• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori

a. Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Karena berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan, ini bergantung dengan proses belajar yang dialami siswa.

Belajar banyak diartikan dan didefenisikan oleh para ahli dengan rumusan dan kalimat yang berbeda, namun pada hakikatnya prinsip dan tujuannya sama. Ada beberapa pandangan tentang belajar diantaranya menurut Sudjana (2009 : 28) bahwa:

“Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.”

Menurut Oemar Hamalik (2008: 30) adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Menurut Sugihartono (2007: 76), terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:

(2)

12

1) Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor internal meliputi: kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kelelahan. 2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada di luar individu

Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu tahapan aktivitas yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu yang melakukan belajar. Perubahan perilaku yang dimaksudkan dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan, pemahaman, dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Hal ini memberikan penekanan bahwa orientasi belajar tidaklah semata-mata pada "hasil" tetapi juga pada proses yang dilakukan untuk memperoleh hasil tersebut.

(3)

13 b. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu:

a) Matematika sebagai pemecahan masalah. b) Matematika sebagai penalaran.

c) Matematika sebagai komunikasi, dan

d) Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298). c. Pengetahuan Awal Matematika

Pengetahuan awal adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum belajar lebih lanjut. Pengetahuan awal dapat disebut sebagai pengetahuan dasar siswa untuk melanjutkan materi atau jenjang

(4)

14

berikutnya. Pengetahuan awal merupakan faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa. Pengetahuan awal yang baik akan menjadikan belajar siswa lebih bermakna. Belajar akan bermakna bila konsep baru yang dipelajari dikaitkan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Jadi siswa sudah mempunyai bekal pengetahuan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mempelajari materi selanjutnya yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Menurut Gardner dalam Tri Dyah Prastiti (2007 : 199), Pengetahuan awal merupakan modal bagi siswa dalam aktivitas pembelajaran, karena aktivitas pembelajaran adalah wahana terjadinya proses negosiasi makna antara guru dan siswa berkenaan dengan materi pembelajaran.

Pengetahuan awal pada peserta didik memberikan dampak dalam nilai-nilai atau pemahaman mereka dalam suatu konsep ilmu. Dengan pengetahuan awal peserta didik sudah mempunyai dasar untuk mempermudah memahami konsep baru yang akan mereka terima. Dalam pengetahuan atau konsep matematika, pengetahuan awal menunjang peserta didik dalam memahami konsep tersebut. Konsep matematika dalam materi matematika SMP terus berhubungan, sehingga dengan adanya pengetahuan awal akan mempermudah bagi peserta didik memahami konsep matematika yang mereka dapat selanjutnya.

(5)

15 d. Kemampuan Pemecahan Masalah

1. Pengertian Masalah Matematika

Setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan masalah. Menurut Saad & Ghani (2008:119), masalah matematika didefinisikan sebagai situasi dimana yang memiliki tujuan yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan akibat kurangnya algoritma yang diketahui untuk menguraikannya agar memperoleh sebuah solusi. Sementara itu, polya (1973:154-155) dalam zeni rofiqoh (2010) menjelaskan masalah matematika dalam dua jenis, yaitu masalah mencari (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to prove). Masalah mencari yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memberi kondisi yang sesuai. Sedangkan masalah membuktikan yaitu masalah dengan suatu prosedur untuk menentukan suatu pernyataan benar atau tidak benar.

Berdasarkan pengertian mengenai masalah matematika di atas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika merupakan situasi yang terhalang karena belum diberikannya algoritma dalam mencari solusi yang dicari oleh guru kepada siswa. Ada dua jenis masalah, yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari nilai yang dicari dan masalah yang bertujuan untuk membuktikan suatu pernyataan dalam matematika benar atau tidak benar.

(6)

16

2. Pemecahan Masalah Matematika

Masalah bagi seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan bahwa orang lain tersebut pernah mendapati dan memecahkan masalah seperti seseorang tersebut. Suatu masalah yang datang pada seseorang mengakibatkan orang tersebut agar setidaknya berusaha untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Sehingga dia harus menggunakan berbagai cara seperti berpikir, mencoba, dan bertanya untuk menyelesaikan masalahnya tersebut. Bahkan dalam hal ini, proses menyelesaikan masalah antara satu orang dengan orang yang lain kemungkinan berbeda.

Pemecahan masalah oleh Evans (dalam Suherman, 2005:289) didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju kepada situasi yang diharapkan. Menurut Saad & Ghani (2008:120), pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera.

Branca (dalam Syaiful, 2012:37), mengungkaokan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan

(7)

17

masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika; dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Pada saat memecahkan masalah matematika, siswa dihadapkan dengan beberapa tantangan seperti kesulitan dalam memahami soal. Hal ini disebabkan karena masalah yang dihadapi bukanlah masalah yang pernah dihadapi siswa sebelumnya. Menurut Matlin, sebagaimana dikutip oleh Herlambang (2013:17), pemecahan masalah dibutuhkan bilamana kita ingin mencapai tujuan tertentu tetapi cara penyelesaiannya tidak jelas. Dengan kata lain bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisa informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang diperolehnya.

Berdasarkan bberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika adalah suatu aktivitas untuk mencari penyelesaian dari masalah matematika yang dihadapi dengan menggunakan semua bekal pegetahuan yang dimiliki.

(8)

18 e. Efektifitas Pembelajaran

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas dalam pengertian secara umum adalah: “kemampuan berdaya guna dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan sehingga menghasilkan hasil guna (efisien) yang maksimal”.

Memaknai efektifitas setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Menurut Suharsimi Arikunto (2004:51) Efektivitas adalah taraf tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Agung Wicaksono (2009) bahwa “efektivitas berarti tercapainya atau keberhasilan suatu tujuan sesuai dengan rencana dan kebutuhan yang diperlukan, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya”.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tentang efektivitas adalah serangkaian tugas-tugas yang dilakukan orang-orang untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu organisasi.

2. Kriteria Efektivitas Pembelajaran

Kriteria efektifitas yang diharapkan adalah suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Di bawah ini merupakan criteria keefektifan sebagai berikut:

(9)

19

a. Ketuntasan belajar sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai ≥ 60 dalam peningkatan hasil belajar

b. Hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest.

c. Metode pembelajaran yang efektif jika ada peningkatan prestasi belajar siswa dan hasil belajar siswa.

Kesimpulannya, metode pembelajaran dikatakan berhasil atau tidaknya dilihat dari bagaimana keefektifan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar menjadi lebih giat agar memperoleh hasil belajar yang meuaskan.

f. Model Pembelajaran

Menurut Sugiyanto (2009:3), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Menurut Agus Suprijono (2009: 46-77) ada berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan pada proses pembelajaran, yaitu :

(10)

20

Model pembelajaran langsung disebut juga active teaching, guru terlibat aktif dalam menyampaikan isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Pembelajaran langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif, serta berbagai keterampilan.

2) Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kerja kelompok dengan diarahkan oleh guru. Guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan, serta menyediakan bahan-bahan dan informasi untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan pembelajaran yang efektif.

3) Model pembelajaran berbasis masalah

Model pembelajaran berbasis masalah menekankan pada aktivitas penyelidikan. Termasuk pembelajaran berbasis masalah adalah discovery learning dan inquiry learning yang merupakan pembelajaran beraksentuasi pada masalah-masalah kontekstual. Hasil dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan, keterampilan mengatasi masalah, dan dapat menjadi pembelajar yang mandiri

(11)

21

Model pembelajaran inquiry adalah model pembelajaran dimana pengajar melibatkan kemampuan berpikir kritis pembelajar untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik (Kindsvater dalam Suparno, 2006).

g. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata kooperatif yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Davidson dan Warsham (1992) dalam Isjoni (2009:28), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektivitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Menurut Sugiyanto (2009: 37), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2009:58) tidak semua belajar kelompok dapat dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu :

1) Saling ketergantungan positif (positive interdependence)

Ada dua pertanggungjawaban kelompok dalam pembelajaran kooperatif yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan kepada

(12)

22

kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

2) Tanggung jawab perseorangan (personal responsibility)

Sistem penilaian yang dibentuk dari sumbangan setiap anggota kelompok menanamkan rasa tanggung jawab personal. Hal ini dikarenakan setiap anggota akan berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Selain itu rasa tanggung jawab personal tertanam karena pada tiap kelompok ada pembagian tugas personal.

3) Interaksi promotif (face to face promotive interaction)

Pembelajaran koopertif memberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berinteraksi promotif dalam diskusi kelompok. Hal ini supaya hasil pemikiran bukan dari satu orang saja tetapi semua anggota kelompok menyumbangkan idenya. Hasil pemikiran bersama lebih baik daripada hasil pemikiran masing-masing anggota.

4) Komunikasi antaranggota (interpersonal skill)

Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan masing-masing anggota untuk mengutarakan pendapatnya.

5) Pemrosesan kelompok (group processing)

Pemrosesan artinya menilai atau mengevaluasi. Evaluasi proses kelompok perlu dilakukan untuk mengevaluasi proses kerja

(13)

23

kelompok supaya pada pembelajaran selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik.

Menurut Agus Suprijono (2009:65), model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase, yaitu :

1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa (present goals and set)

Guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena siswa harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

2) Menyajikan informasi (present information)

Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik.

3) Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar (organize students into learning)

Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

4) Membantu kerja tim dan belajar (assist team work and study) Guru mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. 5) Mengevaluasi (test on the materials)

Guru melakukan evaluasi menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran.

(14)

24

6) Memberikan pengakuan atau penghargaan (provide recognition) Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada siswa. Struktur reward diberikan kepada tim meskipun anggoa tim-timnya saling bersaing.

Berbagai tipe dari pembelajaran kooperatif antara lain : Jigsaw, Think-Pair-Square (TPS), Think-Talk-Write (TTW), Team Assisted Individualization (TAI), Numbered Heads Together (NHT), Group Investigation (GI), Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle, Bamboo Dancing,Point-Counter-Point, dan The Power of Two

h. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)

Team Assisted Individualization (TAI) memiliki dasar pemikiran yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Team Assisted Individualization (TAI) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. (Suyitno, 2007: 10). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Robert E. Slavin dalam

(15)

25

karyanya Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Slavin (2005: 187) memberikan penjelasan bahwa dasar pemikiran di balik individualisasi pembelajaran adalah bahwa para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut dan akan gagal memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa lainnya mungkin malah sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya dengan sangat cepat sehingga waktu pembelajaran yang dihabiskan bagi mereka hanya membuang waktu.

Tipe ini mengkombinasikan keunggulan model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran individual, model pembelajaran ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual, oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah: setiap siswa secara individual belajar model pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Teams, yaitu pembentukan

(16)

26

kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa, (2) Placement Test, yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu, (3) Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya, (4) Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya, (5) Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan memberikan dorongan semangat kepada kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas, (6) Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok, (7) Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, dan (8) Whole-Class Units, yaitu pemberian materi kembali di akhir waktu pembelajaran oleh guru dengan strategi pemecahan masalah. Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan, aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dalam model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) melibatkan

(17)

27

pengakuan tim dan tanggungjawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. (Suyitno, 2007: 20).

Langkah-langkah Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI).

Dalam pembelajaran TAI memiliki beberapa langkah yaitu:

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.

2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.

3) Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah) jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda-beda serta kesetaraan gender.

4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

(18)

28

7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis.

i. Model Pembelajaran CTL ( Contextual Teaching and Learning ) Nurhadi ( dalam Muslich, 2009:41) mengemukakan bahwa pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Johnson (dalam Sugiyanto, 2008:18) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menmukan materi yang sedang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006:255).

Dengan pendekatan CTL proses pemblajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam entuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Melalui

(19)

29

model pembelajaran CTL, siswa diharapkan belajar mengalami bukan menghafal. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan ketrampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Muslich, 2009:41).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang melibatkan siswa untuk melihat makna di dalam materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami, yakni : CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.

j. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang selama ini sering digunakan guru dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini adalah salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada guru. Sanjaya (2006:259) menyatakan bahwa pada pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai obyek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Jadi pada umumnya

(20)

30

penyampaian pelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Menurut Djafaar (2001:86) pembelajaran konvensional dilakukan dengan satu arah. Dalam pembelajaran ini peserta didik sekaligus mengerjakan dua kegiatan yaitu mendengarkan dan mencatat.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang telah lama digunakan. Djamarah (2006) menyebut pembelajaran konvensional sebagai model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Selain itu, dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas, dan latihan.

Menurut Ruseffendi (2005:17) pembelajaran konvensional pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Sedanglan, Djamarah dan Zain (2006:148) mengemukakan bahwa model pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran konvensional yaitu tidak memerlukan waktu yang lama karena hanya menjelaskan materi dan dapat diikuti oleh siswa yang banyak sehingga waktu yang diperlukan lebih efisien daripada belajar kelompok, mudah mempersiapkan dan melaksanakannya, dan guru mudah menguasai kelas. Sedangkan

(21)

31

kelemahan model pembelajaran konvensional yaitu siswa menjadi pasif, pembelajaran didominasi oleh guru dan tidak banyak mendapat umpan balik atau cenderung searah, dan siswa kurang mengerti materi yang disampaikan guru.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional, guru berperan sebagai pemindah informasi kepada siswa dan siswa sebagai pendengar yang bersifat pasif selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan dan metode yang digunakan adalah ceramah.

k. Metode Ceramah

1. Pengertian metode ceramah

Dhari dalam Isjoni dan Ismail (2008:158-159) mengemukakan bahwa Metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan subjek dengan penuturan secara lisan yang sesuai untuk memberikan informasi kepada siswa mengenai bahan subjek yang baru dan memberikan penjelasan tentang suatu masalah yang dihadapi siswa.

Syaiful Sagala (2010:201) menyatakan bahwa metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa. Metode ceramah sesuai digunakan untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Djamarah dalam Isjoni dan Ismail (2008:158) berpendapat model

(22)

32

pembelajaran konvensional atau disebut juga model ceramah adalah model yang digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.

2. Langkah-langkah Metode Ceramah

Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, metode ceramah paling popular di kalangan guru. Sebelum metode lain digunakan untuk mengajar, metode ceramah yang digunakan terlebih dahulu. Metode ceramah harus digunakan secara efektif dan efisien. Adapun langkah-langkah metode ceramah dijelaskan sebagai berikut (Syaiful Sagala, 2010:202):

a. Melakukan pendahuluan dengan cara sebagai berikut:

1) Menjelaskan tujuan kepada siswa agar siswa mengetahui arah kegiatan dalam pembelajaran.

2) Mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.

3) Memancing pengalaman siswa sesuai dengan materi yang akan dipelajari.

b. Menyajikan materi dengan memperhatikan factor-faktor sebagai berikut:

1) Memelihara perhatian siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

(23)

33

2) Mengguakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa.

3) Menyajikan pelajaran secara sistematis. 4) Menanggapi respons siswa dengan segera.

5) Membngkitkan motivasi belajar siswa secara terus-menerus selama pelajaran berlangsung.

c. Menutup pelajaran pada akhir pelajaran. Kegiatan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1) Mengambil kesimpulan dari pelajaran yang diberikan. 2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

memberikan tanggapan terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.

3) Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran yang baru saja disampaikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dicey tersebut diatas, adalah merupakan pandangan klasik, sebab dalam perkembangan selanjutnya, khususnya dalam memenuhi tuntutan perkembangan abad ke-20,

Mempunyai dan menerapkan mekanisme akuntabilitas dalam hal menerapkan atau tidak menerapkan sanksi administrasi ter- hadap pelanggaran yang dilakukan indus-

Digest terbuat melalui sebuah proses yang sangat menyulitkan untuk membuat dua file atau message yang berbeda dengan message digest yang sama.. Sebuah message digest berfungsi

Variabel pemoderasian dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak negara dengan konsentrasi kepemilikan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000 yang berarti bahwa pihak Negara

49,09%, dengan kandungan organik awal sebesar 19.3 mg/l menjadi 9.8 mg/l, zat organik yang diperoleh dari permeat sudah mendekati baku mutu yang diperbolehkan

Adapun informasi biaya dan sampel yang dihasilkan selama bulan Januari, dan Februari 2017 pada Unit Analitik adalah sebagai

Warga Kota Semarang yang memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin dan/atau tidak mampu Kota Semarang (Jamkesmaskot) atau SKM atau SKTM dari Kepala Kelurahan setempat,

Dalam Undang-Undang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (5) dikemukakan “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian