• Tidak ada hasil yang ditemukan

RTNH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RTNH"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, mengisyaratkan Pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, mengisyaratkan bahwa untuk perencanaan tata ruang wilayah kota perlu memperhatikan rencana bahwa untuk perencanaan tata ruang wilayah kota perlu memperhatikan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau. Sehubungan dengan hal tersebut, penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman terkait.

maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman terkait.

Buku pedoman ini disusun oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Buku pedoman ini disusun oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum dan merupakan salah satu rujukan teknis Pemerintah Kota dan Pekerjaan Umum dan merupakan salah satu rujukan teknis Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten serta seluruh pemangku kepentingan (

Pemerintah Kabupaten serta seluruh pemangku kepentingan ( stakeholders stakeholders ) terutama para) terutama para

praktisi dan para akademisi di berbagai kegiatan yang dalam tugas dan kegiatannya praktisi dan para akademisi di berbagai kegiatan yang dalam tugas dan kegiatannya berkaitan dengan penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di berkaitan dengan penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di kawasan perkotaan.

kawasan perkotaan.

Pedoman ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik

Pedoman ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standarisasi Bahan Konstruksi Bangunan danStandarisasi Bahan Konstruksi Bangunan dan

Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja

Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja PerencanaaPerencanaan Subpanitia Teknis Tata n Subpanitia Teknis Tata Ruang.Ruang.

Proses penyusunan pedoman ini telah melibatkan berbagai kalangan masyarakat termasuk Proses penyusunan pedoman ini telah melibatkan berbagai kalangan masyarakat termasuk para akademisi dari perguruan tinggi terkemuka, assosiasi profesi, PEMDA dan pihak terkait para akademisi dari perguruan tinggi terkemuka, assosiasi profesi, PEMDA dan pihak terkait lainnya.

lainnya.

Pedoman ini berisi rujukan untuk penyediaan dan kriteria RTNH, kelengkapan utilisasi pada Pedoman ini berisi rujukan untuk penyediaan dan kriteria RTNH, kelengkapan utilisasi pada RTNH, pemanfaatan RTNH, prosedur perencanaan dan peran masyarakat yang semuanya RTNH, pemanfaatan RTNH, prosedur perencanaan dan peran masyarakat yang semuanya merupakan pedoman teknis yang berlaku secara nasional dan diterbitkan kemudian dalam merupakan pedoman teknis yang berlaku secara nasional dan diterbitkan kemudian dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum.

bentuk Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum.

Kami mengharapkan upaya fasilitasi pemerintah ini tidak selesai dengan adanya pedoman Kami mengharapkan upaya fasilitasi pemerintah ini tidak selesai dengan adanya pedoman ini, namun

ini, namun dapat dilanjutkan dengdapat dilanjutkan dengan upaya penyebarluaan upaya penyebarluasan dan penyempurnasan dan penyempurnaannya. Untukannya. Untuk itu segala masukan, saran maupun kritik untuk perbaikan pedoman ini sangat kami hargai. itu segala masukan, saran maupun kritik untuk perbaikan pedoman ini sangat kami hargai. Kami mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan Kami mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan pedoman ini.

pedoman ini.

Direktur Penataan Ruang

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

PRAKATA ...

PRAKATA ...Error! Bookmark not defined.Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...iiii DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL ... ... vivi DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR GAMBAR ...viivii DAFTAR DIAGRAM ... DAFTAR DIAGRAM ...viiiviii

BAB

BAB I I PENDAHULUAN PENDAHULUAN ...11 1.1. Latar Belakang

1.1. Latar Belakang ...11 1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran ...11 1.2.1. Maksud ... 1.2.1. Maksud ...11 1.2.2. Tujuan ... 1.2.2. Tujuan ...11 1.2.3. Sasaran ... 1.2.3. Sasaran ...11 1.3. Fungsi Pedoman 1.3. Fungsi Pedoman ...22 1.4. Pemahaman Singkat mengenai Kota ...

1.4. Pemahaman Singkat mengenai Kota ...22

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH ...33 1.6. Istilah dan Definisi ... 1.6. Istilah dan Definisi ...55

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM ...1111 2.1. Ruang

2.1. Ruang Lingkup Lingkup ... ... 1111 2.2. Acuan Normatif ...

2.2. Acuan Normatif ... ... 1111 2.3. Kedudukan Pedoman Penyediaan dan

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

PRAKATA ...

PRAKATA ...Error! Bookmark not defined.Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...iiii DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL ... ... vivi DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR GAMBAR ...viivii DAFTAR DIAGRAM ... DAFTAR DIAGRAM ...viiiviii

BAB

BAB I I PENDAHULUAN PENDAHULUAN ...11 1.1. Latar Belakang

1.1. Latar Belakang ...11 1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran ...11 1.2.1. Maksud ... 1.2.1. Maksud ...11 1.2.2. Tujuan ... 1.2.2. Tujuan ...11 1.2.3. Sasaran ... 1.2.3. Sasaran ...11 1.3. Fungsi Pedoman 1.3. Fungsi Pedoman ...22 1.4. Pemahaman Singkat mengenai Kota ...

1.4. Pemahaman Singkat mengenai Kota ...22

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH ...33 1.6. Istilah dan Definisi ... 1.6. Istilah dan Definisi ...55

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM ...1111 2.1. Ruang

2.1. Ruang Lingkup Lingkup ... ... 1111 2.2. Acuan Normatif ...

2.2. Acuan Normatif ... ... 1111 2.3. Kedudukan Pedoman Penyediaan dan

(4)

2.8.5. Pembatas (

2.8.5. Pembatas (Buffer Buffer ) ...) ...2121 2.8.6. Koridor ...

2.8.6. Koridor ... ... 2222

BAB III

BAB III PENYEDIAAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN PENYEDIAAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN ... ... 2424 3.1. Skema Kedudukan

3.1. Skema Kedudukan RTNH pada Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan RTNH pada Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan ... .. 2424 3.2. Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan

3.2. Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan ...2525 3.3. Arahan dan Kriteria Penyediaan RTNH

3.3. Arahan dan Kriteria Penyediaan RTNH ...2626 3.3.1. Pada Pekarangan Bangunan

3.3.1. Pada Pekarangan Bangunan ...2626 3.3.1.1. RTNH di

3.3.1.1. RTNH di Lingkungan Bangunan Rumah Lingkungan Bangunan Rumah ...2626 3.3.1.2. RTNH

3.3.1.2. RTNH di Lingkungan di Lingkungan Bangunan Hunian Bukan Bangunan Hunian Bukan Rumah Rumah ... ... 2727 3.3.1.3. RTNH

3.3.1.3. RTNH di di Lingkungan Bangunan Pemerintahan Lingkungan Bangunan Pemerintahan ... ... 2727 3.3.1.4. RTNH di Lingkungan Banguna

3.3.1.4. RTNH di Lingkungan Bangunan Komersial ...n Komersial ...2828 3.3.1.5. RTNH di

3.3.1.5. RTNH di Lingkungan Bangunan Sosial Budaya ...Lingkungan Bangunan Sosial Budaya ... ... 2929 3.3.1.6. RTNH di Lingkungan Banguna

3.3.1.6. RTNH di Lingkungan Bangunan Pendidikan ...n Pendidikan ...2929 3.3.1.7. RTNH di

3.3.1.7. RTNH di Lingkungan Sarana Olahraga ...Lingkungan Sarana Olahraga ... ... 2929 3.3.1.8. RTNH

3.3.1.8. RTNH di di Lingkungan Bangunan Kesehatan ...Lingkungan Bangunan Kesehatan ... ... 3030 3.3.1.9. RTNH

3.3.1.9. RTNH di Lingkungan di Lingkungan Sarana Transportasi ...Sarana Transportasi ... .... 3131 3.3.2. Pada Skala Sub-Kawasa

3.3.2. Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan ...n dan Kawasan ...3333 3.3.2.1. RTNH Skala

3.3.2.1. RTNH Skala Rukun Tetangga (Lapangan RT) ...Rukun Tetangga (Lapangan RT) ... ... 3333 3.3.2.2. RTNH Skala

3.3.2.2. RTNH Skala Rukun Warga (Lapangan RW) Rukun Warga (Lapangan RW) ...3333 3.3.2.3. RTNH

3.3.2.3. RTNH Skala Skala Kelurahan (Lapangan/Alun-Alun Kelurahan) ... Kelurahan (Lapangan/Alun-Alun Kelurahan) ... 3333 3.3.2.4. RTNH

3.3.2.4. RTNH Skala Kecamatan Skala Kecamatan (Lapangan/Alu(Lapangan/Alun-Alun Kecamatan) n-Alun Kecamatan) ...3333 3.3.3. Pada Wilayah Kota/Perkotaa

(5)

3.6. Pengaturan material, sistem drainase, sistem

3.6. Pengaturan material, sistem drainase, sistem persampahan dan marka pada tipe-tipepersampahan dan marka pada tipe-tipe

RTNH

RTNH ... ... 4444 3.6.1. Atribut Ruang Parkir...

3.6.1. Atribut Ruang Parkir...4444

3.6.2. Plasa 3.6.2. Plasa ... ... 4848 3.6.2.1. Deskripsi ... 3.6.2.1. Deskripsi ...4848 3.6.2.3. Pertimbangan Perencanaan ... 3.6.2.3. Pertimbangan Perencanaan ...4848

3.6.2.4. Detail Lapisan Permukaan Plasa

3.6.2.4. Detail Lapisan Permukaan Plasa ...5050 3.6.2.5. Aplikasi

3.6.2.5. Aplikasi ...5454 3.6.3. Area Olah Raga dan Area Ber

3.6.3. Area Olah Raga dan Area Bermain main ...5757

BAB IV

BAB IV PEMANFAATAN RTNH DI PEMANFAATAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN KAWASAN PERKOTAAN ... ... 5858 4.1. Pemanfaatan RTNH Pada Lingkungan Bangunan

4.1. Pemanfaatan RTNH Pada Lingkungan Bangunan ...5858 4.1.1. RTNH Pekarangan Bangunan Hunian

4.1.1. RTNH Pekarangan Bangunan Hunian ...5858 4.1.2. RTNH Halaman Bangunan Non Hun

4.1.2. RTNH Halaman Bangunan Non Hunian ian ...5858 4.2. Pemanfaatan RTNH Pada

4.2. Pemanfaatan RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan Skala Sub-Kawasan dan Kawasan ...5858 4.2.1. RTNH Rukun Tetangga ... 4.2.1. RTNH Rukun Tetangga ...5858 4.2.2. RTNH Rukun Warga ... 4.2.2. RTNH Rukun Warga ...5858 4.2.3. RTNH Kelurahan ... 4.2.3. RTNH Kelurahan ...5858 4.2.4. RTNH Kecamatan ... 4.2.4. RTNH Kecamatan ...5959 4.3. Pemanfaatan

4.3. Pemanfaatan RTNH Pada Wilayah RTNH Pada Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan Kota/Kawasan Perkotaan ...5959 4.3.1. Alun-Alun ...

4.3.1. Alun-Alun ... ... 5959 4.3.2. Plasa Bangunan Ibadah ...

4.3.2. Plasa Bangunan Ibadah ...5959

4.3.3. Plasa Monumen ...

(6)

5.4. Peran Masyarakat dan Kearifan Lokal ...71

5.4.1. Peran Masyarakat dalam Tahap Penyediaan ...71

5.4.2. Peran Masyarakat dalam Tahap Pemanfaatan ...73

5.5. Pemangku Kepentingan (Stakeholders ) ...73

5.5.1. Individu/Kelompok ...73

5.5.2. Swasta ... 74

5.5.3. Lembaga/Badan Hukum ...75

5.6. Penghargaan dan Kompensasi ...75

5.6.1. Penghargaan ...75

5.6.2. Kompensasi ...76 LAMPIRAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kedalaman Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH ...14

Tabel 3.1. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Pemerintahan dan Pelayanan Umum ...28

Tabel 3.2. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Komersial ...28

Tabel 3.3. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Sosial Budaya ... 29

Tabel 3.4. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Pendidikan ...29

Tabel 3.5. Standar Luas Penyediaan RT pada Sarana Olahraga ...30

Tabel 3.6. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Kesehatan ... 30

Tabel 3.7. Standar Luas Penyediaan RT pada Sarana Transportasi ... 32

Tabel 3.8. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Ibadah ... 33

Tabel 3.9. Standar Luas Penyediaan RT pada Prasarana Persampahan ...34

Tabel 3.10 Standar Perhitungan Parkir untuk Pusat Kegiatan ...36

Tabel 3.11 Jaringan Sistem Drainase RTNH ...41

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh RTNH Plasa ...18

Gambar 2.2 Contoh RTNH Plasa ...18

Gambar 2.3 Contoh RTNH Plasa ...19

Gambar 2.4 Contoh RTNH Parkir ...19

Gambar 2.5 Contoh RTNH Olahraga ...20

Gambar 2.6 Contoh RTNH Olahraga ...20

Gambar 2.7 Contoh RTNH Bermain ...21

Gambar 2.8 Contoh RTNH Bermain ...21

Gambar 2.9 Contoh RTNH Pembatas ...21

Gambar 2.10 Contoh RTNH Pembatas ...22

Gambar 2.11 Contoh RTNH Median ...22

Gambar 2.12 Contoh RTNH Koridor ...23

Gambar 3.1. Hirarki Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan ...26

Gambar 3.2. Penggunaan Sel Bio-Retensi untuk Pulau pada Area Parkir ...38

Gambar 3.3. Perkerasan Tanpa Beton Pembatas dan Selokan yang Diperkeras ... 39

Gambar 3.4. Skema Bio-swale ...39

Gambar 3.5. Pemutusan Beton Pembatas /Area Impermeable ...39

Gambar 3.6. Paving Blok Permeabel ...40

Gambar 3.7. Area Parkir Permeabel ...40

Gambar 3.8. Perkerasan Permeabel - Aspal Permeable dan Beton Permeable ... 40

(9)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Kedudukan Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH dalam RTR

Kawasan Perkotaan ………..13

Diagram 2.2 Rasional Penyelenggaraan RTNH……….. 15

Diagram 3.1. Kedudukan RTNH dalam Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan……… 24

Diagram 3.2. Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan……… 25

Diagram 5.1 Pelibatan Masyarakat pada Pemanfaatan dan Pengendalian... 70

Diagram 5.2 Keterlibatan dalam Proses Perencanaan... 71

Diagram 5.3 Keterlibatan dalam Proses Perancangan... 71

Diagram 5.4 Keterlibatan dalam Proses Pelaksanaan... 71

Diagram 5.5 Keterlibatan dalam Proses Pemanfaatan... 72

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus migrasi desa ke kota dan urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota.

Penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open space ) di perkotaan. Kualitas ruang terbuka publik mengalami penurunan yang sangat signifikan, sehingga telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti sering terjadinya banjir di perkotaan, tingginya polusi udara dan suara, meningkatnya kerawanan sosial antara lain: kriminalitas dan tawuran antar warga, serta menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial dan relaksasi.

Secara umum ruang terbuka publik (open space ) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka (ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau) dalam penataan ruang kota maka ketentuan mengenai hal tersebut perlu diatur.

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31 juga diamanatkan perlunya ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau, serta telah disusun Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan (PERMEN PU no 5/PRT/M/2008) yang telah dibahas pada Sub Panitia Teknis Tata Ruang, Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil.

Oleh karena itu Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau disusun untuk digunakan sebagai acuan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk dalam perencanaan ruang dalam skala rencana umum maupun detail, bahkan pada skala yang lebih teknis

(11)

• Teridentifikasinya konsepsi pembangunan berdampak rendah pada penyediaan RTNH;

• Teridentifikasinya pemanfaatan RTNH di kawasan perkotaan;

• Teridentifikasinya proses penyelenggaraan RTNH dan keterlibatan pihak terkait.

1.3. Fungsi Pedoman

Fungsi dari pedoman ini adalah sebagai masukan teknis penyelenggaraan ruang terbuka non hijau dalam penyusunan rencana tata ruang, termasuk dalam hal ini adalah penyusunan revisi tata ruang. Dalam konteks penyelenggaraan ruang terbuka non hijau, rencana tata ruang yang diamanatkan mengatur penyelenggaraan ruang terbuka non hijau yaitu:

• Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota

• Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

• Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK)

Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau ini selanjutnya akan menjadi masukan teknis dalam penyusunan rencana umum dan rencana detail sesuai dengan kedalaman substansial masing-masing produk rencana tata ruang tersebut.

1.4. Pemahaman Singkat Mengenai Kota

Kota sebagai pusat pembangunan wilayah, umumnya memiliki karakter spesifik melalui proses akumulasi, akulturasi dan asimilasi berbagai suku, etnis, ras, karakter dan pola kehidupan sosial dan budaya yang beragam.

Kota juga mempunyai nilai ekonomi dan strategis lainnya yang harus ditangani secara komprehensif, sinergis dan sekaligus akomodatif terhadap keanekaragaman berbagai aspek yang ada, untuk mewujudkan perkembangan dan pertumbuhan kota secara optimal.

Dua klasifikasi hirarki kota yang umum digunakan di Indonesia dalam perencanaan kota, antara lain:

1. Klasifikasi Hirarki Kota berdasarkan jumlah penduduk

R.M Highsmith & Ray M. Northam (1968) membagi hirarki kota berdasarkan jumlah penduduknya sebagai berikut:

(12)

• Kawasan perkotaan besar, kriteria jumlah penduduk lebih dari 500.000 – 

1.000.000 jiwa.

• Kawasan metropolitan, kriteria jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 jiwa.

• Kawasan megapolitan, kriteria memiliki 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan

yang mempunyai hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. 2. Klasifikasi Hirarki Kota berdasarkan fungsi politik administratif

• Kota kecamatan, yaitu ibukota kecamatan pusat pertumbuhan kecamatan

• Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat pusat pemerintahan kabupaten

• Ibukota provinsi, yaitu kota tempat pusat pemerintahan suatu provinsi

• Ibu kota negara, yaitu kota tempat pusat pemerintahan suatu negara

Berdasarkan UU 26 tahun 2007 pasal 14 ayat 2c disebutkan bahwa rencana umum tata ruang secara berhierarki terdiri atas rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Wilayah kota dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif suatu pemerintahan kota yang dikepalai oleh seorang walikota.

Berdasarkan UU 26 tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pengertian kawasan perkotaan di sini menekankan pada deliniasi fungsional dan bukan secara administratif, artinya kawasan perkotaan tidak hanya dapat berada di suatu wilayah kota, namun juga dapat berada pada suatu wilayah kabupaten.

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang diketahui bahwa:

Ruang terbuka hijau  adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang  penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman , baik yang tumbuh  secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

(13)

• Ruang terbuka hijau publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah 

daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sebuah definisi yang dipublikasi secara luas terdapat pada buku The Job of the Practicing  Planner oleh Albert Solnit. Solnit (2008) mendefinisikan open space sebagai:

• Hamparan lahan tidak terbangun atau secara minimum terbangun dengan beberapa 

  jenis penggunaan (misalnya: lapangan golf, lahan pertanian, taman, permukiman  kepadatan rendah) atau lahan yang dibiarkan tidak terbangun untuk tujuan estetika  atau ekologis, kesehatan, kesejahteraan, atau keamanan (misalnya: jalur hijau, jalur  banjir, lereng atau lahan basah).

• Ruang terbuka dapat juga diklasifikasi berdasarkan kepemilikan: (1) ruang terbuka 

privat (lahan pada perumahan atau pertanian milik privat); (2) ruang terbuka untuk  kepentingan umum (lahan yang ditujukan atau direncanakan sebagai ruang terbuka  dengan akses dan penggunaan secara umum oleh masyarakat); (3) ruang terbuka  publik (lahan yang dimiliki secara publik untuk penggunaan rekreasi masyarakat baik  aktif ataupun pasif).

Beberapa kebijakan pada Kualitas Desain Ruang Urban Perkerasan dan Elemen Jalan di Tshwane (kota di benua Afrika) menyebutkan beberapa terminologi terkait, seperti:

• ruang urban publik  adalah suatu ruang eksternal ataupun internal yang  dapat 

diakses oleh publik tanpa kontrol ataupun larangan  tanpa melihat kepemilikannya . Contoh dari ruang urban publik termasuk mal, pertokoan, jalan, boulevard, plasa, taman dan promenade.

• ruang urban komunal  (disebut juga sebagai ruang urban semi publik) adalah ruang 

yang hanya dapat diakses oleh sekelompok orang tertentu yang heterogen dan spesifik  beserta tamu mereka. Contoh dari ruang urban komunal termasuk ruang dalam taman  pada suatu kantor atau kelompok perumahan.

Ruang yang secara eksklusif digunakan oleh kelompok orang dalam jumlah yang lebih  kecil dan bersifat homogen (seperti keluarga, teman, kelompok agama, sosial dan  politik, organisasi binis dan lainnya) merupakan  ruang privat  yang tidak dapat  dikategorikan sebagai komunal.

(14)

1. Terdapat perbedaan antara pengertian Ruang Terbuka yang didefinisikan oleh UU26/07 dengan Open Space yang didefinisikan pustaka luar negeri.

2. Open  didefinisikan sebagai akses , sedangkan Terbuka didefinisikan sebagai fisik . Pengertian Open Space merupakan ruang yang secara akses terbuka untuk siapapun,

tidak memandang kepemilikannya. Sedangkan pengertian Ruang Terbuka 

merupakan ruang yang secara fisik terbuka diluar bangunan. Sehingga pengertian Ruang Terbuka lebih luas dibandingkan dengan pengertian Open Space .

3. Berdasarkan kepemilikannya pengertian Ruang Terbuka dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ruang Terbuka Publik  (yaitu ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah atau pemerintah daerah) dan Ruang Terbuka Privat (yaitu ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh swasta atau individu). Ruang Terbuka Publik dan Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses secara bebas  inilah yang didefinisikan oleh pengertian Open Space .

Untuk menyimpulkan RTNH secara definitif perlu dilakukan beberapa penjabaran pengertian terkait, seperti:

1. Ruang Terbuka : (UU 26/07) ruang yang secara fisik bersifat terbuka,

dengan kata lain ruang yang berada di luar ruang tertutup (bangunan)

2. Ruang Terbuka Hijau : (kata kunci) ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman

(UU 26/07). Sehingga ruang terbuka yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat digolongkan sebagai RTH.

3. Ruang Urban Lembut  : (Pedoman Kota Tshwane) ruang terbuka tidak

terbangun dengan dominasi vegetasi atau permukaan berpori. Jadi ruang urban lembut mengacu pada jenis permukaannya, ruang terbuka yang berporositas baik, seperti misalnya tanah atau pasir, masih tergolong ruang terbuka lembut.

4. Ruang Urban Keras : (Pedoman Kota Tshwane) ruang terbuka yang terbangun

dengan konstruksi tertentu atau perkerasan . Jadi ruang terbuka keras mengacu pada jenis permukaannya, berbagai

(15)

1. Apartemen (Apartment ) adalah bangunan hunian bukan rumah bertingkat sedang atau bertingkat tinggi yang terdiri yang terdiri dari sejumlah unit/satuan hunian yang terpisah dengan klasifikasi menengah sampai mewah (memiliki nilai sewa/jual relatif tinggi).

2. Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair.

3. Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan  jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen Iansekapnya

adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.

4. Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.

5. Kawasan perkotaan, adalah bagian wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi yang dominan berbentuk jasa.

6. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara

luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah

perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

7. Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Misalnya, bila KDH adalah 25%, maka luas minimal area hijau yang harus disediakan adalah 25% dari 100% ruang terbuka di luar bangunan.

(16)

14. Perkerasan (Paving ) adalah berbagai jenis bahan atau material yang digunakan untuk menutup permukaan tanah secara buatan yang bersifat keras (tidak lunak). 15. Penutup tanah hijau, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai

penutup tanah.

16. Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.

17. Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

18. Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

19. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya)

20. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

21. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

22. Rumah Susun adalah bangunan hunian bukan rumah bertingkat sedang atau bertingkat tinggi yang terdiri yang terdiri dari sejumlah unit/satuan hunian yang terpisah dengan klasifikasi rendah sampai menengah (memiliki nilai sewa/jual relatif rendah).

(17)

1. Pembangunan Dampak Rendah (Low Impact Development- LID ) adalah strategi pembangunan berdampak rendah yang membuat sistem perkerasan berperan hidrologis mampu menyalurkan air permukaan ke lapisan dibawahnya dan ekonomis karena meminimalisasi sistem drainase.

2. Perkerasan permeable (Permeable paving)  adalah tipe LID yaitu perkerasan tembus air atau perkerasan poros yaitu jenis perkerasan yang berpori sehingga dapat mengalirkan air di permukaan perkerasan ke lapisan dibawahnya.

3. Sel bio-retensi (Bioretention Cells)  adalah tipe LID berupa campuran tanah dengan kelembaban di atas lapisan batu beserta tanaman yang tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berfungsi menampung dan mengalirkan air resapan ke lapisan dibawahnya selama 24 jam yang merupakan masukan untuk air tanah

dan tidak memberi kesempatan terjadi genangan dan kemungkinan

berkembangbiaknya nyamuk. Digunakan pada pulau pada area parkir, tepi dari area perkerasan, disisi-sisi bangunan, jalur median, ruang terbuka dan area rerumputan.

4. Jalur filter (Filter strip) adalah tipe LID berupa area jalur bertanaman pekat/padat yang berfungsi menahan semburan air, menampung air permukaan yang bila sudah jenuh akan menjadi media pengantar ke sistem bioretention cell dibawahnya atau area resapan didekatnya. Digunakan untuk tepian area perkerasan (jalan atau area parkir), pulau-pulau pada area parkir, ruang terbuka, atau disekitar bangunan. 5. Filter bak pohon (Tree Box Filters)  adalah bioretention cells  yang diberi tempat

berbentuk kotak dengan tanaman/pohon, yang ditempatkan di sisi sepanjang kanstin atau lubang tempat masuk air ke sistem drainase. Berfungsi menangkap limpasan air permukaan dan memperindah ruang sisi jalan dengan lansekap pohon-pohon dan area tanaman. Digunakan disepanjang sisi kanstin di tepi perkerasan.

6. Jalur atau selokan (Strip atau trench)  adalah bentuk jalur memanjang atau selokan yang menggunakan material bio-retention cells .

7. Beton Pembatas (Curb)  adalah kansteen atau strukur pembatas jalan.

(18)

13. Lahan Coklat (Brownfields)  adalah area lahan yang pernah dimanfaatkan oleh fungsi industri atau komersial tertentu, dimana tanahnya diindikasi telah terkontaminasi oleh limbah atau polusi dalam konsentrasi rendah. Istilah terkait lainnya yaitu Lahan Hijau (Greenfields), merupakan lahan yang belum pernah digunakan untuk kegiatan apapun, serta Lahan abu-abu (Greyfields), merupakan lahan terbengkalai atau mati sebagai aset real estate yang tidak memiliki nilai.

14. Revitalisasi Bangunan (Building retrofits)  adalah pemanfaatan bangunan lama atau yang sudah ada.

15. Angkutan umum ulang alik (Traditional commuting transports)  adalah angkutan yang digunakan masyarakat untuk kegiatan sehari-hari seperti ke kantor, sekolah, berbelanja dan lainnya secara bolak balik.

16. Perkerasan Porous (Pervious pavement) adalah permiable pavement .

17. Pengguna Jalan Ulang Alik (Telecommuters) adalah orang yang biasa bepergian setiap hari menggunakan kendaraan ke kantor, ke sekolah dan lainnya.

18. Garasi Terbuka (Carport)  adalah area diperkeras di halaman rumah untuk parkir kendaraan.

19. Lembar Jaringan Kawat (Wire-mesh) adalah lembaran tulangan beton yang di las di pabrik dengan diameter dan jarak tertentu.

20. Lapisan kedap air (Sealant) adalah lapisan penahan air.

21. Penyelesaian Sapu Lidi (Broom-finisheed)  adalah permukaan dengan tekstur kekasaran yang diperoleh dengan pemukulan dengan sapu lidi.

22. Rumah Petugas Parkir (Parking booths)  adalah ruang/menara petugas pengawas area parkir.

23. Bahu jalan (Berms) adalah ruang antara jalur lalu lintas dan trotoir.

24. Jalur Masuk Parkir (Driveways)  adalah ruang pada area parkir yang menghubungkan area parkir dan jalan raya.

25. Jalur Akses Parkir (Access Lanes)  adalah ruang untuk lalu lintas pada area parkir untuk sirkulasi kendaraan.

(19)

38. Sambungan Muai (Expansion joints and flashing)  adalah elemen sambungan untuk menutup sela antar struktur sehingga air tidak dapat masuk.

39. Bahan Penutup Akhir (Finishing)  adalah lapisan penutup permukaan di sisi terluar.

(20)

BAB II KETENTUAN UMUM

2.1. Ruang Lingkup

Pedoman ini terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan teknis serta lampiran-lampiran sebagai pelengkapnya.

Ketentuan umum meliputi ruang lingkup pedoman, acuan normatif, kedudukan pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTNH dalam rencana tata ruang wilayah, tujuan penyelenggaraan RTNH, fungsi dan manfaat RTNH, dan tipologi RTNH.

Ketentuan teknis merupakan pedoman rinci, meliputi: penyediaan RTNH berdasarkan: luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhan fungsi tertentu tertentu; arahan penyediaan dan kriteria RTNH; utilisasi pada RTNH; dan pemanfaatan RTNH: pada bangunan/perumahan, pada lingkungan/permukiman, pada kota/perkotaan, fungsi tertentu; prosedur perencanaan dan peran masyarakat.

Dalam penjelasan selanjutnya, akan dijabarkan mengenai pembagian RTNH secara lebih detail yang terdiri dari Ruang Terbuka Perkerasan ( Paved ), Ruang Terbuka Biru (Badan Air) dan Ruang Terbuka Kondisi Lainnya. Namun demikian, pedoman ini hanya akan mengatur penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Perkerasan ( Paved ) saja.

2.2. Acuan Normatif

1. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung 2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air 3. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Derah

4. Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan 5. Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 6. Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang

(21)

2.3. Kedudukan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH dalam Rencana

Tata Ruang Wilayah

Kedudukan pedoman ini merupakan aturan tambahan (suplemen) dari pedoman penataan ruang yang telah ada. Seperti diketahui bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah nomor 327/KPTS/M/2002 telah ditetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, yaitu:

1. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi;

2. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi; 3. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

4. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 5. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan;

6. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan. Sedangkan dalam proses penyusunan rencana tata ruang, berbagai hal yang direncanakan membutuhkan arahan atau aturan tertentu, termasuk dalam hal ini arahan penyelenggaraan ruang terbuka non hijau. Sehingga dalam menunjang operasionalisasi enam pedoman bidang penataan ruang tersebut, pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau ini akan melengkapi panduan bagi pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaksana penyusunan rencana tata ruang di wilayahnya.

Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Berdasarkan wilayah administrasinya, penataan ruang terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau.

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau selain dimuat dalam RTRW Kota, RDTR Kota, atau RTR Kawasan Strategis Kota, juga dimuat dalam RTR Kawasan

(22)

Diagram 2.1 Kedudukan Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH dalam RTR Kawasan Perkotaan

Sumber: Rumusan Tim Penyusun, 2008 

Kedalaman rencana penyediaan dan pemanfaatan RTNH pada masing-masing rencana tata

PEDOMAN PENYEDIAANN DAN PEMANFAATAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan RTNH •Peraturan/ Kebijakan terkait (PP, KEPPRES, KEPMEN, PERMEN)

•SNI, pedoman terkait

Rencana Teknis RTRK dan/atau RTBL Perbaikan  Pengembangan kembali  Pembangunan baru  Pelestarian  Perencanaan dan Perancangan Teknis RTNH Sub Kawasan

(23)

Tabel 2.1 Kedalaman Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH

Jenis Rencana Tata Ruang Kedalaman Muatan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

(Rencana Umum)

1) Penetapan jenis dan lokasi RTNH yang akan disediakan;

2) Tahap-tahap implementasi penyediaan RTNH; 3) Ketentuan pemanfaatan RTNH secara umum; 4) Tipologi masing-masing RTNH, arahan elemen

pelengkap pada RTNH, hingga konsep-konsep rencana RTNH sebagai arahan untuk

pengembangan disain selanjutnya. RDTRK/RTR Kawasan

Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan

(Rencana Rinci)

1) Rencana penyediaan RTNH yang dirinci bedasarkan jenis/tipologi RTNH, lokasi, dan luas dengan skala yang lebih detail/besar; 2) Arahan elemen pelengkap pada RTNH;

3) Konsep-konsep rencana RTNH sebagai arahan untuk pengembangan disain selanjutnya;

4) Indikasi program mewujudkan penyediaan RTNH pada masing-masing kawasan/bagian wilayah kota;

5) Ketentuan tentang peraturan zonasi. RTRK dan/atau RTBL

sub-kawasan (Rencana Teknis)

1) Penetapan lokasi dan alokasi RTNH pada sub kawasan sesuai arah RDTR dan analisa

kebutuhan;

2) Konsep perancangan RTNH sebagai arahan desain teknis;

3) Rancangan umum yang terdiri dari peruntukan lahan makro dan mikro RTNH, rencana perpetakan RTNH, rencana tapak RTNH,

rencana wujud visual RTNH, rencana

prasarana dan sarana RTNH;

4) Panduan rancangan yang terdiri dari ketentuan dasar implementasi dan prinsip pengembangan

(24)

4. Dalam konteks lingkungan hidup, Pengaturan Penyediaan RTNH dapat diarahkan dengan berbagai kelengkapan utillisasinya (misalnya drainase dan peresapan), sehingga kedepannya penyediaan RTNH bukan hanya sekedar perkerasan, tapi secara ekologis dapat membantu fungsi RTH dalam konservasi air tanah.

5. Sehingga secara fungsional dan ekologis penyediaan RTNH memiliki peranan strategis yaitu sebagai komplementer (pelengkap) dari penyediaan RTH di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan. Secara fungsional, fungsi utama RTH adalah Ekologis dan dilengkapi oleh fungsi utama RTNH Sosio-Kultural. Secara ekologis RTH memiliki peranan penting, demikian juga RTNH bila dilengkapi dengan utilisasinya.

6. Hasil Pengamatan Daerah dapat memberikan gambaran berbagai kebutuhan dan kondisi terhadap Penyediaan RTNH di Kota-Kota se-Indonesia.

7. RTNH memiliki aspek historis. Sehingga secara historis, penyediaan RTNH sudah menjadi kebutuhan suatu wilayah yang berlangsung sejak zaman dahulu, baik di dalam maupun di luar negeri. Kurangnya penyediaan RTNH dalam konteks kepemerintahan akan menghilangkan nilai histroris sosio-kultural yang telah berlangsung secara turun menurun.

Secara skematis, Rasional penyelenggaraan RTNH dapat digambarkan sebagai berikut. Diagram 2.2 Rasional Penyelenggaraan RTNH

RTH Konvensi Rio de Janeiro Kebutuhan Ekologis Pedoman RTH UU 26/2007 RTNH Pedoman RTNH Kebutuhan Ruang Aktivitas Tuntutan Historis Kedudukan Sejajar

Pengkondisian yang lebih baik pada permukaan tanah

(dibanding RTH), sehingga RTNH dapat dimanfaatkan

(25)

2.5.2. Fungsi Pelengkap/Ekstrinsik RTNH

Fungsi tambahan RTNH adalah dalam fungsinya secara: 1. Ekologis

a. RTNH mampu menciptakan suatu sistem sirkulasi udara dan air dalam skala lingkungan, kawasan dan kota secara alami berlangsung lancar (sebagai suatu ruang terbuka).

b. RTNH berkontribusi dalam penyerapan air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan.

2. Ekonomis

a. RTNH memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya.

b. RTNH secara fungsional dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kegiatan sektor informal sebagai bentuk pemberdayaan usaha kecil.

3. Arsitektural

a. RTNH meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan.

b. RTNH dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. c. RTNH menjadi salah satu pembentuk faktor keindahan arsitektural.

d. RTNH mampu menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

4. Darurat

a. RTNH seperti diamanahkan oleh arahan mitigasi bencana alam harus memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat bencana alam.

(26)

2.7. Pendekatan Pemahaman RTNH

2.7.1. RTNH berdasarkan Struktur & Pola Ruang

RTNH berdasarkan struktur dan pola ruang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Secara Hirarkis

Secara hirarkis merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya pada suatu tingkatan administratif. Hal ini terkait dengan suatu struktur ruang yang terkait dengan struktur pelayanan suatu wilayah berdasarkan pendekatan administratif. RTNH secara hirarkis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. RTNH skala Kabupaten/Kota b. RTNH skala Kecamatan c. RTNH skala Kelurahan d. RTNH skala Lingkungan RW e. RTNH skala Lingkungan RT 2. Secara Fungsional

Secara fungsional merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya sebagai penunjang dari suatu fungsi bangunan tertentu. Hal ini terkait dengan suatu pola ruang yang terkait dengan penggunaan ruang yang secara detail digambarkan dalam fungsi bangunan. RTNH secara fungsional dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian b. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial c. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya d. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan e. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga f. RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan g. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi h. RTNH pada Lingkungan Bangunan Industri i. RTNH pada Lingkungan Bangunan Instalasi 3. Secara Linier

(27)

2.8.1. Plasa

Plasa merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly point ) dengan berbagai jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain.

Beberapa contoh RTNH tipe plasa dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

Gambar 2.1 Contoh RTNH Plasa

Sumber: Tim Penyusun, 2008 

(28)

2.8.2. Parkir fungsi lainny fungsi keunt berlan siste Pada yang tinggi, keter Dala dari t timbul Parkir merupakan utama me a seperti se ekonomis. ngan ekon gsung. Ke pergeraka kawasan p relatif tinggi mengakiba atasan yan banyak ka rgangguny nya kemac suatu ben letakkan ke peda. Laha

Hal ini dika omis atau f udukan lah suatu kaw erkotaan, d , namun di tkan keber g ada, keb sus kekura aktivitas tan yang p ambar 2.3 Sumber:  tuk ruang t ndaraan be parkir dik renakan ma ungsinya d an parkir asan perkot imana ber sisi lain lah

daan lahan eradaan la gan lahan manusia p rah. Contoh R Tim Penyusu  erbuka non rmotor sep nal sebagai nfaatnya y lam menun enjadi bag aan. agai kegiat an yang ter parkir sang an parkir parkir meni da suatu f NH Plasa n, 2008  hijau seba rti mobil a salah satu ng secara l   jang berba ian yang ti an ekonom sedia terba at dibutuhk ang mema mbulkan be ngsi bang ai suatu p au motor; bentuk RT angsung d ai kegiatan dak terpisa is terjadi d as dengan an. Seringk dai menjadi rbagai per nan terten elataran de serta kend H yang me pat membe ekonomis hkan dari ngan inten nilai lahan li oleh ber i sangat la asalahan, tu sampai ngan raan miliki rikan yang uatu sitas yang agai gka. ulai pada

(29)

2.8.3. Lapangan Olahraga

Lapangan olahraga merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya kegiatan olahraga.

Beberapa contoh RTNH tipe lapangan olahraga dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

Gambar 2.5 Contoh RTNH Olahraga

Sumber: Tim Penyusun, 2008 

(30)

Gambar 2.7 Contoh RTNH Bermain

Sumber: www.landscapearchitecture.com, 2008 

Gambar 2.8 Contoh RTNH Bermain

(31)

Gambar 2.10 Contoh RTNH Pembatas

Sumber: Tim Penyusun, 2008 

(32)

Gambar 2.12 Contoh RTNH Koridor

(33)

BAB III PENYEDIAAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN

3.1. Skema Kedudukan RTNH pada Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan

Berdasarkan hasil penjabaran dan penyimpulan pengertian Ruang Terbuka Non Hijau secara definitif, pada bagian ini dapat digambarkan kedudukan RTNH dalam konteks wilayah (spasial) serta pembagiannya. Upaya penjabaran pembagian RTNH dalam konteks wilayah ini dilakukan untuk memperoleh persepsi yang tepat sehingga dalam pengembangan substansi pedoman tidak terjadi kesalahan prinsip.

Skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Berdasarkan UU 26/2007 diamanatkan bahwa penyediaan RTH minimal pada suatu wilayah kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dimana minimal 20% harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau masyarakat. Pertimbangan alokasi ini didasarkan pada kebutuhan ekologis, sesuai dengan konvensi dunia yang disepakati di Rio de Janeiro .

Khusus untuk RTNH, tidak ada aturan khusus yang mengatur penyediaan maksimalnya . Dalam konteks penyediaan, ada beberapa aturan atau standar yang memberikan arahan secara fungsional kebutuhan luasan RTNH untuk setiap fungsi aktivitasnya . Sehingga dapat disimpulkan bahwa arahan penyediaan RTNH tidak mengatur maksimal luasan pada skala wilayah kota/kawasan perkotaan, tetapi mengarahkan pada kebutuhan luasan untuk setiap fungsi aktivitasnya.

Diagram 3.1. Kedudukan RTNH dalam kawasan perkotaan

Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan Ruang Terbuka (secara fisik) = KDB x L = (1-KDB) x L KDB Ruang Tertutup (bangunan gedung)

(34)

Berdasarkan skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan, dapat diindikasi bahwa Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau hanya dibatasi pada pengaturan Ruang Terbuka Perkerasan ( Paved ). Sedangkan untuk Ruang Terbuka Biru, walaupun termasuk dalam kategori RTNH, tidak akan diatur dalam pedoman ini namun akan diatur secara terpisah oleh Direktorat Jenderal SDA. Demikian juga halnya dengan Ruang Terbuka Kondisi Tertentu lainnya, yang diindikasi sebagai RTNH alami, tidak akan diatur dalam pedoman ini karena kategori RTNH tersebut bukan merupakan RTNH binaan/buatan.

Pada skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan batasan substansi pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTNH seperti yang digambarkan dalam persegi dengan garis putus-putus.

Dalam konteks pengaturan, berbagai hal dalam RTNH Perkerasan (paved ) yang berkaitan dengan pedoman atau aturan lain akan tidak akan dijelaskan atau dijabarkan kembali secara detail, namun akan dilakukan pengaitan pada pedoman atau aturan yang bersangkutan.

3.2. Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan

Secara skematis, Penyediaan RTNH di wilayah Kota/Kawasan Perkotaan dapat dijelaskan pada Gambar 3.2.

Diagram 3.2. Penyediaan RTNH di Kawasan Perkotaan

RTNH pada Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan RTNH pada Kawasan Kecamatan RTNH pada Jalan Arteri RTNH pada Jalan Kolektor Alun-alun Kota, Plaza Bangunan Ibadah, dll Alun-alun Kecamatan, Plaza Ban unan Ibadah, dll

RTNH pada bangunan-bangunan fungsional di setiap skala pelayanannya (skala kota, kecamatan, kelurahan, lingkungan RW dan RT), seperti: a. Bangunan RTNH pada Jalan Bebas Hambatan

(35)

pelay kebut tingka Ruan yang terse bentu Ruan misal Dala kebut terjadi nan kegi hannya ya tannya. -ruang akti embentuk ut RTNH d linier. -ruang akti ya Hunian, ruang-ru han dan k . Ga Kete tan fungs ng diindika itas fungsi suatu hubu isediakan u vitas fungs Komersial, ng aktivit tentuan ya bar 3.1. Hi Skala Pusat Ko Skala Kawasan Skala Sub Kaw rangan Aksesibilitas d hirarkinya RTNH pada Jar Aksesibilitas ional ters si berdasar nal terseb gan kegiat ntuk meng ional dapat Sosial Bud s fungsion ng berlaku rarki Peny a (Fungsi) san ngan ingan but, RTN kan jumlah t dihubung n sesuai d komodasi terdiri dar ya, Pendidi al tersebut untuk men diaan RTN disediak populasi kan oleh ja ngan hirark ebutuhan i berbagai kan, Olahra , RTNH njang keb H di Kawa an berda an luas a ingan infra inya. Pada j ksesibilitas   jenis kegia ga, Keseha isediakan rlangsunga an Perkota arkan pro ea pada s truktur (lin  aringan-jari manusia d tan didala an dan lain sesuai de n kegiatan an porsi etiap age ) ngan alam nya, -lain. ngan yang

(36)

Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota, Ditjen Cipta Karya, ketentuan penyediaan RTNH untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai berikut:

1) kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas 500 m2;

2) ruang terbuka non hijau maksimum didasarkan pada perhitungan luas lahan (m2), dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai KDB yang berlaku, dikurangi luas dasar hijau (m2) sesuai KDH yang berlaku.

B. Bangunan Rumah Pekarangan Sedang

Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota, Ditjen Cipta Karya, ketentuan penyediaan RTNH untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai berikut:

1) kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara 200

m2sampai dengan 500 m2;

2) ruang terbuka non hijau maksimum didasarkan pada perhitungan luas lahan (m2), dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai KDB yang berlaku, dikurangi luas dasar hijau (m2) sesuai KDH yang berlaku.

C. Bangunan Rumah Pekarangan Kecil

Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota, Ditjen Cipta Karya, ketentuan penyediaan RTNH untuk pekarangan rumah kecil adalah sebagai berikut:

1) kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah 200 m2;

2) ruang terbuka non hijau maksimum didasarkan pada perhitungan luas lahan (m2), dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai KDB yang berlaku, dikurangi luas dasar hijau (m2) sesuai KDH yang berlaku.

3.3.1.2. RTNH di Lingkungan Bangunan Hunian Bukan Rumah

Bangunan hunian bukan rumah merupakan fungsi-fungsi seperti Hotel dan Motel, Apartemen/Rumah Susun Menengah/Mewah, Rumah Susun Sederhana Sehat juga Maisonnette . RTNH pada bangunan fungsi ini selain terdiri dari lahan parkir bersama, umumnya juga terdiri dari area sosial yang disediakan untuk bersama, seperti sarana olahraga, sarana bermain, sarana berkumpul, dan lain-lain.

(37)

Tabel 3.1. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Pemerintahan dan Pelayanan Umum Luas Lantai Min (m2) Luas Lahan Min (m2) 1 Balai Pertemuan 2.500 150 300 0,120 150 KDH x 150 (100%-KDH) x 150 2 Pos Hansip 2.500 6 12 0,060 6 KDH x 6 (100%-KDH) x 6 3 Gardu Listrik 2.500 20 30 0,012 10 KDH x 10 -4

Telepon Umum, Bis Surat 2.500 - 30 0,012 30 KDH x 30 -5 Parkir Umum 2.500 - 100 0,040 100 KDH x 100 (100%-KDH) x 100 6 Kantor Kelurahan 30.000 500 1.000 0,033 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500 7 Pos Kamtib 30.000 72 200 0,006 128 KDH x 128 (100%-KDH) x 128 8 Pos Pemadam Kebakaran 30.000 72 200 0,006 128 KDH x 128 (100%-KDH) x 128

9 Agen Pelayanan Pos 30.000 36 72 0,002 36 KDH x 36 (100%-KDH) x 36

10

Loket Pembayaran Air Bersih 30.000 21 60 0,000 39 KDH x 39 (100%-KDH) x 39 11 Loket Pembayaran Listrik 30.000 21 60 0,002 39 KDH x 39 (100%-KDH) x 39 12

Telepon Umum, Bis

Surat, Bak Sampah Kecil

30.000 - 80 0,003 80 KDH x 80 -13 Parkir Umum 30.000 - 500 0,017 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500 14 Kantor Kecamatan 120.000 1.000 2.500 0,020 1.500 KDH x 1500 (100%-KDH) x 1500 15 Kantor Polisi 120.000 500 1.000 0,001 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500 16 Pos Pemadam Kebakaran 120.000 500 1.000 0,001 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500

17 Kantor Pos Pembantu 120.000 250 500 0,004 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500

18

Stasiun Teepon Otomat dan Agen Pelayanan Gangguan Telepon

120.000 500 1.000 0,008 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500

19

Balai Nikah / KUA / BP4 120.000 250 750 0,006 500 KDH x 500 (100%-KDH) x 500

20

Telepon Umum, Bis Surat, Bak Sampah Besar

120.000 - 80 0,003 80 KDH x 80

-21 Parkir Umum 120.000 - 2.000 0,017 2.000 KDH x 2000 (100%-KDH) x 2000 KETERANGAN:

*) Luas RT (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih antara Luas Lahan dengan Luas Bangunan **) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (KDH) x Luas RT

***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% - Koefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RT

      K     e      c      a      m      a       t     a     n Luas RTNH (m2)       R       W       K     e       l     u     r      a       h     a      n Standard (m2/jwa) Luas RT (m2) Luas RTH (m2) No Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa) Kebutuhan per Satuan Sarana

(38)

3.3.1.5. RTNH di Lingkungan Bangunan Sosial Budaya 3.3.1.5. RTNH di Lingkungan Bangunan Sosial Budaya

Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan sosial budaya pada Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan sosial budaya pada suatu wilayah a

suatu wilayah atau kawasan. Mentau kawasan. Mengacu pada aragacu pada arahan tersebut han tersebut dapat diketahui dapat diketahui luas ruangluas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai

bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:berikut:

Tabel 3.3. Standar Luas Penyediaan RT

Tabel 3.3. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Sosial Budayapada Bangunan Sosial Budaya

Luas Luas Lantai Lantai Min (m2) Min (m2) Luas Luas Lahan Lahan Min (m2) Min (m2) 11 Balai Balai Warga / BalaiWarga / Balai

Pertemuan Pertemuan

22..550000 115500 330000 00,,112200 115500 KKDDH H x x 115500 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 115500 22 Balai Serbaguna Balai Serbaguna / Balai/ Balai

Karang Taruna Karang Taruna 3300..000000 225500 550000 00,,001177 225500 KKDDH H x x 225500 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 225500 3 G 3 Geedduunng g SSeerrbbaagguunnaa 112200..000000 11..550000 33..000000 00,,002255 11550000 KKDDH H x x 11550000 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 11550000 4 G 4 Geedduunng g BBiioosskkoopp 112200..000000 11..000000 22..000000 00,,001177 11000000 KKDDH H x x 11000000 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 11000000 KETERANGAN: KETERANGAN:

*) Luas RT (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih antara Luas Lahan dengan Luas Bangunan *) Luas RT (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih antara Luas Lahan dengan Luas Bangunan **) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (KDH) x Luas

**) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (KDH) x Luas RTRT

***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% - Koefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RT ***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% - Koefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RT

Luas RTNH Luas RTNH

(m2) (m2) No

No Jenis Jenis SaranaSarana

Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Pendukung Pendukung (jiwa) (jiwa) Kebutuhan per Kebutuhan per Satuan Sarana Satuan Sarana Standard Standard (m2/jwa) (m2/jwa) Luas RT Luas RT (m2) (m2) Luas RTH Luas RTH (m2) (m2)

Sumber: SNI No.

Sumber: SNI No. 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 

3.3.1.6. RTNH di

3.3.1.6. RTNH di Lingkungan Bangunan PendidikanLingkungan Bangunan Pendidikan

Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan

Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan pendidikan pada suatupenyediaan bangunan pendidikan pada suatu

wilayah atau kawasa

wilayah atau kawasan. Mengacu pada arn. Mengacu pada arahan tersebut ahan tersebut dapat diketahudapat diketahui luas ruang terbuka,i luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.4. Standar Luas Penyediaan RT

Tabel 3.4. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Pendidikanpada Bangunan Pendidikan

Luas

Luas LuasLuas Luas RTNHLuas RTNH No

No Jenis Jenis SaranaSarana

Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Kebutuhan per Kebutuhan per Satuan Sarana

(39)

Tabel 3.5. Standar Luas

Tabel 3.5. Standar Luas Penyediaan RT pada Sarana OlahragaPenyediaan RT pada Sarana Olahraga

No

No Jenis Jenis SaranaSarana

Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Pendukung Pendukung (jiwa) (jiwa) Kebutuhan Kebutuhan Luas Luas Lahan Lahan Min (m2) Min (m2) Standard Standard (m2/jwa) (m2/jwa) Luas RT Luas RT (m2) (m2) Luas RTH Luas RTH (m2) (m2) Luas RTNH Luas RTNH (m2) (m2) 11 Taman / TempaTaman / Tempatt

Bermain (RT) Bermain (RT)

225500 225500 11,,000000 225500 KKDDH H x x 225500 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 225500 22 Taman / TempaTaman / Tempatt

Bermain (RW) Bermain (RW)

22..550000 11..225500 00,,550000 11225500 KKDDH H x x 11225500 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 11225500 33 Taman dan LTaman dan Lapanganapangan

Olah Raga Olah Raga (Kelurahan) (Kelurahan)

3300..000000 99..000000 00,,330000 99000000 KKDDH H x x 99000000 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 99000000

44 Taman dan LTaman dan Lapanganapangan Olah Raga Olah Raga (Kecamatan) (Kecamatan) 112200..000000 2244..000000 00,,220000 2244000000 KKDDH H x x 2244000000 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 2244000000 55 JJaalluurrHHiijjaauu -- -- 1155mm -- -- --66 KuburKuburan /an / Pemakaman Umum Pemakaman Umum 112200..000000 -- -- --KETERANGAN: KETERANGAN: *) Luas RT

*) Luas RT (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih antara Luas Lahan dengan Luas Bangunanantara Luas Lahan dengan Luas Bangunan **) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (K

**) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (K DH) x Luas RTDH) x Luas RT ***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% -

***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% - Koefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RTKoefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RT

Sumber: SNI No.

Sumber: SNI No. 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 

3.3.1.8. RTNH di

3.3.1.8. RTNH di Lingkungan Bangunan KesehatanLingkungan Bangunan Kesehatan

Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan

Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan kesehatan pada suatupenyediaan bangunan kesehatan pada suatu

wilayah atau kawasa

wilayah atau kawasan. Mengacu pada arn. Mengacu pada arahan tersebut ahan tersebut dapat diketahudapat diketahui luas ruang terbuka,i luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut: Tabel 3.6. Standar Luas

Tabel 3.6. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan KesehatanPenyediaan RT pada Bangunan Kesehatan

Luas Luas Lantai Lantai Min (m2) Min (m2) Luas Luas Lahan Lahan Min (m2) Min (m2) 11 PPoossyyaanndduu 11..225500 3366 6600 00,,004488 2244 KKDDH H x x 2244 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 2244 22 Balai PengoBalai Pengobatanbatan

Warga Warga 22..550000 115500 330000 00,,112200 115500 KKDDH H x x 115500 ((110000%%--KKDDHH) ) x x 115500 Luas RTNH Luas RTNH (m2) (m2) No

No Jenis Jenis SaranaSarana

Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Pendukung Pendukung (jiwa) (jiwa) Kebutuhan per Kebutuhan per Satuan Sarana Satuan Sarana Standard Standard (m2/jwa) (m2/jwa) Luas RT Luas RT (m2) (m2) Luas RTH Luas RTH (m2) (m2)

(40)

KDH = RTH / RT

KDH = RTH / RT x 100%x 100%

Dimana: Dimana:

KDH

KDH : : Koefisien Koefisien Daerah Daerah Hijau Hijau (%)(%) RTH

RTH : : Ruang Ruang Terbuka Terbuka Hijau Hijau (m2)(m2) RT

RT : : Ruang Ruang Terbuka Terbuka (m2)(m2) Sedangkan,

Sedangkan, KDB

KDB : : Koefisien Koefisien Dasar Dasar Bangunan Bangunan (%)(%) Contoh penggunaan:

Contoh penggunaan:

Pada suatu lahan 100 m2, dengan KDB 60% maka luas bangunan maksimal yang Pada suatu lahan 100 m2, dengan KDB 60% maka luas bangunan maksimal yang diperbolehkan adalah seluas 60m2, sedangkan luas ruang

diperbolehkan adalah seluas 60m2, sedangkan luas ruang terbukanya adalah 40m2. Bilaterbukanya adalah 40m2. Bila

ditentukan KDH pada lokasi tersebut adalah 30%, berikut simulasi perhitungan RTH dan ditentukan KDH pada lokasi tersebut adalah 30%, berikut simulasi perhitungan RTH dan RTNH.

RTNH.

Perhitungan KDH berdasarkan Pedoman RTH: Perhitungan KDH berdasarkan Pedoman RTH:

RTH RTH = KDH = KDH x x RTRT RTH RTH = 30% = 30% x x 40m240m2 RTH = RTH = 12m212m2 (minimal)(minimal) RTNH(maksima RTNH(maksimal) = l) = RT RT – – RTHRTH RTNH(maksima RTNH(maksimal) = l) = 40m2 40m2 – – 12m212m2 RTNH(maksimal) = RTNH(maksimal) = 28m228m2 Perhitungan KDH berdasarkan UU 26/2007: Perhitungan KDH berdasarkan UU 26/2007: RTH RTH = KDH = KDH x x L. L. KavlingKavling RTH RTH = 30% = 30% x x 100m2100m2 RTH = RTH = 30m230m2 (minimal)(minimal)

(41)

luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

(42)

Tabel 3.7. Standar Luas Penyediaan RT pada Sarana Transportasi

Kebutuhan Sarana Transportasi Luas Lahan

(m2) Jangkauan Luas RTNH (m2) Terminal wilayah (tiap

kecamatan)

2.000 120.000 penduduk 2000 Terminal wilayah (tiap

kelurahan)

1.000 30.000 penduduk 1000 Pangkalan oplet / angkot 500 120.000 penduduk 500 Pangkalan becak /

andong

200 30.000 penduduk 200 Pangkalan ojek 200 30.000 penduduk 200

Halte -- -- --Parkir -- -- --Fasilitas prasarana transportasi umum lokal

Sumber: SNI No. 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 

Kolom luas lahan adalah ruang terbuka yang tercipta dari standarisasi penyediaan sarana dan prasarana permukiman, yang merupakan luas RTNH.

3.3.2. Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan

3.3.2.1. RTNH Skala Rukun Tetangga (Lapangan RT)

RTNH Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani (SNI No. 03-1733 tahun 2004).

3.3.2.2. RTNH Skala Rukun Warga (Lapangan RW)

RTNH Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2 . Lokasi taman berada pada radius

(43)

Penyediaan RTNH dalam bentuk alun-alun kota dalam pedoman ini diarahkan pada kompleks pusat pemerintahan kota/kabupaten, yang memiliki fungsi utama untuk lapangan upacara dan kegiatan-kegiatan massal seperti peringatan hari proklamasi, acara rakyat, dan lain-lain.

Kebutuhan luas RTNH dalam bentuk alun-alun kota disesuaikan dengan kebutuhan personil Pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan pertimbangan kapasitas maksimal upacara tingkat Kabupaten/Kota.

3.3.3.2. Plasa Bangunan Ibadah

Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan ibadah pada suatu wilayah atau kawasan. Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.8. Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Ibadah

Luas Lantai Min (m2) Luas Lahan Min (m2) 1 Mushola / Langgar 250 45 100 (bila bangunan tersendiri) 0,360 55 KDH x 55 (100%-KDH) x 55 2 Mesjid Warga (RW) 2.500 300 600 0,240 300 KDH x 300 (100%-KDH) x 300 3 Mesjid Lingkungan (Kelurahan) 30.000 1.800 3.600 0,120 1800 KDH x 1800 (100%-KDH) x 1800 4 Mesjid Kecamatan 120.000 3.600 5.400 0,030 1800 KDH x 1800 (100%-KDH) x 1800 5 Sarana Ibadah Agama Lain Tergantung sistem kekerabatan / hirarki lembaga Tergantung kebiasaan setempat Tergantung kebiasaan setempat - - - -KETERANGAN:

*) Luas RT (Ruang Terbuka): Ruang yang terbentuk dari selisih antara Luas Lahan dengan Luas Bangunan **) Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau): Koefesien Dasar Hijau (KDH) x Luas RT

***) Luas RTNH (Ruang Terbuka Non Hijau): {100% - Koefesien Dasar Hijau (KDH)} x Luas RT

Luas RTNH (m2) No Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa) Kebutuhan per Satuan Sarana Standard (m2/jwa) Luas RT (m2) Luas RTH (m2)

(44)

3.3.4. Pada Fungsi Tertentu 3.3.4.1. Pemakaman

Sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH, disebutkan bahwa tiap makam pada Tempat Pemakaman Umum (TPU) tidak diperkenankan untuk diperkeras. Oleh dasar itulah maka RTNH pada TPU hanya terbatas pada area parkir dan jalur sirkulasi.

Penyediaan RTNH pada TPU untuk area parkir dapat disesuaikan dengan standar kebutuhan parkir yang berlaku di daerah bersangkutan, untuk fungsi pemakaman yang diperhitungkan dari skala pelayanan TPU-nya. Sedangkan penyediaan RTNH untuk jalur sirkulasi disesuaikan dengan kebutuhan luasan sirkulasi sesuai dengan rencana pengaturan makam, dengan pendekatan luasan yaitu maksimal 20% dari luas TPU.

3.3.4.2. Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah

Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan prasarana persampahan pada suatu wilayah atau kawasan. Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.9. Standar Luas Penyediaan RT pada Prasarana Persampahan

Sarana pelengkap Status Dimensi

Rumah (5 jiwa) Tong sampah Pribadi -

-Gerobaksampah 2m3

-Baksampahkecil 6m3 6

Gerobaksampah 2m3

-Bak sampah besar 12 m3 8

Mobilsampah -

-Bak sampah besar 25 m3 12,5

Baksampahakhir -

-Tempat daur ulang sampah

-

-Kota (> 480.000  jiwa)

TPA

-RW (2.500 jiwa) TPS Jarak bebas TPS dengan lingkungan hunian minimal 30m Gerobak mengangkut Kelurahan (30.000 jiwa) TPS Gerobak mengangkut Kecamatan (120.000 jiwa) TPS/TPA lokal Mobil mengangkut Lingkup Prasarana Prasarana Keterangan Luas RTNH (m2) Jenis RTNH

-Sumber: SNI No. 03-1733 tahun 2004 yang dimodifikasi oleh penyusun, 2008 

(45)

• Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RW (2.500

penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala RW, dengan standar penyediaan 400m2, dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.

• Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala kelurahan

(30.000 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala kelurahan, dengan standar penyediaan 2.000m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah kelurahan (seluas 1.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 200 m2).

• Pada penyediaan lahan umum untuk area permukiman skala kecamatan (120.000

penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala kecamatan, dengan standar penyediaan 4.000 m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah kecamatan (seluas 2.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 500 m2).

• Besaran yang terdapat pada area RT, RW, kelurahan dan kecamatan ini belum

termasuk penyediaan lahan parkir yang diperuntukkan bagi bangunan sarana lingkungan pada tiap unit baik RW, kelurahan maupun kecamatan.

• Lokasi lahan parkir untuk lingkungan permukiman ini ditempatkan pada area strategis

sehingga pembatasan aksesibilitasnya hanya khusus bagi penghuni atau penunjang kebutuhan penghuni, misalnya perletakan di area pintu masuk area permukiman.

• Luas lahan parkir ini sangat bergantung tidak hanya pada jumlah pemilikan

kendaraan, melainkan juga pada perencanaan karakter dari kompleks itu sendiri. Sebagai acuan umum luas parkir untuk area permukiman:

Luas lahan parkir (bruto) = 3% x luas daerah yang dilayani

(46)

adalah 60 mobil setiap 1.000 penduduk. Sedangkan standar besaran luas parkir yang umumnya dipakai untuk setiap pusat kegiatan yaitu:

Tabel 3.10 Standar Perhitungan Parkir untuk Pusat Kegiatan

NO FUNGSI TINGKAT STANDAR 1 Mobil 1 Perkantoan - Per 100 m2 2 Jasa/Perdagangan - Per 60 m2

3 Bioskop I Per 7 kursi

II Per 7 kursi III Per 7 kursi 4 Hotel I Per 5 unit kamar

II Per 7 unit kamar III Per 10 unit kamar

5 Restoran I Per 10 m2

II Per 20 m2

6 Pasar Kota Per 100 m2

Wilayah Per 200 m2 Lingkungan Per 300 m2 7 Ged Pertemuan Padat Per 4 m2

Non Padat Per 10 m2

8 GOR Per 15 m2

9 Rumah Sakit VIP Per 1 bed I Per 5 bed II Per 10 bed Sumber: SNI no. 03-1733-2004 

3.4. Perencanaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas RTNH Berpedoman Pada

Konsep

Low Impact Development ( 

LID

 ) 

3.4.1. Tujuan

Tujuan konsep LID pada pembangunan area adalah untuk meminimalkan air permukaan dari air hujan dan mengendalikan bahan larutan yang dihasilkan. Hal ini dilakukan dengan

Gambar

Diagram 2.1  Kedudukan Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH  dalam RTR Kawasan Perkotaan
Diagram 2.2  Rasional Penyelenggaraan RTNH
Gambar 2.1  Contoh RTNH Plasa
Gambar 2.5  Contoh RTNH Olahraga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menjawab pertanyaan pada rumusan masalah maka penelitian ini merupakan penelitian komparatif/perbandingan yaitu membandingkan manakah yang lebih akurat antara

Dengan mengucapkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir hasil penelitian melalui Penelitian Tindakan

• Melakukan engamatan/uji +o'a serta menilai se+ara 'erkelomok tentang engelolaan er'ekalan *armasi di IFRS, "bser#asi • 3eklist lem'ar engamat an sika

[r]

Dalam hal mengatasi permasalahan tersebut, dibuatlah sebuah rancang bangun informasi parkir yang berfungsi untuk menunjukkan jumlah tempat parkir yang masih kosong,

Suatu alat ukur memiliki validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur subjek yang diteliti secara jelas dan cermat (dalam Sugiyono, 2008,

Berdasarkan kondisi, tuntutan untuk lebih berfungsinya kegiatan audit adalah suatu keharusan dan dapat diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap prosedur kegiatan atau

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Eka Setiawati, jurusan Pendidikan Fisika Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung