• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI

BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN

SKRIPSI ARIF PRASETIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN

ARIF PRASETIA. D14070089. Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Jantan Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

Pembimbing Anggota : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.

Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal yang telah dikenal luas seperti sapi Pesisir, sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi-sapi tersebut dapat beradaptasi terhadap pakan berkualitas rendah, sistem pemeliharaan tradisional, dan memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit tropis. Potensi baik pada jenis sapi-sapi ini perlu dipertahankan beriringan dengan upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi. Keterbatasan informasi atau data performa dan potensi biologis jenis-jenis sapi tersebut, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Pelestarian keragaman fenotipik ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas ternak yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara untuk menentukan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada setiap jenis sapi lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik sapi lokal dapat dilakukan dengan cara membandingkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO Jantan berdasarkan Analisis Komponen Utama.

Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm Kabupaten Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Pebruari hingga Mei 2011. Ternak yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 17 ekor sapi Pesisir jantan, 32 ekor sapi Bali jantan dan 46 ekor sapi PO jantan. Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, pita ukur, caliper dan alat tulis serta kamera digital. Software statistik yang digunakan adalah MINITAB® 15.1.0.0. Variabel yang diukur meliputi tinggi badan (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan

(X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lingkar dada (X6), lebar kelangkang (X7),

lebar pinggul (X8), panjang kelangkang (X9), lingkar tulang cannon (X10). Uji

statistik T2

Uji statistik T

-Hotelling digunakan untuk memperoleh perbedaan morfometrik di antara sapi-sapi lokal yang diamati. Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing bangsa sapi yang diamati. Korelasi antara ukuran dan bentuk terhadap variabel-variabel yang diamati juga ditentukan pada penelitian ini.

2

-Hotelling menyatakan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh. Ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir jantan sangat berbeda dengan sapi Bali jantan (P<0,01); sapi Pesisir jantan sangat berbeda dengan sapi PO jantan (P<0,01); dan sapi Bali jantan sangat berbeda dengan sapi PO jantan (P<0,01). Penciri ukuran pada masing-masing bangsa sapi adalah sama yaitu lingkar dada. Kesamaan penciri bentuk ditemukan pada sapi Pesisir jantan dan sapi Bali jantan, yaitu masing-masing dipengaruhi panjang badan. Hal yang berbeda jauh ditemukan pada sapi PO jantan dengan penciri bentuk yang sangat berbeda yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul.

(3)

ii Pengerumunan data sapi Pesisir jantan terpisah dengan data sapi Bali dan sapi PO jantan. Ukuran sapi Pesisir jantan terkecil di antara ketiga bangsa sapi tersebut yang diperlihatkan dengan kerumunan tersendiri. Bentuk tubuh sapi Bali jantan mendekati bentuk tubuh sapi PO jantan, sedangkan bentuk tubuh sapi Pesisir jantan berbeda jauh dengan bentuk tubuh sapi Bali dan sapi PO jantan.

(4)

ABSTRACT

Study of Body Size and Shape of Male Pesisir, Bali and Peranakan Ongole Cattles

Prasetia, A., R. H. Mulyono., A. S. Tjakradidjaja

Pesisir, Bali and Peranakan Ongole (PO) cattles are Indonesian local cattles. Those cattles have a good ability to adapt to low quality feeds, traditional farming system, and are resistant to tropical diseases. Due to limitations in informations and data of production performances, their productions have not yet been developed to its potentials. Therefore, this study was carried out to obtain informations in genetic characteristic on the basis of morphometric measurements of the body size and shape of Pesisir, Bali and PO cattles. These measurements are important to obtain data about body size and shape for each cattles with its characteristics. The body parts that will be measured are withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, thurl width, pin bones width, rump length, hearth girth and cannon circumference. Data from body linear measurement were processed on the basis of Principal Component Analysis (PCA). The data were visualised in the form of group diagram. A close group of data from each cattles indicates its closeness in each cattles. Results of T2

Keywords: Local cattle, morphometric, principal component analysis.

-Hotelling statistic test demonstrate differences in body linear measurements for each breed of cattles (P<0.01). The size characteristic for each breed of cattle was the same which was hearth girth. Body length was the body shape characteristic for each male Pesisir and Bali cattles. On the other hand, body height and hip height were the body shape characteristics for male PO cattles. A distance data group for male Pesisir cattle occurred from those of male Bali and PO cattles. Data group of male Bali cattle were closer to those of male PO cattle.

(5)

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI

BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN

ARIF PRASETIA D14070089

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

Judul : Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Jantan

Nama : Arif Prasetia NIM : D14070089

Menyetujui, Pembimbing Utama,

(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) NIP: 19621124 198803 2 002

Pembimbing Anggota,

(Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.) NIP: 19610930 198603 2 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Juli 1988 di Sisawah, Sijunjung, Sumatera Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dian Ribas dan Ibu Yusrida. Pendidikan Penulis diawali pada Taman Kanak-kanak pada tahun 1995-1996. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN 14 Sisawah. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 15 Sijunjung, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Sijunjung. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) pencak silat Merpati Putih, anggota Divisi Kewirausahaan HIMAPROTER (2008-2009), Badan Pengawas HIMAPROTER (2009-2010), sekretaris (IPMM-Bogor) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang Bogor (2009-2010). Selain itu, Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kepanitiaan dilingkungan IPB maupun luar IPB baik sebagai ketua divisi maupun sebagai anggota. Penulis juga pernah terlibat dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009, serta pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB pada tahun 2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, IPB. Skripsi ini berjudul ”Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Jantan”.

Penelitian ini menggunakan jantan dari tiga bangsa sapi yang berbeda, yaitu sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO. Pengamatan ukuran linier tubuh meliputi tinggi badan, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, lebar kelangkang, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar cannon. Pengolahan data T2

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak yang dilibatkan, maka penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar. Penulis berharap dengan segala keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian maupun penulisan skripsi ini; semoga bermanfaat bagi Penulis sendiri maupun bagi pihak yang memerlukan.

-Hotelling, Analisis Komponen Utama dan Diagram Kerumunan digunakan untuk membedakan karakteristik morfometrik ukuran dan bentuk tubuh sapi yang diamati.

Bogor, Agustus 2011

(9)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN………... i ABSTRACT………... iii LEMBAR PERNYATAAN………... iv LEMBAR PENGESAHAN………... v RIWAYAT HIDUP………... vi

KATA PENGANTAR………... vii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

PENDAHULUAN………. ……… ……….. 1 Latar Belakang………… ……….. ………... 1 Tujuan………… ……….. ………... 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 3 Bangsa-Bangsa Sapi ………. 3 Sapi Pesisir………. 4 Sapi Bali………. 5

Sapi Peranakan Ongole……….. 6

Ukuran dan Bentuk Tubuh……… 7

Analisis Komponen Utama……… 8

MATERI DAN METODE………. 10

Lokasi dan Waktu……….. 10

Materi……… … 10

Prosedur……… ……… 10

Analisis Data……….. 12

Statistik Deskriptif………. 12

Statistik T2-Hotelling ……… 12

Analisis Komponen Utama (AKU)……… 13

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 16

Kondisi Umum Lokasi Penelitian……….. 16

Statistik Deskriptif Ukuran Linear Permukaam Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan…………... 20

Statistik T2-Hotelling pada Sapi-Sapi Jantan yang Diamati………... 22

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Jantan Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO……… 23 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Jantan pada Sapi

(10)

ix Pesisir, Sapi Bali, dan Sapi PO dan Pembentukan Diagram

Kerumunan……….

28

KESIMPULAN DAN SARAN………. 31

Kesimpulan………. 31

Saran ……….. 31

UCAPAN TERIMA KASIH………. 32

DAFTAR PUSTAKA……… 33

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rataan, Simpangan Baku, Standard Error dan Koefisien Keragaman

Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan ...

21

2. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T2-Hotelling Variabel-Variabel 22 Linear Ukuran Permukaan Tubuh pada Bangsa Sapi yang Diamati...

3. Persamaan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Pesisir Jantan...

24

4. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir Jantan ………

24

5. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Bali Jantan...

25

6. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Bali Jantan ………...

26

7. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Jantan Sapi PO...

26

8. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi PO Jantan...

27

9. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Metode Pengukuran Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan

Tubuh Sapi yang Diamati………

11

2. Peta Lokasi Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan……… 16

3. Sapi Pesisir Jantan ...………... 17

4. Peta Lokasi UPTD-RPH Pancoran Mas……… 17

5. Sapi Bali Jantan ...…… 18

6. Peta Lokasi CV Mitra Tani Farm, Tegal Waru, Ciampea... 18

7. Sapi PO Jantan ...……… 19 8. Diagram Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi

Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan .………...

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T2-Hotelling pada Variabel- 37

Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh antara Sapi Pesisir dan Sapi Bali Jantan………. 2. Perhitungan Manual Analisis Komponen Utama pada Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan ……..

40

3. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir Jantan...

44

4. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Bali Jantan...

45

5. Komponen Utama, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total, Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi PO Jantan….…...

46

6. Sapi Pesisir Jantan ..……….. 47

7. Sapi Bali Jantan ……… 48

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya, antara lain keanekaragaman ternak sapi. Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal yang telah dikenal luas. Sapi Pesisir dan sapi Bali merupakan sapi lokal Indonesia yang memerlukan perhatian untuk dipertahankan keasliannya. Indonesia juga telah memiliki bangsa persilangan antara sapi lokal dan sapi Zebu dari India, yakni sapi Peranakan Ongole (PO) yang sudah beradaptasi baik pada lingkungan Indonesia.

Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) mencatat populasi sapi potong di Indonesia sebanyak 12.760.000 ekor pada tahun 2009. Jumlah tersebut naik sebesar 15,92% dibandingkan tahun 2000. Peningkatan populasi sapi potong tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan konsumsi daging secara nasional.

Sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO telah beradaptasi baik dengan iklim Indonesia. Sapi-sapi tersebut dapat beradaptasi terhadap pakan berkualitas rendah, sistem pemeliharan tradisional dan memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit tropis. Potensi baik pada jenis sapi-sapi ini perlu dipertahankan seiring dengan upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi. Keterbatasan informasi data performa dan potensi biologis jenis-jenis sapi tersebut, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut.

Kualitas sapi lokal Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran, sebagai akibat penurunan mutu genetik dan faktor lain seperti menejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Penurunan produktivitas selain dicerminkan dengan penurunan bobot badan sebagai akibat dari penurunan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh sapi,juga disebabkan faktor genetik karena upaya pemuliaan yang belum terarah.

Pelestarian keragaman ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada bangsa sapi lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik dilakukan dengan cara

(15)

2 menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing sapi lokal berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU). Bentuk sangat dipengaruhi faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi faktor lingkungan. Tujuan pemeliharaan sapi juga turut mempengaruhi keragaman ukuran pada sapi-sapi lokal Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan berdasarkan Analisis Komponen Utama. Informasi genetik yang diperoleh pada penelitian ini adalah ukuran dan bentuk tubuh pada masing-masing bangsa sapi yang diamati. Penciri ukuran dan penciri bentuk tubuh pada masing-masing bangsa sapi tersebut, juga dapat diperoleh pada penelitian ini. Berdasarkan hasil yang diperoleh, perbandingan ukuran dan bentuk tubuh bangsa-bangsa sapi yang diamati dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan yang diturunkan dari Analisis Komponen Utama. Kerumunan data individu tersebut dapat dijadikan ciri khas pada setiap bangsa sapi yang diamati dan menggambarkan kedekatan morfometrik tubuh antara bangsa sapi yang diamati.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies yang sama. Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat menimbulkan resiko yang kurang menguntungkan.

Menurut Blakely dan Bade (1991), secara taksonomi sapi diklasifikasikan kedalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah biak), famili Bovidae (tanduk berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki empat). Spesies sapi dibedakan menjadi Bos taurus (sebagian besar bangsa sapi) dan Bos indicus (sapi yang memiliki punuk). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan bahwa sapi Eropa merupakan Bos taurus, sapi bergumba seperti sapi Zebu yang berasal dari India dan Afrika merupakan Bos indicus, sedangkan sapi lokal Indonesia merupakan Bos sondaicus. Dinyatakan lebih lanjut beberapa contoh bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos taurus adalah sapi Friesian Holtein (FH), Jersey, Shorthorn, dan Angus. Bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos indicus adalah sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Contoh Bos sondaicus adalah banteng dan sapi Bali (Natasasmita dan Mudikdjo, 1985).

Menurut Winaya (2010), secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng (Bos javanicus), Bos indicus dan Bos taurus. Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus (Williamson dan Payne, 1993). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menjelaskan bahwa sapi lokal merupakan bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dalam kurun waktu yang lama di Indonesia seperti sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi Pesisir) dan sapi Aceh. Sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Madura merupakan sapi yang memiliki populasi besar.

(17)

4 Sapi Pesisir

Sapi Pesisir menurut Saladin (1983), diklasifikasikan ke dalam bangsa sapi yang berukuran kecil. Asal-usul bangsa sapi ini belum diketahui dengan pasti, namun Saladin (1983) menduga bahwa sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang ditemukan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Menurut Jakaria et al. (2007), sapi Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus.

Rusfidra (2007) menyatakan bahwa sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara bebas (berkeliaran) dan masih sangat sedikit perhatian peternak. Masyarakat Sumatera Barat menyebut sapi Pesisir dengan nama lokal seperti jawi ratuih atau bantiang ratuih, yang memiliki arti sapi yang melahirkan banyak anak. Menurut Adrial (2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil daripada sapi lokal lain. Sapi pesisir jantan dewasa (umur empat tahun) memiliki bobot badan 160,5 kg, panjang badan 114,7 cm, lingkar dada 127,2 cm, dan tinggi badan 100,2 cm. Menurut Rusfidra (2007), sapi Pesisir memiliki bobot badan relatif kecil sehingga digolongkan sebagai sapi mini (mini cattle). Jantan dewasa (umur 4-6 tahun) memiliki bobot badan 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali (310 kg) dan sapi Madura (248 kg). Sapi Pesisir dengan ukuran kecil ini berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy). Penampilan bobot badan yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi, sehingga dapat dinyatakan bahwa sapi Pesisir merupakan sapi khas Indonesia (terutama di Sumatera Barat) dan merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.

Karakteristik sapi Pesisir menurut Saladin (1983) memiliki tanduk pendek yang mengarah ke luar seperti tanduk kambing. Jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, punuk kecil, kemudi pendek dan membulat. Betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil yang mengarah ke luar. Sapi Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi. Menurut Sarbaini (2004), warna bulu sapi Pesisir memiliki pola tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%). Sapi Pesisir dikenal memiliki temperamen yang jinak sehingga lebih mudah dikendalikan.

(18)

5 Menurut Saladin (1983), persentase karkas sapi Pesisir adalah 50,6%, lebih tinggi daripada persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura (47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah daripada persentase karkas sapi Bali (56,9%). Persentase karkas tersebut menunjukkan potensi sapi Pesisir sebagai penghasil daging dapat diperbandingkan dengan jenis sapi lain di Indonesia. Hal tersebut diperlihatkan dengan peran penting sapi Pesisir sebagai sumber daging bagi masyarakat di kota Padang; karena sebanyak 75% sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Padang adalah sapi Pesisir (Rusfidra, 2007)

Sapi Bali

Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al., 1982). Menurut Hardjosubroto (1994), secara taksonomi sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus, sedangkan menurut Zulkharnaim et al. (2010), sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus.

Menurut Wiliamson dan Payne (1993), ciri-ciri fisik sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua yang dikenal juga walaupun tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung yang disebut garis belut. Pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dan jantan lebih gelap daripada betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bulu pendek, halus dan licin. Kulit berpigmen dan halus. Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan sapi Bali tidak memiliki gumba, dan memiliki gelambir berukuran kecil serta tubuh yang kompak, sedangkan Natural Veterinary (2009) melaporkan bahwa jantan sapi Bali memiliki tanduk berukuran

(19)

6 pendek dan kecil, kepala panjang, halus dan sempit, bentuk badan pendek kecil dengan leher yang ramping.

Menurut Martojo (1990), sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali yang hanya boleh dikawinkan satu sama lain memungkinkan biak dalam terjadi. Martojo (1992) menyatakan bahwa biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat. Menurut Ikhwan (1994), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (Banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan.

Winaya (2010) melaporkan sapi Bali jantan memiliki panjang badan 112,60±08,51cm, tinggi badan 119,10±03,85 cm, dan lingkar dada 166,45±6,62 cm. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), bobot hidup sapi Bali jantan antara 350-400 kg, sedangkan betina 250-300 kg. Ternak ini digunakan sebagai ternak kerja, tetapi juga dianggap sebagai ternak pedaging yang baik karena memiliki persentase karkas yang tinggi. Selain itu, ternak ini juga memperlihatkan kemampuan tumbuh yang baik dengan pakan yang bernilai gizi rendah (Wiliamson dan Payne, 1993).

Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa sapi Bali adaptif terhadap lingkungan. Bangsa sapi ini produktif karena persentase pedet yang dipanen dapat mencapai 80%. Sapi Bali memiliki kemampuan mencerna pakan berkualitas rendah cukup tinggi, kualitas karkas bagus, harga jual tinggi dan dapat digunakan sebagai hewan kerja.

Sapi Peranakan Ongole

Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up sampai dengan 5-6 generasi (Martojo, 1992). Ciri umum sapi PO adalah postur yang hampir menyerupai sapi Ongole. Perbedaannya terletak pada kemampuan produksi yang sedikit lebih rendah daripada sapi Ongole (Agri Ternak, 2010). Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), sapi PO bertubuh besar, bergumba besar dan bergelambir lebar. Bobot hidup jantan dewasa 350-450 kg, dan betina dewasa 300-400 kg. Pada umumnya warna bulu sapi PO putih abu-abu dengan campuran hitam dan merah, sedangkan pada waktu lahir berwarna kecoklatan. Panjang badan pada jantan dan betina masing-masing 133 dan

(20)

7 132 cm, lingkar dada 172 dan 163 cm dan produksi karkas baik pada jantan maupun betina adalah 45%.

Ukuran dan Bentuk Tubuh

Ukuran dan bentuk merupakan penduga yang menyeluruh dari bentuk tubuh dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh (Sarbaini, 2004). Fourie et al. (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak.

Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas atau karakteristik suatu bangsa ternak. Saladin (1983) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menduga asal-usul bangsa ternak. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menambahkan bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus penduga bobot badan.

Menurut Salamena et al. (2007), keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Menurut Sarbaini (2004), penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar-dasar yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk.

Penelitian mengenai ukuran-ukuran tubuh ternak telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Otsuka et al. (1982) yang meneliti asal-usul dan hubungan genealogical pada beberapa tipe sapi asli Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal asli Indonesia. Bagian tubuh yang diukur dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode baku yang dirancang Wagyu Cattle Registry Association Japan. Bagian tubuh yang diukur tersebut adalah tinggi pundak (witheres height), tinggi pinggul (hip height), panjang badan (body length), lebar dada (chest width), dalam dada

(21)

8 (chest depth), lebar pinggul (hip width), lebar tulang duduk (pin bones width), lingkar dada (hearth girth) dan lingkar tungkai bawah (cannon circumference). Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa keadaan fisik sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera), sapi Thai dan Cebu (salah satu sapi asli Filipina) termasuk ke dalam kelompok yang sama. Otsuka et al. (1982) juga menyatakan bahwa sapi Ongole murni berbeda dengan sapi-sapi Asia lain, sedangkan sapi Bali lebih mirip banteng.

Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas, korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan peningkatan sifat lain. Korelasi negatif apabila satu sifat meningkat dan sifat lain menurun (Laidding, 1996). Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran tubuh lain. Williamsom dan Payne (1993) menyatakan bahwa penggunaan ukuran lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor ukuran tubuh terhadap bobot badan.

Analisis Komponen Utama

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui suatu kombinasi linear dari variabel-variabel. Analisis ini juga bertujuan mereduksi data dan menginterpretasikannya. Analisis Komponen Utama (AKU) sering kali dilakukan tidak saja merupakan akhir dari suatu pekerjaan pengolahan data, tetapi juga merupakan tahap (langkah) antara pada banyak penelitian.

Nishida et al. (1982) dan Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa komponen utama pertama dinyatakan sebagai vektor ukuran, sedangkan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh. Skor komponen utama kedua merupakan hal yang menarik bagi ahli taksonomi karena faktor genetik berpengaruh besar (Everitt dan Dunn, 1998). Menurut Hayashi et al. (1982), komponen utama dibentuk melalui dua cara, yaitu dari matriks kovarian dan dari matriks korelasi. Komponen utama yang

(22)

9 dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif untuk menjelaskan deferensiasi antar kelompok ternak dan mampu menerangkan keragaman data yang lebih banyak dibandingkan komponen utama yang dibentuk dari matriks korelasi, yaitu sebesar 76% untuk matriks kovarian dan 69% untuk matriks korelasi.

Akar ciri atau ragam merupakan hasil perkalian antara jumlah variabel yang diamati dan nilai keragaman total pada AKU yang diturunkan berdasarkan matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Akar ciri atau ragam ini dinyatakan sebagai nilai eigen. Nilai eigen menunjukkan keragaman total yang sebenarnya. Menurut Gaspersz (1992), keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk dari AKU. Keragaman total diperoleh dari hasil pembagian antara nilai eigen komponen utama ke-i dan banyak variabel yang diamati. Keragaman total tertinggi digunakan untuk menentukan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Vektor eigen memperlihatkan kontribusi dari variabel-variabel tertentu sebagai faktor pembeda ukuran-ukuran tubuh maupun bentuk tubuh. Vektor eigen tertinggi merupakan penciri pada ukuran maupun bentuk tubuh.

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa keeratan hubungan (korelasi) antara variabel asal dan komponen utama dapat diketahui melalui korelasi antara variabel asal dan komponen utama itu. Korelasi positif diperoleh bila peningkatan ukuran variabel asal diikuti dengan peningkatan nilai skor komponen utama; sedangkan korelasi negatif diperoleh bila penurunan ukuran variabel asal diikuti dengan penurunan nilai skor komponen utama.

(23)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari - Mei 2011.

Materi

Ternak yang diamati pada penelitian ini adalah sapi Pesisir, sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole (PO) jantan pada kondisi dewasa tubuh (umur I1). Jumlah

sapi yang diamati adalah 17 ekor sapi Pesisir, 32 ekor sapi Bali dan 46 ekor sapi PO. Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, pita ukur, caliper dan alat tulis serta kamera digital. Software statistik yang digunakan adalah MINITAB®

Prosedur

15.1.0.0.

Pengukuran Variabel-Variabel

Variabel yang diukur meliputi tinggi badan (pundak), tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, lebar kelangkang, lebar pinggul, panjang kelangkang, dan lingkar tulang cannon. Metode Pengukuran dilakukan menurut Amano et al. (1981).

Berikut ini disajikan cara pengukuran variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan yang diamati (Gambar 1).

1. Tinggi badan (X1

2. Tinggi pinggul (X

) diukur dari titik tertinggi di antara bahu (withers) sampai tanah dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. Posisi sapi tegak dan tempat pijakan rata. Apabila terdapat punuk (gumba) maka pengukuran tinggi badan dilakukan tepat di belakang punuk.

2

3. Panjang badan (X

) diukur dari titik tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

3

4. Lebar dada (X

) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

4) diukur pada jarak antara penonjolan sendi bahu (tuber

(24)

11 5. Dalam dada (X5

6. Lingkar dada (X

) diukur dari titik tertinggi pundak (Os thoracic vertebrae) sampai tulang dada (Os sternum) bagian bawah di belakang kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

6

7. Lebar kelangkang (X

) diukur melingkar di sekeliling rongga dada melalui belakang punuk dan di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm.

7

8. Lebar pinggul (X

) diukur pada jarak antara tuber femoris kiri dan kanan dengan menggunakan caliper dalam satuan cm.

8

9. Panjang kelangkang (X

) diukur pada jarak antara tuber coxae kiri dan kanan dengan menggunakan caliper dalam satuan cm.

9

10. Lingkar tulang cannon (X

) diukur pada jarak antara tuber coxae dan tuber ischii dengan menggunakan caliper dalam satuan cm.

10) diukur melingkar di sekeliling tulang cannon

dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm.

Gambar 1. Metode Pengukuran Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi yang Diamati

X3 X6 X4 X2 X8 X9 X7 X5 X10 X1

(25)

12 Analisis Data

Statistik Deskriptif

Rataan, simpangan baku, standard error dan koefisien keragaman masing-masing variabel yang diamati pada sapi Pesisisr, sapi Bali dan sapi PO, dihitung berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Rumus rataan, simpangan, standard error dan koefisien keragaman sebagai berikut:

Keterangan: : rataan data Xi

N : banyak data contoh : data ke- i SB : simpangan baku SE : standard error KK : koefisien keragaman Statistik T2 Uji statistik T -Hotelling 2

-Hotelling digunakan untuk menguji perbedaan vektor nilai rata-rata dari variabel-variabel yang diamati diantara dua bangsa sapi yang diamati. Rumus statistik T2-Hotelling menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:

(26)

13 Selanjutnya besaran :

akan berdistribusi dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1 + n2

Keterangan:

– p -1

T2 = nilai statistik T2 F = nilai hitung untuk T

-Hotelling 2 n -Hotelling 1 n

= ukuran contoh dari bangsa sapi 1

2 = ukuran contoh dari bangsa sapi 2

= vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 2 = vektor nilai rata-rata variabel pada bangsa sapi 1

p = banyak variabel yang diukur SG-1

Pengujian tersebut dilakukan dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: = invers dari matriks kovarian (SG)

Ho : U1 = U2,

H1 : U

artinya vektor nilai rata-rata ukuran-ukuran tubuh dari bangsa sapi 1 sama dengan bangsa sapi 2

1≠ U2

Analisis Komponen Utama (AKU)

, artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda.

Persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian. Analisis Komponen Utama (AKU) yang digunakan berdasarkan Gaspersz (1992). Model persamaan ukuran dan persamaan bentuk adalah sebagai berikut:

Persamaan Ukuran: Y1 = a11X1 + a21X2 +a31X3 +……+ a101X Persamaan Bentuk: 10 Y2 = a12X1 + a22X2 +a32X3 +……+ a102X Keterangan: 10 Y1 Y

: komponen utama pertama (ukuran)

2

a

: komponen utama kedua (bentuk)

(27)

14 a12– a102

X

: vektor eigen untuk persamaan bentuk

1 X : tinggi badan 2 X : tinggi pinggul 3 X : panjang badan 4 X : lebar dada 5 X : dalam dada 6 X : lingkar dada 7 X : lebar kelangkang 8 X : lebar pinggul 9 X : panjang kelangkang 10

Penentuan Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk. Penciri ukuran diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama pertama atau persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama kedua atau persamaan bentuk (Hayashi, 1982).

: lingkar tulang cannon

Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dan Variabel yang Diamati. Korelasi antara ukuran dan variabel-variabel yang diukur diperoleh dari perkalian antara vektor eigen pada persamaan ukuran dibagi dengan simpangan baku. Menurut Gaspersz (1992), rumus korelasi yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan: rxiy1

a

: koefisien korelasi antara variabel ke-i (1,2,3,….,10) dan ukuran

i1

λ

: vektor eigen variabel ke-i (1,2,3,….,10) pada persamaan ukuran

j

Si : simpangan baku variabel ke-i (1,2,3,….,10) : nilai eigen (akar ciri) pada persamaan ukuran

Korelasi antara bentuk dan variabel-variabel yang diukur diperoleh dari perkalian antara vektor eigen pada persamaan bentuk dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing variabel. Menurut Gaspersz (1992), rumus korelasi yang digunakan sebagai berikut:

(28)

15

Keterangan: rxiy2

a

: koefisien korelasi antara variabel ke-i (1,2,3,….,10) dan bentuk

i2

λ

: vektor eigen variabel ke-i (1,2,3,….,10) pada persamaan bentuk

j

Si : simpangan baku variabel ke-i (1,2,3,….,10) : nilai eigen (akar ciri) pada persamaan bentuk

Pembuatan Diagram Kerumunan. Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor komponen utama pertama (skor ukuran) sebagai sumbu X dan skor komponen utama kedua (skor bentuk) sebagai sumbu Y; yang diperoleh berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Perbedaan kerumunan antara data-data bangsa sapi yang diamati diperbandingkan.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan

Kecamatan Lengayang berlokasi di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kecamatan Lengayang di utara berbatasan dengan Kecamatan Sutera (Surantih, Taratak, Ampiang Parak); di selatan dengan Kecamatan Ranah Pesisir; di timur berbatasan dengan Solok Selatan dan di Barat dengan Kabupaten Mentawai dan Samudera Hindia. Gambar 2 menyajikan peta lokasi Kecamatan Lengayang di Kabupaten Pesisir Selatan.

Gambar 2. Peta Lokasi Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan

Secara umum mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Lengayang sebagai nelayan, bertani, berladang dan beternak sapi secara tradisional. Hampir setiap kepala keluarga memiliki sapi minimal tiga ekor. Sapi betina dan anak diumbar pada siang hari di kebun dan pada malam hari dikandangkan. Sapi jantan dikandangkan untuk tujuan penggemukan untuk dijual pada saat hari besar Idul Adha. Kandang sapi dibuat dari bahan kayu dengan atap daun rumbia atau seng. Gambar 3 menyajikan sapi Pesisir jantan yang diamati.

(30)

17 Gambar 3. Sapi Pesisir Jantan

Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Rumah Potong Hewan (UPTD-RPH) Pancoran Mas

Unit Pelaksanaan Teknis Daerah-Rumah Potong Hewan (UhPTD-RPH) Pancoran Mas berlokasi di Jl. Caringin No. 83 Kp. Kekupu, Kel. Rangkapan Jaya, Kota Depok. Gambar 4 menyajikan peta lokasi UPTD-RPH Pancoran Mas, Kota Depok.

(31)

18 RPH Pancoran Mas digolongkan ke dalam RPH tradisional. Kegiatan pemotongan hewan dilaksanakan di bawah pengawasan Dinas Pertanian Kota Depok. Kapasitas potong sekitar 40 ekor sapi per hari. Ternak yang dipotong meliputi sapi Bali, sapi PO, dan sapi Brahman Cross. Sapi Bali langsung didatangkan dari Bali, sapi PO didatangkan dari Jawa Timur dan sapi Brahman Cross didatangkan dari Lampung. RPH ini dilengkapi dengan kandang penampungan berupa kandang individu. Kandang individu dibagi menjadi dua blok, yaitu blok khusus untuk sapi Bali dan blok campuran untuk sapi PO dan sapi Brahman Cross. Gambar 5 menyajikan sapi Bali jantan.

Gambar 5. Sapi Bali Jantan Mitra Tani Farm (MT Farm)

CV Mitra Tani Farm (MT Farm) berlokasi di Jl. Baru Manunggal 51 No. 39, RT 04/05 Tegal Waru Ciampea, Bogor. MT Farm pada awalnya merupakan usaha peternakan penggemukan domba, yang kini perusahaan tersebut juga menggemukan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

(32)

19 Gambar 6. Peta lokasi CV Mitra Tani Farm, Tegal Waru, Ciampea

Sapi dikandangkan secara individu. Pakan diberikan secara intensif berupa rumput lapang dan konsentrat. Konsentrat diperoleh secara komersial dan rumput diperoleh dari rumput lapang di sekitar Tegal Waru. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari. Gambar 6 menyajikan peta lokasi MT Farm, Tegal Waru, Ciampea. Gambar 7 menyajikan sapi PO jantan yang diamati.

(33)

20 Statistik Deskriptif Ukuran Linear Permukaan Tubuh pada Sapi Pesisir,

Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan

Rataan, simpangan baku, standard error dan koefisien keragaman masing-masing variabel ukuran linier permukaan tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO Jantan disajikan pada Tabel 1. Sapi Pesisir memiliki ukuran tubuh lebih kecil daripada sapi Bali dan sapi PO. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor ukuran tubuh dengan bobot badan.

Berdasarkan Tabel 1, koefisien keragaman variabel-variabel ukuran tubuh sapi Pesisir ditemukan lebih tinggi daripada sapi Bali dan sapi PO, sedangkan sapi PO lebih tinggi daripada sapi Bali. Hasil ini menggambarkan bahwa sapi Pesisir lebih beragam daripada sapi Bali dan sapi PO; sapi PO lebih beragam daripada sapi Bali. Keragaman yang tinggi pada sapi Pesisir dimungkinkan belum mengalami seleksi seketat sapi Bali dan sapi PO. Noor (2008) menyatakan bahwa keragaman suatu sifat yang tinggi pada populasi memungkinkan upaya seleksi terhadap sifat tersebut efektif dilaksanakan. Martojo (1992) menyatakan bahwa sapi PO merupakan hasil persilangan bertatar (grading-up) antara sapi lokal dan sapi Ongole sampai dengan 5-6 generasi. Sapi PO telah beradaptasi baik di lingkungan Indonesia. Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali hanya boleh dikawinkan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya biak dalam (Martojo, 1990). Biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat (Martojo, 1992). Pada pengamatan ini keragaman ukuran-ukuran tubuh sapi Bali ditemukan kecil atau ukuran-ukuran tubuh sapi Bali ditemukan lebih seragam. Baik sapi PO maupun sapi Bali, seleksi buatan lebih berperan karena dipelihara secara intensif, sedangkan sapi Pesisir seleksi alam lebih berperan. Sapi Pesisir dipelihara secara ekstensif tradisional.

(34)

21 Tabel 1. Rataan, Simpangan Baku, Standard Error, dan Koefisien Keragaman

Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

Variabel Bangsa n SB SE KK

Tinggi Badan Sapi Pesisir 17 97,88 6,88 1,67 7,03% Sapi Bali 32 121,39 7,49 1,32 6,17% Sapi PO 46 121,64 6,52 0,961 5,36% Tinggi Pinggul Sapi Pesisir 17 101,59 5,72 1,39 5,63% Sapi Bali 32 120,61 6,74 1,19 5,59% Sapi PO 46 127,03 6,52 0,961 5,13% Panjang Badan Sapi Pesisir 17 102,65 10,11 2,45 9,84% Sapi Bali 32 123,23 5,58 0,987 4,53% Sapi PO 46 123,37 7,76 1,14 6,29% Lebar Dada Sapi Pesisir 17 27,235 2,359 0,572 8,66% Sapi Bali 32 37,750 2,940 0,520 7,79% Sapi PO 46 34,174 3,178 0,548 10,88% Dalam Dada Sapi Pesisir 17 46,47 4,80 1,16 10,32% Sapi Bali 32 65,250 3,707 0,655 5,68% Sapi PO 46 56,130 4,246 0,626 7,56% Lingkar Dada Sapi Pesisir 17 121,59 13,09 3,17 10,76%

Sapi Bali 32 166,06 9,27 1,64 5,58% Sapi PO 46 149,25 9,32 1,37 6,25% Lebar Kelangkang Sapi Pesisir 17 31,059 2,358 0,572 7,59% Sapi Bali 32 37,609 3,050 0,539 8,11% Sapi PO 46 37,370 3,756 0,554 10,05% Lebar Pinggul Sapi Pesisir 17 29,471 2,095 0,508 7,11%

Sapi Bali 32 38,219 2,779 0,491 7,27% Sapi PO 46 35,174 3,485 0,514 9,91% Panjang Kelangkang Sapi Pesisir 17 34,176 2,038 0,496 5,96% Sapi Bali 32 43,438 3,222 0,570 7,42% Sapi PO 46 42,489 3,500 0,516 8,24% Lingkar Cannon Sapi Pesisir 17 17,235 1,562 0,379 9,07% Sapi Bali 32 22,391 1,112 0,196 4,97% Sapi PO 46 23,598 1,369 0,202 5,80% Keterangan: n = jumlah sampel; = Rataan; SB = Simpangan Baku; SE = Standard Error ; KK =

(35)

22 Statistik T2

Uji statistik T

-Hotelling pada Sapi-Sapi Jantan yang Diamati

2

-Hotelling dapat membedakan rataan nilai dari variabel-variabel pada dua populasi/kelompok sapi yang berbeda secara sekaligus. Tabel 2 menyajikan hasil uji statistik T2-Hotelling pada sapi-sapi yang diamati. Hasil uji T2

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik T

-Hotelling menunjukkan perbedaan sifat tubuh linear ukuran permukaan diantara dua bangsa sapi yang diamati, yaitu antara sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO. Diantara dua bangsa yang diamati ditemukan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh.

2

Bangsa

-Hotelling Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh pada Bangsa Sapi yang Diamati

Statistik T2-Hotelling P Taraf Signifikan

Pesisir – Bali 7,32895 0,000 **

Pesisir – PO 5,55649 0,000 **

Bali – PO 7,61662 0,000 **

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

Tabel 2 menggambarkan bahwa ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir sangat berbeda dengan sapi Bali (P<0,01); ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir sangat berbeda dengan sapi PO (P<0,01); dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali sangat berbeda dengan sapi PO (P<0,01). Perbedaan ini disebabkan asal-usul dari masing-masing sapi tersebut berbeda dan perbedaan arah seleksi. Hal ini sesuai dengan Otsuka et al. (1982), bahwa ukuran-ukuran tubuh sapi-sapi Asia dipengaruhi bangsa. Berdasarkan penelitian Otsuka et al. (1982), dinyatakan bahwa keadaan fisik sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera), sapi Thai dan Cebu (salah satu sapi asli Filipina) diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sama. Pada pengamatan ini, sapi Pesisir adalah sapi Padang yang merupakan sapi lokal pesisir Sumetera Barat. Otsuka et al. (1982) juga menyatakan bahwa sapi Ongole murni berbeda dengan sapi-sapi Asia lain, sedangkan sapi Bali lebih mirip banteng.

Menurut Adrial (2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil dari sapi lokal lain. Hal ini disebabkan perbedaan genetik sapi Pesisir yang telah beradaptasi sangat baik dengan kualitas pakan rendah pada lingkungan pesisir Sumatera Barat. Penampilan tubuh sapi Pesisir yang kecil merupakan ciri

(36)

23 khas bangsa sapi, sehingga sapi di Sumatera Barat yang merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional perlu dikembangkan dan dilestarikan (Rusfidra, 2007).

Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari banteng (Otsuka et al., 1982). Sapi Bali diklasifikasikan ke dalam bangsa Bos javanicus (Zulkharnaim et al., 2010). Sapi Bali berukuran sedang dan memiliki dada yang dalam (Williamson dan Payne, 1993). Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan (Ikhwan, 1994).

Sapi PO merupakan hasil biak-tatar (grading-up) antara sapi lokal dan sapi Ongole murni. Biak-tatar (grading-up) adalah persilangan antara betina-betina sapi lokal yang bernilai genetik rendah dan pejantan-pejantan suatu bangsa tertentu yang dilanjutkan dengan silang balik secara terus menerus selama 5-6 generasi (Martojo, 1992). Dalam hal ini sapi Jawa (lokal) yang kecil dibiak-tatar dengan sapi Ongole yang jauh lebih besar untuk meningkatkan performa ternak hasil silangan, akibat efek heterosis. Heterosis adalah perbedaan antara rata-rata hasil keturunan dari suatu persilangan dengan rata-rata hasil tipe tetua (Martojo, 1992). Istilah heterosis sering digunakan sama dengan hybrid vigour yang didefinisikan sebagai keunggulan keturunan dari suatu persilangan terhadap rata-rata tetua. Sapi PO bertubuh dan bergumba besar, juga bergelambir lebar. Bobot hidup dewasa pada jantan 350-450 kg, sedangkan pada betina 300-400 kg (Natasasmita dan Mudikdjo, 1985).

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

Persamaan ukuran, persamaan bentuk, keragaman total dan nilai eigen pada jantan sapi Pesisir, sapi Bali maupun sapi PO disajikan pada Tabel 3, 5 dan 7. Hasil perhitungan disajikan terlebih dahulu sebelum dibahas.

Sapi Pesisir

Tabel 3 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi Pesisir yang memiliki keragaman total sebesar 0,856 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 341,41. Vektor eigen tertingi pada persamaan ukuran

(37)

24 Tabel 3. Persamaan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan

Nilai Eigen pada Sapi Pesisir Jantan

Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,328X1 + 0,278X2 + 0,496X3 + 0,087X4 + 0,241X5 + 0,694X6 + 0,063X7 + 0,077X8 + 0,075X9 + 0,078X10 0,856 341,41 Bentuk : Y = – 0,158X1 – 0,063X2 + 0,836X3 – 0,126X4 – 0,258X5 – 0,412X6 + 0,107X7 + 0,085X8 – 0,017X9 + 0,027X 0,065 10 25,73

Keterangan: X1 = Tinggi Badan; X2 = Tinggi Pinggul; X3 = Panjang Badan; X4 = Lebar Dada; X5 =

Dalam Dada; X6 = Lingkar Dada; X7 = Lebar Kelangkang; X8 = Lebar Pinggul; X9 =

Panjang Kelangkang; X10 = Lingkar Cannon; KT = Keragaman Total; λ = Nilai Eigen

ditemukan pada lingkar dada (X6

Tabel 4. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir Jantan

) sebesar 0,694. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,980 yang ditemukan paling tinggi diantara nilai korelasi antara skor ukuran dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 4). Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran atau sebaliknya. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,065 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan bentuk ditemukan sebesar 25,73.

Variabel yang Diukur Ukuran Bentuk

Tinggi Badan (X1) +0,881 0,116 Tinggi Pinggul (X2) +0,898 –0,056 Panjang Badan (X3) +0,906 +0,419 Lebar Dada (X4) +0,681 –0,271 Dalam Dada (X5) +0,928 –0,273 Lingkar Dada (X6) +0,980 –0,160 Lebar Kelangkang (X7) +0,494 +0,230 Lebar Pinggul (X8) +0,679 +0,206 Panjang Kelangkang (X9) +0,680 –0,042 Lingkar Cannon (X10) +0,923 +0,088

Keterangan: Tanda (+) menunjukkan korelasi positif; tanda(–) menujukkan korelasi negatif

Vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada panjang badan (X3)

(38)

25 bentuk dan panjang badan ditemukan sebesar +0,419. Nilai korelasi tersebut ditemukan paling tinggi diantara nilai korelasi antara skor bentuk dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 4). Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan ukuran panjang badan akan meningkatkan skor bentuk atau sebaliknya.

Sapi Bali

Tabel 5 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi Bali yang memiliki keragaman total sebesar 0,761 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 205,17. Vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran

Tabel 5. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi Bali Jantan

Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,482X1 + 0,432X2 + 0,264X3 + 0,105X4 + 0,240X5 + 0,606X6 + 0,151X7 + 0,166X8 + 0,147X9 + 0,056X10 0,761 205,17 Bentuk : Y = 0,364X1 + 0,221X2 + 0,620X3 – 0,167X4 – 0,075X5 – 0,622X6 – 0,003X7 – 0,113X8 – 0,010X9 – 0,016X 0,085 10 22,94

Keterangan: X1 = Tinggi Badan; X2 = Tinggi Pinggul; X3 = Panjang Badan; X4 = Lebar Dada; X5 =

Dalam Dada; X6 = Lingkar Dada; X7 = Lebar Kelangkang; X8 = Lebar Pinggul; X9 =

Panjang Kelangkang; X10

ditemukan pada lingkar dada (X

= Lingkar Cannon; KT = Keragaman Total; λ = Nilai Eigen

6) sebesar 0,606 yang merupakan penciri ukuran

pada sapi Bali. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,936. Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran atau sebaliknya. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,085 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 22,94. Vektor eigen yang tinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada lingkar dada (X6) sebesar 0,622 dan panjang badan (X3) sebesar 0,620. Lingkar dada

(X6) dan panjang badan (X3) merupakan penciri bentuk pada sapi Bali. Korelasi

antara skor bentuk dan lingkar dada ditemukan sebesar –0,321, sedangkan korelasi antara skor bentuk dan panjang badan ditemukan sebesar +0,532. Peningkatan ukuran lingkar dada akan menurunkan skor bentuk. Peningkatan ukuran panjang badan akan meningkatkan skor bentuk atau sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh

(39)

26 tersebut merupakan nilai yang tinggi diantara nilai korelasi antara skor bentuk dan variabel linear permukaan tubuh yang diamati (Tabel 6).

Tabel 6. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Bali Jantan

Variabel yang Diukur Ukuran Bentuk

Tinggi Badan (X1) +0,922 +0,233 Tinggi Pinggul (X2) +0,918 +0,157 Panjang Badan (X3) +0,678 +0,532 Lebar Dada (X4) +0,512 –0,272 Dalam Dada (X5) +0,927 –0,097 Lingkar Dada (X6) +0,936 –0,321 Lebar Kelangkang (X7) +0,709 –0,008 Lebar Pinggul (X8) +0,856 –0,195 Panjang Kelangkang (X9) +0,758 –0,015 Lingkar Cannon (X10) +0,721 –0,069

Keterangan: Tanda (+) menunjukkan korelasi positif; tanda(–) menujukkan korelasi negatif

Sapi Peranakan Ongole (PO)

Tabel 7 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi PO yang memiliki keragaman total sebesar 0,751 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 228,61. Vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran

Tabel 7. Persamaan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai Eigen pada Sapi PO Jantan

Persamaan KT λ Ukuran : Y = 0,347X1 + 0,361X2 + 0,451X3 + 0,187X4 + 0,210X5 + 0,590X6 + 0,205X7 + 0,187X8 + 0,198X9 + 0,053X10 0,751 228,61 Bentuk : Y = 0,620X1 + 0,559X2 – 0,344X3 – 0,236X4 – 0,068X5 – 0,181X6 – 0,210X7 – 0,128X8 – 0,165X9 + 0,057X 0,105 10 31,80

Keterangan : X1 = Tinggi Badan; X2 = Tinggi Pinggul; X3 = Panjang Badan; X4 = Lebar Dada; X5 =

Dalam Dada; X6 = Lingkar Dada; X7 = Lebar Kelangkang; X8 = Lebar Pinggul; X9 =

(40)

27 ditemukan pada lingkar dada (X6) sebesar 0,590. Lingkar dada (X6) merupakan

penciri ukuran pada sapi PO. Korelasi antara skor ukuran dan lingkar dada ditemukan sebesar +0,957. Tanda korelasi positif menunjukkan bahwa peningkatan lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 0,105 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 31,80. Vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada tinggi badan (X1) yaitu sebesar 0,620 dan tinggi pinggul (X2

Tabel 8. Korelasi antara Variabel-Variabel yang Diamati terhadap Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi PO Jantan

) sebesar 0,559 yang merupakan penciri bentuk pada sapi PO. Korelasi antara skor bentuk dan tinggi badan ditemukan sebesar +0,536. Korelasi antara skor bentuk dan tinggi pinggul ditemukan sebesar +0,483. Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran tinggi badan ataupun ukuran tinggi pinggul akan meningkatkan skor bentuk. Nilai korelasi antara penciri bentuk dan skor bentuk, ditemukan besar diantara korelasi antara variabel linear permukaan tubuh dan skor bentuk. Tabel 8 menyajikan korelasi antara variabel-variabel yang diamati terhadap ukuran dan bentuk tubuh sapi PO jantan.

Variabel yang diukur Ukuran Bentuk

Tinggi Badan (X1) +0,805 +0,536 Tinggi Pinggul (X2) +0,837 +0,483 Panjang Badan (X3) +0,879 –0,250 Lebar Dada (X4) +0,760 –0,358 Dalam Dada (X5) +0,748 –0,090 Lingkar Dada (X6) +0,957 –0,109 Lebar Kelangkang (X7) +0,825 –0,315 Lebar Pinggul (X8) +0,811 –0,207 Panjang Kelangkang (X9) +0,855 –0,266 Lingkar Cannon (X10) +0,585 +0,235

(41)

28 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Sapi Pesisir, Sapi Bali

dan Sapi PO Jantan dan Pembentukan Diagram Kerumunan

Tabel 9 menyajikan rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk pada sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO jantan yang diamati berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Gambar 8 menyajikan diagram kerumunan data Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO jantan berdasarkan perolehan skor ukuran dan skor bentuk. Berdasarkan Tabel 9, lingkar dada merupakan penciri ukuran pada semua bangsa sapi yang diamati. Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibandingkan dengan ukuran tubuh lain. Hal ini divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan pada Gambar 8. Berdasarkan skor ukuran (sumbu-X), kerumunan data jantan sapi Bali dan PO pada posisi paling kanan diagram, sedangkan sapi Pesisir paling kiri. Hal ini menggambarkan bahwa skor ukuran tubuh jantan sapi PO dan sapi Bali jauh lebih besar daripada sapi Pesisir. Hanibal (2008) menyatakan korelasi positif antara skor ukuran dan bobot badan domba. Sapi Pesisir memiliki penampilan dengan bentuk dan ukuran tubuh paling kecil dibandingkan dengan sapi lokal lain seperti bangsa sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Madura dan sapi Aceh (Sarbaini, 2004). Bobot badan jantan dewasa sapi Pesisir 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali 310 kg (Rusfidra, 2007) dan sapi PO 350-450 kg (Natasasmita dan Mudikjo, 1985). Pada pengamatan ini data sapi Bali lebih mengerumun ke arah kanan karena diduga sebagai akibat seleksi ketat terhadap sifat bobot badan. Sapi Bali yang digunakan pada pengamatan ini memiliki bobot badan yang besar. Hal yang sebaliknya ditemukan pada sapi Pesisir. Data sapi Pesisir mengerumun disebelah kiri. Menurut Sarbaini (2004), tampilan bobot badan adalah salah satu penciri suatu bangsa ternak.

Tabel 9. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk pada Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

Bangsa Penciri Ukuran Penciri Bentuk

Sapi Pesisir Lingkar Dada (X6) Panjang Badan (X3)

Sapi Bali Lingkar Dada (X6) Lingkar Dada (X6)

Panjang Badan (X3

Sapi PO

) Lingkar Dada (X6) Tinggi Badan (X1)

(42)

29 Bentuk (fenotipik) dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1998). Berdasarkan Tabel 10, kesamaan penciri bentuk ditemukan pada sapi Pesisir jantan dan sapi Bali jantan, yaitu masing-masing dipengaruhi panjang badan. Hal yang berbeda jauh ditemukan pada sapi PO jantan dengan penciri bentuk yang sangat berbeda yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul. Hal tersebut terjadi karena sapi Pesisir dan sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia (Saladin 1983 dan Wibisono, 2010); sedangkan sapi PO merupakan sapi persilangan antara sapi lokal dan sapi Ongole (Martojo, 1992). Bentuk tubuh merupakan karakteristik yang khas antara masing-masing sapi yang diamati. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa bentuk suatu kelompok ternak berhubungan erat dengan karakteristik suatu bangsa, yang lebih banyak dipengaruhi faktor genetik, sehingga lebih banyak diperhatikan ahli taksonomi.

Gambar 8. Diagram Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Sapi Pesisir, Sapi Bali dan Sapi PO Jantan

Berdasarkan Gambar 8, bentuk diantara ketiga kelompok sapi yang diamati berbeda. Berdasarkan skor bentuk pada Gambar 8, pengerumunan data sapi Pesisir lebih dekat dengan sapi Bali dan sapi Bali lebih dekat dengan sapi PO, namun sapi PO berjauhan dengan sapi Pesisir. Pengerumunan data sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO berdasarkan bentuk menunjukkan perbedaan asal-usul secara genetis. Tumpang

(43)

30 tindih ditemukan pada beberapa data individu sapi Bali dan sapi PO. Hal ini dimungkinkan karena sapi PO merupakan hasil persilangan bertatar (grading-up) antara sapi lokal di pulau Jawa dan sapi Ongole (Martojo, 1992); sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al.,) yang diklasifikasikan kedalam Bos javanicus (Zulkharnaim et al., 2010). Selain itu, dimungkinkan karena persilangan sapi Bali murni dengan sapi-sapi lain di peternakan rakyat (Karmita et al., 2001). Zulkharnaim et al. (2010) menyatakan bahwa sapi Bali berbeda secara genetis dengan sapi Pesisir, namun hal ini berbeda dengan pendapat Winaya (2010) yang menyatakan bahwa secara genetis sapi Pesisir lebih dekat dengan sapi Bali. Saladin (1983) menyatakan bahwa sapi Pesisir belum diketahui asal usulnya dengan pasti, namun diduga sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang terdapat di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Otsuka et al. (1982) telah menyelidiki asal usul dan hubungan genealogi beberapa sapi asli Asia Timur dan menyimpulkan bahwa sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera Barat), sapi Thai dan sapi Cebu (sapi asli Filipina) digolongkan ke dalam kelompok yang sama. Jakaria et al. (2007) menyatakan bahwa sapi Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus. Secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng (Bos javanicus), Bos indicus dan Bos Taurus (Winaya, 2010). Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus (Williamson dan Payne, 1993).

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Analisis deskriptif menunjukkan ukuran-ukuran tubuh jantan sapi Pesisir lebih beragam dibandingkan jantan sapi Bali dan sapi PO, sedangkan ukuran-ukuran tubuh jantan sapi PO lebih beragam dibandingkan sapi Bali. Pada pengamatan ini, ukuran-ukuran tubuh jantan sapi Bali ditemukan paling seragam. Berdasarkan hasil uji T2

Analisis Komponen Utama menyatakan bahwa lingkar dada merupakan penciri ukuran pada jantan sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi PO, sedangkan penciri bentuk berbeda satu sama lain. Penciri bentuk sapi Pesisir adalah panjang; penciri bentuk pada sapi Bali adalah lingkar dada dan panjang badan; penciri bentuk pada sapi PO adalah tinggi badan dan tinggi pinggul. Kerumunan data jantan sapi Pesisir terpencil dari data jantan sapi Bali dan sapi PO. Kerumunan data jantan sapi Bali berdekatan dengan data jantan sapi PO.

-Hotelling ditemukan hasil yang sangat berbeda (P<0,01) pada variabel-variabel ukuran linear tubuh diantara dua bangsa yang diamati. Ukuran-ukuran linier tubuh jantan sapi Pesisir sangat berbeda dengan jantan sapi Bali dan sapi PO; ukuran-ukuran linier tubuh jantan sapi Bali sangat berbeda dengan sapi PO.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sapi betina dan pengelompokan berdasarkan umur fisiologis sehingga dapat ditemukan peningkatan ukuran dan bentuk pada bangsa sapi yang diamati. Penelitian dengan menggunakan bangsa sapi lain sangat disarankan. Bangsa sapi lain dapat berupa sapi lokal maupun sapi luar.

(45)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skipsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. sebagai Pembimbing Utama dan Pembimbing Anggota yang telah bersabar membimbing, membagi ilmu dan mengarahkan sejak perencanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini berakhir.

2. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kelengkapan skripsi ini.

3. MT Farm Ciampea, UPTD-RPH Depok, dan Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang atas perizinan untuk melakukan penelitian serta Bapak Ijon dan Bapak Wismar yang telah membantu pengambilan data dan memberikan penginapan di Lengayang.

4. Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc.Agr, sebagai pembimbing akademik yang senantiasa memberikan nasihat dan dukungan.

5. Teman-teman satu bimbingan penelitian Siddiq, Riri, Fuad, Omi, Betari, Cintya, Widi, Fasta, Rischa, Kak Siska, dan Kak Yusuf, serta teman-teman satu PKM Resty, Dika, Ima, dan Mbak Ratna atas kebersamaan dan keceriaan selama ini. Selain itu, terima kasih kepada Dewi Astari dan Angga Prasetya yang telah membantu dalam persiapan seminar dan ujian sidang.

6. Teman-teman IPTP 44 yang telah menjadi teman seperjuangan selama kuliah. 7. Semua pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung, serta

teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Saya dedikasikan skripsi ini kepada Ayahanda Dian Ribas dan Ibunda Yusrida atas doa, ajaran, didikan, kasih sayang, dan segalanya yang telah diberikan tanpa pamrih, serta Adinda Hari Mulyadi dan Putri Sasra Mulia atas hiburan dan keceriaan selama ini.

Bogor, Agustus 2011

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Adrial. 2010. Potensi sapi pesisir dan upaya pengembangannya di Sumatera Barat. Jurnal Litbang Pertanian 29 [2]: 66-72.

Agri Ternak. 2010. Mengenal bangsa sapi. Terakhir disunting pada 9 September 2010. agriternak.blogspot.com/2010/09/mengenal-bangsa-sapi.html.

Amano, K., M. Katsumata, S. Suzuki, K. Nozawa, Y. Kawamoto, T. Namikawa, H. Martojo, I. K. Abdulgani, & H. Nadjib. 1981. Morphological and genetical survey of Water Buffaloes in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. Part II : 31-54.

[03 Mei 2011].

Badan Pusat Statistik. 2010. Populasi Ternak 2000-2008. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek =24&notab=12. [22 Mei 2011].

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke Empat. Terjemahan Srigandono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Doho, S.R. 1994. Parameter fenotipik beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada domba Ekor Gemuk. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Everitt, B. S & G. Dunn. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. Jhon Wiley and Sons Inc., Illionois.

Fourie, P.J., F. W. C. Neser, J.J. Olivier & C. van der Westhuizen. 2002. Relationship between production performance, visual appraisal and body measurements of young Dorper Rams. http://www.sasas.co.za/sajas.html. [18 Oktober 2010].

Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Volume II. Tarsito, Bandung.

Hanibal. 2008. Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot bobot badan berdasarkan ukuran tubuh domba silangan lokal Garut jantan di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia, Jakarta.

Hardjosubroto, W. 1998. Pengantar Genetika Hewan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hayashi, J., J. Otsuka, T. Nishida & H. Martojo. 1982. Multivariate craniometrics of wild Banteng, Bos Banteng and five types of native cattle in Eastern Asia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. Investigation in the Cattle, Fowl and Their Wild Forms. Part III: 19-30.

Ikhwan. 1994. Studi banding ukuran-ukuran tubuh Banteng dan sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Metode Pengukuran Variabel-Variabel Linear Ukuran Permukaan Tubuh  Sapi yang Diamati
Gambar 4. Peta Lokasi UPTD - RPH Pancoran Mas
Gambar 5. Sapi Bali Jantan  Mitra Tani Farm (MT Farm)
Gambar 7 menyajikan sapi PO jantan yang diamati.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan peningkatan ukuran variabel linear permukaan tubuh terhadap peningkatan bobot badan yang lebih kecil pada sapi Bali, yang meliputi panjang kelangkang,

Analisis Multivariat Ukuran Tubuh Sebagai penduga Hubungan Kekerabatan subpopulasi sapi pesisir Di sumatera

Data yang diperoleh diolah secara statistik untuk menentukan koefisien korelasi (r), koefisien Determinasi R 2 dan menentukan persamaan regresi sederhana sebagai persamaan

PENGARUH MUTASI PADA GEN LEPTIN TERHADAP TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN SKOR KONDISI TUBUH PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE The Effect of Mutation on Leptin Gene to Backfat Thickness And Body