• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Dalam bab akhir disertasi ini dikemukakan tiga hal utama, yaitu (1) kesimpulan dari keseluruhan temuan penelitian sesuai dengan fokus masalah dan pertanyaan penelitian, (2) implikasi hasil penelitian, dan (3) rekomendasi yang berkenaan dengan temuan penelitian. Secara rinci kesemuanya diuraikan menjadi sebagai berikut.

A. Kesimpulan

1. Kondisi Pembelajaran IPS SMP di Surakarta

Di Surakarta mata pelajaran IPS yang dipahami sebagai IPS Terpadu diampu oleh satu guru IPS, karena itu guru harus mengajar semua sub bidang studi dalam IPS. Hal ini menjadi salah satu penyebab bahwa pembelajaran IPS selama ini hanya mendasarkan pada buku paket yang digunakan di sekolah. Pembelajaran IPS selama ini kurang memanfaatkan lingkungan sosial budaya peserta didik sebagai sumber dan media pembelajaran. Hal itu berakibat IPS menjadi salah satu mata pelajaran yang membosankan bagi peserta didik, kurang mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dan mengembangkan kepekaan terhadap lingkungan sosialnya. Sebagian besar peserta didik tidak pernah membuat karangan sederhana tentang IPS atau mengeksplorasi keunggulan budaya daerah sebagai wujud kebanggaan peserta didik terhadap kekayaan daerahnya. Kondisi ini berdampak pada munculnya stigma bahwa IPS kurang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dan merupakan pelajaran yang tidak menyenangkan. Tujuan pembelajaran belum secara komprehensif

(2)

mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Inovasi pengembangan sumber dan media yang terbatas juga menyebabkan pelaksanaan pembelajaran tidak beranjak dari tradisi transfer of knowledge. Demikian pula dengan evaluasi pembelajaran masih mengutamakan evaluasi hasil dan sebagian besar hanya pada aspek kognitif.

Studi pendahuluan mengungkap bahwa pembelajaran IPS selama ini telah menggunakan RPP yang dibuat oleh MGMP IPS SMP di Surakarta. Ini berarti, langkah-langkah pembelajaran sudah mengacu pada Permen Diknas Nomor 41 tahun 2007, yakni meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), dan kegiatan penutup. Namun demikian pada umumnya langkah-langkah model pembelajaran selalu sama meski guru mencantumkan model pembelajaran yang bervariatif.

Ketersediaan RPP dari MGMP menjadikan guru kurang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan materi dan model-model pembelajaran, pembelajaran IPS berjalan monoton karena dominasi guru dalam pembelajaran. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya kompetensi peserta didik, proses belajar hanya sebatas pada bagaimana belajar bukan belajar bagaimana membelajarkan sehingga kebermaknaan belajar belum menjadi kenyataan yang aktual dalam setiap diri peserta didik. Pembelajaran lebih banyak dipengaruhi oleh gaya, tingkat pengetahuan, pengalaman, dan persepsi yang dimiliki guru terhadap pembelajaran IPS.

Berkenaan dengan salah satu tujuan IPS, yakni agar peserta didik memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial budayanya, tidak merasa asing dengan

(3)

lingkungannya, bahkan dapat berkontribusi dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhurnya sangat dipahami oleh guru IPS. Batik Klasik menjadi salah satu keunggulan budaya Surakarta meskipun demikian selama ini mereka belum mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta dalam pembelajaran IPS. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman guru terhadap nilai-nilai edukatif yang bersumber dari simbolisme motif-motif batik klasik. Guru kurang memahami bahwa pembelajaran IPS menjadi “powerfull dan meaningfull” apabila terpadu, berbasis nilai, menantang, aktif, dan bermakna. Keberhasilan pembelajaran IPS sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas guru dalam memahami dan mengembangkan kurikulum IPS, yakni kurikulum berdasar pada apa yang dibutuhkan peserta didik bukan apa yang berharga bagi peserta didik.

Kurikulum berpusat pada peserta didik, yakni memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat secara sistematis dalam pengambilan keputusan mengenai masalah sosial, ekonomi, politik, dan masalah pribadi. Latar belakang, pengalaman, dan kebutuhan peserta didik sangat penting dalam setiap pembelajaran di kelas. Kurikulum transmisi sebagai dokumen kurikulum yang resmi, buku teks yang digunakan di sekolah, dan sumber-sumber lainnya dapat dikembangkan, di-transformasikan atau diubah lebih lanjut oleh para guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

2. Dasar Pengembangan Model Pembelajaran IBNBBK

Tujuan pendidikan IPS adalah menyampaikan informasi dan pengetahuan

(knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan

(4)

intelektual. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pengembangan model pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal batik klasik dalam pembelajaran IPS. Pengalaman belajar yang menunjukkan adanya kaitan unsur-unsur konseptual dari dalam maupun antar mata pelajaran akan memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna

(meaningful learning).

Pengembangan model IBNBBK menggunakan paradigma Postmodern dengan mendekonstruksi ”nilai-nilai filosofi batik klasik” menjadi penciptaan realitas baru (Batik Klasik) sebagai salah satu jati diri bangsa Indonesia di tengah dunia yang mengglobal. Perspektif Postmodern digunakan untuk mendekonstruksi, pertama, pembelajaran IPS yang saat ini, yang kental dengan pandangan modernisme. Format reproduktif pendidikan modernitas ini telah membuat pembelajaran IPS menjadi salah satu pelajaran yang tidak menarik dan membosankan bagi peserta didik SMP. Kedua, perspektif pendidikan Post-modernism relevan dengan misi dan tujuan pendidikan IPS merupakan mata pelajaran yang diharapkan berperan dalam pembentukan sikap kewarganegaraan yang baik.

Konteks lingkungan sosial budaya, latar belakang pengalaman, dan kebutuhan peserta didik sangat penting dalam pembelajaran IPS di kelas. Oleh karena itu kurikulum, buku teks yang digunakan di sekolah, dan lingkungan sosial budaya Surakarta perlu dikembangkan dan ditransformasikan lebih lanjut oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran IPS menjadi kontekstual dan bermakna. Untuk mengkonstruksi model pembelajaran IPS

(5)

berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik dalam pandangan postmodernism mengenai kurikulum sebagai sebuah praksis digunakan empat unsur R, yaitu

richness, recursions, relations, and rigor dalam kurikulum Postmodern.

Karakteristik utama model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk meningkatkan kompetensi dan jati diri bangsa merupakan kombinasi model pembelajaran Kooperatif dan Klarifikasi Nilai dikemas dalam suatu kompetisi (tournament). Penggabungan model pembelajaran cooperative

learning dan value clarification technique ini disebabkan karena pertama.

perkembangan moral peserta didik terkait erat dengan perkembangan kognitif dan hasil dari interaksi sosialnya. Melalui proses tersebut, peserta didik akan memiliki pemahaman moral yang sangat bermanfaat bagi moral judgment dan moral

reasoning yang akan mempengaruhi perilakunya. Kedua, secara teoritis peserta

didik yang memahami hubungan antara diri sendiri dan masyarakat akan lebih bersikap bijaksana, berfikir positif, mempunyai tujuan yang jelas, antusias, bangga dan konsisten sehingga memiliki kepribadian kuat dan berkarakter. Ketiga, makna IPS sebagai “synthetic discipline”, bahwa PIPS bukan sekedar mensintesiskan konsep-konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial tetapi juga mengkorelasikan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

3. Pengembangan Model Pembelajaran IBNBBK

Pendidikan IPS sebagai kelompok bahan ajar sangat terikat oleh nilai-nilai sosial budaya bangsa, karena itu pendidikan IPS tidak dapat lepas dari tata nilai dan norma yang ada dalam suatu bangsa. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama

(6)

pendidikan IPS adalah mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara agar dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipasif dalam kehidupan sosialnya baik sebagai pribadi, warga masyarakat, bangsa maupun warga dunia.

Langkah-langkah pembelajaran dikembangkan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang digabungkan dengan model pembelajaran Klarifikasi nilai dan dikemas dengan turnamen. Penggabungan dua model pembelajaran dalam pelaksanaannya mengacu pada model pembelajaran menurut Permen Diknas No.41 tahun 2007, terdiri dari tiga tahap, yakni (1) apersepsi, (2) inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), dan (3) penutup.

Pada implementasi uji terbatas ke-2, komponen desain model mengalami perubahan pada langkah-langkah pembelajaran Klarifikasi Nilai. Pada pengujian model siklus ke-2, ketujuh langkah klarifikasi nilai disederhanakan menjadi tiga langkah. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah dalam mengevaluasi dan memberi penguatan pada setiap tahapan kegiatan pembelajaran. Langkah pertama sampai ketiga termasuk dimensi kognitif (menekankan kemampuan rasional). Langkah keempat dan kelima mencerminkan dimensi efektif (penghargaan dan rasa bangga). Langkah keenam dan ketujuh mencerminkan dimensi psikomotorik (tindakan konkrit yang terus menerus dan terpola).

Pada implementasi model langkah-langkah pembelajaran (Permendiknas, 2007) setelah uji coba luas mengalami penambahan, yakni tahap orientasi. Tahap ini menyatu dengan tahap apersepsi. Dengan demikian langkah-langkah model pembelajaran IBNNBK menjadi orientasi termasuk di dalamnya apersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi dan Penutup.

(7)

Karakteristik utama dari model pembelajaran ini adalah integrasi nilai-nilai budaya lokal batik klasik dalam pembelajaran IPS di SMP untuk meningkatkan kompetensi dan jati diri bangsa. Implementasi model pembelajaran ini tetap mengacu pada Permendiknas No. 41 tahun 2007, yakni pendahuluan, kegiatan inti pembelajaran (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), dan penutup.

Setelah uji coba implementasi terbatas ke-3 maka langkah-langkah pembelajaran dapat dipahami dan diimplementasikan oleh guru dan peserta didik sesuai dengan model yang dikembangkan. Kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan uji coba pengembangan model melalui penelitian tindakan kelas di SMPN (A), SMPN (B), dan SMP Swasta di Surakarta ternyata mampu meningkatkan skor karakter dan skor sikap terhadap batik sebagai jati diri bangsa yang ditunjukkan dengan peningkatan skor sebesar 80%. Adanya peningkatan kompetensi IPS yang ditandai dengan sekurang-kurangnya 75% peserta didik kelas VIII semester I sebagai subjek penelitian memperoleh nilai 70 sebagai batas tuntas pembelajaran IPS. Dengan demikian pelaksanaan model pembelajaran IBNBBK di SMPN (A), SMPN (B) dan SMP Swasta telah berjalan sesuai dengan model yang dikembangkan dan mampu meningkatkan skor karakter dan skor sikap peserta didik terhadap batik sebagai jati diri bangsa.

4. Efektivitas Model Pembelajaran IBNBBK

Melalui tahapan pengujian model secara statistik diketahui keefektifan model pembelajaran IBNBBK. Dari uji efektivitas model secara keseluruhan di kelompok SMP Negeri (A) dan SMP Negeri (B) serta SMP Swasta (S) menunjukkan bahwa model pembelajaran IBNBBK terbukti memberikan pengaruh signifikan terhadap

(8)

peningkatan prestasi belajar, penguatan karakter dan jati diri bangsa dibandingkan dengan pembelajaran IPS dengan model kooperatif. Model pembelajaran IBNBBK ternyata sesuai untuk diterapkan pada kategori sekolah apapun dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap semua komponen, yakni kompetensi, penguatan karakter dan jati diri bangsa.

Hasil uji efektivitas model memberikan gambaran bahwa model IBNBBK mampu meningkatkan penguasaan kompetensi dan penguatan sikap peserta didik terhadap batik sebagai jati diri bangsa pada semua kelompok sekolah. Pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan. Melalui proses “inkuiri nilai” maka kepribadian peserta didik tetap terjaga di tengah perubahan pemaknaan nilai yang semakin kompleks.

5. Kevalidan, Kepraktisan, dan Keefektifan Model Pembelajaran IBNBBK Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan mulai dari draf awal model, uji coba terbatas, uji coba luas hingga uji validasi terbukti telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria yang digunakan untuk menilai model pembelajaran yang dikembangkan adalah validitas (kevalidan), praktikabilitas (kepraktisan), dan efektivitas (keefektifan).

6. Dampak Pengiring Penerapan Model Pembelajaran IBNBBK a. Kepercayaan Diri

Model pembelajaran IBNBBK dikembangkan dengan pendekatan humanistik yang menempatkan dasar pendidikan adalah apa yang menjadi “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik (the learners-centered teaching).

(9)

Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya. Dengan demikian peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif, dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Pendekatan ”Learner-Centered”, yakni pendidikan yang memberdayakan memungkinkan peserta didik lebih percaya diri untuk mengekspresikan pendapat mereka. Pendekatan berpusat pada keterlibatan peserta didik akan mendorong keberhasilan dan kesuksesan peserta didik.

b. Sikap Toleransi Terhadap Keragaman

Implementasi model mengajarkan kepada peserta didik pada keterampilan kerjasama dan kolaborasi, membantu peserta didik belajar keterampilan sosial, dan secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis. Pembelajaran disetting dalam bentuk kelompok kecil, problem-solving, pencarian jawaban dan prinsip-prinsip demokrasi dengan interaksi satu sama lain dan merupakan lingkungan belajar sebagai sebuah karakter sistem sosial dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Karena itu akan mendorong peserta didik dalam berpikir dan bertindak, belajar aktif, berperilaku kerjasama, dan tanggap pada kemajemukan dalam masyarakat multikultur.

c. Keaktifan Belajar

Implementasi model pembelajaran IBNBBK akan memfasilitasi peserta didik dalam berinkuiri untuk memahami hakekat masalah dan menemukan kemungkinan pemecahannya. Melalui proses inquiry peserta didik tidak hanya menemukan kemungkinan pemecahan masalah tetapi juga menemukan nilai-nilai

(10)

moral dalam konteks pembelajarannya. Kegiatan ini dapat menjadi media sikap peserta didik terhadap nilai-nilai dasar yang menjadi core values pendidikan karakter. Dengan demikian model IBNBBK sejalan dengan tujuan pendidikan IPS, yakni dapat dijadikan sebagai kritik terhadap kehidupan sosial (social studies as

social criticism), kemampuan berfikir kritis (critical thinking) dengan berbagai

metode pemecahan masalah (problem solving). Pendidikan IPS juga sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the

individual.

d. Sikap Positif Terhadap IPS

Karakteristik model IBNBBK adalah pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog. Pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri. Sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian pendidik sebagai fasilitator yang membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya. Melalui proses ini peserta didik akan menemukan kebermaknaan pembelajaran IPS dengan realitas sosial yang dihadapi.

B. Implikasi Hasil Penelitian

Dari temuan hasil penelitian terhadap model IBNBBK untuk peningkatan kompetensi dan penguatan jati diri bangsa diharapkan model ini akan membawa pembaharuan bagi para guru IPS dalam menjalankan tugas keseharian. Implikasi

(11)

hasil penelitian ini terhadap pembelajaran IPS SMP di Surakarta dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Bagi Guru Pendidikan IPS

Perlu dilakukan perubahan paradigma dalam pembelajaran IPS, bukan hanya sebagai transfer of knowledge. Guru perlu mengubah tradisi pembelajaran yang berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses berfikir kritis dan proses penemuan nilai-nilai dari materi pembelajaran. Pembelajaran harus mampu mengembangkan aspek pengetahuan, berfikir rasional, mengembangkan dimensi efektif (penghargaan dan rasa bangga terhadap pilihan nilai), mengembangkan dimensi psikomotorik (tindakan konkrit yang terus menerus dan terpola relevansinya dengan pilihan nilai. Kegiatan tersebut dilakukan melalui proses berfikir rasional dan dalam interaksi sosialnya dengan kelompok diskusi. Dengan mengubah paradigma tersebut diharapkan pembelajaran IPS menjadi lebih menantang, menarik, dan bermakna.

Prosedur pelaksanaan model pembelajaran IBNBBK dirancang melalui langkah-langkah yang mengutamakan aktivitas peserta didik dan mengurangi dominasi guru. Karena itu dibutuhkan kesadaran guru untuk menjadi pemandu bukan sebagai pemateri. Dalam konteks pembelajaran IBNBBK, murid dan guru berinkuiri bersama untuk memahami hakekat masalah yang dihadapi dan menemukan kemungkinan pemecahannya. Pada saat yang sama perlu ditanamkan pada peserta didik tentang nilai-nilai dasar yang menjadi core values pendidikan karakter, yakni integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian bertindak benar, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan, kesopanan, dan ketaatan.

(12)

2. Aktivitas Belajar Siswa

Melalui proses inkuiri nilai peserta didik akan menemukan nilai-nilai moral dalam konteks pembelajaran, bersamaan itu sekolah menciptakan lingkungan kondusif bagi penanaman tentang nilai-nilai dasar yang menjadi core values pendidikan karakter. Budaya sekolah ini akan terinternalisasi dalam kepribadian peserta didik dan pada akhirnya akan mempengaruhi kepribadian peserta didik, sehingga menjadi manusia yang berkarakter. Pendidikan karakter diawali dengan pengetahuan. Pengetahuan (teori) tersebut bisa bersumber dari pengetahuan agama, sosial, budaya, dalam konteks ini bersumber dari nilai-nilai budaya batik klasik. Pengetahuan itu diharapkan dapat membentuk sikap atau akhlak yang mulia, yang mendorong peserta didik mengamalkan apa yang diketahui itu. Dengan demikian akan terjadi proses internalisasi nilai-nilai luhur secara berkelanjutan dalam konteks lingkungan sosialnya.

3. Sumber dan Media Belajar

Pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik dapat mengguna-kan berbagai sumber dan media pembelajaran. Meskipun demikian motif-motif batik dan makna filosofis menjadi komponen yang harus ada dalam pembelajaran model IBNBBK.

C. Rekomendasi

Berdasar simpulan hasil penelitian tentang gambaran model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal untuk peningkatan kompetensi dan penguatan jati diri bangsa maka dikemukakan rekomendasi sebagai berikut.

(13)

Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan dengan unsur 4 R dari kurikulum Postmodern mampu menciptakan pembelajaran IPS yang bermakna dan menyenangkan, karena itu guru perlu mengembangkan materi pembelajaran dengan konteks sosial budaya peserta didik.

Salah satu ciri pembelajaran model pembelajaran IBNBBK adalah student

centered, makin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran makin

besar pula untuk melakukan aktivitas belajar. Karena itu guru perlu mendesain ruang kelas dalam situasi proses “inquiry” sehingga peserta didik tidak hanya belajar tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri. Prosedur pelaksanaan model IBNBBK dirancang melalui langkah-langkah yang mengutamakan aktivitas peserta didik dan mengurangi dominasi guru. Karena itu dibutuhkan kesadaran guru untuk menjadi pemandu bukan sebagai pemateri.

Implikasi dari prosedur penilaian pada model pembelajaran IBNBBK mensyaratkan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi dengan mem-pertimbangkan aspek pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan peserta didik dalam mengaktualisasi nilai-nilai pembelajaran di sekolah dengan konteks kedirian dan lingkungan sosialnya.

2. Bagi Sekolah

Sekolah sebagai tempat berkumpulnya peserta didik dari berbagai golongan, ras, budaya, dan gender diharapkan mampu mentransformasikan nilai-nilai luhur

(14)

agama yang dianggap “absolute” dan nilai-nilai budaya yang bersifat relative menjadi “core values” pendidikan karakter yang terpancar dari nilai altruistic dalam keberagamaan. Dampaknya, akan menumbuhkembangkan nilai-nilai fundamental lain, yakni simpati, empati, loyalitas dan toleransi terhadap berbagai jenis perbedaan dan mutual trust antar berbagai kelompok kepentingan yang berbasis agama, etnis, dan ras.

Meningkatnya aktivitas positif peserta didik pada model pembelajaran IBNBBK dapat menghilangkan kesan bahwa pelajaran IPS sebagai pelajaran yang membosankan dan kurang menarik. Kondisi ini dipengaruhi oleh variasi tahapan dalam pembelajaran model pembelajaran IBNBBK yang memberi kesempatan seluas-luasnya pada peserta didik untuk menemukan nilai dan merealisasikan nilai dalam bentuk tindakan bermoral kaitannya dengan kedirian peserta didik dan dalam interaksi sosialnya.

3. Bagi Siswa

Salah satu ciri pembelajaran model pembelajaran IBNBBK adalah student

centered. Semakin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

makin besar pula peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar. Guru perlu mendesain ruang kelas dalam situasi proses “inquiry” sehingga peserta didik tidak hanya belajar tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip tetapi peserta didik juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi soal.

(15)

Bagi para peneliti, khususnya para dosen pengelola program studi IPS dan PIPS hendaknya dapat mengembangkan lebih lanjut melalui penelitian yang lebih komprehensif, melibatkan para guru secara langsung dalam proses penelitian sejak proses awal. Para dosen hendaknya berkolaborasi dengan guru-guru IPS melalui model penelitian tindakan kelas atau model penelitian lain yang ditujukan untuk inovasi pembelajaran IPS di sekolah. Dari proses penelitian ini sesungguhnya nampak dan terasa adanya keinginan kuat dari para guru IPS untuk melakukan inovasi pembelajaran, namun pada umumnya mereka mengaku masih mengalami kesulitan terutama karena kurang percaya diri. Dengan berkolaborasi, keinginan para guru tersebut diharapkan akan dapat terpenuhi, di samping sebagai wujud sinergi akademis, antara pakar dan praktisi pendidikan IPS.

5. Bagi Perguruan Tinggi

Bagi perguruan tinggi yang mengelola program studi PIPS dan rumpun PIPS dapat mengembangkan berbagai inovasi pembelajaran melalui penelitan yang didasarkan pada kebutuhan nyata pembelajaran di sekolah. Untuk itu diperlukan jaringan kerjasama yang baik, antara kampus dan sekolah. Apabila dimungkinkan melalui penelitian, kunjungan dosen/guru tamu, Program Pengalaman Lapangan (PPL), serta kegiatan-kegiatan insidental lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu penyebab kecelakaan kapal di laut , baik yang terjadi di laut lepas maupun ketika di pelabuhan, adalah peranan dari para awak kapal yang kurang mampu

Oleh karena itu, industri rumah tangga olahan waluh di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang yang membutuhkan bahan baku setiap saat harus dapat mengendalikan atau

Banyak perusahaan saat ini yang menggunakan teknologi informasi untuk mengembangkan sistem lintas fungsi perusahaan yang terintegrasi, yang melintasi berbagai batas

PLN distribusi Jawa Barat dan Banten, agar pesan yang disampaikan oleh pimpinan Humas mendapatkan respon yang positif dari karyawan sehingga dapat membangun

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi perbedaan harga jual obat generik berlogo terendah dan tertinggi di 9 apotek Kabupaten Kubu Raya.Hal ini berarti bahwa

Melibatkan akusisi atas bisnis-bisnis yang berkaitan dengan perusahaan yang mengakusisi dalam teknologi, pasar atau produk. Bisnis-bisnis baru yang terpilih memiliki

Dalam upaya merealisasikan terobosan tersebut, maka dibutuhkan perencanaan pegawai yang baik dan memberikan warna tersendiri dalam kualitas pegawai dalam perencanaan

Keramik oleh Ambar Astuti, buku teori Estetika Djelantik. Selain dari jurnal dan buku, penulis juga membaca dan mendapatkan referensi dari website dan media