• Tidak ada hasil yang ditemukan

sebelumnya. Standart rata-rata sectio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "sebelumnya. Standart rata-rata sectio"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI SECTIO CAESAREA

DI RUANG SRIWIJAYA RSUD. Prof. Dr. SOEKANDAR

KABUPATEN MOJOKERTO

Lasiyati Yuswo Yani*, Farah Yuni Kurniawati**

STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto,

Abstract

Sectio caesarea surgery is an action that can cause tension (stress). Mothers who will undergo surgery sectio caesarea generally experience anxiety (ansietas) that vary from mild to severe levels. Guided imagery is a therapeutic technique used for relaxation and can reducing anxiety. This study aims to prove the influence of guided imagery techniques on changes in anxiety levels of preoperative patients sectio caesarea in RSUD. Prof. Dr. Soekandar Mojokerto regency. In this research the design used is pre experiment with one-group type pre-post test design. A sample of 15 people was taken by accidental sampling. Given guided imagery therapy at 2 hours before surgery then performed tabulation of data tested using descriptive analysis mode. Data collection using HARS questionnaires. There is influence of guided imagery technique to change anxiety level of pre surgical patient of sectio caesarea which level of anxiety before given guided imagery technique obtained data more than half that is 9 respondents (60%) with moderate anxiety level and anxiety level after given guided imagery technique obtained data more than half that is 9 respondents (60%) with mild anxiety level. Guided imagery technique capable of making the visual cortex of the brain processing the imagination strongly associated with the autonomic nervous system that controls involuntary movements include: pulse, respiration and physical response to stress. Guided imagery can also secrete endorphin hormones that can help the relaxation process to affect of anxiety levels.

Keywords: Anxiety, Sectio Caesarea, Guided Imagery. PENDAHULUAN

Tindakan pembedahan (operasi) sectio caesarea merupakan tindakan yang dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan menjalani tindakan pembedahan sectio caesarea umumnya mengalami kecemasan (ansietas) yang bervariasi dari tingkat ringan sampai berat. Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil keputusan tindakan guna mengatasi ancaman (Ibrahim A.S, 2012). Berbagai faktor yang dapat

menyebabkan kecemasan dalam menghadapi operasi tersebut antara lain takut nyeri setelah pembedahan, takut menghadapi ruang operasi, takut tidak sadar lagi saat dibius dan takut operasi gagal (Brunner & Suddarth 2002; Syaiful 2012). Keadaan yang tidak menyenangkan tersebut akan menimbulkan perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman K.L, 2010).

Data World Health

Organisation (WHO) tahun 2011 dilaporkan bahwa angka kejadian sectio caesarea meningkat 5 kali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Standart rata-rata sectio

(2)

2 caesarea disebuah negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia, rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbons, 2010). Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Wijaya Surabaya didapatkan hampir semua pasien pra operasi sectio caesaria mengalami kecemasan yang bervariasi, yaitu 30% (10 pasien) mengalami cemas ringan, 60% (20 pasien) mengalami cemas sedang dan 10% (3 pasien) mengalami cemas berat (Syaiful, 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Januari 2017 di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto dari hasil pengambilan data selama satu tahun dari bulan Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 terdapat 474 pasien yang melakukan persalinan dengan cara operasi sectio caesarea. Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 Januari 2017 sampai dengan 22 Januari 2017 kepada 5 pasien pra operasi sectio caesarea didapatkan pasien yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 1 responden (20%), cemas sedang sebanyak 3 responden (60%) dan cemas berat sebanyak 1 responden (20%).

Kecemasan yang dirasakan oleh pasien sebelum pembedahan biasanya ditandai dengan perubahan fisik dan psikologi seperti meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali dan bahkan sulit tidur (Suliswati 2005; Syaiful 2012). Kecemasan ini akan berakibat buruk apabila tidak segera diatasi dapat meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan

pendarahan baik pada saat pembedahan maupun setelah pembedahan. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi (Efendy 2005; Firman 2012).

