• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Kerangka Tubuh Serta Pendugaan Bobot Hidup Sapi Pesisir Dan Peranakan Ongole Betina Dengan Pencitraan Digital.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Kerangka Tubuh Serta Pendugaan Bobot Hidup Sapi Pesisir Dan Peranakan Ongole Betina Dengan Pencitraan Digital."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN KERANGKA TUBUH SERTA PENDUGAAN

BOBOT HIDUP SAPI PESISIR DAN PERANAKAN ONGOLE

BETINA DENGAN PENCITRAAN DIGITAL

NEKO RIFFIANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perkembangan Kerangka Tubuh serta Pendugaan Bobot Hidup Sapi Pesisir dan Peranakan Ongole Betina dengan Pencitraan Digital adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NEKO RIFFIANDI. Perkembangan Kerangka Tubuh serta Pendugaan Bobot Hidup Sapi Pesisir dan Peranakan Ongole Betina dengan Pencitraan Digital. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO dan HENNY NURAINI.

Menjaga dan melestarikan keragaman ternak lokal asli Indonesia sangat penting dilakukan untuk mempertahankan sifat khas yang dapat dimanfaatkan pada masa yang akan datang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan terhadap pertumbuhan ukuran tubuh atau morfometrik. Pengukuran bobot tubuh ternak penting untuk dilakukan, karena bobot tubuh merupakan indikator penting dalam produktivitas ternak serta sangat erat kaitannya dengan produksi ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan kerangka tubuh pada sapi Pesisir dan sapi Peranakan Ongole berdasarkan morfometrik dengan metode pencitraan digital dan pendugaan bobot hidup sapi Pesisir dan sapi Peranakan Ongole berdasarkan luas permukaan tubuh dengan dua variabel penduga yaitu luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dengan metode pencitraan digital.

Penelitian ini menggunakan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Pesisir betina masing-masing berjumlah total 40 dan 50 ekor. Gambar yang digunakan untuk pengukuran morfometrik dan gambar luas permukaan tubuh sapi untuk pendugaan bobot hidup sapi diperoleh dengan melakukan pemotretan menggunakan kamera digital pada tubuh ternak dari bagian samping serta belakang kemudian dihitung menggunakan software corel draw dan autocad. Analisis karakteristik morfometrik tubuh sapi Pesisir dan Sapi Peranakan Ongole dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan dua faktor perlakuan yang berbeda yaitu bangsa dan tingkatan kelompok umur. Untuk melakukan analisis pendugaan bobot hidup sapi berdasarkan luas permukan tubuh dilakukan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil Penelitian ini menunjukkan Sapi Pesisir dengan kerangka tubuh kecil memiliki pertumbuhan lebih lambat dibandingkan sapi PO dengan kerangka tubuh besar. Luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) memiliki hubungan 70.57% terhadap bobot hidup sapi Peranakan Ongole dan 40.96% terhadap bobot hidup sapi Pesisir. Hasil persamaan regresi menunjukkan nilai standar eror 51.63 kg pada sapi Peranakan Ongole dan 25.54 kg pada sapi Pesisir. Oleh sebab itu, pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) tidak dapat digunakan sebagai indikator bobot hidup karena tingkat akurasi rendah.

(5)

SUMMARY

NEKO RIFFIANDI. The Growth and Prediction of Live Weight in Pesisir and PO Female Cattle using Digital Image Analysis. Supervised by RUDY PRIYANTO and HENNY NURAINI.

Conserving diversity of indigenous cattle of Indonesia is important, in order to preserve distinctive characteristics that could be used in the future. The objectives of this study were to identify the growth of Pesisir and PO cattle based on morphometric measurements using digital image analysis and estimate their live weight based on body surface areas, namely side body surface area and back body surface area using digital image analysis. The study used 40 heads of female PO cattle and 50 heads of female Pesisir cattle. The image of cattle morphometric and body surface area were taken by digital camera and then analysed using corel draw X6 and autocad 2007 softwares.

The result showed that Pesisir cattle with small body frame size has a slower growth compared to PO cattle with larger body frame size. The side body surface area and back body surface area were responsible 70.57 % variation in live weight of PO cattle and 40.96 % variation in live weight of Pesisir cattle. The established regretion equation gave standard error of 51.63 kg for PO cattle and 25.54 kg for Pesisir cattle. Therefore, the estimation of cattle live weight based on side body surface area and back body surface area was not suggested due to their hight prediction error.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERKEMBANGAN KERANGKA TUBUH SERTA PENDUGAAN

BOBOT HIDUP SAPI PESISIR DAN PERANAKAN ONGOLE

BETINA DENGAN PENCITRAAN DIGITAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat beriring salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tauladannya bagi kita semua. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah karakteristik morfometrik tubuh dan pendugaan bobot hidup pada sapi Pesisir dan Peranakan Ongole dengan judul Perkembangan Kerangka Tubuh Serta Pendugaan Bobot Hidup Sapi Pesisir dan Peranakan Ongole Betina dengan Pencitraan Digital.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Rudy Priyanto dan ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku komisi pembimbing atas segala masukan, arahan serta bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi sebagai penguji pada ujian tesis yang telah memberikan saran serta masukan. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan yang telah diberikan melalui beasiswa BPPDN Fresh Graduate. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas, Sumatera Barat atas izin serta bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan pengumpulan data.

Terima kasih dan juga penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh dosen pascasarjana ITP, staf administrasi pascasarjana ITP, abang Muhammad Ismail, SPt MSi yang telah banyak memberikan masukan dalam proses analisis data, bapak Bramada WP, SPt MSi atas masukan dan sarannya, teman satu bimbingan kakak Annisa Hakim, kakak Dewi Wahyuni serta abang Fiqy Hilmawan atas semangat serta bantuan dalam proses analisis data, adinda Rafif yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengajarkan software autocad, sahabat terbaik Irma Yusnita, SPt yang tidak pernah bosan memberikan semangat kepada penulis, adik sepupu Marselly Resti yang juga selalu memberikan semangat, keluarga Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMK-B), teman - teman, sahabat dan semua pihak yang telah membantu.

