• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8

KAJIAN PUSTAKA

Kesusastraan diartikan sebagai tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dalam bahasa yang indah “Hasil kesusastraan itu berupa sastra melayu klasik, puisi, cerpen, novel, roman dan drama yang telah terbit di koran, majalah, dan buku-buku” E. Kosasih (2012:1). Dari banyak hasil kesusastraan di atas, terdapat salah satu bentuk hasil sastra yang akan diteliti yaitu novel. Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai-nilai hidup, termasuk nilai Islami. Di bawah ini akan dipaparkan pengertian novel, unsur pembangun novel, dan nilai-nilai islami.

2.1 Novel

Novel adalah cerita fiksi yang melukiskan suatu peristiwa yang luar biasa dari kehidupan tokoh cerita dan peristiwa tersebut menimbulkan krisis atau pengalaman batin yang mengubah nasibnya. (Alfian Rukhmansyah, 2014:67). Kata novel berasal dari kata novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. “Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian” (Tarigan, 1984:164).

Menurut Kosasih (2012:60) “novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika seseorang atau beberapa tokoh”.

(2)

Pendapat ini ditegaskan oleh Sumadjo dan Saini (1988:29) “Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, suasana yang beragam dan setting yang beragam”.

Novel merupakan karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan baik. Novel yang dihasilkan sastrawan merupakan alat komunikasi sosial bagi masyarakat yang harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan yang dirasakan oleh sastrawan. Seorang sastrawan dalam sebuah karyanya ingin menyampaikan “sesuatu” kepada pembaca, sesuatu itu dapat berupa pesan, ide ataupun opini.

Pengertian novel yang dikemukakan oleh beberapa pakar tersebut, peneliti dapat mengambil pokok-pokok dari pengertian novel yang telah diutarakan. Novel merupakan cerita fiksi yang menggambarkan peristiwa kehidupan tokoh cerita dengan mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan secara halus serta memiliki nilai-nilai tertentu yang disampaikan melalui tokoh yang dilukiskan secara nyata.

2.1.1 Unsur Pembangun Novel

2.1.1.1 Unsur Instrinsik

Unsur pembangun dalam novel sama saja dengan unsur pembangun dalam cerpen. Wahyudi Siswanto (2008:142) mengatakan “Pada umumnya para ahli membagi unsur instrinsik prosa atas alur, tokoh dan penokohan, latar cerita (setting), sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan tema”.

(3)

Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun cerita dalam sastra dan merupakan struktur yang susunan keseluruhannya utuh, saling berhubungan dan berkaitan erat. Untuk dapat menganalisis permasalahan dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada unsur dalam nilai Islam berupa tema, tokoh dan penokohan, serta amanat. Hal ini karena ketiga unsur tersebut merupakan unsur-unsur yang paling relevan untuk meneliti nilai-nilai Islami yang terkandung dalam sebah novel, khususnya novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

1. Tema

Tema merupakan ide pokok yang menjiwai cerita. Tema merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan cerita. Tema tidak dinyatakan secara langsung oleh pengarang, melainkan tersirat melalui pesan atau amanat yang terdapat dalam cerita. E. Kosasih (2012:61) mengatakan “untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu”.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku cerita atau para pendukung yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi. Terjadinya konflik dalam sebuah cerita, selalu ditimbulkan oleh pelaku-pelaku tertentu, baik berupa manusia ataupun makhluk lain. Setiap pelaku memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal ini untuk menunjukkan adanya perbedaan sikap atau perwatakan antara pelaku yang satu dengan yang lainnya. Menurut E. Kosasih (2012:68) “tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi”.

(4)

Penokohan merupakan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Perwatakan merupakan karakter atau watak yang terdapat dalam tokoh-tokoh cerita tersebut. Agar mudah dikenali pembaca, watak para tokoh harus digambarkan melalui ciri-cirinya, sifatnya serta sikap batinnya. Pengarang berkontribusi penuh dalam menentukan karakter maupun watak dari tokoh yang terdapat dalam cerita.

3. Amanat

Amanat suatu cerita dapat disajikan pengarang dalam dua sifat, yakni bersifat eksplisit yaitu secara langsung atau jelas, dan bersifat implisit yaitu amanat yang disajikan secara tersirat. Pemecahan persoalan tersebut, pemecahan dan jalan keluar yang diberikan oleh pengarang di dalam sebuah karya sastra terhadap tema yang dikemukakan adalah amanat. (Esten, 1990:91). Pesan, nasihat serta nilai-nilai dalam cerita disampaikan pengarang secara dramatik melalui peristiwa atau kejadian, tokoh dan penokohan serta simbol-simbol yang ada dalam cerita. Jadi, amanat merupakan jalan keluar yang diambil pengarang dalam mengatasi persoalan cerita amanat tersebut dapat memberikan manfaat praktis terhadap penikmat karya sastra.

2.1.1.2Unsur Ekstrinsik

Menurut Jendela Bahasa.com (2009:1) unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Secara lebih khusus lagi ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya

(5)

sastra, tetapi tidak menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan.

Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur ekstrinsik dalam novel ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar. Diantaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang dan sebagainya.

2.2 Pengertian Nilai

Nilai merupakan suatu jenis keyakinan yang letaknya pada pusat atau sistem keyakinan tentang bagaimana seseorang sepatutnya atau tidak patut dalam melakukan sesuatu. (Bagus, 2002:2). Menurut Lubis (2008: 18) “nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.” Nilai merupakan suatu ketetapan yang ada dalam kehidupan manusia. Nilai juga merupakan sesuatu yang berharga, bermutu dan bernilai serta menunjukkan kualitas dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti, berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.

Sistem nilai tumbuh sebagai hasil dari pengalaman manusia dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat. Pengalaman yang baik akan menghasilkan nilai yang positif, begitu pun sebaliknya pengalaman buruk akan menghasilkan nilai yang buruk pula.

(6)

2.3 Pengertian Islami

Menurut Khursid (1974:14) “Islami adalah bersifat keislaman. Islam dalam Bahasa Arab berarti penyerahan, kepatuhan dan ketaatan. Sebagai sebuah agama Islam mengajak penyerahan diri dan kepatuhan secara penuh hanya kepada Allah dan itulah mengapa disebut Islam”. Muhammad (1997:68) berpendapat “Islami adalah penerapan dari kata Islam yaitu berserah diri, yang berarti penyerahan diri kepada Allah dengan tauhid tunduk kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan dan terlepas dari kesyirikan dan pelaku-pelaku kesyirikan”.

2.4 Pengertian Nilai Islami

Nilai islami adalah keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh seseorang dan masyarakat, tentang kewajibannya baik hubungannya dengan Tuhan maupun hubungan antarsesama manusia, yang patut untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai islami itu bersumber dari syariat Islam, rukun Islam, Rukun Iman, Al-quran dan Hadits.

Pertama syariat islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan. Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan manusia.

Kedua rukun Islam. Sebagai umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari berdasarkan rukun islam, karena agama Islam dibangun dari

(7)

lima pilar yaitu: (1) mengucapkan dua kalimat syahadat, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) menuaikan puasa bulan Ramadhan, (5) melaksanakan haji bagi yang mampu. Bentuk nilai Islam yang terkandung dalam pilar ini berupa keimanan, ketaatan, ketakwaan, syukur, tawakal, tawadlu, istiqomah, zuhud, qona’ah. Selain itu, umat muslim di sana juga tolong-menolong, bersikap sabar, ikhlas dan ridho (dalam Fitrah, 2013:158)

Ketiga rukun iman. Dalam rukun iman umat muslim diwajibkan untuk percaya terhadap enam rukun iman yaitu: (1) iman kepada Allah swt, (2) iman kepada Malaikat-malaikat Allah swt, (3) iman kepada Kitab-kitab Allah swt, (4) iman kepada Rasul-rasul Allah swt, (5) iman kepada hari Kiamat, (6) iman kepada Qada’ dan Qadar. Nilai islami dalam pilar ini berupa keimanan terhadap takdir yang diberikan kepada seseorang. Umat muslim wajib percaya mengenai takdir yang telah digariskan oleh Allah dan menerimanya dengan sikap ridho dan sabar.

Keempat Al-Qur’an, yaitu kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallalllahu alaihu wa sallam, melalui perantara Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah saw. Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa arab yang berarti “bacaan” sesuatu yang berulang-ulang.

Kelima Hadits, yaitu bagian dari pedoman hidup umat muslim setelah Al-Qur’an. Hadits mengatur tentang tauhid, ibadah dan muamalah. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan Nabi Muhammad

(8)

saw yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Fungsi Hadits ialah untuk memperkuat Al-Qur’an. Hadits menjelaskan aturan-aturan yang masih bersifat umum di dalam Al-Qur’an.

2.5 Perwujudan Nilai Islami

Effendi (1996:67) mengemukakan bahwa perwujudan nilai islami itu sebagai berikut:

1. Perwujudan nilai islami dalam hubungan manusia dengan Tuhan

(hablumminallah), antara lain meliputi: keimanan, ketaatan, zuhud, qona’ah,

tobat, tawakal, rida, tawadu dan bersyukur.

2. Perwujudan nilai islami dalam hubungan manusia sesama manusia

(hablumminannas), antara lain meliputi: cinta/kasih sayang, tanggung

jawab, maaf-memaafkan, menepati janji, sabar, rajin, teliti, ikhlas dan tolong-menolong.

2.5.1 Perwujudan Nilai Islami Hubungan Manusia dengan Tuhan

(Hablumminallah) 2.5.1.1Keimanan

Menurut Nurhasannah Bakhtiar (2013: 35) “Iman secara bahasa berasal dari kata amana-yu’manu-imanan yang artinya percaya”. Suharso (2005:372) menyatakan “percaya artinya mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata”. Menurut Firdayanti (Hartini, 2014:59) “Keimanan adalah keyakinan penuh yang diberikan oleh hati diucapkan oleh lidah dan diwujudkan dalam amal

(9)

perbuatan”. Umat Islam mempercayai bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan meyakini keberadaan-Nya. Meskipun Allah itu gaib serta tidak bisa diidentifikasi oleh panca indera akan esensinya, bahkan oleh akal sekalipun, namun bagi orang yang memiliki keimanan akan tetap meyakini bahwa Allah itu ada.

Iman sering dikaitkan dengan kata akidah. Akidah artinya ikatan, yaitu ikatan hati bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaan dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Akidah tersebut akan jadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging di dalam diri (jasmani dan rohani) yang tidak dapat dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Labib dalam bukunya yang berjudul Mutiara Ma’rifat menyatakan “hubungan antara Islam dengan iman adalah laksana hubungan antara pohon dengan uratnya. Sebagaimana pohon tidak dapat tumbuh tanpa uratnya, demikian pulalah seseorang tidak bisa menjadi muslim yang sejati tanpa iman”. Iman itu adalah landasan tempat berpijak atau tali bergantung, dalam mengarungi gelombang kehidupan yang penuh cobaan ini.

2.5.1.2Ketaatan

Menurut Suharso (2005:511) “taat berarti patuh kepada Tuhan”. Sedangkan Hamdani (1991:14) menyatakan “taat dalam makna bahasa ialah patuh, setia dan tunduk. Sedangkan pengertian taat dalam makna istilah adalah sikap tunduk, patuh dan setia kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-perintah-Nya, serta rida menerima cobaan dan musibahnya.” Ada kaitan antara keimanan dengan ketaatan. Orang yang selalu beriman akan

(10)

selalu ingat dan taat dalam menjalankan perintah Allah. Hidupnya pun akan lebih teratur karena sesungguhnya ajaran-ajaran Allah yang disampaikan oleh Rasul-Nya penuh dengan aturan-aturan dalam menjalani kehidupan.

2.5.1.3Zuhud

Zuhud dari segi bahasa artinya meninggalkan, tidak menyukai atau menjauhkan diri. Zuhud adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah. Menurut Smith (Fitrah 2013:169) “Zuhud adalah penghindaran diri terhadap kenikmatan duniawi semata karena dorongan keagamaan untuk membersihkan jiwa dari pengaruh dunia”. Baiquni, dkk (1996:502) menyatakan “Zuhud adalah menjauhkan diri dari urusan duniawi seperti kemegahan, kekayaan, pangkat dan sebagainya”. Selanjutnya Supiana (2004:227) menyatakan “Zuhud adalah meninggalkan dunia dan hidup kematerian, bukan saja dari yang haram, tetapi juga yang halal”. Firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (Q.S. Al-Kahfi, 18:46). Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar manusia tidak selalu mengejar kehidupan dunia karena kehidupan akhirat lebih kekal dari pada kehidupan dunia.

(11)

2.5.1.4Qona’ah

Menurut Baiquni, dkk (1996:362) “Qona’ah adalah sifat menerima apa adanya yang telah diberikan oleh Allah dengan lapang dada”. Kaya miskin, sehat, sakit, bahagia dan susah merupakan bagian dari ketentuan yang Allah berikan kepada umat manusia. Ada lima hal yang menjadi ciri sikap qona’ah yaitu:

1. Menerima dengan rela apa yang ada padanya.

2. Berusaha dan memohon kepada Allah tambahan rezeki yang pantas. 3. Menerima dengan sabar segala ketentuan Allah.

4. Tidak tertarik oleh kemewahan dunia apabila akan menyesatkan. 5. Bertakwa kepada Allah.

Mereka yang memiliki sifat qona’ah terus berusaha, tetapi tidak tamak dan berlebih-lebihan dalam mengejar harta yang menyebabkan dirinya akan lupa menunaikan segala kewajiban kepada Allah. Sederhana dalam masalah dunia, ciri khas bagi golongan orang-orang yang bermental qona’ah. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan” (Q.S. Ad-Duhu, 93:8).

2.5.1.5Tobat

Kata tobat berasal dari pokok kata taaba-yatuubu yang berarti kembali. Menurut istilah syari’ah, tobat berarti kembali kepada kesucian dan kefitrian setelah melakukan perbuatan dosa. Definisi tobat menurut para ulama dalam Ghazali (1998:11) yaitu “mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat dan kembali kepada-Nya dengan memperbaiki niat untuk melakukan amal

(12)

kebajikan”. Bertobat dari perbuatan dosa, wajib hukumnya jika dosa itu berhubungan dengan Allah. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam bertobat, yaitu menghentikan maksiat, menyesali perbuatan yang terlanjur dilakukan dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Namun bila dosa yang diperbuat berhubungan dengan orang yang bersangkutan, yaitu dengan cara meminta maaf atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat nasuha, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam yang mengalir di bawahnya beberapa sungai” (Q.S. At-Tahrim, 66:8).

2.5.1.6Tawakal

Baiquni, dkk (1996:452) menyatakan “Tawakal adalah menyerahkan diri atau memasrahkan diri kepada ketentuan dan kepastian (qadla dan qadar) Allah setelah berikhtiar atau berusaha sekuat mungkin, sesuai dengan kewajibannya sebagai manusia”. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan (25), yang artinya: “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Mahahidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya…”. Orang yang tawakal hidupnya selalu mensyukuri nikmat Allah yang dilimpahkan kepadanya dan tidak menyesali jika usahanya kurang atau tidak berhasil karena menyerahkan halnya kepada qadla dan qadar Allah. Hidupnya tidak resah memikirkan hari esok karena yakinnya kepada Allah yang maha kaya dan maha pemurah.

(13)

2.5.1.7Ridha

Ridha berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa atau tertekan. Sedangkan menurut istilah ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam yaitu ridha Allah kepada hamba-Nya dan ridha hamba kepada Allah. Pendapat tersebut sejalan dengan firman Allah yang berbunyi: “Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya” (Q.S. 98:8).

Menurut Baiquni, dkk (1996:384) “ridha adalah menerima qadla dan qadar dengan hati senang”. Menurut ilmu tasawuf, ridha yaitu tingkatan batiniah yang harus dilalui oleh ahli Sufiya dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Sikap ridha menurut ahli Sufiya yaitu tidak menentang qadla dan qadar Allah, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang ada hanya rasa senang dengan malapetaka yang menimpa di dirinya karena dirasakannya sebagai nikmat, tidak meminta surga atau dijauhkan neraka karena cintanya kepada Allah SWT. Selanjutnya Supiana (2004:230) menyatakan “ridha adalah tenangnya hati dalam menghadapi ketentuan-ketentuan Allah, hati menyesuaikan dan merasakan apa yang diridhai Allah dan apa yang telah dipilih-Nya”.

2.5.1.8Tawadu

Supiana (2004:231) menyatakan bahwa “tawadu adalah merendahkan diri dan berlaku hormat kepada siapa saja”. Sikap tawadu juga dapat diartikan sebagai sikap selalu merendahkan diri, baik kepada manusia maupun kepada Allah. Tawadu adalah kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau

(14)

rendah hati terhadap orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran, apapun bentuknya dan dari siapapun asalnya” (Hidayat, dkk., 2009:80). Orang yang tawadu akan dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, sehingga akan menjadi orang yang takwa.

2.5.1.9Bersyukur

Bersyukur adalah memberikan pujian kepada Allah swt dengan cara taat kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar. Karena Allah memberikan segala bentuk kenikmatan kepada kita (Hidayat dkk, 2009:23). Selanjutnya menurut Abdullah (2007:208) “syukur tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan nikmat dari-Nya. Tetapi lebih dari itu, harus diwajibkan dengan tindakan nyata dan kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya”. Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan pelajaran bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmatnya. Seperti dalam firman-Nya berikut: “Dan (ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku akan pedih” (Q.S. Ibrahim, 14:7).

2.5.2 Perwujudan nilai Islami hubungan manusia sesama manusia

(hablumminannas)

(15)

Cinta dan kasih sayang adalah perasaan yang tumbuh dari dalam hati untuk mencintai dan menyayangi seseorang kepada orang lain. Menyayangi merupakan “rasa sayang, mengasihi dan mencintai seseorang” (Suharso, 2005:459). Salah satu contoh dari menyayangi antara sesama yaitu rasa sayang anak kepada orang tua. Ia mencintai dan menyayangi orang tuanya sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

Menurut Abdullah (2007:43) “pada dasarnya sifat kasih sayang (Ar-Rahman) adalah firman yang dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya”. Dalam Q.S Maryam (19) ayat 96 Allah berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang”. Cinta dan kasih sayang bukan hanya ditujukan kepada kekasih, tetapi juga kepada Allah, keluarga, teman, dan sahabat, tetapi juga kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Cinta dan kasih sayang menciptakan kerukunan antarsesama manusia.

2.5.2.2Tanggung jawab

Suharso (2005:527) menyatakan bahwa “tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya)”. Rasa tanggung jawab bersumber dari diri sendiri. Tanggung jawab mengajarkan untuk menerima resiko atas apa yang telah terjadi tanpa menyesalinya apalagi menyalahkan orang lain. Seperti yang sudah dijelaskan Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya: “Allah tidak

(16)

membebani seseorang melainkan sesuatu dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. Al-Baqarah, 2:286)

Sikap tanggung jawab dapat dilihat pada tingkah laku dan loyalitas seseorang. Hal ini tidaklah mudah ditemukan dalam pribadi seseorang. Terkadang kita menginginkan agar orang lain selain dapat memahami juga dapat mempercayai kita. Untuk itu, bila kita diberi kepercayaan mengemban sesuatu hal yang diberikan dan dianggap mampu mengerjakannya hendaknya dilakukan secara baik dengan penuh tanggung jawab.

2.5.2.3Maaf-memaafkan

Menurut Suharso (2005:300) “maaf berarti ampun, pembebasan dari tuntutan, kesalahan, kekeliruan dan sebagainya. Pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda dan sebagainya) karena suatu kesalahan. Maaf memaafkan dapat diartikan saling memberi maaf”. Manusia tidak luput dari kesalahan. Sikap memaafkan berupa keikhlasan memaafkan kesalahan orang lain adalah suatu perbuatan terpuji. Butuh sikap berjiwa besar bagi anggota keluarga atau orang lain untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat. Firman Allah: “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan” (Q.S. Asy-Syura, 42:43)

(17)

2.5.2.4Menepati janji

Menepati janji adalah perbuatan terpuji berkenaan dengan janjinya yang telah diucapkan atau diikrarkan kepada pihak lain. (Effendi, 1992:84). Janji secara garis besar terbagi dua, yakni janji manusia kepada Allah dan janji manusia kepada sesama manusia. Janji manusia kepada Allah berupa kesaksiannya terhadap Allah Yang Maha Esa, yang diikrarkan saat ditiupkan ruh terhadap jasadnya, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya. Adapun janji antara sesama manusia ada kalanya dilakukan dengan lisan dan tulisan. Keduanya wajib ditepati sesuai dengan perjanjian tersebut. Allah berfirman: “...dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggung-jawabnya” (Q.S. Al-Isra’, 17:34). Janji adalah hutang yang harus dibayar.

2.5.2.5Sabar

Menurut Abu Zakaria Al-Anshari (dalam Supiana, 2004:228) “sabar merupakan kemampuan seseorang mengendalikan diri terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang disenangi atau yang dibenci”. Effendi (1996:67) membagi sabar menjadi empat bagian, yaitu:

1. Sabar dalam beribadat, berarti ketetapan hati dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya, sehingga permasalahan apapun yang sekiranya akan memalingkan ketaatan kita kepada Allah dihadapinya dengan teguh dan tabah serta tetap taat kepada-Nya. Seperti seseorang yang selalu melaksanakan shalat, sekalipun dalam keadaan bagaimanapun, baik sedang bahagia atau menderita, ia tetap melakukan shalatnya.

(18)

2. Sabar dalam meninggalkan maksiat, artinya tetap teguh menjauhi dan meninggalkan maksiat sekalipun cobaan dan godaan yang akan membawa kepada kemaksiatan terus mendekati. Contohnya orang yang menahan diri dari memandang pemandangan yang buruk (seperti melihat aurat). Ia tetap dapat menahan diri, padahal sebagai manusia keinginan untuk melihat aurat itu jelas ada bahkan mungkin sangat kuat dan bergejolak.

3. Sabar ketika tertimpa musibah, artinya menyerahkan semua musibah yang menimpa kepada Allah SWT. sambil berusaha agar terlepas diri dari musibah itu. Ia tidak mengeluh dan tidak meratap.

4. Sabar dalam menahan amarah, yaitu berusaha sekuat-kuatnya untuk menahan amarahnya. Ia akan tetap tenang dan akan menyelesaikan persoalan dengan pikiran jernih dan kepala dingin. Sikap sabar dalam menahan amarah merupakan kekuatan jiwa seseorang yang perlu ditumbuhkan dan perlu mendapat banyak latihan.

Allah sangat mencintai orang yang sabar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 153 yang artinya: “hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

2.5.2.6Rajin

Ajaran Islam sangat menekankan agar umatnya selalu rajin dalam bekerja, sebab rajin adalah kunci keberhasilan. Effendi (1996:70) menyatakan “rajin adalah mengerjakan sesuatu perbuatan baik dengan terus-menerus dan

(19)

memanfaatkan setiap kesempatan yang ada serta tidak menunda pekerjaan padahal kesempatan untuk mengerjakannya masih terbuka”. Dengan sifat rajin ini tidak ada waktu terluang dan tidak ada waktu sia-sia, setiap ada kesempatan dimanfaatkan dengan mengerjakan kegiatan positif sekalipun sedikit. Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’du, 13:11).

2.5.2.7Teliti

Teliti merupakan salah satu bentuk nilai islam dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Effendi (1996:73) “teliti adalah mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara cermat, tidak tergesa-gesa atau ceroboh, sebab dengan tergesa-gesa akan menimbulkan kesalahan”. Manusia memang bertabiat tergesa-gesa, namun tabiat ini dapat ditekan sedemikian rupa, agar senantiasa teliti dalam berbuat dan bertindak. Seperti firman Allah yang artinya: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera” (Q.S. Al-Anbiya’, 21:31).

2.5.2.8Ikhlas

Menurut Effendi (1996:75) “ikhlas adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan gerak hati seseorang dalam memurnikan dan mensucikan niat melaksanakan suatu pekerjaan hanya karena Allah semata”. Semua pekerjaan

(20)

yang tidak didasari dengan niat ikhlas, akan sia-sia dan tidak ada artinya di hadapan Allah. Niat yang ikhlas merupakan salah satu syarat mutlak diterimanya amal ibadah kita. Seperti firman Allah yang artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersatukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Kahfi, 18:110).

2.5.2.9Tolong-menolong

Dalam bahasa Arab, tolong menolong disebut dengan ta’awum yang berarti kesediaan dengan senang hati untuk saling menolong sesamanya (Hidayat dkk., 2009:86). Tolong menolong memang telah menjadi suatu bagian yang tidak dapat di hilangkan dari ajaran islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia agar saling membantu satu sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “Dan tolong-menolong engkau sesama atas kebaikan dan ketakwaan” (Q.S. Al-Maidah:2).

Referensi

Dokumen terkait

Bab VI mengenai pembinaan dan pengawasan kebudayaan daerah, yang didalamnya terdapat pengaturan tentang kewenangan dalam melakukan pembinaan dan pengawasaan baik pembinaan

Sampai akhir tahun 2005 telah dibangun plot konservasi eks-situ genetik cendana seluas 3,5 ha dengan materi genetik berasal dari 20 populasi dari sebaran alam yang ada di NTT

Bila keterampilan gerak lokomotor tidak dimiliki sedini mungkin, dapat mengakibatkan masalah dikemudian hari pada kemampuan gerak lokomotor (kemampuan gerak individu

Jadi yang dimaksud dengan intensitas penerapan sistem penghafalan pada program tahfizhul Qur’an tersebut adalah upaya yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Tahfiz

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga karya tulis ilmiah GHQJDQMXGXO³ Pengembangan Alat Ukur Mini-CEX (Mini Clinical Evaluation Exercise) Sebagai Alat

Pada hari ini, Rabu tanggal 4 Februari 20L5, saya yang dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor 2.2.39lUN}2lKPl2OL5 tanggal 2 Februari 20t5, dosen yang

Desain penelitian merupakan prosedur dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian. Desain dalam penelitian ini menggunakan jenis

Skripsi yang ditulis oleh Abdul Khamid (2101084) yang berjudul : “Analisa Pendapat Imam Safi’i tentang Serah Terima sebagai Syarat Syah Hibah.” Yang menghasilkan sebuah