Salah satu metode yang cukup sering digunakan untuk mengurangi kecemasan oleh berbagai kalangan yaitu relaksasi. Teknik relaksasi merupakan suatu bentuk penanganan dengan cara mengajak serta mengantar klien untuk beristirahat atau bersantai dengan asumsi bahwa istirahat dapat mengurangi tegangan psikologis (Chaplin 2002; Purnama 2015).

Guided imagery adalah teknik

terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan. Terapi Imagery dapat membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan, salah satunya yaitu menurunkan kecemasan. Dalam latihan imagery, terapis membimbing klien untuk merasakan atau memvisualisasi tujuan relaksasi dan penyembuhan (Susana, 2011).

Respon kecemasan lebih dominan pada sistem saraf simpatik, sedangkan respon relaksasi lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik yang mampu mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatik berfungsi mengendalikan fungsi denyut jantung sehingga membuat tubuh rileks. Pada teknik guided imagery, korteks visual otak yang memproses imajinasi mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stress dan membantu mengeluarkan hormon endorpin sehingga terjadi proses

(3)

3 relaksasi dan kecemasan menurun (Simon 2003; Reliani 2015).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan psikoneuro -immunologi yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan dengan teori Gate Control yang menyatakan bahwa “Hanya satu impuls yang dapat berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu dan jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak dapat dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang kecemasan dapat menurun.

Guided imagery juga dapat

melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit (Liebert, 2008).

Komponen pada teknik guided zimagery lebih dari sekedar visual, melainkan mampu melibatkan semua panca indera berupa penciuman, pendengaran, pengecap, dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi serta perilaku seseorang. Melalui pemanfaat lima indra tersebut dapat mempengaruhi perspektif personal individu terhadap diri dan lingkungan sekitarnya (Nguyen 2012; Purnama 2015). Dalam prosedur teknik guided imagery ini juga melibatkan beberapa teknik relaksasi lain seperti mengatur pola nafas dan mengiringi proses imajinasi klien dengan terapi musik. Guided imagery merupakan terapi nonfarmakologi yang efektif digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan.

METODE PENELITIAN

Rancangan dalam penelitian ini adalah one-group pre - post test design. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria peneliti berjumlah 15 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling yakni

accidental sampling. Jumlah sampel minimum pada jenis penelitian eksprerimen adalah 15 subyek per grup (Kasjono H, 2009). Penelitian dilakukan tanggal 22 Maret - 19 April 2017. Alat ukur menggunakan Kuisioner HARS (Hamilton Anxiety rating Scale) yang terdiri dari 14 pertanyaan.

Uji statistik pada penelitian ini menggunakan Uji Deskriptif Modus yakni untuk mengetahui perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada responden. Nilai modus yang didapatkan sebelum perlakuan yaitu berada pada tingkat kecemasan sedang dan sesudah perlukan berada pada tingkat kecemasan ringan. Analisa data ini menggunakan program software SPSS 16.0.

HASIL PENELITIAN 1. Data Umum

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada pasien pra operasi sectio caesarea di

RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak adalah pada

No Usia Freku ensi Prosentase (%) 1. 20-24 tahun 1 6,7 2. 25-29 tahun 4 26,7 3. 30-34 tahun 6 40 4. 35-39 tahun 3 20 5. 40-44 tahun 1 6,7 Total 15 100

(4)

4 rentan usia 30-34 tahun yaitu terdapat 6 responden (40%).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir pada pasien sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki riwayat pendidikan terakhir SMA yaitu terdapat 11 responden (73,3%).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan pada pasien sectio caesarea di

RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden tidak berkerja yaitu terdapat 10 responden (66, %).

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi

responden berdasarkan status

pernikahan pada pasien sectio

caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa semua responden sudah menikah yaitu terdapat 15 responden (100%).

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman operasi sebelumnya pada pasien

sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.

Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa semua responden tidak pernah mengalami operasi sebelumnya yaitu terdapat 15 responden (100%). No Pendidikan Terakhir Freku ensi Prosent ase (%) 1. Tidak Sekolah 0 0 2. SD 0 0 3. SMP 0 0 4. SMA 11 73,3 5. Perguruan Tinggi 4 26,7 Total 15 100 No Pekerjaan Freku ensi Prosenta se (%) 1. Tidak Bekerja 10 66,7 2. Swasta 3 20 3. Pegawai Negeri 2 13,3 Total 15 100 No Status Pernikahan Freku ensi Prosent ase (%) 1. Belum Menikah 0 0 2. Menikah 15 100 Total 15 100 No Pengalaman Operasi Freku ensi Prosen tase (%) 1. Tidak Pernah 15 100 2. Pernah 0 0 Total 15 100

(5)

5 Tabel 4.6 Distribusi frekuensi

tingkat kecemasan responden

sebelum perlakuan pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan sedang yaitu terdapat 9 responden (60%).

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi

tingkat kecemasan sesudah

perlakuan pada pasien pra operasi

sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.

Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan yaitu terdapat 9 responden (60%).

Diagram 4.1 Analisis perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah perlakuan pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017 0% 26,7% 33,3% 60% 60% 13,3% 6,7% 0% 0% 0% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pra Eksperimen Post Eksperimen Tidak Cemas

Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Cemas Berat Sekali

Berdasarkan diagram 4.1 diketahui bahwa sebelum diberi perlakuan sebagian besar responden mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 responden (60 %) dan sesudah diberi perlakuan sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan sebanyak 9 responden (60%).

PEMBAHASAN

1. Tingkat kecemasan sebelum

dilakukan teknik guided imagery pada pasien pra operasi sectio

No Kecemasan Freku ensi Prosent ase (%) 1. Tidak Ada Kecemasan 0 0 2. Kecemasan Ringan 5 33,3 3. Kecemasan Sedang 9 60 4. Kecemasan Berat 1 6,7 5. Panik 0 0 Total 15 100 No Kecemasa n Freku ensi Prosent ase (%) 1. Tidak Ada Kecemasan 4 26,7 2. Kecemasan Ringan 9 60 3. Kecemasan Sedang 2 13,3 4. Kecemasan Berat 0 0 5. Panik 0 0 Total 15 100

(6)

6

caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 5 responden (33,3%), kecemasan sedang sebanyak 9 responden (60%) dan yang mengalami kecemasan berat sebanyak 1 responden (6,7%). Data tersebut menunjukkan bahwa semua responden mengalami kecemasan mulai dari tingkat kecemasan ringan sampai tingkat kecemasan berat.

Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tindakan pembedahan (operasi) sectio caesarea merupakan tindakan yang dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan menjalani tindakan pembedahan sectio caesarea umumnya mengalami kecemasan (ansietas) yang bervariasi dari tingkat ringan sampai berat. Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil keputusan tindakan guna mengatasi ancaman (Ibrahim A.S, 2012). Kecemasan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti usia, pengalaman, aset fisik. Dan faktor eksternal seperti pengetahuan, pendidikan, finansial, keluarga, obat dan dukungan sosial budaya (Mubarak, 2015). Selain itu menurut Long (1996) dalam Sari (2012) faktor yang juga dapat mempengaruhi kecemasan antara lain : perkembangan kepribadian, maturasional, tingkat pengetahuan, karakteristik stimulus dan karakteristik individu.

Pada penelitian ini, peneliti juga menganalisa tentang beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pra operasi sectio caesarea. Berdasarkan data pada tabel 4.6 juga menunjukkan mayoritas pasien mengalami kecemasan ringan sampai kecemasan berat. Peneliti berpendapat bahwa terjadinya kecemasan ini banyak dipengaruhi oleh faktor pengalaman operasi sectio caesarea sebelumnya. Faktor pengalaman merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan sebab individu yang mempunyai pengalaman yang sama sebelumya akan belajar dan meningkatkan ketrampilan dalam menghadapi kecemasan (Mubarak, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada tabel 4.5 bahwa semua responden sejumalah 15 responden (100%) adalah pasien yang sebelumnya tidak pernah menjalani operasi sectio caesarea atau responden yang baru pertama kali menjalani operasi sectio caesarea. Peneliti menemukan bahwa responden yang baru pertama kali menjalani operasi

sectio caesarea lebih banyak

megatakan bahwa ia merasa cemas dan takut karena tidak mengetahui bagaimana kondisi fisik dan lingkungan yang sebenarnya ketika operasi sectio caesarea sedang berjalan. Mereka merasa takut karena belum memiliki pengalaman yang sama sebelumnya.

Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang. Pada hasil penelitian tabel 4.2 meunjukkan sebagian besar responden memiliki riwayat pendidikian terakhir yaitu SMA sebanyak 11 responden (73,3%). Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi kecemasan yang ada. Hal

(7)

7 ini juga berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan intelektual yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi kecemasan (Mubarak, 2015). Individu dengan tingkat pengetahuana lebih tinggi akan mempunyai koping yang lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat pengetahuannya lebih rendah (Long, 1996; Sari, 2012). Seseorang yang mempunyai riwayat pendidikan terakhir rendah cenderung lebih mudah mengalami kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor pengetahuan yang kurang dan kurangnya perkembangan kepribadian dan maturasional pola koping dilakukan oleh orang tersebut. Namun pada penelitian kali ini faktor pendidikan belum dapat dikatakan memiliki pengaruh yang lebih dikarenakan rata-rata responden memiliki riwayat pendidikan yang cukup tinggi yaitu SMA.

Usia merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua responden sebanyak 15 responden (100%) berusia antara 20-40 tahun. Pada usia dewasa ini tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan, umumnya di usia dewasa ini mengalami ancaman konsep diri sehingga menyebabkan mereka mudah cemas (Long, 1996; Sari, 2012). Namun usia juga belum bisa berpengaruh terlalu dominan karena semua responden berada pada usia 20-40 tahun dimana usia tersebut termasuk dalam kategori dewasa sehingga responden memiliki tingkat maturasional yang cukup baik untuk

merespon kecemasan yang ada. Dan untuk kecemasan yang masih dirasakan oleh responden tentunya disebabkan oleh beberapa hal seperti pemikiran yang negatif terhadap tindakan pembedahan sectio caesarea yang akan dijalani.

Pada pasien yang akan menjalani operasi sectio caesarea akan mengalami stimulus yang datang secara tiba-tiba dan tidak memberi waktu yang banyak bagi seseorang untuk mengembangkan mekanisme kopingnya sehingga lebih banyak memberikan respon kecemasan yang nyata. Kecemasan ini juga bisa disebabkan karena pemikiran dan perasaan yang tidak terkontrol seperti takut nyeri setelah pembedahan, takut menghadapi ruang operasi, takut tidak sadar lagi saat dibius dan takut operasi gagal sehingga mengancam jiwa anak dan dirinya. Hal ini dapat terjadi karena operasi sectio caesarea yang baru pertama kali dijalani oleh seluruh responden. Keadaan ini juga didukung oleh kurangnya kematangan emosional, kurangnya kekuatan berfikir seseorang dalam mengolah stressor yang dihadapinya, cara memandang stressornya yang negatif sehingga menyebabkan koping konstruktif dalam mengahadapi masalah sehingga timbul kecemasan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh responden yaitu ibu yang akan menjalani operasi sectio caesarea mengalami kecemasan yang bevariasi mulai dari kecemasan ringan hingga kecemasan berat.

2. 2. Tingkat kecemasan sesudah

dilakukan teknik guided imagery pada pasien pra operasi sectio

(8)

8

caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 4 responden (26,7%), kecemasan ringan sebanyak 9 responden (60%) dan yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 2 responden (13,3%). Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat kecemasan setelah dilakukan teknik guided imagery.

Dalam penelitian ini faktor pendidikan menjadi faktor yang cukup berpengaruh pada tingkat kecemasan setelah dilakukan teknik guided

imagery. Berdasarkan tabel 4.3

didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki riwayat pendidikan SMA sebanyak 11 responden (73,3%) dan sisanya sebanyak 4 responden (26,7%) memiliki riwayat pendidikan Perguruan Tinggi. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi kecemasan yang ada. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan intelektual yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi kecemasan (Mubarak, 2015). Faktor pendidikan sangat mempengaruhi hasil penelitian kali ini, sebab responden lebih mudah diajak untuk bekerjasama dalam melakukan teknik guided imagery. Tingkat intelektual yang tinggi memudahkan pasien untuk mengikuti dan menerima alur teknik guided imagery sehingga dampak yang ditimbulkan akan lebih terasa dan nampak. Oleh karena itu pada penelitian kali ini teknik guided

imagery cukup efektif dalam

menurunkan tingkat kecemasan

responden krena dilakukan sesuai prosedur yang ada.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang yaitu status pernikahan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh responden memiliki status telah menikah sebanyak 15 responden (100%). Status pernikahan berhubungan dengan keluarga, dimana peran pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam memberikan dukugan. Suami yang penuh pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan yang dihadapi oleh istri akan dapat memberikan rasa ketenangan dan menurunkan kecemasan (Mubarak, 2015). Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bahwa peran pasangan sangat membantu berjalannya teknik guided imagery karena kebanyakan responden bersedia menjalani teknik ini atas persetujuan dan dampingan dari pasangan. Faktor dukungan sosial keluarga juga tak kalah penting untuk proses teknik guided imagery ini, karena selama perlakuan kerjasama dari keluarga juga diperlukan agar kondisi lingkungan tidak ramai sehingga responden lebih mudah untuk berkonsentrasi dan mengikuti alur teknik guided imagery.

Faktor usia juga tak kalah penting dalam pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan kali ini. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa seluruh responden sejumlah 15 responden (100%) berada pada usia 20-40 tahun dimana usi tersebut termasuk dalam kategori usia dewasa. Teori menyatakan bahwa pada usia dewasa (>20tahun) ini tingkat maturasi dan perkembangan individu sudak cukup baik sehingga akan lebih mudah memahami informasi yang diterima

(9)

9 lebih mudah mengatasi masalah dengan menggunakan mekanisme koping yang efektif dan konstruktif (Long, 1996; Sari M.T, 2012). Dalam melakukan teknik guided imagery peneliti memerlukan kerjasama yang lebih dengan responden. Karena semua responden sudah dewasa maka peneliti lebih mudah memberikan informasi bagaimana teknik guided imagery ini dilakukan. Umumnya reponden sangat terbuka terhadap teknik yang peneliti ajarkan dan mampu melaksanakan prosedur dengan baik sehingga hasil yang didapatkan juga memumaskan.

3. Analisa perubahan tingkat

kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan teknik guided imagery pada pasien pra operasi sectio

caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

Berdasarkan hasil penelitian pada diagram 4.1 menunjukkan bahwa responden mengalami penurunan kecemasan dari cemas berat ke cemas sedang sebanyak 1 responden (6,7%), dari cemas sedang ke cemas ringan sebanyak 7 responden (46,7%), dari cemas sedang ke tidak cemas sebanyak 1 responden (6,7%) dan dari cemas ringan ke tidak cemas sebanyak 3 responden (20%) dan sebanyak 3 responden (20%) tingkat kecemasannya tetap. Dari data tersebut didapatkan nilai modus sebelum perlakuan yaitu berada pada tingkat kecemasan sedang dan sesudah perlakuan berada pada tingkat kecemasan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan teknik guided imagery.

Pada teknik guided imagery, korteks visual otak yang memproses imajinasi mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stress dan membantu mengeluarkan hormon endorpin sehingga terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun (Simon 2003; Reliani 2015).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan psikoneuro-immunologi yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan dengan teori Gate Control yang menyatakan bahwa “Hanya satu impuls yang dapat berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu dan jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak dapat dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang kecemasan dapat menurun.

Guided imagery juga dapat

melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit (Liebert, 2008). Komponen pada teknik guided imagery lebih dari sekedar visual, melainkan mampu melibatkan semua panca indera berupa penciuman, pendengaran, pengecap, dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi serta perilaku seseorang. Melalui pemanfaatan indra tersebut dapat mempengaruhi perspektif personal individu terhadap diri dan lingkungan sekitarnya (Nguyen 2012; Purnama 2015).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya dalam jurnal nasional ilmiah psikologi terapan oleh Purnama (2015) tentang “Guided imagery terhadap tingkat kecemasan menjelang persalinan pada ibu hamil” yang menyimpulkan bahwa

(10)

10 menurunkan tingkat kecemasan ibu yang akan menjalani persalinan. Dan dalam jurnal keperawatan oleh Kurniyawan (2012) tentang “Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi” yang menyimpulkan bahwa teknik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi.

Dalam prosedur teknik guided

imagery ini melibatkan beberapa

teknik relaksasi lain seperti mengatur pola nafas dan mengiringi proses imajinasi klien dengan terapi musik sehingga pikiran dan otot-otot tubuh akan menjadi lebih rileks. Peneliti menggunakan rekaman terapi guided imagery melalui handphone yang didengarkan kepada responden dalam memberikan perlakuan, hal ini tentunya dapat menghemat waktu dan tenaga peneliti dalam melakukan intervensi. Selain itu rekaman teknik guided imagery tersebut juga dapat diberikan kepada responden untuk disimpan dan didengarkan kembali ketika ia merasa cemas kembali atau ketika ia merasakan nyeri setelah operasi, karena teknik guided imagery ini juga mampu mengurangi nyeri pada seseorang apabila dilakukan secara rutin.

Teknik guided imagery dipilih karena merupakan teknik relaksasi yang cocok digunakan untuk ibu yang akan menjalani operasi sectio caesarea dibandingkan dengan teknik relaksasi lainnya. Karena dalam prosedur teknik ini tidak memerlukan tenaga lebih dan gerakan-gerakan yang memungkinkan ibu kesulitan untuk melakukan gerakan dikarenakan kondisi yang sedang hamil.

Teknik guided imagery ini juga mampu melibatkan tubuh dan pikiran

secara bersamaan sehingga responden lebih mudah merasakan dampak yang ditimbulkan oleh teknik ini yaitu otot-otot tubuh menjadi lebih santai dan tidak tegang sehingga pikiran akan lebih nyaman dan positif, hal tersebut dapat membuat tingkat kecemasan semakin berkurang atau bahkan hilang. Namun semua teknik relaksasi memerlukan kondisi lingkungan yang tenang sehingga untuk teknik guided

imagery ini kurang efektif jika

dilakukan di rumah sakit dengan lingkungan yang ramai. Namun sebagai upaya menangani hal tersebut peneliti berusaha untuk mengkondisikan lingkungan agar tenang dengan bekerjasama dengan perawat, keluarga pasien dan staf rumah sakit lainnya agar tidak mengganggu selama proses berjalannya teknik guided imagery ini. Sehingga setelah diberikan teknik guided imagery terdapat perubahan tingkat kecemasan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi tersebut. Dengan demikian teknik guided imagery merupakan teknik relaksasi yang efektif dalam menurunkan kecemasan apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada.

.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Terdapat pengaruh pemberian teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada pasien pra operasi sectio caesarea di ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto. Hal ini dibuktikan dengan nilai modus tingkat kecemasan yang sering muncul sebelum diberikan teknik guided imagery yaitu pada tingkat kecemasan

(11)

11 sedang dan sesudah diberikan teknik guided imagery nilai yang sering muncul yaitu pada tingkat kecemasan ringan. Teknik guided imagery mampu membuat korteks visual otak yang memproses imajinasi berhubungan kuat dengan sistem syaraf otonom yang mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stress. Teknik

guided imagery juga dapat

mengeluarkan hormon endorphin yang membantu proses relaksasi sehingga berpengaruh pada tingkat kecemasan.

Saran

1. Bagi Pasien

Diharapkan bagi pasien pra operasi sectio caesarea agar melakukan teknik guided imagery untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut ketika operasi sectio caesarea sedang dilakukan. 2. Bagi Petugas Kesehatan

Asuhan keperawatan pasien yang holistik kini semakin surut terutama dalam sisi psikologi pasien. Sehingga diharapkan asuhan keperawatan yang holistik untuk tetap diaplikasikan kepada pasien terutama terhadap tingkat kecemasan pasien yang dapat diberikan teknik guided imagery. 3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bagi Rumah Sakit untuk menerapkan asuhan keperawatan dalam mengatasi tingkat kecemasan kepada seluruh pasien dewasa dengan berbagai diagnosa medis. Hal ini dapat dilakukan dengan memutarkan rekaman terapi guided imagery di setiap ruangan pada jam tertentu setiap harinya. Sehingga kondisi psikologis pasien akan lebih baik

dan dapat membantu proses penyembuhan pasien.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya A. Penentuan Responden

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar lebih tepat dalam memilih responden misalnya pasien pra operasi abdomen, pasien yang menjalani Hemodialisa dan lain sebagainya agar jumlah responden semakin banyak dan menunjang hasil penelitian yang lebih baik pula.

B. Pengkondisian Lingkungan Dikarenakan pada penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit dengan kondisi lingkungan yang ramai apabila tidak dikondisikan sehingga memungkinkan responden kesulitan untuk berkonsentrasi ketika teknik guided imagery dilakukan, maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya lebih dapat mengkondisikan lingkungan terlebih dahulu dengan sebaik mungkin agar teknik guided imagery dapat lebih efektif dalam menurunkan kecemasan. DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, AS. 2012. Panik Neurosis

dan Gangguan Cemas.

Tanggerang : Jelajah Nusa. Kasjono, Heru Subaris. 2009. Teknik

Sampling Untuk Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Kurniyawan. 2012. Pengaruh Teknik

(12)

12 Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi.

Liebert, M.C. 2016. Guided Imagery.

Journal DOI:

10.1089/act.2008.14604. Mary Ann Liebert, INC. Vol 14 No 6 December 2008. (Diakses pada tanggal 28 November 2016).

Mubarak, W.I., Indrawati, L., & Susanto, J. 2015. Buku Ajar

Ilmu Keperawatan Dasar

Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Purnama. 2015. Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Menjelang Persalinan Pada

Ibu Hamil. Jurnal Ilmiah

Psikologi Terapan ISSN: 2301-8267 Vol.03, No.02. Universitas Muhammadiyah Malang.

Rochman, K.L. 2010. Kesehatan

Mental. Purwokerto: Fajar

Media Press

Susana. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Syaiful. 2012. Teknik Distraksi Mendengarkan Ayat Suci

Al-Quran Menurunkan

Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Cesarea. Journals of Ners Community Vol 3 No 2 November 2012. PSIK FIK Universitas Gresik.

Gambar

Tabel  4.2  Distribusi  frekuensi  responden  berdasarkan  pendidikan  terakhir  pada  pasien  sectio  caesarea  di  RSUD
Tabel  4.7  Distribusi  frekuensi  tingkat  kecemasan  sesudah  perlakuan  pada  pasien  pra  operasi  sectio  caesarea  di  RSUD

Referensi

Dokumen terkait

dikarenakan kondisi pada Basement dan Ground dikondisikan pada suhu dan kelembaban udara yang sama, sehingga tidak terjadi perpindahan panas. Tetapi pada lantai

Tindakan operasi Sectio Caesare dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan persalinan pervagina karena mempunyai resiko pada ibu dan janin. Dengan pertimbangan hal –

Sehingga dapat dilihat adanya permasalahan antara administrasi rumah sakit dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dikarenakan kerjasama antara rumah sakit

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Taylor (1994), dapat disimpulkan bahwa aspek mutu pelayanan rumah sakit sebagai indikator kepuasan pasien cenderung

Pada jam-jam kerja tersebut, karyawan akan bekerja berdasarkan kesigapan dalam melihat kondisi rumah makan yaitu apabila rumah makan sedang ramai, maka karyawan

Penelitian ini merupakan penelitian dibidang manajemen rumah sakit khususnya manajemen strategis rumah sakit, dalam upaya memberikan informasi mengenai kondisi

1.Secara umum lingkungan kerja paramedis pada Rumah Sakit Indrya Husada PTPN III Membang Muda dinyatakan dalam kondisi baik, namun apabila dilihat secara terperinci

Keadaan ini (hospitalisasi) terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut