• Tidak ada hasil yang ditemukan

maupun orang dewasa di dunia. Data WHO menyebutkan sekitar 300 meningkat hingga mencapai 400 juta. Prevalensi asma di Indonesia belum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "maupun orang dewasa di dunia. Data WHO menyebutkan sekitar 300 meningkat hingga mencapai 400 juta. Prevalensi asma di Indonesia belum"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

2

Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa di dunia. Data WHO menyebutkan sekitar 300 juta orang yang menderita asma dan diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat hingga mencapai 400 juta. Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui pasti. Diperkirakan sekitar 2-5% penduduk Indonesia yang menderita asma. Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), menyebutkan prevalensi penderita asma di Indonesia adalah 4,5%, sedangkan di DIY sebesar 7,6% (BPPK, 2013). Data Dinas Kesehatan Sleman tahun 2011 menyebutkan total kasus kunjungan asma yang rawat jalan sebanyak 6.938, dengan rentang usia yang paling banyak 20- <70 tahun (Dinkes, 2011).

Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) mendefinisikan asma

sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak sel yang berperan, menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam hari atau dini hari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu dengan penyakit asma memiliki simptom depresi, lebih tinggi dibanding individu tanpa asma (Gillapsy, Hoff, & Mullins, 2002), remaja dan orang dewasa dengan asma kemungkinan mengalami simptom depresi 60-70% lebih tinggi daripada di antara orang dewasa tanpa asma (Kotrotsiou dkk, 2011).

Adanya simptom depresi pada pasien asma seperti merasa tertekan, merasa tidak nyaman, fungsi harian yang terganggu atau tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti olah raga berat, mucul perasaan

(2)

3

tidak berguna, tidak memiliki harapan, putus asa, hilang semangat, adanya ketakutan akan kambuh sewaktu-waktu (Goldney, Ruffin, Fisher, & Wilson, 2003; Goodwin, Bandiera, Steinberg, Ortega, & Feldman, 2012), kekurangan tujuan dan motivasi dalam hidupnya, memiliki gangguan fungsi kognitif untuk kepatuhan tritmen dan manajemen diri (Bosley, Fosbury, & Cochrane, 1995; DiMatteo, Lepper, & Croghan, 2000; Elsayed, Kamfar, & Sehlo, 2010).

Kepatuhan individu dan keluarga dalam penangan asma sangat diperlukan untuk menurunkan angka kunjungan ke primary care dan menurunkan kejadian hospitalisasi. Dimana semua itu sangat di dukung dengan self-management atau manajemen diri individu yang baik. Manajemen diri adalah kemampuan individu untuk mengelola dirinya dengan mengendalikan simptom, tritmen, menjaga kondisi fisik, konsekuensi psikososial dan perubahan gaya hidup untuk menyesuaikan diri dengan adanya kondisi kesehatan yang kronis (Lorig & Holman, 2003; Coleman & Newton, 2005; Strayer & Caple, 2011).

Manajemen diri pada hasil keluaran kesehatan dapat dilihat dari perubahan perilaku sehat dengan memberikan pasien kesempatan untuk terlibat dalam beberapa tugas dan memberikan ketrampilan untuk membantu menjaga kesehatannya (Lorig & Holman, 2003; Coleman & Newton, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan Lorig juga menemukan bahwa manajemen diri dapat memperbaiki perilaku sehat (olah raga, manajemen simptom kognitif, dan komunikasi dengan dokter), efikasi diri,

(3)

4

status kesehatan dan kunjungan ke UGD menurun (Asyanti & Nuryanti, 2010).

Manajemen diri yang efektif dibutuhkan oleh individu yang memiliki penyakit kronis untuk mengawasi kondisi mereka, pemecahan masalah, dan mengendalikan perilaku dan respon emosi yang dibutuhkan untuk memperoleh kepuasan kualitas hidup (Ross, Williams, & Vethanayagam, 2010). Dengan manajemen diri yang efektif dapat mengurangi simptom depresi, meningkatkan kepatuhan mengonsumsi obat dan mengurangi simptom asma dan tingkat kematian asma (Elsayed, Kamfar, & Sehlo, 2010).

Peningkatan manajemen diri pasien asma telah dilakukan dengan adanya edukasi dari klinisi. Adanya edukasi mengenai manajemen diri yang baik, diharapkan dapat melatih pasien untuk aktif mandiri dalam penanganan penyakitnya, serta akan berdampak pada penurunan angka kunjungan ke primary care atau hospitalisasi. Kenyataannya pemberiaan edukasi saja tidak terlalu efektif dan signifikan dalam meningkatkan manajemen diri pasien (Strayer & Caple, 2011).

Pratyahara (2011) menyebutkan bahwa secara sederhana upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekambuhan asma adalah dengan mengontrol faktor pemicu asma seperti alergen dari lingkungan, teratur minum obat, sesuai dengan anjuran dokter dan berolah raga secara teratur. Daya tahan tubuh seorang penderita asma berbeda sehingga untuk melakukan aktivitas olah raga pun terbatas. Penderita asma dianjurkan

(4)

5

untuk meningkatkan perilaku sehat dengan berolah raga seperti jalan kaki, senam asma, dan renang. Olah raga yang ideal untuk pasien asma adalah 20- 30 menit selama 2-3 kali dalam seminggu (Chandratilleke dkk, 2012; Eijikemans, 2012).

Manajemen diri pada pasien dengan asma terkait dengan penelitian ini, bertujuan untuk meningkatkan perilaku hidup sehat pasien seperti melakukan olah raga yang sesuai anjuran dokter untuk mengontrol kekambuhan asma. Pasien asma memiliki kecenderungan simptom depresi seperti keterbatasan aktivitas fisik, sehingga enggan melakukan kegiatan harian, merasa tidak berguna dan lebih sering bermalas-malasan. Hal tersebut menjadi fakor penghambat peningkatan perilaku hidup sehat pada pasien asma. Dibutuhkan suatu teknik untuk meningkatkan kemampuan manajemen diri pasien, sehingga dapat meningkatkan perilaku hidup sehat yang diharapkan, serta dapat pula mengatasi keterbatasan aktivitas (enggan melakukan kegiatan harian, merasa tidak berguna, dan bermalas-malasan) yang terkait dengan simtom depresi. Berdasaran kesesuaian tujuan dan permasalahan ini, teknik Behavioral Activation dirasa paling sesuai untuk diujicobakan.

Behavioral Activation (BA) atau terapi aktivasi perilaku merupakan

salah satu terapi yang dikembangkan dari terapi perilaku. Sejarah BA bermula dari penjelasan Lewinson bahwa depresi merupakan serangkaian penurunan perilaku, yang ditandai dengan beberapa gejala, seperti anhedonia, reaksi emosional yang disforik karena kehilangan, berkurangnya

(5)

6

atau rendahnya penguat/reinforcement positif (Kanter, Busch, & Rusch, 2009). Selanjutnya Lewinson membuat suatu model terapi berdasarkan fungsi tersebut, yaitu dengan mendorong penjadwalan aktivitas untuk meningkatkan kehadiran reinforcement positif di lingkungan, serta pelatihan keterampilan sosial untuk meningkatkan keterampilan klien untuk meraih dan mempertahankan reinforcement positif (Kanter, Manos, Bowe, Baruch, Busch, & Rusch, 2010).

BA bertujuan untuk mengurangi simptom depresi dan melakukan preventif agar tidak terjadi kekambuhan di waktu yang akan datang dengan memfokuskan secara langsung pada perubahan perilaku. Dasar pemikiran BA yaitu pada permasalahan kehidupan individu dan respon mereka terhadap permasalahan tersebut, mengurangi kemampuan mereka untuk mengalami dukungan positif dari lingkungan. Tritmen dalam BA dilakukan untuk meningkatkan aktivasi secara sistematis guna membantu klien untuk mengalami hubungan yang lebih baik dengan sumber-sumber dukungan dalam hidupnya dan untuk menyelesaikan masalahnya. Tritmen berfokus pada aktivasi dan proses yang menghambat aktivasi, seperti perilaku melarikan diri ataupun menghindar serta suka termenung, untuk meningkatkan pengalaman yang menyenangkan atau lebih produktif serta meningkatkan konteks kehidupan (Martel, 2010).

BA memiliki efektivitas yang setara dengan keseluruhan paket

Cognitive therapy (CT) pada post-intervensi dan dapat mencegah

(6)

7

dan Jacobson, 1998, dalam Manos, Kanter, & Busch, 2010 dan Hopko, Lejuez, Ruggiero, & Eifert, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas terapi perilakuan untuk menurunkan depresi. Hasil penelitian Cuijpers, Van Straten,& Warmerdam (2007) menunjukkan bahwa pengaruh aktivitas harian (dalam tritmen BA) sama efektifnya dengan pemberian terapi kognitif pada orang yang mengalami depresi. Penjadawalan aktivitas harian merupakan intervensi yang relatif lebih simpel, mudah diapahami untuk pasien drepesi dan tidak membutuhkan ketrampilan yang khusus bagi terapis maupun pasien dalam proses tritmen.

Penelitian lain menunjukkan efektivitas teknik BA untuk mengurangi depresi pada pasien dengan penyakit kronis. BA terbukti efektif untuk meningkatkan kondisi klinis dan menurunkan tingkat kecemasan dan depresi secara signifikan pada pasien kanker yang mengalami depresi (Hopko, Robertson,& Colman, 2009). BA juga efektif digunakan untuk meningkatkan kondisi psikologis dan kualitas hidup pasien kanker payudara yang mengalami depresi (Hopko, dkk, 2011). Penelitian lain yang dilakukan Hopko, Robertson, dan Carvalho (2009) pada pasien kanker yang tiba-tiba mengalami depresi, BA memiliki efektivitas yang sama signifikan dengan CBT dalam menurunkan respon negatif dalam menghadapi tekanan hidup yang dialami dengan penyakitnya tersebut.

Hasil penelitian Schneider, dkk (2011) menyatakan bahwa kombinasi latihan atau olahraga dalam strategi BA cukup efektif berpotensi untuk mengurangi simptom depresi, meningkatkan kontrol glikemik dan suasana

(7)

8

hati pada perempuan yang mengalami diabetes tipe 2 dan depresi. Walaupun belum terdapat penelitian mengenai efektivitas teknik BA pada pasien asma, kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa teknik BA efektif diberikan untuk mengatasi permasalahan psikologis pada pasien yang memiliki penyakit kronis.

Berikut ini merupakan gambaran kondisi pasien asma dalam lingkaran depresi dan proses aktivasi perilaku untuk memotong rantai pada lingkaran depresi yang digambarkan dalam lingkaran aktivasi dibawah ini

Gambar 1. Gambaran proses aktivasi perilaku pasien asma dalam lingkaran depresi dan aktivasi

Tiga Lingkaran Aktivasi

Merasa segar, berdaya, bersemangat, bermakna Aktivasi perilaku (olahraga) Pekerjaan selesai, jarang kambuh Tiga Lingkaran depresi

Merasa tidak nyaman, merasa sakit, tidak berguna, tidak berdaya Enggan melakukan kegiatan, Bermalas-malasan Memiliki sakit kronis (asma) 1 2 3 4 5 6

(8)

9

Gambar di atas merupakan salah satu tahapan dalam teknik BA untuk menjelaskan kondisi pasien. Lingkaran pertama yaitu lingkaran depresi, menjelaskan bahwa suatu permasalahan atau kejadian yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam hidup individu dapat mempengaruhi kondisi psikisnya dan bagaimana reaksi atas permasalahan atau kejadian tersebut dapat mempengaruhi situasi yang akan dialami selanjutnya oleh individu. Bagi seorang individu dengan penyakit kronis asma merupakan hal yang tidak menyenangkan dalam hidupnya. Pasien asma memiliki reaksi alami yang mengindikasikan adanya simptom depresi yaitu merasa perasaan tidak nyaman dengan kondisinya, merasa sakit, merasa tidak berguna, merasa tidak berdaya, akibat penyakitnya tersebut. Reaksi alami ini menyebabkan pasien tersebut merespon dengan menunjukkan perilaku enggan melakukan aktivitas dan cenderung untuk bermalas-malasan. Respon tersebut mengantarkan pasien pada kekambuhan akan penyakitnya dan kurangnya produktivitas. Proses ini akan terus menerus berlanjut, menjadi sebuah rantai yang disebut sebagai lingkaran depresi.

BA meyakini bahwa jika rantai tersebut tidak diputus maka kondisi pasien akan semakin memburuk dan menyebabkan kualitas hidupnya pun menurun. Dalam BA ada upaya yang dilakukan untuk memutus rantai atau lingkaran depresi tersebut dengan melakukan aktivasi. Aktivasi dimulai dengan mengubah respon pasien terhadap reaksi alami yang dirasakannya. Pasien diberikan pendampingan untuk melakukan aktivasi perilaku yaitu dengan melakukan aktivitas fisik (olahraga). Aktivasi perilaku ini akan

(9)

10

memberikan pengaruh pada tubuh yaitu tubuh terasa segar dan jarang terjadi kekambuhan, aktif berkegiatan sehingga pekerjaan menjadi terselesaikan. Hal tersebut dapat merubah reaksi negatif menjadi reaksi yang lebih positif seperti merasa lebih bersemangat, berdaya dan bermakna. Pengalaman positif ini dapat menjadi penguat positif bagi aktivitas manajemen diri pasien sehingga akhirnya pasien mengalami peningkatan dalam keterampilan manajemen diri.

BA berfokus pada cara-cara spesifik yang digunakan untuk menghadapi berbagai persoalan atau kejadian dalam kehidupan, mulai dari kegiatan sehari-hari, adanya tekanan kecil yang terjadi hingga berkelanjutan sampai pada perubahan besar dalam hidup yang dapat menyebabkan berkurangnya penguatan positif atau meningkatnya hukuman, sehingga mengakibatkan adanya ketidakgembiraan dan perilaku menarik diri dari aktivitas harian. Hal ini dapat dianggap sebagai masalah utama dalam kehidupan klien (Jacobson, Martel, & Dimidjian, 2001).

Permasalahan utama pada individu yang mengalami penyakit kronis adalah kondisi fisik dan kesehatan yang memburuk sebagai akibat dari rendahnya tingkat penguatan positif ataupun tingginya hukuman. Sering kali individu tersebut menanggapi permasalahan tersebut dengan perilaku-perilaku yang membuat mereka terjebak atau tertahan. Perilaku yang sering ditunjukkan yaitu berhenti melakukan kegiatan yang menyenangkan, melakukan kegiatan dan perilaku penghindaran, atau melakukan kegiatan lain yang terlihat dapat dengan segera mengurangi atau meringankan

Gambar

Gambar 1. Gambaran proses aktivasi perilaku pasien asma dalam  lingkaran depresi dan aktivasi

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian diatas membahas body shaming berpengaruh terhadap kesehatan fisik, gangguan makan dan jika body shaming tidak terjadi dan diubah menjadi menyayangi

Siswa Pelamar, menggunakan NISN dan password yang diberikan oleh Kepala Sekolah pada waktu verifikasi data di PDSS, login ke laman SNMPTN http://snmptn.ac.id untuk

untuk belajar mengubah dan mengembangkan persepsi dan pengertian tentang realitas, dan kemudian berbuat menurut apa yang sesungguhnya diyakini, (2) dialog antar

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kondisi pipa pendingin sekunder, sehingga dapatdiketahui laju penipisan pipa sekunder berdasarkan hasil pengukuran yang pernah

Klien yang telah mempunyai Sertifikat Klasifikasi Usaha Pariwisata berhak untuk menggunakan Tanda Kesesuaian Standar berupa Logo LSUP AGS sebagai pernyataan telah

Penelitian di Kabupaten Kampar, Riau menunjukkan cukup besarnya limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik, dari sisa hasil panen tanaman pangan 40.930 t/tahun,

yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi saya dari awal perkLrliahan sampai akhir penyusunan skipsi;.. Kedua orang tua, Susilo Hadi dan Suratun

Dari titrasi terhadap asam karbonat dan asam kuat, diketahui bahwa asiditas dari air alami disebabkan oleh CO2 yang merupakan agen efektif dalam air yang