• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencemaran Pesisir Laut Di Daerah Muncar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pencemaran Pesisir Laut Di Daerah Muncar"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pencemaran Pesisir Laut di Daerah

Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa

Timur

Ditulis oleh Arinda Puspita Rachman (13310008)

Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur merupakan salah satu daerah dengan potensi perikanan yang sangat besar. Pesatnya pertumbuhan sektor perikanan di daerah tersebut sangat memegang peran penting dalam peningkatkan perekonomian Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan data yang ada (data Dinas Perikanan Kabupaten Banyuwangi), setiap hari ikan yang dibongkar di Muncar minimal 500 ton dan sekitar 90 persen di antaranya dipasok ke industri pengolahan ikan setempat. Data Sekretariat Kabinet RI menunjukkan, Muncar merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur dengan produksi ikan tahun 2010 sebesar 27.748 ton. Dimana produksi ikan olahan diekspor ke Eropa, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Kanada sebanyak 1.562.249,72 kg per bulan dengan nilai ekonomi sebesar hampir Rp 20 miliar. Dengan latar belakang dan keunggulan daerah tersebut, maka dalam rangka mendukung program kegiatan minapolitan ditetapkanlah Muncar sebagai salah satu basis minapolitan di daerah Jawa Timur.

Di sisi lain Muncar pun menjadi salah satu kawasan industri pengolahan produk hasil laut yang cukup besar di daerah Banyuwangi. Ironisnya, kawasan industri ini telah menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan nelayan yang bermukim di pesisir dan pantai Muncar. Kondisi pencemaran yang cukup tinggi ini disebabkan keadaan industri pengolahan ikan di kecamatan Muncar belum dilengkapi instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai.

Dalam pelaksanaan kegiatan industri yang berlangsung di lokasi ini, pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan ikan di kawasan Muncar belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Limbah hasil proses industri ini langsung dibuang ke sungai, laut atau saluran drainase yang ada di tepi jalan tanpa diolah terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian terbaru Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta tahun 2010 terungkap, tingkat pencemaran yang ada sudah menjangkau kawasan perairan Muncar sejauh 200 hingga 350 meter dari bibir pantai.

(2)

Industri pengolahan hasil laut skala besar pada umumnya terkonsentrasi di sekitar daerah aliran sungai yang dekat dengan pantai seperti Kali Mati, Kali Moro, dan Kali Tratas. Semakin meningkatnya aktifitas kerja dan perdagangan nelayan serta aktifitas industri perikanan di sekitar Muncar, Banyuwangi menyebabkan semakin banyak pula pencemaran yang terjadi. Keberadaan industri-industri tersebut berkontribusi besar terhadap perubahan kualitas air yang ada di aliran Kali Mati, Kali Moro dan Kali Tratas.

Dari hasil penelitian yang ada, lingkungan perairan yang tercemar dapat dilihat dari beberapa parameter kualitas air sebagai berikut:

1. Kenaikan suhu air buangan dapat disebabkan oleh jumlah oksigen terlarut menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, dan kehidupan ikan dan hewan terganggu.

2. Warna perairan menjadi kemerahan akibat adanya oksidasi besi dan oksidasi mangan. Hal ini menyebabkan air menjadi berwarna kecoklatan.

3. Tingkat pH, BOD dan TSS yang sudah melampaui batas yang dianjurkan.

Akibatnya, jumlah tangkapan para nelayan menurun drastis. Kualitas ikan yang ada pun menjadi kurang baik. Proses ekspor ikan pun menjadi terhambat. Tentunya, dengan adanya kondisi ini, proses ekonomi daerah Muncar menjadi terganggu. Selain itu, limbah cair bau yang dihasilkan dari perkembangan sentra pelabuhan penangkapan ikan laut ini pun telah mengganggu kenyamanan penduduk sekitar pelabuhan. Masyarakat dan stake holder yang berada di sekitar mengeluh dengan adanya gangguan dan kekurang nyamanan lingkungan berupa bau busuk yang timbul.

Namun pada kenyataannya, meskipun menyebabkan pencemaran lingkungan, keberadaan kawasan industri pengolahan hasil tangkapan laut ini menghasilkan keuntungan baik bagi perusahaan, nelayan dan masyarakat maupun kontribusinya pada PAD Kabupaten Banyuwangi. Keberadaan industri ini telah memberikan nilai tambah dari produk bahan mentah yang dihasilkan oleh daerah ini.

Untuk mengurangi dampak pencemaran yang ada, bupati daerah setempat telah melaksanakan audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Audiensi ini menghasilkan suatu kebijakan untuk membina industri pengolahan hasil tangkapan hasil laut ini dalam proses pengolahan limbah. Selain itu, hasil audiensi ini menetapkan secara hukum perusahaan berskala besar diwajibkan melakukan pengelolaan limbah industri dengan ancaman denda minimal 1 Milyar bagi yang melanggar Perda tentang Pengendalian Pencemaran. Namun jalur hukum ditempuh sebagai tindakan lanjutan ketika pengusaha terus melanggar. Sedangkan bagi pengusaha yang sudah menjalankan program pengolahan limbah dengan baik ada reward berupa pemberian Ecolabel, yang menjadi nilai tambah ketika produknya akan diekspor keluar negeri.

(3)

Sebagai salah satu masyarakat yang pernah mengenal daerah Muncar, penulis sangat prihatin dengan keadaan Muncar saat ini. Dengan kapasitas produksi yang sangat besar juga dengan nama yang tersohor hingga Australia, sangat disayangkan jika daerah ini tidak bisa menanggulangi permasalahan limbah yang dihasilkan. Seperti yang telah dideskripsikan pada paragraf sebelumnya, limbah ini akan berakibat pada berkurangnya jumlah ikan yang ditangkap untuk setiap tahunnya. Tentunya pengurangan jumlah tangkapan ini pun akan berakibat kurang baik untuk ekonomi daerah Muncar. Selain itu, keadaan ini pun aka menghambat program minapolitan di Jawa Timur. Terhambatnya program ini pun akan berakibat buruk terhadap pengembangan ekonomi setempat. Selain itu, hal yang lebih dikhawatirkan adalah treatment dari kerusakan pesisir pantai akan memakan waktu yang lama. Prosesnya pun panjang dan memakan biaya yang cukup besar. Selain itu, jika daerah ini tidak bisa mengontrol kadar limbah yang ada, dikhawatirkan produk hasil tangkapan laut yang dihasilkan pun tidak bisa diterima oleh beberapa negara yang sangat mengontrol keadaan lingkungan sumber pengambilannya. Tidak hanya itu, limbah yang ada pun akan mengurangi kualitas hasil tangkapan sehingga nilai jualnya akan turun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI, ada beberapa cara lain untuk mengurangi jumlah limbah yang ada di kawasan Muncar. Salah satu cara yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemanfaatan limbah hasil pengolahan produk. Pemanfaatan limbah pengolahan hasil laut dan air bekas cuciannya (air merupakan elemen yang digunakan dalam salah satu tahap pengolahan) dapat di daur ulang supaya air bekas cucian ini dapat digunaan kembali. Selain itu air yang telah di daur ulang pun dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat setelah melalui proses oksidasi (teknologi oksidasi).

Pemanfaatan limbah ikan dan air bekas cucian ikan pun ternyata dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat pesisir. Potensi usaha kecil menengah cukup menjanjikan selama dikelola dengan prinsip bisnis. Potensi usaha ini sudah tentu akan melibatkan kinerja lembaga teknologi lainnya seperti litbang Lembaga Penelitian Non Departemen (LPND), perguruan tinggi, bahkan LSM setempat. Selain riset-riset terapan, pembuatan teknologi dan inovasi, pelatihan, penyuluhan dan pembinaan akan dapat dilakukan secara periodik dan terencana sehingga kualitas SDM masyarakat pesisir akan meningkat seiring dengan pengembangan usaha perikanan.

Pengembangan limbah sebagai bahan baku pakan dan pupuk adalah cara lainnya untuk mengurangi limbah hasil produksi industri. Cara ini dikenal efektif untuk mengurangi limbah yang ada, terutama limbah ikan yang tidak termanfaatkan dengan baik. Beberapa industri pengolahan hasil laut ini hanya menggunakan beberapa bagian dari bahan mentah, contohnya industri pengolahan ikan fillet juga pengolahan ikan kaleng. Bahan mentah yang tidak terpakai ini (bagian kepala, ekor dan isi perut ikan) bisa

(4)

dimanfaatkan kembali untuk membuat produk pangan lainnya. Salah satu bentuk produknya adalah tepung ikan. Produksi tepung ikan ini dapat dilakukan dalam skala industri besar juga skala rumah tangga. Kualitas tepung ikan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan.

Selain itu limbah yang dihasilkan pun dapat dimanfaatkan untuk membuat silase ikan. Proses pembuatan silase dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis. Secara kimia dapat dilakukan dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat dan karbohidrat sebagai substrat kemudian difermentasi dalam keadaan anaerob. Tepung silase ikan yang dibuat dari ikan rucah utuh dengan menggunakan tiga persen asam formiat. Kemudian hasil campuran ini dibuat pakan dengan menambahkan tepung jagung dengan perbandingan 1:1. Produk ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 21,73 persen. Tepung silase dapat dijadikan pakan ayam atau ternak lainnya walaupun hasilnya tidak sebaik tepung ikan. Produk ini pun dapat memperkaya nutrien tanah dan mempunyai keunggulan dalam hal kapasitasnya untuk menahan air. Pupuk cair dibuat dengan mencampurkan limbah ikan dengan asam organik dan dibiarkan pada suhu kamar sampai terurai dengan baik. Cairan ini dapat digunakan langsung ke tanah atau akar tanaman, dapat juga digunakan dengan menyemprotkannya ke daun tanaman rosmawati peranginangin.

Tentunya peran berbagai elemen masyarakat pun menjadi faktor penting yang dapat mengontrol fungsi dan kualitas lingkungan yang ada di sekitarnya. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur memainkan peran penting sebagai regulator dan fasilitator dalam pengembangan industri pengolahan hasil laut. Dari peran ini diharapkan lahir kebijakan yang melahirkan dan mencerminkan terbangunnya sinergi dan interaksi yang kondusif antar aktor di dalam mengokohkan bekerjanya sistem inovasi industri pengolahan ikan di Muncar. Selain itu, pemerintad daerah dengan komitmen perlu membangun strategi kerjasama dengan perguruan tinggi di Jawa Timur maupun Litbang LPND untuk merancang teknologi pengilahan hasil laut dan teknologi daur ulang limbah ikan padat dan cair baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang guna menghasilkan produk yang memiliki daya saing di pasar bebas. Oleh karena itu, Pemerintah Kab. Banyuwangi sebagai fasilitator perlu mengalokasikan dana untuk pengembangan teknologi ini.

Peran lembaga Litbang LPND dan perguruan tinggi sangat berperan untuk membantu meningkatkan penguasaan iptek di sektor pengolahan hasil laut dan daur ulang limbah. Dengan adanya pengembangan pengolahan limbah yang baik, tentunya kondisi lingkungan di daerah Muncar pun akan semakin membaik dan kadar limbah yang mencemari pun dapat diminimalisasi.

(5)

Selain itu, peran masyarakat sebagai fungsi kontrol pun memegang peran yang sangat penting. Masyarakat harus bisa kritis dalam melihat permasalahan lingkungan yang ada di sekitarnya. Selain itu, masyarakat pun dapat menjadi elemen yang berperan aktif dalam pengolahan limbah berskala rumah tangga. Pengolahan limbah berskala rumah tangga ini pun dapat menjadi jalan untuk mengembangkan sektor perekonomian masyarakat sekitar.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan yang dapat dipilih adalah Laporan yang dihasilkan oleh sistem tersebut adalah Penerimaan Barang, Transaksi Penjualan per Bulan, Transaksi Pembayaran

KLINIK MITRASANA DUKUH ZAMRUD KLINIK MITRASANA KALI ABANG KLINIK MITRASANA GRAND WISATA KLINIK MITRASANA SAKURA REGENCY KLINIK MITRASANA KAMPUNG CEREWED KLINIK MITRASANA UJUNG

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA HIPERTENSI DI WILAYAH. KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan anemia gizi, body image dan perilaku kontrol berat badan dengan kejadian kurang gizi pada remaja putri di

Analisis yang telah dilakukan pada model integrasi pasar secara vertikal antara pasar produsen gabah dengan pasar ritel beras di Indonesia menunjukkan bahwa dalam jangka panjang

Maka dari itu untuk menjaga kelestarian lingkungan akan lebih baik jika suatu peraturan juga dikombinasikan dengan pendidikan, dalam hal ini pendidikan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6