• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEBARAN CURAH HUJAN WILAYAH MENGGUNAKAN METODE SPI DAN HUBUNGANNYA DENGAN INDIKATOR IKLIM DI PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEBARAN CURAH HUJAN WILAYAH MENGGUNAKAN METODE SPI DAN HUBUNGANNYA DENGAN INDIKATOR IKLIM DI PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEBARAN CURAH HUJAN WILAYAH MENGGUNAKAN

METODE SPI DAN HUBUNGANNYA DENGAN INDIKATOR IKLIM DI

PROVINSI SUMATERA BARAT

(Analysis of Rainfall Distribution Area Using SPI Method and Correlation with Climate

Indicator in West Sumatera Province)

Juwita Sari, Sri Pancariniwati, dan Anggitya Pratiwi

Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Jl. Perhubungan 1 no. 5, Tangerang Selatan E-mail: djuwitasari21@gmail.com

ABSTRAK

Sebaran curah hujan di wilayah provinsi Sumatera Barat menunjukkan distribusi yang tidak seragam di berbagai wilayah Sumatera Barat yang berdampak pada keberlangsungan kehidupan masyarakatnya termasuk menyangkut kebencanaan yang sering terjadi di wilayah Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan variasi spasial curah hujan dengan metode SPI dan kaitannya dengan beberapa indikator iklim yakni indeks nino3.4, DMI, SST perairan barat Sumatera dan Angin permukaan. Distribusi curah hujan melalui metode SPI penting untuk diketahui karena berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya air, pengurangan risiko bencana, dan menunjang pembangunan daerah sumatera Barat. Analisis ini telah didukung dengan perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) termasuk analisis spasial curah hujan metode SPI dengan teknik interpolasi berupa IDW. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hujan tiga tahun yang mewakili tiga kondisi umum pengaruh El Nino, La Nina, dan konsidi normal di wilayah Sumatera Barat yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Umumnya rata-rata korelasi pada setiap indikator iklim untuk tujuh titik pengamatan di Sumatera Barat menunjukkan nilai dari 0,4-0,8 dengan dominasi korelasi tertinggi berada pada kondisi pengaruh La Nina atau kondisi basah.

Kata Kunci : Curah Hujan, Sumatera Barat, Sistem Informasi Geografis (SIG), Korelasi,

Standardized Precipitation Index (SPI)

ABSTRACT

Distribution of rainfall in the province of West Sumatra shows the distribution is not spread evenly in various areas of West Sumatera which impact on the sustainability of community life, including the disasters that often occur in the region of West Sumatra. This research aimed to show spatial variation of rainfall with SPI method and its relation with some climate indicator ie index nino3.4, DMI, SST of western waters of Sumatera and wind surface. The distribution of rainfall through SPI method is important to know because it is related to water resources management, disaster risk reduction, and support the development of West Sumatera region. This analysis has been supported by the development of Geographic Information System (GIS) technology including spatial analysis of precipitation SPI method with IDW interpolation technique. The main data used in this research is 3-year rain data representing 3 general conditions of El Nino, La Nina, and normal considies in West Sumatera region obtained from Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). Generally, the average correlation of each climate indicator for 7 observation points in West Sumatra shows the value of 0.4-0.6 with the highest correlation dominance is under La Nina or wet conditions.

Keywords: Rainfall, West Sumatera, Geographic Information System (GIS), Correlation, Standardized

Precipitation Index (SPI)

PENDAHULUAN

Terdapat cukup banyak kejadian bencana alam yang dapat dicegah jika kita memiliki informasi yang tepat mengenai wilayah-wilayah yang cenderung basah atau kering. Untuk memiliki informasi tersebut, tersedia berbagai metode untuk mengetahui karakteristik curah hujan masing-masing wilayah, sehingga dapat dilakukan antisipasi yang cocok untuk wilayah yang dapat berpotensi

(2)

wilayah di Indonesia. Sedangkan kekeringan pada dasarnya merupakan salah satu jenis variabilitas iklim yang terjadi akibat pengaruh sirkulasi hidrologi di bumi. Kekeringan dianggap sebagai sebuah bahaya yang diakibatkan oleh alam dimana terjadi suatu kekurangan curah hujan dari yang diharapkan turun (Utami, 2013). Dengan adanya fenomena-fenoma tersebut, maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui kondisi sebaran curah hujan di suatu wilayah serta bagaimana keterkaitan sebaran curah hujan tersebut terhadap beberapa indikator yang kemungkinan dapat mempengaruhi fenomena tersebut.

Sumatera Barat merupakan provinsi yang dilalui oleh garis khatulistiwa dan terletak di dekat Samudera Hindia, sehingga kemungkinan cuaca lokal termasuk curah hujan di Sumatera Barat dapat dipengaruhi oleh beberapa indikator seperti kondisi dipole mode di Samudera Hindia, Nino3.4, suhu muka laut perairan, dan Angin. Selain itu, kenaikan suhu laut membawa implikasi naiknya curah hujan karena naiknya suhu muka laut menunjukkan peningkatan energi di laut yang memberikan kemungkianna naiknya tingkat penguapan di atmosfer (Aldrian, 2014). Serta menurut penelitian Fatony (2015) yang menyangkut suhu muka laut secara spesifik tentang ENSO. Dalam penelitian tersebut, secara umum El Nino berpengaruh pada peningkatan dan pengurangan curah hujan dalam skala bulanan terkait musim.

Dengan adanya fenomen-fenomena tersebut maka diperlukan adanya penelitian mengenai bagaimana sebaran curah hujan dengan menggunakan metode SPI serta keterkaitannya dengan indikator-indikator iklim yang dapat mempengaruhi. Standardized Precipitation Index (SPI), adalah salah satu metode untuk analisis indeks kekeringan. Model SPI dipilih karena memiliki keunggulan yaitu handal, memiliki indeks yang fleksibel dan sederhana dalam perhitungan (McKee et al, 1993). Selain itu, terdapat pendapat Saidah (2017) yang mendukung pengembangan model SPI dalam melihat kondisi wilayah terkait pengembangan daerah. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menentukan antisipasi dan penanggulangan yang perlu dilakukan terhadap kemungkinan fenomena yang dapat terjadi berdasarkan analisis sebaran curah hujan di wilayah Sumatera Barat ini.

METODE

Lokasi penelitian (lihat Gambar 1) untuk analisis sebaran curah hujan dalam bentuk indeks SPI dilakukan di tujuh titik pada wilayah Sumatera Barat dengan menggunakan data curah hujan bulanan selama periode 2008-2010. Pemilihan ketujuh lokasi tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kelengkapan data dengan syarat data tersedia minimal 95% dari keseluruhan data dan posisi lokasi yang mewakili wilayah Sumatera Barat secara keseluruhan. Ketujuh lokasi tersebut yaitu Rao, Sikaping, Payakumbuh, Sicincin, Padang Panjang, Tabing, dan Lubuk Gadang.

(3)

Pada penelitian ini, alat yang digunakan yakni seperangkat komputer dengan beberapa perangkat program, yaitu software pengolahan informasi secara visual berupa Sistem Informasi Geografis (SIG), Minitab 14 untuk pengolahan grafik, Tool Interaktif ITACS (Interactive Tool for Analysis of the Climate System) yang berasal dari JMA (Japan Meteorological Agency) untuk pengolahan data anomali suhu muka laut dan tekanan permukaan dan Microsoft Excel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data curah hujan bulanan di tujuh lokasi wilayah Sumatera Barat periode tahun 2008-2010 yang memuat tiga kondisi berbeda pada setiap tahunnya. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan tahun kejadian fenomena ENSO yang berasal dari website ggweather.com/enso/oni.htm. Penggunaan tahun kejadian ENSO yang memuat El Nino dan La Nina dilandasi oleh banyaknya ulasan yang akan dampak kedua fenomena tersebut untuk wilayah Indonesia dibandingkan fenomena lainnya salah satunya pernyataan Jun-Ichi (2002) yang menyimpulkan adanya gangguan pola musim akibat adanya El Nino dan La nina.

Gambar 2. Tahun-tahun El Nino & La Nina

Berdasarkan Gambar 2 diperoleh selang tahun 2008-2010 terdapat tiga kondisi yakni kondisi normal (tahun 2008) di mana kondisi tersebut menggambarkan sirkulasi atmosfer Indonesia tidak terganggu, kondisi El Nino (tahun 2009) menggambarkan wilayah Indonesia mengalami kekurangan curah hujan yang mengakibatkan kondisi daratan Indonesia agak kering dari normalnya, dan kondisi La Nina (tahun 2010) menggambarkan wilayah Indonesia mendapat limpahan curah hujan yang banyak. Kondisi ini disebabkan oleh massa udara dari Pasifik akan mengalir ke wilayah Indonesia sehingga terjadi konvergensi massa udara yang kaya uap air, maka peluang terjadinya hujan di wilayah Indonesia menjadi semakin besar (Febrianty, 2014). Selain itu, juga terdapat penggunaan data 4 Indikator Iklim, dimana tiga di antaranya merupakan anomali suhu muka laut yakni indeks Nino3.4 yang berada di samudera Pasifik bagian ekuator, indeks

Dipole Mode di samudera Hindia, dan anomaly suhu muka laut perairan barat Sumatera. Terdapat satu indikator berupa anomali tekanan permukaan yang merepresentasikan pola angin wilayah di sekitar Sumatera Barat. Data indeks Nino3.4 (lihat Gambar 3 kiri) dan Dipole Mode (lihat

Gambar 3 kanan) diperoleh dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration).

Keseluruhan data anomaly suhu dianggap mengikuti aturan standar indeks suhu muka laut yang berasal dari NOAA. Aturan tersebut menjadikan indeks untuk kondisi El Nino dan La Nina terbagi dalam beberapa kategori berdasarkan besaran indeks dalam selang waktu tiga bulan berturut-turut yakni lemah, sedang, kuat dan sangat kuat (Lilipaly, 2017).

(4)

Pada data Anomali Suhu Muka Laut (Sea Surface Temperature/SST) dan anomali tekanan permukaan yang digunakan berasal dari http://jra.kishou.go.jp dengan lokasi SST berada di perairan barat pesisir Sumatera dengan koordinat 3° LS - 3° LU dan 90°-95° BT (lihat Gambar 4). Sedangkan di lokasi yang hampir mirip dengan lokasi data Anomali SST yakni di 3° LS - 3° LU dan 95° -105° BT. Anomali suhu muka laut dan tekanan permukaan yang bergunaan memperlihatkan kondisi perubahan indikator tersebut terkait hubungannya dengan peningkatan dan penurunan hujan bulanan wilayah Sumatera Barat.

Gambar 4. Lokasi data anomali suhu muka laut perairan sumatera barat dan tekanan permukaan

Tahapan untuk penelitian ini berada di seputaran mengenai pengenaan metode SPI, pengolahan data dengan metode Scatterplot, dan penjelasan hubungan jangka pendek periode 2008-2010 antara data curah hujan bulanan dalam bentuk indeks SPI dengan empat indikator iklim. Selain itu, juga membahas mengenai keseluruhan analisis yang mengarah ke keterkaitan terhadap kondisi tahunan berdasarkan ada atau tidaknya kejadian El Nino dan La Nina. Diagram alir penelitian dituangkan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan Penelitian

Metode Standart Precipitation Index (SPI) adalah metode yang dikembangkan oleh McKee et al (1993). Metode ini merupakan model yang digunakan untuk menentukan penyimpangan curah hujan terhadap normalnya. Metode SPI yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SPI 1 bulanan. Metode SPI 1 bulanan berguna untuk memperlihatkan kondisi suatu wilayah akan ketersediaan air di wilayah tersebut (Andika, 2016). Selain itu, dalam bentuk SPI 1, bulan dapat memberikan gambaran akan rencana akan bencana khususnya terkait dengan pasokan air. Dalam penelitian ini, data curah hujan terlebih dahulu dihitung nilai SPInya. Nilai SPI dihitung dengan menggunakan metode statistik peluang distribusi gamma yang didefinisan sebagai berikut:

(5)

... (1) Nilai α dan β pada persamaan (1) diestimasi untuk setiap stasiun hujan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

atau ... (2) dan ... (3) Dimana n = jumlah data

... (4) Karena fungsi gamma tidak terdefinisi untuk x=0, maka cumulative probability menjadi:

... (5) Dimana adalah probabilitas x=0.

Nilai SPI merupakan probabilitas kumulatif yang kemudian di transformasikan ke dalam standar normal dengan variabel , dengan nilai rata-rata 0 dan variasi 1. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan nilai SPI.

Nilai SPI atau standar normal variabel lebih mudah dicari dengan perhitungan menggunakan formula yang dikemukakan oleh Abramowitz dan Stegun (1964) dalam McKee (1993) berikut: Perhitungan atau SPI untuk 0 < ≤ 0.5

= SPI = , dengan ... (6) Perhitungan atau SPI untuk 0.5 < ≤ 1.0

= SPI = , dengan ... (7) Dengan nilai koefisien dari Mc. Kee sebagai berikut:

= 2,515517 = 1,432788

= 0,802853 = 0,189269

= 0,010328 = 0,001308

Dengan kategori SPI berdasarkan McKee dkk. (1993) sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Kekeringan SPI

Kasifikasi Nilai SPI

Sangat Kering ≤ -2.00 Kering (-1.99) - (-1.50) Agak Kering (-1.49) - (-1.00) Normal (-0.99) - (0.99) Agak Basah 1.00 - 1.49 Basah 1.50 - 1.99 Sangat Basah ≥ 2.00

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2011)

Scatterplot merupakan suatu teknik grafis yang digunakan untuk mengetahui suatu pola atau sebaran data dari dua variabel yang menggambarkan suatu hubungan (korelasi). Setelah menghitung indeks SPI pada tiap lokasi, kemudian dilakukan scatterplot antara indeks SPI di tiap lokasi dengan empat parameter untuk mengetahui bagaimana sebaran data dari masing-masing variabel tersebut. Langkah selanjutnya yaitu melakukan pemetaan SPI dengan interpolasi. Dalam

(6)

metode ini juga dilakukan pada penelitian Nussy (2016) dan Syafrianno (2016) dengan menggunakan model SPI 3 bulanan di wilayah Gorontalo. Hasil yang diperoleh dari IDW ini akan lebih mirip dengan data sampel yang dekat dengan dengan lokasi daripada yang lebih jauh. Adapun perhitungan IDW yaitu sebagai berikut:

... (7) Dimana:

: Nilai titik estimasi indeks SPI

: Nilai titik sampel ke-I indeks SPI di sekitar lokasi : Jarak dari titik lokasi sampel ke titik lokasi estimasi : Jumlah data

Pemilihan nilai power sangat mempengaruhi hasil dari interpolasi, jika nilai power tinggi, akan memberikan hasil dimana nilai yang didapat merupakan nilai dari data yang terdekat. Power yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 dan untuk nilai default yaitu 12.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Nilai SPI Terhadap 4 Indikator Iklim Berdasarkan Tujuh Lokasi Pengamatan Hujan Sumatera Barat

Dari metode di atas didapatkan grafik scatterplot antara nilai SPI pada tiap lokasi dengan keempat indikator iklim dalam Gambar 6. Pada Gambar 6.a menunjukkan sebaran data antara data curah hujan tiap lokasi dalam bentuk nilai SPI dengan Indeks Nino3.4 pada tahun 2008–2010 menggunakan Scatterplot. Terdapat hubungan positif yaitu kenaikan indeks Nino3.4 dengan indeks SPI di Payakumbuh, Sicincin, dan Sikaping. Hubungan tersebut memperlihatkan adanya peningkatan nilai indeks Nino3.4 diiringi dengan peningkatan nilai indeks SPI. Hubungan tersebut juga ditunjukkan di Padang Panjang tetapi sebaran data lebih menyebar. Sedangkan hubungan negatif ditunjukkan antara data Indeks Nino3.4 dengan Indeks SPI di Lubuk Gadang. Secara umum, scatterplot indeks Nino3.4 dengan ketujuh pos wilayah Sumatera Barat untuk periode 2008-2010 menunjukkan pengaruh kenaikan indeks Nino3.4 terhadap kenaikan indeks SPI wilayah Sumatera Barat cukup kecil. Selain, indeks Nino3.4 juga terdapat indeks dari dipole mode yang berasal dari indeks anomali suhu untuk wilayah samudera Hindia. Sebaran data antara data curah hujan tiap lokasi dalam bentuk nilai SPI dengan Dipole Mode Index (DMI) pada tahun 2008–2010 ditunjukkan pada Gambar 6.b. Hubungan positif ditunjukkan oleh beberapa lokasi di Padang Panjang, Payakumbuh, Sicincin, dan Sikaping, dan Tabing. Hubungan tersebut memperlihatkan adanya peningkatan indeks Dipole Mode diiringi dengan peningkatan nilai indeks SPI. Sedangkan untuk lokasi lainnya kenaikan tren pada grafik scatterplot tidak terlalu signifikan.

Pada Gambar 6.c menunjukkan sebaran data antara data curah hujan tiap lokasi dalam bentuk nilai SPI dengan anomaly suhu muka laut perairan barat Sumatera Barat pada tahun 2008– 2010. Hubungan positif hanya ditunjukkan oleh beberapa lokasi di Payakumbuh, dan Sicincin. Hubungan tersebut memperlihatkan adanya peningkatan nilai suhu muka laut diiringi dengan peningkatan nilai indeks SPI. Sedangkan untuk lokasi lainnya kenaikan tren pada grafik scatterplot

tidak terlalu signifikan. Selain itu, terdapat juga grafik sebaran data antara data curah hujan tiap lokasi dalam bentuk nilai SPI dengan anomali tekanan permukaan (Surface Pressure/SP) pada tahun 2008–2010 ditunjukkan pada Gambar 6.d. Hubungan positif hanya ditunjukkan oleh beberapa lokasi di Payakumbuh, dan Sikaping. Hubungan tersebut memperlihatkan adanya peningkatan nilai tekanan permukaan diiringi dengan peningkatan nilai indeks SPI. Sedangkan untuk lokasi lainnya kenaikan tren pada grafik scatterplot tidak terlalu signifikan.

(7)

N in o 3 .4 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 -2 0 2 0.5 -1.0 -2.5 -2 0 2 -2 0 2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2

Lubuk Gadang Padang Panjang Payakumbuh

Rao Sicincin Sikaping

Tabing D M I 2 0 -2 1 0 -1 2 0 -2 -2 0 2 0.5 -1.0 -2.5 -2 0 2 -2 0 2 1 0 -1 2 0 -2 1 0 -1

Lubuk Gadang Padang Panjang Payakumbuh

Rao Sicincin Sikaping

Tabing S S T 2 0 -2 0.5 0.0 -0.5 2 0 -2 -2 0 2 0.5 -1.0 -2.5 -2 0 2 -2 0 2 0.5 0.0 -0.5 2 0 -2 0.5 0.0 -0.5

Lubuk Gadang Padang Panjang Payakumbuh

Rao Sicincin Sikaping

Tabing S P 2 0 -2 0 -1 -2 2 0 -2 -2 0 2 0.5 -1.0 -2.5 -2 0 2 -2 0 2 0 -1 -2 2 0 -2 0 -1 -2

Lubuk Gadang Padang Panjang Payakumbuh

Rao Sicincin Sikaping

Tabing

Gambar 6. Scatterplot Sebaran Curah Hujan dengan Empat Indikator Iklim

Hubungan Empat Indikator Iklim Terhadap Indeks SPI Di Lokasi Penelitian Dengan Pembagian Berdasarkan Kategori Kondisi

Tabel 2. Korelasi 4 Indikator Iklim dengan indeks SPI di 7 lokasi Sumatera Barat

No Indikator Lubuk

Gadang

Padang Panjang

Payakumbuh Rao Sicincin Sikaping Tabing

1 NINO3.4 -0.26 0.2 0.36 0.05 0.34 0.22 0.07 2008 -0.31 0.27 0.05 0.37 0.21 0.01 0.19 2009 -0.19 -0.03 0.58 0.57 0.23 -0.12 0.33 2010 -0.09 0.48 0.5 -0.43 0.6 0.8 0.16 2 SST -0.16 -0.02 0.3 0.16 0.18 0.04 0.08 2008 -0.31 0.27 0.05 0.37 0.21 0.01 0.19 2009 -0.19 -0.03 0.58 0.57 0.23 -0.12 0.33 2010 -0.09 0.48 0.5 -0.43 0.6 0.8 0.16 3 IOD -0.12 0.4 0.46 0.13 0.44 0.37 0.17 2008 -0.31 0.27 0.05 0.37 0.21 0.01 0.19 2009 -0.19 -0.03 0.58 0.57 0.23 -0.12 0.33 2010 -0.09 0.48 0.5 -0.43 0.6 0.8 0.16 4 SP 0.15 0.32 0.53 0.02 0.6 0.64 0.22 2008 -0.31 0.27 0.05 0.37 0.21 0.01 0.19

a

b

c

d

(8)

No Indikator Lubuk

Gadang Panjang Padang Payakumbuh Rao Sicincin Sikaping Tabing

2010 -0.09 0.48 0.5 -0.43 0.6 0.8 0.16

Pada Korelasi antara indeks SPI di 7 lokasi Sumatera Barat dengan Empat Indikator Iklim umumnya rendah atau tidak terlalu memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh periode data yang tidak begitu panjang. Namun, pada saat data dikorelasikan per tahun diperoleh nilai korelasi cukup tinggi yakni sekitaran 0,4 hingga 0,8 di beberapa lokasi terjadi tahun 2010. Hal ini menunjukkan kondisi hujan bulanan untuk wilayah Sumatera Barat cukup dipengaruhi oleh adanya kejadian La Nina.

Analisis Spasial SPI

Gambar 7. Peta Sebaran SPI Bulanan Tahun 2008(a), 2009(b), dan 2010(c)

Berdasarkan Gambar 7.a terlihat bahwa pada bulan Januari-Desember tahun 2008 di Sumatera Barat didominasi indeks SPI kategori normal, kecuali pada bulan Maret dan Juni menunjukkan indeks SPI dengan kategori agak basah hingga basah, dan pada bulan Januari dan November menunjukkan indeks SPI dengan kategori agak kering hingga kering namun hanya di sebagian kecil wilayah saja. Penyimpangan curah hujan terhadap rata-ratanya di Sumatera Barat tahun 2008 ini tidak dipengaruhi oleh El Nino atau La Nina karena pada tahun tersebut indeks nino 3.4 menunjukkan kondisi normal.

Berdasarkan Gambar 7.b terlihat bahwa pada bulan Januari-Desember tahun 2009 di Sumatera Barat didominasi indeks SPI kategori normal, kecuali pada bulan Mei dan Agustus menunjukkan indeks SPI dengan kategori agak kering hingga sangat kering pada bulan Mei dan kategori sangat basah pada bulan Agustus. Penyimpangan curah hujan terhadap rata-ratanya di Sumatera Barat tahun 2009 ini tidak dipengaruhi oleh El Nino karena pada bulan Mei yang menunjukkan kategori SPI agak kering hingga sangat kering memiliki indeks nino 3.4 sebesar -0,1 (batas indeks terjadi El Nino adalah > 0,5) dan bulan Juni yang menunjukkan kategori SPI sangat basah justru memiliki indeks nino 3.4 sebesar 0,5 (tidak berhubungan). Selain itu, pada Gambar

7.c terlihat bahwa pada bulan Januari-Desember tahun 2010 di Sumatera Barat pada bulan Maret,

Juni, dan Juli didominasi indeks SPI kategori agak basah hingga basah dan bulan Desember dengan kategori kering hingga sangat kering. Penyimpangan curah hujan terhadap rata-ratanya di Sumatera Barat tahun 2010 ini dipengaruhi oleh La Nina karena pada bulan Maret, Juni, dan Juli

a

b

(9)

yang menunjukkan kategori SPI agak basah hingga basah memiliki indeks nino 3.4 sebesar 0,5 -0,4 dan -0,5 (batas indeks terjadi La Nina adalah < -0,5).

Gambar 8. Grafik Nilai SPI di 7 Lokasi Sumatera Barat

Gambar 8 menunjukkan nilai SPI bulanan di 7 lokasi di Sumatera Barat tahun 2008.

Umumnya, indeks SPI tertinggi terjadi pada bulan Juni di semua lokasi kecuali di Rao. Sedangkan, indeks SPI terendah terjadi pada bulan November di semua lokasi kecuali di Payakumbuh. Pada tahun 2009, indeks SPI Terendah terjadi pada bulan Mei di semua lokasi kecuali di Padang Panjang. Sedangkan tahun 2010, Grafik menunjukkan indeks SPI bernilai positif dengan SPI tertinggi terjadi pada bulan Juni di semua lokasi. Sedangkan, indeks SPI bernilai negatif terjadi di bulan Desember untuk semua lokasi.

KESIMPULAN

Sebaran hujan bulanan dengan menggunakan indeks SPI umumnya mengikuti ketiga kategori kondisi yakni Normal, saat El Nino, dan La Nina. Namun, terdapat beberapa bulan yang kondisi hujan bulanannya bertolak belakang dengan kategori kondisi tersebut. Selain itu, korelasi antara ketujuh lokasi di Sumatera Barat dengan Empat Indikator iklim pada periode 2008-2010 didapatkan nilai korelasi yang cukup tinggi di beberapa lokasi pengamatan curah hujan berada pada tahun 2009 dan 2010 di mana pada 2 tahun tersebut kondisi tersebut terekam kejadian El Nino yang sedang dan juga La Nina yang sedang serta terdapat korelasi tertinggi di lokasi Payakumbuh juga pada dua tahun tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa syukur dan terima kasih dari tim penulis diberikan kepada seluruh orang-orang yang membantu terkait penyediaan data untuk penelitian ini, terkhusus untuk para pegawai lingkungan

(10)

Stasiun Klimatologi Klas II Sicincin yang dengan senang hati mau meluangkan waktu untuk menyediakan data curah hujan bulanan sesuai periode penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Saidah, H. (2017). Analisa Indeks Dan Sebaran Kekeringan Menggunakan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan Geographical Information System (GIS) untuk Pulau Lombok. Jurnal Spektran Vol. 5, No.2, 173 – 179.

Andika, I.A., Donny H., Ery S. (2016). Penerapan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) untuk Analisa Kekeringan di Das Ngasinan Kabupaten Trenggalek. E-jurnal Teknik Pengairan. Universitas Brawijaya.

Aldrian, Edvin. (2014). Risiko Bencana Kekeringan di Indonesia dalam FGD Peta Eksposure Kekeringan. BMKG. Jakarta.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2011). Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Mei 2011 dan Prakiraan Hujan Juli, Agustus, dan September 2011. Jakarta.

Fatony, A. (2015). Pengaruh El Nino dan La Niña terhadap variabilitas musim di wilayah jawa timur. Skripsi D4, Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jakarta. Program Studi Klimatologi. 7 hlm. Jun-Ichi, H., Yamanaka, M. D., Matsumoto, J., Fukao, S., Winarso, P. A., dan Sribimawati, T. (2002). Spatial

and Temporal Variations of the Rainy Season over Indonesia and their Link to ENSO. Journal of the Meteorological Society of Japan. Vo.80. No.2 pp. 285-310.

Lilipaly, Florenza. (2017). Pengaruh El Nino Dan La Niña Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Papua Dan Papua Barat. Skripsi D4, Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jakarta. Program Studi Klimatologi. 12 hlm.

Mckee, T.B., Doesken, N.J. dan Kleist, J. (1993). The Relationshio of Drought Frequency and Duration to Time Scales. Colorado: Department of Atmospheric Science.

Nussy, F. (2016). Analisis Pola Sebaran Rawan Kekeringan Menggunakan Metode Spi Tiga Bulanan di Provinsi Gorontalo. Tangerang. 57 hlm.

Syafrianno, A. (2016). Analisis Pola Sebaran Rawan Kekeringan Menggunakan Metode SPI Tiga Bulanan i Provinsi Gorontalo. Tangerang. 124 hlm.

Utami Dwi. (2013). Prediksi Kekeringan Berdasarkan Standardized Precipitation Index (SPI) Pada Daerah Aliran Sungai Keduang di Kabupaten Wonogiri. E-Jurnal Matriks Teknik Sipil.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2. Tahun-tahun El Nino &amp; La Nina
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tabel 2. Korelasi 4 Indikator Iklim dengan indeks SPI di 7 lokasi Sumatera Barat  No  Indikator  Lubuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

merumuskan kebijakan teknis urusan pemerintahan Bidang Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana sesuai dengan

Variabel Statis dapat berupa variabel local atau variabel eksternal Sifat variabel statis ini mempunyai sifat antar lain. a) Jika variabel statis bersifat local, maka variabel

Tujuan dari terwujudnya aplikasi ini adalah pengguna dapat mengevaluasi kegiatan olahraga bersepeda mereka dengan mengetahui hasil aktivitasnya selama bersepeda,

Masalah penelitian dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kualitas layanan dan nilai yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan BRT Trans Semarang?” Dari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah total kerapatan lamun di Pesisir Pantai Ori Kecamatan Pulau Haruku pada kedua transek sebesar 367,5 ind/m² yang termasuk dalam

Tujuan dilakukannya penelitian value engineering ini untuk mengetahui alternatif desain struktur pelat khusunya pelat atap pada proyek pembangunan Hotel Aziza Solo dan

Chenab Filling Station Faisalabad Sragodha road, in between 36-37 KMs, Opposite General Bus stand, Tehsil &amp; Dist.. Faisalabad Faisalabad 109.10

Pengambilan data kuantitatif dispensary time diperoleh dari observasi di lapangan pada pasien rawat jalan umum dan rawat jalan ASKES yang menebus resep di IFRS X