangunan agribisnis berbasis peternakan yang bersifat makro ini harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri. Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis, mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam pembangunan nasional, daerah dan kawasan (Setyowati 2011 dan Madang 2014). Pengembangan agribisnis peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan. Konsep kawasan dalam pembangunan peternakan menurut Bahar (2006) sebagai berikut :

a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternak lahan. b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga

ternak lebih berbasis lahan dari pada sebagai bagian dari suatu sistem produksi perkotaan.

c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik, pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.

(30)

upaya menghasilkan teknologi dan rekomendasi kebijakan penelitian dan pengembangan peternakan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan kebutuhan pengguna perlu dilakukan sinkronisasi antara program penelitian dengan program pengembangan subsektor peternakan, Kusnadi (2008).

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi di samping untuk menaikkan pendapatan nasional riil, juga untuk meningkatkan produktivitas. Pembangunan ekonomi juga dapat dipandang sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi yang dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama.

Pada dasarnya pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan. Menurut Kuncoro (2010) pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai, tetapi dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang dan ketidakseimbangan struktural. Ini pula agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi bagi proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekadar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Todaro dan Smith (2011) pertumbuhan ekonomi yaitu suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar.

Sedangkan menurut Djoyohadikusumo (1955), pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Terdapat 4 penentu pertumbuhan ekonomi yaitu :

a. Sumber Daya Manusia (SDM), menyangkut aspek kuantitas dan kualitas pekerja yang mencakup keterampilan, pengetahuan, serta kedisiplinan para pekerja.

b. Sumber Daya Alam (SDA), meliputi tanah, minyak dan gas, air, dan mineral, serta kualitas lingkungan. Dalam perkembangannya, kemurnian penggunaan SDA di beberapa negara bukan menjadi salah satu penyebab suksesnya perekonomian mereka, namun kesuksesan ini lebih didominasi oleh keberadaan modal serta ketersediaan tenaga kerja.

(31)

d. Teknologi, meliputi teknologi di bidang ilmu alam, teknik, manajemen, dan entrepreneurship.

Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Terjadinya pembangunan ekonomi ditandai dengan bertambahnya laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduknya. Sebagai akibatnya, ketimpangan distribusi pendapatan semakin kecil, kemiskinan semakin berkurang, sehingga kesejahteraan penduduk akan meningkat.

Salah satu teori yang ada tentang pertumbuhan ekonomi adalah teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dan Malthus, yang menyebutkan bahwa tanah memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan tanah dan lahan yang semakin langka dan kemudian membuat harga tanah yang ada menjadi mahal sehingga menyebabkan harga sewa yang ada juga meningkat. Sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dapat digolongkan menjadi 5 golongan besar yaitu aliran Klasik, Karl Marx, Shumpeter, Neo Klasik, serta Post Keynesian. Teori-teori ini mengemukakan sebab-sebab pertumbuhan pendapatan nasional dan proses pertumbuhannya.

Ekonomi Basis

Dalam basis ekonomi (economic base) semua wilayah merupakan sebuah sistem sosio ekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat keswasembada (Self-sufficiency) suatu sektor. Dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu: a. Sektor-sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan

jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. b. Sektor-sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang

yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan.

Inti dari sebuah model ekonomi basis adalah arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut dapat berupa barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Pendapatan pada sektor basis adalah fungsi dari permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut.

(32)

Location quotient merupakan teknik analisis yang tergolong sederhana dalam menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah. Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan permintaan pada wilayah yang kecil dengan wilayah yang lebih luas. Kebutuhan lokal masyarakat akan dipenuhi terlebih dahulu dari hasil daerah namun jika berlebih maka dapat diekspor/dijual ke daerah lain.

Model Analisis Shift Share

Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah dan sektor ekonomi yang beragam, adalah wajar apabila ada beberapa yang maju dan beberapa lainnya pertumbuhannya lamban. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha untuk menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan. Adanya keragaman dalam struktur industri atau sektor ekonomi menimbulkan perbedaan pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja.

Untuk mengidentifikasikan sumber atau komponen pertumbuhan, lazim digunakan analisis shift share. Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al tahun 1960. Analisis shift share ini digunakan dalam menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi, kesempatan kerja dan pendapatan pada dua titik waktu di suatu wilayah. Secara skematik analisis shift share seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Model analisis shift share

Sumber : Budiharsono, 2001

Dari hasil ini dapat diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah relatif dengan sektor-sektor lainnya apakah bertumbuh cepat atau lamban. Analisis ini merupakan metode untuk melihat aktifitas ekonomi di suatu wilayah dengan menggunakan berbagai data. Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun akhir analisis dan tahun dasar analisis.

Pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi beberapa komponen, yaitu : komponen pertumbuhan regional (regional growth component) disingkat PN, Komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growht component) disingkat PP dan komponen pangsa wilayah (regional share growth component) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut diidentifikasi pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah

pertumbuhan cepat atau lambat. Apabila PP +PPW ≥ 0, maka pertumbuhan sektor

(33)

+PPW ≤ 0 berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang

lambat.

a. Komponen Pertumbuhan Regional

Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama terhadap semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Pasar

Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Konsep Formulasi Strategi

Strategi adalah penempatan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai. Menurut Yoshida (2004) mengatakan suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam jangka panjang dan berorientasi ke masa depan. Strategi memiliki konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan.

Proses manajemen strategi adalah alur dimana penyusun strategi menentukan sasaran dan menyusun keputusan strategi. Pendekatan manajemen strategik, yaitu pendekatan manajerial yang komprehensif dan berorientasi jangka panjang dalam mengelola pertumbuhan perusahaan. Proses manajemen strategi dapat dipelajari dan diterapkan dengan menggunakan sebuah model, dimana setiap model menggambarkan semacam proses.

Menurut David (2009) formula strategi adalah menentukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Tahap formulasi strategi terdiri dari: a. Pernyataan visi, misi dan tujuan; b. Analisa lingkungan eksternal; c. Analisa lingkungan internal; d. Menetapkan alternatif strategi.

Analisis Lingkungan Eksternal

(34)

pengendalian jangka pendek dalam manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk keadaan dimana organisasi ini hidup. Analisis lingkungan eksternal menekankan pada pengenalan dan mengevaluasi kecenderungan pada peristiwa yang di luar kendali sebuah perusahaan.

Analisis lingkungan eksternal mengungkapkan peluang kunci dan ancaman yang dihadapi suatu organisasi, sehingga manajer dapat merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang dan menghindari/mengurangi dampak ancaman. Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari.

Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan (David 2009).

Lingkungan internal terdiri dari komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berasal atau berada di dalam organisasi/perusahaan atau berada di dalam jangkauan intervensi mereka. Karena sifatnya yang berasal dari dalam organisasi, maka organisasi/perusahaan lebih memiliki bargain/persetujuan value untuk berkompromi atau menyiasati komponen-komponen yang berada di dalam lingkungan internal. Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua bidang.

Matriks SWOT

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan menangkap peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Menurut David (2009) Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu: a. Strategi SO (Strengths- Opportunities) yaitu menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada; b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) bertujuan untuk pemanfaatan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan yang ada; c. Strategi ST (Strengths-Threats) yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari dampak ancaman yang ada; d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) merupakan taktik defensif/bertahan yang diarahkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman eksternal.

Matriks QSPM

(35)

alternatif yang layak dan memutuskan strategi mana yang terbaik atau tepat (David 2009).

Dalam beberapa hal, QSPM memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Keunggulan QSPM adalah: a. Bahwa set strategi dapat dievaluasi secara bertahap atau bersama-sama. Sebagai contoh, strategi tingkat korporasi dapat dievaluasi terlebih dulu, diikuti dengan strategi tingkat divisi dan kemudian strategi tingkat fungsional, b. Tidak ada batasan untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat dievaluasi pada satu saat menggunakan QSPM, c. Bahwa ia membutuhkan penyusun strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat kecil kemungkinan suatu faktor kunci akan terabaikan atau diberi bobot yang tidak sesuai. QSPM menarik perhatian kepada hubungan penting yang memengaruhi keputusan strategi. Walaupun mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat keputusan kecil di sepanjang proses memperbesar kemungkinan bahwa keputusan strategis yang final adalah yang terbaik bagi organisasi.

QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, QSPM selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar. Pemeringkatan dan skor daya tarik membutuhkan keputusan yang penuh pertimbangan/penilaian, walaupun mereka selalu didasarkan pada informasi yang objektif. Diskusi antara penyusun strategi, manajer dan karyawan sepanjang proses perumusan strategi, termasuk pengembangan QSPM, merupakan hal yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis. Diskusi yang konstruktif sepanjang analisis dan pilihan strategi dapat muncul karena perbedaan mendasar dari interpretasi atas informasi dan pendapat yang berbeda-beda. Keterbatasan lainnya dari QSPM adalah bahwa ia hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang mendasari penyusunnya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Daerah dapat terus berusaha untuk meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan potensi yang ada. Otonomi daerah sifatnya adalah sebuah kebijakan yang ditentukan oleh pusat untuk melihat sejauh mana daerah siap dalam melaksanakan semua yang ada di undang-undang otonomi daerah. Lima tahun ke depan terdapat lima unggulan bisnis yang diperkirakan mampu memacu pertumbuhan pembangunan perekonomian wilayah Kabupaten Agam, lima unggulan bisnis tersebut adalah: Pertanian, Pariwisata, Kerajinan rumah tangga, Industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Dari kelima unggulan perekonomian tersebut, sektor pertanian termasuk didalamnya subsektor peternakan sangat berperan dalam perekonomian Kabupaten Agam. Pembangunan subsektor peternakan dapat menjadi sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan.

(36)

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk penentuan strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan peran dalam pembangunan Kabupaten Agam. Perumusan strategi pengembangan peternakan dilakukan melalui identifikasi potensi dan peran subsektor peternakan.

Identifikasi potensi dapat dilihat dari keadaan geografi, demografi, perkembangan perekonomian dan perkembangan peternakan Kabupaten Agam. Peran subsektor peternakan dilakukan dengan menelaah data PDRB Kabupaten Agam dan PDRB Propinsi Sumatera Barat dan menilai pertumbuhan subsektor peternakan. Analisis Location Quotient dilakukan untuk menilai apakah peternakan berperan menjadi sektor basis di suatu wilayah dalam periode tertentu. Surplus pendapatan dilakukan untuk mengetahui besaran pemenuhan kebutuhan masyarakat yang disumbangkan subsektor peternakan. Kuosien Lokalisasi untuk mengetahui penyebaran peternakan. Analisis identifikasi sektor basis dan nonbasis akan menggambarkan ekonomi Kabupaten Agam secara sektoral dan regional yang bermanfaat bagi perencanaan pembangunan selanjutnya. Analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan subsektor peternakan sehingga dapat diketahui apakah sektor peternakan memiliki petumbuhan yang cepat atau lambat diantara sektor lainnya.

Perumusan strategi dilakukan dengan analisis faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT dan dilanjutkan dengan analisis Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) untuk mengevaluasi alternatif-alternatif strategi secara objektif dan dapat menjadi acuan awal kebijakan dengan rekomendasi rancangan beberapa program dan selanjutnya dipetakan ke dalam gambar arsitektur strategik.

(37)

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional Pertanian

Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam

Perdagangan & Jasa-jasa

Industri

Manufaktur Pariwisata

Kerajinan Rumah Tangga Peternakan

Permasalahan :

 Penurunan laju pertumbuhan ekonomi subsektor peternakan  Penurunan kontribusi subsektor

peternakan terhadap PDRB

Strategi pengembangan subsektor peternakan dalam pembangunan ekonomi

Analisis potensi subsektor peternakan  Geografi

 Demografi  Perkembangan

perekonomian  Perkembangan

peternakan

Analisis peran subsektor peternakan

 Analisis LQ  Kuosien Lokalisasi  Surplus pendapatan  Analisis shift share

Perumusan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan

Rekomendasi rancangan program dan peta arsitektur strategik pengembangan subsektor

(38)

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2014-Maret 2015. Pemilihan daerah dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa sektor pertanian umumnya dan subsektor peternakan khususnya merupakan ciri dominan perekonomian daerah tersebut, dimana kondisi geografis dan sumberdaya alamnya mendukung kegiatan sektor pertanian dan peternakan.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan atau dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung dan wawancara dengan kuesioner dengan pihak-pihak atau dinas yang terkait langsung dengan kebijakan dalam pembangunan peternakan. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur. Data sekunder yang utama berasal dari BPS yakni data series antara tahun 2009-2013. Sumber-sumber lain diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Dinas Peternakan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pertanian atau instansi dan lembaga lainnya yang terkait dengan tujuan penelitian dan juga literatur jurnal nasional dan internasional.

Metode Pengambilan Data

Pengambilan responden untuk penentuan kekuatan eksternal dan internal, analisis SWOT, dan analisis QSPM dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Dalam analisis ini untuk menentukan responden, tidak ada jumlah minimal yang diperlukan, sepanjang responden yang dipilih merupakan ahli di bidangnya. Responden dengan sengaja dipilih sebanyak 5 orang. Responden adalah orang yang dianggap ahli mengenal betul dinamika perkembangan peternakan di Kabupaten Agam. Adapun responden yang akan dipilih kekuatan eksternal adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan 2. Kabid Perencanaan Perekonomian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Responden kekuatan internal yang akan dipilih sebagai berikut :

1. Kasi Bina Mutu Penyuluhan Peternakan/ Usaha Peternakan

2. Kabid Perencanaan dan Pengembangan Peternakan/produksi peternakan 3. Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Gambar

Gambar 1 Rataan distribusi produk domestik bruto sektor pertanian 2004-2012
Tabel 1 Populasi ternak yang dipelihara oleh rumah tangga usaha peternakan menurut jenis ternak menurut wilayah
Tabel 3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan
Gambar 3 Model analisis shift share
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu- ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang

Labai svarbu kaip naujajame Baudžiamojo proceso kodekse bus reglamentuotas specialių žinių panaudojimas, kokiomis formomis įstatymas leis naudoti specialias žinias

Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa menanyakan dan mempertanyakan antara lain tentang perbedaan dalam hal fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan, antara (a)

Hasil penelitian serupa juga dilakukan oleh Bayuningsih (2011), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan bermakna saturasi oksigen sebelum dan sesudah penggunaan nesting

DNA markers tested in this study included Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), Target Region Amplification Polymorphism

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran siklus I pelajaran PKn dengan menggunakan metode pembelajaran Time Token diperoleh hasil keberanian siswa dalam

Gambut di areal penelitian merupakan gambut sangat dalam dengan ketebalan bervariasi mulai dari 7,2 meter sampai lebih dari 10 meter sehingga merupakan

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang dilakukan pada bulan April 2012 di Unit Rawat Inap ditemukan bahwa rumah sakit ini memiliki