METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat 16610 (Gambar 6). Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 11 bulan, dimulai dari bulan Maret 2010 hingga bulan Januari 2011.
Peta Kabupaten Bogor Peta Daerah Margajaya
Peta Tapak YAPIPI Peta Lokasi YAPIPI
Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.
Gambar 6 Peta lokasi penelitian. U
Metode Kerja
Kegiatan penelitian ini berorientasi pada observasi lapang dan kegiatan studio. Observasi lapang terdiri atas pengamatan, pengukuran fisik maupun biofisik tapak, dan wawancara dengan pemilik serta pengelola. Kegiatan studio terdiri atas penyusunan laporan secara tertulis, grafis, dan studi literatur. Kerangka berfikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Metode kerja yang digunakan yaitu metode deskriptif melalui survei dan wawancara dengan pendekatan kelembagaan yang mengakomodasi kebutuhan yayasan. Tahapan desain yang digunakan adalah tahapan “Proses Berpikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lanskap” meliputi tahap inventarisasi, análisis, sintesis, konsep, serta perencanaan dan perancangan (Rachman, 1984 dalam Lubis, 2006). Berikut merupakan deskripsi tiap tahap desain dalam Proses Berpikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lanskap (Gambar 8).
Gambar 7 Kerangka berpikir penelitian. Yayasan Pengembangan Insan
Pertanian Indonesia (YAPIPI)
Kebutuhan Yayasan Kebutuhan Tapak Kebutuhan User
Aktivitas
Edukasi Aktivitas Wisata Yayasan Mandiri Pertanian
Berkelanjutan
Lanskap Pertanian Ruang Edukasi Ruang Wisata
Desain Lanskap Pertanian YAPIPI
Inventarisasi
Data yang dikumpulkan pada tahap ini yaitu data aspek fisik, aspek biofisik, daya dukung, aspek sosial, dan aspek regulasi dalam desain lanskap pertanian (Tabel 3). Aspek fisik yang diinventarisasi adalah lokasi dan batas tapak, topografi dan tanah, aksesibilitas dan sirkulasi, hidrologi, mikroklimat, utilitas dan fasilitas, serta potensi visual. Data biofisik yang diinventarisasi meliputi vegetasi dan satwa. Aspek daya dukung terdiri atas data daya dukung area terhadap pengunjung dan daya dukung lapangan penggembalaan. Data sosial yang dikumpulkan adalah profil yayasan, aspek regulasi, serta kebijakan yang menunjang pengembangan lanskap pertanian.
Data inventarisasi diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan atau survei dan wawancara narasumber, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur seperti pengumpulan data iklim, standar kebutuhan dalam beraktivitas, dan jenis tanah.
Gambar 8 Tahapan desain menggunakan proses berpikir lengkap merencana dan melaksana dalam arsitektur lanskap (Rachman, 1984 dalam Lubis, 2006).
Analisis
Keseluruhan aspek pada tahap inventarisasi akan diolah serta dianalisis sesuai dengan standar atau kriteria dalam perancangan lanskap. Hal ini bertujuan untuk diketahui potensi, kendala, dan alternatif solusi. Disamping itu akan dikaji juga terhadap kebijakan dan regulasi yang berlaku.
Beberapa aspek data seperti topografi, sirkulasi, vegetasi, hidrologi, fasilitas serta utilitas, potensi visual, mikroklimat, dan daya dukung akan menghasilkan produk analisis secara spasial dan tabular. Aspek lainnya seperti data sosial dan regulasi akan dihasilkan dalam uraian secara deskriptif.
Tabel 3 Jenis, sumber, dan kegunaan data inventarisasi
Jenis/ Aspek data
Unit data Cara
pengambilan
Sumber data Kegunaan data Fisik: 1. Lokasi dan batas - Lokasi - luas tapak Topografi - Kemiringan lahan 3. Iklim - Suhu - Curah hujan - Rh - THI - Sinar Matahari - Hari hujan 4. Jenis Tanah - kesuburan - m2 mdpl % 0C mm/tahun % - % Jml hari - Wawancara, peta Kabupaten Bogor Wawancara Survei lapangan dan data peta Pengambilan data Data Kabupaten Bogor Pemilik, Pengelola yayasan Pemilik, Pengelola yayasan BB Litbang Tanah Data Kabupaten Bogor BMKG Pemkab Bogor Mengetahui kondisi umum lokasi Mendesain lanskap pertanian Analisis darinase, struktur dan fasilitas Menentukan kenyamanan Pengembangan struktur dan menentukkan kemampuan tumbuh tanaman
Tabel 3 Lanjutan jenis, sumber, dan kegunaan data inventarisasi
Jenis/ Aspek data
Unit data Cara
pengambilan Sumber data Kegunaan data 5. Aksesibilitas Jalur pencapaian Survei lapangan - Menentukan desain sirkulasi, menentukan penempatan fasilitas-utilitas. 6. Sirkulasi 7. Utilitas 8. Fasilitas - Satuan Unit Survei lapangan Survei lapangan Survei lapangan - - - Menentukan desain sirkulasi Menentukan penempatan serta fasilitas dan utilitas Menentukan penempatan dan desain fasilitas.
Biofisik: 1. Vegetasi 2. Satwa Satuan unit unit Survei lapangan Survei lapangan - -
Menentukan iklim mikro, desain penanaman Menghadirkan habitat satwa Sosial: 1. Pengguna -profil yayasan 2. Keinginan/ kebutuhan yayasan 3. Aktivitas 4. Waktu aktivitas Jumlah, Profil yaya-san - - Jam Wawancara pengelola Wawancara Survei lapang dan wawancara Survei lapang & wawancara - - - -
Mengetahui daya dukung Mengakomodasi
keinginan, kebutuhan pengguna serta yayasan Mendesain ruang, fasilitas dan utilitas Mendesain fasilitas-utilitas
Mengetahui kebutuhan ruang bagi user Mengetahui kebutuhan ruang bagi user
Aspek Legal:
1. Ketentuan dan undang-undang
- Studi literatur -Surat Keterangan Mentan -Kode Etik Pariwisata Dasar pengembangan kawasan, kesesuaian serta adanya dukungan dari instansi lain
Topografi dianalisis dengan cara memetakan zonasi berdasarkan kriteria slope tertentu. Hal ini dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu interval kontur (IC) menggunakan persaman berikut:
IC = x skala
Zonasi dapat diperoleh dari pengukuran jarak antar kontur (x). Kontur dengan jarak antarkontur yang sama dibuat zonasi dan ditentukan kesesuaiannya. Jarak sebenarnya antar 2 kontur (D) juga dapat ditentukan, hal ini sebagai pertimbangan dalam membentuk permukaan lahan (grading) pada saat mendesain. Berikut persamaan untuk menentukan jarak antar kontur, jarak sebenarnya, serta kriteria kesesuaian yang dipergunakan dalam menganalisis (Tabel 4).
x = IC : % slope
D = % IC x 100
Tabel 4 Klasifikasi kemiringan lahan pada area pertanian
No Slope (%) Area Peruntukan
1 0-10 Valley bottom Akuakultur dan tanaman pertanian yang
berkaitan dengan air 0-10 Knolltops Area pembangkit energy
0-10 Flatter knollsides Area persawahan dan area pertanian
kontur
2 10-40 Knollsides Area pertanian teras
10-40 South-facing knollsides
Area pemukiman atau tempat tinggal (11-30%)
3 >40 Steep sloped Agroforestri dengan akar permanen
untuk stabilitas tanah Sumber: Lyle, 1994.
Analisis tanah yang dilakukan terdiri atas studi literatur mengenai sifat fisik, kimia, kemampuan menyerap air, dan tingkat kesuburan. Aspek tersebut dinilai kesesuaiannya terhadap tanaman pertanian dan struktur eksisting. Beberapa rekomendasi berupa penambahan jenis tanaman juga disertakan dengan pertimbangan tertentu. Akses dan sirkulasi dianalisis dengan memetakan jalur eksisting dan dinilai dari segi keefektifan, keefisienan, pintu masuk dan keluar, serta jalur yang disesuaikan dengan tipe aktivitas.
Hidrologi dianalisis dengan memetakan lokasi inlet, outlet, arah drainase, serta kesesuaiannya untuk area pertanian. Analisis mikroklimat dilakukan dengan menghitung nilai Temperature Humidity Index (THI) untuk menentukan tingkat kenyamanan pengguna dalam beraktivitas di tapak. Berikut merupakan persamaan untuk menentukan THI:
THI = 0,8 T Rh x T Keterangan:
T = temperatur rata-rata (0C)
Rh= kelembaban (%)
Utilitas dan fasilitas dianalisis dengan menyesuaikan jenis utilitas serta fasilitas dengan aktivitas yang akan dikembangkan pada tapak. Pada aspek potensi visual, goodview dan badview dipetakan dari perwakilan tiga titik. Ketiga titik ditentukan berdasarkan topografi yaitu titik dengan ketingian tertinggi, sedang, dan titik terendah. Berdasarkan titik tersebut ditarik sudut 600 (jarak pandang horizontal manusia) dan ditentukan potensi visualnya. Vegetasi dan satwa dianalisis dengan menyesuaikan lingkungan eksisting dengan syarat tumbuh vegetasi dan hewan tersebut. Rekomendasi vegetasi tambahan ataupun pengganti disertakan dengan pertimbangan.
Disamping analisis yang bersifat deskriptif dilakukan analisis kuantitatif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui daya dukung yang akan dikembangkan pada tapak. Daya dukung yang akan dihitung adalah daya dukung pengunjung dan daya dukung lapangan gembala terhadap ternak budidaya. Penentuan daya dukung dilakukan dengan mendaftar seluruh aktivitas yang diinginkan pada tapak. Hal ini dilanjutkan dengan penentuan standar kebutuhan per individu untuk melakukan aktivitas. Nilai daya dukung wisata diperhitungkan berdasarkan rata-rata dalam
m2//org (Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo, 2003). Perhitungan daya dukung bagi pengguna adalah sebagai berikut:
Daya Dukung = A S Keterangan:
A= Area yang digunakan (m2)
S= Standar kebutuhan per orang (m2/org)
Daya Dukung (org)
Daya Dukung Ternak =
Keterangan:
Produk bahan segar (kg/petak/hari) Kebutuhan pakan (kg)
Daya Dukung (kambing/ petak/ hari penggembalaan) Sumber: Sarwono, 2008.
Fungsi wisata pendidikan menjadi penunjang dalam desain lanskap pertanian ini sehingga diperlukan analisis kelayakan obyek agrowisata dalam menentukan obyek yang dapat dijadikan obyek wisata. Tahap analisis ini dilakukan setelah site plan didesain. Smith (1989) mengkategorikan indeks daya tarik obyek wisata kedalam tujuh faktor. Faktor tersebut adalah atraksi basis pertanian, faktor alami, sosial, sumber daya rekreasi, akses, lokasi, dan sarana turistik. Kriteria ini digunakan untuk menilai obyek-obyek pada tapak, sehingga diketahui yang berpotensi untuk dikembangkan. Kriteria penilaian indeks daya tarik dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan kawasan agrowisata menggunakan metode Smith (1989) melalui penilaian setiap obyek-obyek wisata yang ada di YAPIPI. Penilaian (scoring) dilakukan dengan beberapa kriteria evaluasi. Kriteria tersebut diperoleh berdasarkan kriteria penilaian indeks daya tarik yang disesuaikan dengan kondisi tapak. Dalam hal ini kriteria historis dan budaya tidak diikutsertakan karena kurang munculnya potensi pada tapak tersebut. Sehingga diperoleh tujuh kriteria yaitu obyek dan atraksi berbasis pertanian, obyek dan atraksi alami, obyek dan atraksi sosial, ketersediaan sumber daya
rekreasi dan tempat perbelanjaan, akses, letak dari jalan utama, dan ketersediaan sarana wisata.
Tabel 5 Kriteria penilaian indeks daya tarik obyek wisata
No Faktor Kriteria
1 Obyek dan atraksi berbasis pertanian
Ketersediaan ragam serta keindahan areal pertanian (sawah, perkebunan, kolam, dan keramba)
2 Obyek dan atraksi alami Keindahan pemandangan alami (ekosistem, topografi, tanaman langka, satwa liar, dan air terjun) dan iklim (tropikal, udara yang bersih, suhu yang nyaman, dan sinar matahari yg cukup)
3 Obyek dan atraksi social Pedesaan, perkotaan, bentukan arsitektur vernakular, festival budaya (festival seni budaya, MTQ), dan atraksi budaya lokal (pasar lokal, upacara-upacara)
4 Sumber daya rekreasi dan tempat perbelanjaan
Ketersediaan tempat olah raga, tempat piknik, tempat belanja, taman, museum, dan galeri seni serta budaya
5 Akses Kemudahan untuk pencapaian lokasi dan ketersediaan jalan
6 7
Letak dari jalan utama Ketersediaan sarana wisata
Kedekatan dengan jalur jalan utama wilayah Utilitas, sarana kesehatan, air bersih, serta fasilitas makan dan penginapan.
Sumber: Smith, 1989.
Masing-masing kriteria diberi nilai dengan range 1-4. Hasil evaluasi masing-masing kriteria akan memiliki bobot yang berbeda satu sama lain, sehingga nilai kriteria (1-4) terlebih dahulu dikali dengan bobotnya kemudian dijumlahkan untuk memperoleh jumlah terbobot. Jumlah terbobot akan dibuat panjang kelas dan ditentukan selang untuk tiga kategori yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), dan kurang sesuai (KS). Berikut merupakan rumus penghitungan panjang kelas:
Panjang kelas = Keterangan:
nmax= nilai jumlah terbobot tertinggi nmin= nilai jumlah terbobot terendah jumlah kategori= 3 (SS, S, dan KS).
Sintesis
Hasil yang diperoleh pada tahap analisis akan dikembangkan untuk perencanaan dan perancangan. Tahap sintesis menyesuaikan tapak yang akan dikembangkan dengan kebutuhan pengguna serta pemilik berdasarkan fakta yang terdapat pada tapak sehingga dihasilkan ide pengembangan yang sesuai. Bagian terpenting dari sintesis adalah menyusun hubungan fungsional antara beberapa elemen atau ruang. Penyusunan hubungan fungsional yang dihasilkan memiliki kombinasi yang berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi umum tapak, kebutuhan pengguna, kemampuan untuk dikembangkan, efisiensi pengelolaan dan pemeliharaan. Hasil dari tahap ini adalah alternatif terbaik terhadap pemecahan masalah yang kemudian dikembangkan menjadi konsep.
Konsep
Alternatif yang dihasilkan pada tahap sintesis akan dikembangkan menjadi konsep dasar, konsep desain, dan konsep pengembangan. Konsep dasar dibuat berdasarkan fungsi utama tapak. Konsep desain merupakan pola yang diaplikasikan pada tapak dengan merujuk pada konsep dasar. Konsep pengembangan meliputi rincian konsep seperti konsep ruang dan aktivitas, tata hijau, sirkulasi, sekuens, program wisata, serta konsep fasilitas dan utilitas.
Perencanaan
Proses penyusunan konsep berdasarkan hasil analisis dan sintesis. Hal ini dilakukan melalui penyusunan kebutuhan ruang. Dari hal tersebut akan diketahui jenis ruang yang diperlukan sehingga dapat disusun diagram ruang beserta keterkaitan antar ruang. Perencanaan dituangkan pada tata letak berupa gambar yang bertujuan memberi gambaran spesifik tentang pengembangan tapak.
Desain
Tahap ini merupakan proses pembuatan gambar detil pada elemen lanskap dengan menggunakan skala serta mengikuti prinsip desain. Prinsip desain tersebut yaitu tema, gradasi, kontras, dan keseimbangan. Tema merupakan gambaran karakter tertentu yang diwujudkan dalam tapak dengan karakter tertentu.
Sementara gradasi, merupakan pengulangan material, bentuk, tekstur, dan elemen desain lainnya. Kontras merupakan hal yang menarik perhatian. Keseimbangan merupakan seimbang dari porsi bentuk maupun posisi pada elemen desain.
Produk yang dihasilkan terdiri atas site plan, gambar rencana meliputi rencana penanaman, rencana sirkulasi dan rencana pencahayaan, gambar detil meliputi detil penanaman, detil perkerasan, detil hardscape, detil pencahayaan, detil signage, gambar konstruksi hardscape, potongan tampak, perspektif, serta peta jalur wisata.