Ungkapan terimakasih yang tak terhingga kepada ayahanda M. Syarif serta ibunda Elianrita, S.Pd serta adik Hannan Mahesa atas segala doa yang setiap hari dipanjatkan serta kasih sayang dan dorongan semangat yang selalau diberikan untuk penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Materi Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Morfometrik Tubuh Ternak 8

Komponen Tulang Belakang (Collumna Vertebralis) 8

Komponen Alat Gerak Depan 10

Komponen Alat Gerak Belakang 13

Ukuran - ukuran linear Tubuh Ternak 14

Pendugaan Bobot Hidup 20

4 SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

(12)

DAFTAR TABEL

1 Perubahan gigi susu menjadi gigi seri permanen dan penentuan umur

kronologis sapi 3

2 Karakteristik morfometrik tulang belakang sapi Pesisir dan PO betina

dengan citra digital 9

3 Karakteristik morfometrik komponen alat gerak depan sapi Pesisir dan

PO betina dengan citra digital 11

4 Karakteristik morfometrik komponen alat gerak belakang sapi Pesisir

dan PO betina dengan citra digital 12

5 Karakteristik morfometrik ukuran-ukuran linear tubuh sapi Pesisir dan

PO betina dengan citra digital 16

6 Persyaratan minimum kuantitatif sapi Pesisir betina 18

7 Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO betina 19

8 Persamaan regresi sederhana dan berganda untuk pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh dengan menggunakan metode

pencitraan digital 21

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pemotretan sapi dari bagian samping 4

2 Ilustrasi pemotretan sapi dari bagian belakang 4

3 Ilustrasi pengukuran morfometrik tubuh ternak menggunakan software

corel draw X6 5

4 Parameter pengukuran morfometrik tubuh ternak dengan pencitraan

digital 6

5 Ilustrasi pengukuran luas permukaan tubuh sapi menggunakan software

autocad 2007 6

6 Panjang badan sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■) 17 7 Tinggi badan sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■) 17

8 Dalam dada sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■) 17

9 Bobot hidup sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■) 18 10 Pengukuran luas permukaan tubuh samping (LPTS) dengan

menggunakan software autocad 2007 20

11 Pengukuran luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dengan

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang dimiliki oleh Indonesia. Sesuai dengan namanya sapi Pesisir berasal dari wilayah pesisir Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Masyarakat setempat mengenal dengan sebutan “jawi ratuih” atau “bantiang ratuih” (bahasa Minang: jawi = bantiang = sapi; ratuih = kecil dan banyak) berarti sapi yang jumlahnya banyak dan ukuran tubuhnya kecil (Saladin 1983). Menurut Sarbaini (2004) sapi Pesisir merupakan ternak yang telah menyebar dipelihara oleh masyarakat setempat. Indonesia juga telah memiliki sapi lokal hasil persilangan yaitu Sapi Peranakan Ongole (PO). Sesuai dengan namanya sapi PO berasal dari hasil persilangan antara sapi Ongole yang berasal dari India dengan sapi lokal di Indonesia sehingga sapi ini dikenal dengan nama Peranakan Ongole (PO). Menurut Martojo (1992) sapi PO adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal dipulau Jawa secara grading up 5 - 6 generasi. Sapi PO dikenal telah mampu beradaptasi dengan baik di Indonesia sehingga saat ini telah banyak diternakkan masyarakat.

Menjaga dan melestarikan keragaman ternak lokal asli Indonesia sangat penting dilakukan untuk mempertahankan sifat khas yang dapat dimanfaatkan pada masa yang akan datang. Bangsa sapi lokal terbukti memiliki keunggulan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis, memiliki ketahanan cukup baik terhadap penyakit daerah tropis, serta dapat beradaptasi pada kondisi pakan (hijauan) yang terbatas dan bergizi rendah. Sapi lokal juga berperan penting dalam sistem usaha tani di pedesaan dan telah dipelihara peternak dalam waktu yang lama (Adrial 2010).

Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan terhadap pertumbuhan ukuran tubuh atau morfometrik (Prasetia 2011). Scanes (2003) menjelaskan bahwa pertumbuhan dari seekor ternak dapat digambarkan dengan cara mengukur karakteristik fisik ternak antara lain bobot badan, tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada atau mengukur tebal lemak punggung serta ketebalan dan kedalaman otot. Doho (1994) menambahkan bahwa ukuran tubuh dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas atau karakteristik suatu bangsa ternak.

Bobot tubuh merupakan indikator produktivitas ternak yang penting, karena hal ini sangat erat kaitannya dengan produksi ternak. Ulutas et al. (2001) menyatakan bahwa bobot tubuh ternak merupakan faktor penting dalam seleksi bibit, pemotongan ternak, menentukan tingkat pakan ternak serta menggambarkan kondisi ternak. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan benar apabila dilakukan penimbangan langsung pada tubuh ternak. Namun kegiatan ini tidak dapat dilakukan karena tidak semua peternak memiliki alat timbangan.

(14)

2

masih harus dilakukan pengukuran secara langsung pada tubuh ternak. Hal ini tentu menimbulkan resiko jika dilakukan pada ternak yang liar dan bersifat tempramen. Sehingga perlu dikembangkan metode yang lebih efisien dengan resiko yang rendah.

Metode citra digital merupakan metode yang efektif dan efisien serta dengan resiko yang rendah dalam melakukan penilaian terhadap morfometrik tubuh ternak. Negretti et al. (2007) menjelaskan bahwa metode citra digital dapat diandalakan untuk melakukan evaluasi morfometrik pada kelinci karena lebih efisien dan praktis serta dengan standar eror yang rendah. Penelitian ini mengaplikasikan pengukuran morfometrik kerangka tubuh serta pendugaan bobot hidup sapi Pesisir dan sapi Peranakan Ongole berdasarkan luas permukaan tubuh dengan menggunakan metode pencitraan digital.

Perumusan Masalah

Sapi Pesisir dan sapi PO merupakan sapi lokal yang dimiliki Indonesia dengan bentuk serta ukuran tubuh yang khas. Penilaian ukuran morfometrik dan pengukuran bobot tubuh merupakan salah satu cara untuk mengetahui produktivitas ternak, kegiatan ini biasanya masih dilakukan pengukuran langsung pada tubuh ternak. Metode citra digital merupakan metode yang efektif dan efisien dengan resiko yang rendah dalam melakukan penilaian morfometrik serta diharpakan dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam pengukuran bobot tubuh pada ternak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji perkembangan kerangka tubuh sapi Pesisir dan Peranakan Ongole betina berdasarkan morfometrik dengan metode pencitraan digital. (2) Pendugaan bobot hidup sapi Pesisir dan Peranakan Ongole betina berdasarkan luas permukaan tubuh dengan dua variabel penduga yaitu luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dengan metode pencitraan digital.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan kerangka tubuh untuk menentukan produkivitas ternak, serta dapat dugunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi sumber daya genetik sapi Pesisir dan Peranakan Ongole betina. Menjadi sumber informasi dalam pendugaan bobot hidup ternak berdasarkan luas permukaan tubuh dengan metode pencitraan digital.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3 berdasarkan morfometrik. Bagian kedua yaitu melakukan pendugaan bobot hidup sapi Pesisir dan sapi Peranakan Ongole betina berdasarkan luas permukaan tubuh dengan mengggunakan metode pencitraan digital.

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas, Sumatera Barat dan Loka Penelitian Sapi Potong (LOLITSAPI) Grati Pasuruan, Jawa Timur.

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Pesisir betina masing-masing berjumlah total 40 dan 50 ekor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, kamera digital Nikon D3200 dengan resolusi 24 mega pixel, tongkat pembanding yang telah dibuat sedemikian rupa dengan ukuran panjang 100 cm, alat tulis serta laptop yang telah dilengkapi dengan software corel Draw X6 dan Autocad 2007.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penentuan tingkatan umur berdasarkan jumlah gigi seri permanen pada sapi. Perubahan gigi susu menjadi gigi permanen serta penentuan umur kronologis sapi dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya, bobot hidup ternak diperoleh dengan cara penimbangan langsung pada sapi PO dan sapi Pesisir dengan menggunakan timbangan digital. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan atau digembalakan.

Tabel 1 Perubahan gigi susu menjadi gigi seri permanen dan penentuan umur kronologis sapi

Sumber: Field dan Taylor (2008)

Keadaan Gigi Umur (Tahun)

Biasanya hanya sepasang gigi susu

Gigi susu semua, belum ada yang tanggal (I0)

Gigi susu tanggal sepasang dan tumbuh gigi seri tetap (I1) Gigi susu tanggal dua pasang dan tumbuh gigi seri tetap (I2) Gigi susu tanggal tiga pasang dan tumbuh gigi seri tetap (I3) Gigi susu tanggal semua dan gigi seri tetap sudah lengkap (I4)

(16)

4

Gambar yang digunakan untuk melakukan pengukuran morfometrik pada sapi dan pendugaan bobot hidup diperoleh dengan menggunakan metode pencitraan digital. Prosedur pengambilan gambar dilakukan dengan pemotretan menggunakan kamera DLSR Nikon D3200. Pengambilan gambar dilakukan pada seluruh permukaan tubuh ternak dari bagian samping dan belakang dengan tongkat acuan yang berada dibagian samping ternak (Gambar 1 dan 2). Ternak ditempatkan pada area yang datar dan lurus untuk mendapatkan gambar yang proporsional. Pengukuran morfometrik tubuh sapi dari hasil pemotretan dengan citra digital dilakukan dengan menggunakan software Corel Draw X6 (Gambar 3). Luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan Luas permukan tubuh belakang (LPTB) dihitung dengan menggunakan software autocad 2007 (Gambar 5). Kemudian, persamaan regresi linier dibuat untuk menduga bobot hidup ternak berdasarkan luas permukaan tubuh dan morfometrik tubuh sapi dianalis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial.

Gambar 1 Ilustrasi pemotretan sapi dari bagian samping

(17)

5 Prosedur pengukuran morfometrik tubuh sapi dengan menggunakan software corel draw X6 adalah sebagai berikut :

1. Buka aplikasi corel draw X6

2. Melakukan input gambar sapi ke aplikasi corel draw X6

3. Mengatur satuan yang akan digunakan dengan cara klik pada unit dan rubah satuan menjadi centimeters

4. Klik freehand tool dan aplikasikan pada parameter morfometrik yang akan diukur

5. Lihat hasil pengukuran pada kolom page dimensions

6. Buat rumus phytagoras dan perkalian silang pada program aplikasi microsoft exel

7. Pindahkan angka pada page dimensions ke program microsoft exel untuk mengetahui nilai objek pada gambar dan bandingkan dengan panjang objek sebenarnya

8. Ulangi prosedur tersebut untuk mengukur seluruh parameter

Gambar 3 Ilustrasi pengukuran morfometrik tubuh ternak menggunakan software Corel Draw X6

Parameter pengukuran morfometrik tubuh sapi dengan pencitraan digital adalah sebagai berikut (Gambar 4) :

1. Panjang kelompok tulang Thoracic vertebrae. Diukur dari pangkal leher hingga titik tengah tubuh bagian dorsal.

2. Panjang kelompok tulang Lumbar vertebrae. Diukur dari titik tengah tubuh bagian dorsal hingga Processus spinosus pertama tulang Sacrum.

3. Panjang kelompok tulang Sacral vertebrae. Diukur di sepanjang tulang sacrum.

4. Panjang tulang Scapulla. Diukur dari titik tertinggi tubuh (untuk sapi berpunuk diukur dari pangkal punuk) hingga Tuber humerus.

5. Panjang tulang Humerus. Diukur dari Tuber humerus hingga di titik tengah Tuber radius-ulna.

(18)

6

7. Panjang tulang Metacarpus. Diukur dari Os carpal hingga pangkal Os Phalank 1.

8. Panjang tulang Femur. Diukur dari Tuber illium hingga Tuber femoris.

9. Panjang tulang Tibia-Fibulla. Diukur dari Tuber femoris hingga Tuber calcis. 10. Panjang tulang Metatarsal. Diukur dari pangkal Os tarsus hingga Os phalank

1.

11. Panjang badan. Diukur dari Tuber humerus hingga Tuber ischium.

12. Tinggi badan. Diukur tepat di belakang Os scapulla dari titik dorsal hingga tanah.

13. Dalam dada. Diukur tepat di belakang Os scapulla dari titik dorsal hingga ventral.

14. Tinggi hip. Diukur lurus dari Os Coxae hingga tanah.

Gambar 4 Parameter pengukuran morfometrik tubuh ternak dengan pencitraan digital

(19)

7 Prosedur pengukuran luas permukaan tubuh sapi dengan menggunakan software autocad 2007 dengan prosedur sebagai berikut :

1. Mengatur unit skala ukuran pada autocad ke dalam satuan centimeter 2. Melakukan input gambar referensi ke aplikasi autocad

3. Menyesuaikan skala tongkat ukur pada foto (gambar) dengan skala ukuran pada autocad

4. Penandaan garis batas luas permukaan tubuh sapi pada autocad mengikuti luas permukaan tubuh sapi yang akan diukur

5. Penentuan luas permukaan tubuh sapi berdasarkan analisa autocad

Analisis Data

Analisis karakteristik morfometrik tubuh sapi Pesisir dan Sapi PO menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan dua faktor perlakuan yang berbeda yaitu bangsa dan tingkatan kelompok umur (I0, I1, I2, I3, I4). Model matematika yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan terhadap morfometrik tubuh pada ternak

dengan bangsa ternak ke-i, tingkatan umur ke-j, dan dengan ulangan ke-k.

µ = Nilai rataan morfometrik tubuh ternak Ai = Pengaruh jenis ternak taraf ke-i

Bj = Pengaruh tingkatan umur ternak pada taraf ke-j

(AB)ij = Pengaruh interaksi faktor bangsa ternak pada taraf ke-i dengan tingkatan umur pada taraf ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor bangsa ternak ke-i dan tingkatan umur ke-j pada ulangan yang ke-k

Untuk melakukan analisis pendugaan bobot hidup sapi berdasarkan luas permukan tubuh dilakukan menggunakan regresi linear berganda dengan model persamaan regresi menurut Steel dan Torrie (1991) sebagai berikut:

Y = α + β1.X1 + β2.X2 + ei

Keterangan:

Y = Variabel terikat (BB)

X1 = Variabel Luas Permukaan Tubuh Samping (LPTS) X2 = Variabel Luas Permukaan Tubuh Belakang (LPTB)

β = Koefisien regresi

(20)

8

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Tubuh Ternak

Komponen Tulang Belakang (Collumna Vertebralis)

Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa tingkatan umur dan bangsa berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap ukuran panjang tulang ossa vertebrae thoracecae, ossa vertebrae lumbales dan ossa vertebrae sacrales. Interaksi antar umur dan bangsa tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap panjang tulang ossa vertebrae thoracecae, ossa vertebrae lumbales dan ossa vertebrae sacrales.

Sapi Pesisir umur I1 (muda) memiliki rataan panjang tulang vertebrae thoracecae 41.08 ± 1.29 cm sedangkan sapi PO 48.35 ± 1.62 cm, pada umur I3 (dewasa) 40.35 ± 1.43 cm pada sapi Pesisir serta 40.79 ± 2.14 cm pada sapi PO. Tulang ossa vertebrae lumbales sapi Pesisir umur I1 (muda) 22.58 ± 0.81 cm sedangkan sapi PO 28.21 ± 1.02 cm, pada sapi Pesisir umur I3 (dewasa) 21.66 ± 0.89 cm sedangkan PO 31.21 ± 1.34 cm. Panjang tulang ossa vertebrae sacrales sapi Pesisir umur I1 (muda) 19.80 ± 0.60 cm sedangkan sapi PO 16.43 ± 0.75 cm, umur I3 (dewasa) pada sapi Pesisir 19.92 ± 0.66 cm dan 15.38 ± 0.99 cm pada sapi PO. Hal ini menunjukkan bahwa sapi Pesisir memiliki panjang tulang ossa vertebrae thoracecae, ossa vertebrae lumbales yang lebih pendek dibandingkan sapi PO pada umur I1 (muda) serta I3 (dewasa), namun sapi Pesisir memiliki ukuran panjang tulang ossa vertebrae sacrales lebih panjang dibandingkan dengan sapi PO pada umur yaitu I1 (muda) dan I3 (dewasa).

Persentase pertumbuhan tulang ossa vertebrae thoracecae sapi Pesisir umur I0 - I1 (muda) yaitu 14.92 % dan pada umur I2 - I3 (dewasa) tidak menunjukkan peningkatan ukuran. Persentase pertumbuhan tulang ossa vertebrae thoracecae sapi PO umur I0 - I1 (muda) 18.92% dan sudah tidak menunjukkan peningkatan pada umur I2 - I3 (dewasa). Tulang ossa vertebrae lumbales pada sapi Pesisir tidak menunjukkan peningkatan ukuran sejak umur I0 - I1 (muda) hingga umur I2 - I3 (dewasa). Persentase pertumbuhan tulang ossa vertebrae lumbales sapi PO tertinggi terlihat pada umur I0 - I1 (muda) 17.86 % dan tidak menunjukkan peningkatan pada umur I2 - I3 (dewasa). Tulang ossa vertebrae sacrales sapi Pesisir tidak menunjukan peningkatan ukuran sejak umur I0 - I1 (muda), sedangkan pada sapi PO umur I0 - I1 (muda) terjadi peningkatan ukuran panjang tulang 22.64 % dan sudah konstan pada tingkatan umur I2 - I3 (dewasa). Analisis pertumbuhan memperlihatkan secara umum persentase pertumbuhan tualang ossa vertebrae thoracecae, ossa vertebrae lumbales dan ossa vertebrae sacrales pada sapi Pesisir dengan tingkatan umur I0 - I1 (muda) lebih kecil dibandingkan dengan sapi PO dan pada tingkatan umur I2 - I3 (dewasa) pertumbuhan tulang mulai konstan.

(21)

9 Tabel 2 Karakteristik morfometrik tulang belakang sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital

Angka - angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dan umur. Kriteria umur sapi Pesisir dan PO : I0 (umur < 1.5 tahun); I1 (1.5 - 2 tahun); I2 (2 - 3 tahun); I3 (3 - 4 tahun) dan I4 (> 4 tahun).

Peubah (cm) Bangsa Umur Rataan

Bangsa

I0 I1 I2 I3 I4

Ossa

vertebrae

thoracecae

Pesisir 34.95 ± 1.35c 41.08 ± 1.29b 40.21 ± 1.18b 40.35 ± 1.43b 41.37 ± 1.51b 39.59 ± 0.61

PO 39.20 ± 1.36b 48.35 ± 1.62a 42.89 ± 1.62b 40.79 ± 2.14b 48.17 ± 1.62a 43.88 ± 0.75

Rataan Umur 37.07 ± 0.95 44.71 ± 1.03 41.55 ± 1.01 40.57 ± 1.29 44.77 ± 1.11

Ossa

vertebrae

lumbales

Pesisir 25.04 ± 0.85c 22.58 ± 0.81d 23.50 ± 0.74c 21.66 ± 0.89d 23.65 ± 0.95c 23.28 ± 0.38

PO 23.17 ± 0.85c 28.21 ± 1.02ab 29.18 ± 1.02ab 31.21 ± 1.34a 33.48 ± 1.02a 29.05 ± 0.47

Rataan Umur 24.11 ± 0.60 25.39 ± 0.64 26.33 ± 0.62 26.43 ± 0.80 28.57 ± 0.70

Ossa

vertebrae

sacrales

Pesisir 19.94 ± 0.63a 19.80 ± 0.60a 19.29 ± 0.55a 19.92 ± 0.66a 20.75 ± 0.70a 19.94 ± 0.28

PO 12.71 ± 0.63d 16.43 ± 0.75b 17.26 ± 0.75b 15.38 ± 0.99bc 18.28 ± 0.75ab 16.02 ± 0.35

(22)

10

Komponen Alat Gerak Depan

Hasil sidik ragam pada Tabel 3 memperlihatkan bangsa berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap seluruh rataan ukuran panjang tulang yang menyusun komponen alat gerak depan ternak yaitu tulang os scapulla, os humerus, ossa radius-Ulna dan os metacarpale. Umur berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap ukuran tulang os scapulla, os humerus dan ossa radius-Ulna. Interaksi terhadap bangsa dan umur berpengaruhnyata (P<0.05) terhadap ukuran tulang os scapulla dan os humerus.

Panjang tulang os scapulla sapi Pesisir umur I1 (muda) 27.84 ± 0.98 cm dan sapi PO 41.24 ± 1.23 cm, sedangkan pada umur I3 (dewasa) 31.53 ± 1.08 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 49.11 ± 1.63 cm. Panjang tulang os humerus sapi Pesisir umur I1 (muda) 21.63 ± 0.77 cm dan sapi PO 33.62 ± 0.97, sedangkan umur I3 (dewasa) 22.22 ± 0.85 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 36.80 ± 1.28 cm. Panjang tulang ossa radius-Ulna sapi Pesisir umur I1 (muda) 24.24 ± 0.86 cm dan sapi PO 31.96 ± 1.08 cm, sedangkan umur I3 (dewasa) 24.69 ± 1.01 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 35.40 ± 1.43 cm. Panjang tulang os metacarpale sapi Pesisir umur I1 (muda) 16.42 ± 0.60 cm dan sapi PO 24.37 ± 0.75 cm, sedangkan umur I3 (dewasa) 16.28 ± 0.67 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 24.09 ± 1.00 cm. Hal ini memperlihatkan bahwa sapi Pesisir memiliki panjang tulang tulang os scapulla, os humerus, ossa radius-Ulna dan os metacarpale lebih pendek dari sapi PO pada masing - masing tingkatan umur.

Analisis persentase pertumbuhan dari rataan ukuran panjang tulang komponen alat gerak depan pada masing - masing tingkatan umur yaitu I0 - I1 (muda) dan umur I2 - I3 (dewasa) tersaji pada Tabel 3. Tulang os scapulla sapi Pesisir tingkatan umur I0 - I1 (muda) tidak memperlihatkan peningkatan ukuran panjang tulang sedangkan pada umur I2 - I3 (dewasa) terjadi pertumbuhan 5.44 %. Persentase pertumbuhan tulang os scapulla pada sapi PO tingkatan umur I0 - I1 (muda) 15.75 % dan pada tingkatan umur I2 - I3 (dewasa) terjadi pertumbuhan 14.29 %. Tulang os humerus pada sapi Pesisir umur I0 - I1 (muda) tidak terjadi peningkatan ukuran dan pada tingkatan umur I2 - I3 (dewasa) juga tidak terjadi peningkatan ukuran panjang tulang. Sedangkan pad sapi PO umur I0 - I1 (muda) pertumbuhan tulang os humerus 11.21 % dan pada umur I2 - I3 (dewasa) 5.89 %. Tulang ossa radius-Ulna pada sapi Pesisir umur I0 - I1 (muda) terjadi pertumbuhan 9.29 % dan hanya 3.03 % pada umur I2 - I3 (dewasa). Sedangkan pada sapi PO umur I0 - I1 (muda) terjadi pertumbuhan 9.01 % dan 7.99 % umur I2 - I3 (dewasa). Tulang os metacarpale pada sapi Pesisir umur I0 - I1 (muda) tidak terjadi peningkatan ukuran dan pada umur I2 - I3 (dewasa) terjadi pertumbuhan 3.62 %. Sedangkan pada sapi PO umur I0 - I1 (muda) terjadi pertumbuhan 10.25 % dan umur I2 - I3 (dewasa) sudah tidak terjadi pertumbuhan lagi.

(23)

11 Tabel 3 Karakteristik morfometrik komponen alat gerak depan sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital

Angka - angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dan umur. Kriteria umur sapi Pesisir dan PO : I0 (umur < 1.5 tahun); I1 (1.5 - 2 tahun); I2 (2 - 3 tahun); I3 (3 - 4 tahun) dan I4 (> 4 tahun).

Peubah (cm) Bangsa Umur Rataan

Bangsa

I0 I1 I2 I3 I4

Os scapulla

Pesisir 28.85 ± 1.03de 27.84 ± 0.98e 29.81 ± 0.90de 31.53 ± 1.08d 30.37 ± 1.15de 29.68 ± 0.48

PO 34.74 ± 1.03c 41.24 ± 1.23b 42.22 ± 1.23b 49.11 ± 1.63a 48.61 ± 1.23a 43.18 ± 0.57

Rataan Umur 31.79 ± 0.73 34.54 ± 0.79 36.02 ± 0.76 40.32 ± 0.97 39.49 ± 0.84

Os humerus

Pesisir 23.22 ± 0.81c 21.63 ± 0.77c 22.47 ± 0.71c 22.22 ± 0.85c 23.35 ± 0.90c 22.58 ± 0.36

PO 29.85 ± 0.81b 33.62 ± 0.97ab 34.63 ± 0.97a 36.80 ± 1.28a 37.11 ± 0.97a 34.40 ± 0.45

Rataan Umur 26.54 ± 0.57 27.62 ± 0.62 28.56 ± 0.60 29.51 ± 0.77 30.24 ± 0.66

Ossa

radius-Ulna

Pesisir 21.99 ± 0.91d 24.24 ± 0.86d 23.94 ± 0.79d 24.69 ± 1.01d 24.06 ± 1.01d 23.78 ± 0.41

PO 29.08 ± 0.91c 31.96 ± 1.08ab 32.57 ± 1.08ab 35.40 ± 1.43a 36.25 ± 1.08a 33.05 ± 0.50

Rataan Umur 25.53 ± 0.64 28.11 ± 0.69 28.26 ± 0.67 30.04 ± 0.88 30.15 ± 0.74

Os

metacar-pale

Pesisir 16.78 ± 0.63c 16.42 ± 0.60c 15.69 ± 0.56c 16.28 ± 0.67c 16.76 ± 0.71c 16.38 ± 0.28

PO 21.87 ± 0.63b 24.37 ± 0.75a 24.16 ± 0.76a 24.09 ± 1.00a 24.08 ± 0.75a 23.71 ± 0.35

(24)

12

Tabel 4 Karakteristik morfometrik komponen alat gerak belakang sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital

Angka - angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dan umur. Kriteria umur sapi Pesisir dan PO : I0 (umur < 1.5 tahun); I1 (1.5 - 2 tahun); I2 (2 - 3 tahun); I3 (3 - 4 tahun) dan I4 (> 4 tahun).

Peubah (cm) Bangsa Umur Rataan

Bangsa

I0 I1 I2 I3 I4

Os femur

Pesisir 24.87 ± 0.90d 26.09 ± 0.85d 23.55 ± 0.79d 24.92 ± 0.94d 26.70 ± 1.00d 25.22 ± 0.40

PO 29.69 ± 0.90c 34.54 ± 1.07ab 38.12 ± 1.07a 35.70 ± 1.41a 36.52 ± 1.07a 34.91 ± 0.50

Rataan Umur 27.28 ± 0.63 30.31 ± 0.68 30.83 ± 0.66 30.31 ± 0.85 31.61 ± 0.73

Ossa tibia-Fibulla

Pesisir 28.76 ± 1.10d 26.47 ± 1.05d 29.63 ± 0.96d 29.84 ± 1.16d 28.22 ± 1.23d 28.58 ± 0.50

PO 40.51 ± 1.10c 45.41 ± 1.31ab 44.01 ± 1.31b 46.73 ± 1.74b 48.63 ± 1.31a 45.06 ± 0.61

Rataan Umur 34.63 ± 0.78 35.94 ± 0.84 36.87 ± 0.81 38.28 ± 1.04 38.43 ± 0.90

Os metatarsale

Pesisir 24.12 ± 0.93c 21.68 ± 0.89c 21.29 ± 0.82c 21.87 ± 0.98c 22.95 ± 1.04c 22.38 ±0 .42

PO 29.05 ± 0.93b 34.99 ± 1.11a 33.77 ± 1.11a 35.06 ± 1.46a 31.80 ± 1.11ab 32.93 ± 0.52

(25)

13

Komponen Alat Gerak Belakang

Rataan ukuran panjang tulang yang menyusun komponen alat gerak belakang terdiri atas tulang os femoris, ossa tibia-fibulla dan os metatarsal tersaji pada Tabel 4. Berdasarkan analisis ragam bangsa berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap panjang tulang os femoris, ossa tibia-fibulla dan os metatarsal. Umur berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap panjang tulang os femoris dan ossa tibia-fibulla. Interaksi antara bangsa dan umur berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap panjang tulang os femoris, ossa tibia-fibulla dan os metatarsal.

Panjang tulang os femoris sapi Pesisir umur I1 (sapi muda) 26.09 ± 0.85 cm dan sapi PO 34.54 ± 1.07 cm, sedangkan umur I3 (dewasa) 24.92 ± 0.94 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 35.70 ± 1.41 cm. Panjang tulang ossa tibia-fibulla sapi Pesisir umur I1 (sapi muda) 26.47 ± 1.05 cm dan sapi PO 45.41 ± 1.31 cm, sedangkan umur I3 (dewasa) 29.84 ± 1.16 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 46.73 ± 1.74 cm. Panjang tulang os metatarsal sapi Pesisir umur I1 (sapi muda) 21.68 ± 0.89 cm dan sapi PO 34.99 ± 1.11 cm, sedangkan umur I3 (dewasa) 21.87 ± 0.98 cm pada sapi Pesisir dan sapi PO 35.06 ± 1.46 cm. Hal ini menunjukkan sapi Pesisir memiliki panjang tulang os femoris, ossa tibia-fibulla dan os metatarsal lebih pendek dari sapi PO pada tiap tingkatan umur.

Berdasarkan analisis persentase pertumbuhan dari rataan ukuran panjang tulang komponen alat gerak belakang yang tersaji pada Tabel 4 tejadi pertumbuhan tulang os femoris pada sapi Pesisir umur I0 - I1 (sapi muda) 5.36 % sedangkan pada sapi PO umur yang sama 14.04 %. Pada umur I2 - I3 (dewasa) sapi Pesisir dan sapi PO pertumbuhan tulang os femoris mulai konstan. Tulang ossa tibia-fibulla sapi pesisir umur I0 - I1 (sapi muda) pertumbuhan tulang juga telah mengalami pertumbuhan konstan, sedangkan pada sapi PO pada umur yang sama terjadi pertumbuhan sebesar 10.79 %. Pada tingkatan umur I2 - I3 (dewasa) terjadi pertumbuhan tulang ossa tibia-fibulla pada sapi Pesisir 11.29 % sedangkan pada sapi PO pada umur yang sama tidak terjadi peningkatan ukuran tulang. Tulang os metatarsal pada sapi Pesisir tidak memperlihatkan peningkatan ukuran pada tingkatan umur I0 - I1 (sapi muda) dan I2 - I3 (dewasa). Sedangkan pada sapi PO terjadi pertumbuhan tulang os metatarsal sebesar 16.97 % pada tingkatan umur I0 - I1 (sapi muda) dan tidak menunjukkan peningkatan ukuran panjang tulang pada umur I2 - I3 (dewasa). Berdasarkan analisis pertumbuhan menunjukkan bahwa secara umum persentase pertumbuhan tulang os femoris, ossa tibia-fibulla dan os metatarsal pada sapi PO lebih besar dibandingkan dengan sapi Pesisir. Sehingga dengan persentase pertumbuhan yang besar sapi PO memiliki ukuran tulang yang lebih panjang dibandingkan dengan sapi Pesisir.

(26)

14

mencapai kedewasaan maka pertumbuhannya akan perlahan terhenti namun jika mereka mengalami perubahan maka perubahan tersebut karena penimbunan lemak bukan pertumbuhan murni.

Berdasarkan ukuran rataan tulang yang tersaji pada Tabel 3 dan Tabel 4 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panjang tulang ossa radius-Uln dan os metacarpale (kaki depan) serta tulang ossa tibia-fibulla dan os metatarsal (kaki belakang) pada sapi Pesisir lebih pendek dari sapi PO. Hasil ini menunjukkan bahwa sapi Pesisir memiliki ukuran panjang kaki depan dan kaki belakang lebih pendek dibandingkan dengan sapi PO. Kaki yang lebih panjang yang dimiliki oleh sapi PO mengindikasikan bahwa daya jelajah yang dimiliki oleh sapi PO lebih besar dari pada sapi Pesisir. Sapi PO juga merupakan sapi yang tergolong sapi pekerja sehingga memerlukan kaki yang panjang serta kuat. Sedangkan sapi Pesisir hanyalah sapi dengan tubuh yang kecil dengan bobot badan yang relatif kecil pula sehingga akan memiliki kaki yang kecil.

Ukuran - ukuran Linear Tubuh Ternak

Hasil rataan ukuran linear tubuh ternak yang tersaji pada Tabel 5 menunjukkna bahwa ukuran morfometrik tubuh yang terdiri atas panjang badan, tinggi badan, dalam dada dan tinggi hip sapi Pesisir lebih kecil pada tiap tingkatan umur yaitu tingkatan umur I1 (sapi muda) serta I3 (dewasa). Sehingga dapat disimpulakan sapi PO memiliki kerangka tubuh yang besar dibandingkan dengan sapi Pesisir. Hal ini sesuai dengan pendapat Saladin (1983) yang menyatakan bahwa sapi Pesisir memiliki ukuran tubuh dan bobot badan lebih kecil dibandingkan dengan sapi Bali dan Ongole. Kerangka tubuh besar pada sapi PO akan membentuk dimensi tubuh yang besar pula dan akan membentuk bobot tubuh yang besar. Bobot tubuh memiliki korelasi yang positif dengan ukuran-ukuran linear dimensi tubuh diantaranya adalah lingkar dada, panjang badan, serta tinggi pundak / tinggi badan (Ozkaya and Bozkurt 2009; Puspitaningrum 2009). Tabel 5 rataan bobot hidup sapi PO muda (I1) 218.85 ± 6.64 kg dan dewasa (I3) 295.90 ± 8.79 kg jauh lebih unggul dibandingkan sapi Pesisir yang hanya 132.91 ± 5.30 kg sapi muda (I1) dan 163.55 ± 5.86 kg sapi dewasa (I3).

(27)

15 peningkatan bobot hidup sapi Pesisir sebesar 18.73 % sedangkan sapi PO 26.03 %.

Terdapat perbedaan presentase laju pertumbuhan antara sapi Pesisir dan sapi PO dimana sapi Pesisir memiliki persentase pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan sapi PO dari masing-masing tingkatan umur yaitu pada tingkatan umur I1 (sapi muda) dan I3 (sapi dewasa). Hal ini menunjukkan bahwa sapi Pesisir dengan kerangka tubuh kecil akan diikuti dengan persentase pertumbuhan yang kecil pula. Sedangkan sapi PO dengan kerangka tubuh besar akan memiliki presentase pertumbuhan yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Ziegler (2007) yang menyatakan bahwa ukuran kerangka tubuh ternak dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan karkas. Sapi dengan kerangka tubuh kecil memiliki karakteristik yaitu berbadan kecil dengan kaki pendek dan potensi kecepatan tumbuh lambat sedangkan sapi dengan kerangka sedang memiliki karakteristik yaitu ukuran tubuh lebih panjang serta kecepatan tumbuh relatif lebih cepat (McKiernan 2005 dan Littler 2007).

Perbedaan persentase pertumbuhan ternak pada setiap tingkatan umur memperlihatkan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh bangsa serta tingkatan umur. Berdasarkan hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sapi PO memiliki persentase pertumbuhan yang lebih besar dari sapi Pesisir pada masing - masing tingkatan umur dimana pertumbuhan yang cepat terjadi pada sapi pada tingkatan umur muda baik pada sapi Pesisir dan sapi PO. Siregar (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat akan terjadi pada periode lahir hingga mencapai usia penyapihan dan puberitas, namun kemudian setelah usia puberitas hingga usia dewasa laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa sampai pertumbuhan sapi berhenti. Hal ini jelas tergambar dari Tabel 5 yang menunjukkan bahwa presentase pertumbuhan yang besar terjadi pada sapi muda (I0 - I1).

Grafik pertumbuhan pada Gambar 6, 7, 8 dan 9 memperlihatkan pertumbuhan sapi Pesisir dengan kerangka tubuh kecil lebih lambat jika dibandingkan sapi PO dengan kerangka tubuh yang besar memiliki pertumbuhan yang lebih lebih cepat. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Gambar 6 (panjang badan), Gambar 8 (dalam dada) dan Gambar 9 (bobot hidup) yang memperlihatkan pada umur I0 panjang badan, dalam dada dan bobot hidup sapi PO berada pada kisaran yang sama terhadap sapi Pesisir. Namun ketika telah mencapai tingkatan umur I1 terlihat bahwa pertumbuhan yang cepat terjadi pada sapi PO. Pertumbuhan yang lebih cepat pada sapi PO terus terlihat lebih unggul dibandingkan dengan sapi PO higga umur I3.

(28)

16 Tabel 5 Karakteristik morfometrik ukuran linear tubuh sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital

Angka - angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dan umur. Kriteria umur sapi Pesisir dan PO : I0 (umur < 1.5 tahun); I1 (1.5 - 2 tahun); I2 (2 - 3 tahun); I3 (3 - 4 tahun) dan I4 (> 4 tahun).

Peubah (cm) Bangsa Umur Rataan

Bangsa

I0 I1 I2 I3 I4

Panjang Badan

Pesisir 89.05 ± 2.03c 95.00 ± 1.94bc 93.33 ± 1.78c 96.46 ± 2.14c 100.61 ± 2.28b 94.86 ± 0.91

PO 86.10 ± 1.40c 105.02 ± 1.68b 104.45 ± 1.68b 107.52 ± 2.22b 121.57 ± 1.68a 104.93 ± 0.78

Rataan Umur 87.57 ± 1.43 100.01 ± 1.56 98.89 ± 1.50 101.99 ± 1.93 110.97 ± 1.66

Tinggi Badan

Pesisir 90.50 ± 1.40cd 93.43 ± 1.33c 94.19 ± 1.23c 96.13 ± 1.47c 95.94 ± 1.57c 94.04 ± 0.91

PO 102.00 ± 1.30bc 113.43 ± 1.56b 116.88 ± 1.56b 131.27 ± 2.06a 133.29 ± 1.56a 119.37 ± 0.73

Rataan Umur 96.25 ± 0.99 103.43 ± 1.07 105.50 ± 1.04 113.69 ± 1.33 114.61 ± 1.49

Tinggi Pinggul

Pesisir 82.36 ± 1.87c 85.27 ± 1.78c 85.51 ± 1.64c 86.57 ± 1.97c 86.37 ± 2.09c 85.33 ± 0.84

PO 109.15 ± 2.42b 125.15 ± 2.89a 126.81 ± 2.89a 136.26 ± 3.82a 135.00 ± 2.89a 126.61 ± 1.34

Rataan Umur 95.74 ± 1.32 105.56 ± 1.43 106.16 ± 1.38 111.41 ± 1.78 110.68 ± 1.53

Dalam Dada

Pesisir 41.09 ± 1.14cd 43.08 ± 1.09cd 43.95 ± 1.00bc 43.50 ± 1.20cd 44.23 ± 1.27bc 43.16 ± 0.51

PO 40.27 ± 1.14d 49.56 ± 1.36ab 44.64 ± 1.36b 55.78 ± 1.80a 56.28 ± 1.36a 49.30 ± 0.64

Rataan Umur 40.68 ± 0.80 46.31 ± 0.87 44.29 ± 0.84 49.63 ± 1.08 50.26 ± 0.93

Pesisr 116.40 ± 5.56f 132.91 ± 5.30ef 145.76 ± 4.87e 163.55 ± 5.86d 157.50 ± 6.21de 143.22 ± 2.49

Bobot Hidup PO 118.10 ± 5.56f 218.85 ± 6.64c 225.57 ± 6.64c 295.90 ± 8.79b 384.42 ± 6.64a 248.44 ± 3.10

(29)

17

Gambar 6 Panjang badan sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■)

Gambar 7 Tinggi badan sapi Pesisir (♦) dan sapi PO (■)

(30)

18

Gambar 9 Bobot hidup sapi Pesisir (♦) dan PO (■)

Ukuran morfometrik tubuh ternak dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan seleksi bibit. Untuk memperoleh bibit unggul dengan performa ukuran tubuh proporsional serta memenuhi persyaratan minimum Standar Nasional Indonesi (SNI) ternak harus memiliki kriteria yang telah ditentukan. Parameter acuan yang digunakan untuk penentuan bibit berdasarkan SNI adalah lingkar dada, tinggi pundak serta panjang badan.

Berdasarkan SNI 7651.6: 2015 persayaratan minimum kuantitatif bibit sapi Pesisir betina adalah seperti pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Persyaratan minimum kuantitatif sapi Pesisir betina

Sumber: SNI 7651.6: 2015

Berdasarkan hasil penelitian ini rataan tinggi pundak sapi Pesisir betina pada umur I1 (1.5 - 2 tahun) 93.43 ± 1.33 cm dan panjang badan 95.00 ± 1.94 cm serta lingkar dada berdasarkan pengukuran manual adalah 124.83 cm. Dengan demikian sapi Pesisir betina umur I1 (1.5 - 2 tahun) berada di atas persyaratan minimum yang ditetapkan oleh SNI.

(31)

19 36 bulan sedangkan panjang badan dan tinggi pundak tidak memenuhi persyaratan minimum. Hal ini ini dapat terjadi karena jika dilihat dari hasil penelitian ini bahwa sapi Pesisir telah mengalami pertumbuhan yang konstan sejak tingkatan umur I1. Hal ini lah yang menyebabkan pada tingkatan umur I2 (2 - 3 tahun) sapi Pesisir hasil penelitian ini tidak memenuhi standar minimum SNI.

Berdasarkan SNI 7356: 2008 persyaratan kuantitatif sapi bibit PO betina dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO betina

Umur (bulan) Parameter (cm) Kelas I Kelas II Kelas III sedangkan lingkar dada tidak dilakukan pengukuran pada penelitian ini. Berdasarkan SNI 7368:2008 sapi PO betina umur I1 (1.5 - 2 tahun) dari penelitian ini hanya tinggi pundak yang memenuhi persyaratan kuantitatif dan termasuk dalam kelas II (dua) sedangkan panjang badan tidak memenuhi persyaratan kuantitatif. Rataan tinggi pundak sapi PO pada tingkatan umur I2 (2 - 3 tahun) yaitu 116.88 cm dan panjang badan 104.45 cm sedangkan lingkar dada tidak dilakukan pengukuran. Sehingga berdasarkan SNI 7356 : 2008 persyaratan kuantitaif sapi PO betina pada tingkatan umur ≥24 bulan tidak memenuhi persyaratan SNI. Hal ini dapat terjadi jika dilihat hasil analisis pertumbuhan pada penelitian ini menunjukkan bahwa presentase pertumbuhan yang besar pada sapi PO masih terjadi hingga umur I3. Oleh sebab itu sebaiknya persyaratan kuantitatif bibit sapi PO betina sebaiknya ditetapkan pada umur I3.

(32)

20

Pendugaan Bobot Hidup

Pendugaan bobot hidup sapi Pesisir dan sapi PO berdasarkan luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dilakukan menggunakan metode citra digital. Prosedur pengambilan gambar dilakukan dengan pemotretan menggunakan kamera DLSR Nikon D3200. Pengambilan gambar dilakukan pada seluruh permukaan tubuh ternak dari bagian samping dan belakang dengan tongkat acuan yang berada dibagian samping ternak. Ternak ditempatkan pada area yang datar dan lurus untuk mendapatkan gambar yang proporsional. Luas permukaan tubuh sapi dihitung menggunakan software autocad 2007. Pengukuran dilakukan sesuai dengan batasan - batasan yang telah ditentukan pada masing - masing gambar tubuh sapi. Luas permukaan tubuh samping (LPTS) di ukur dengan melakukan penandaan garis batas pada software autocad mengikuti lekuk tubuh ternak (Gambar 10).

.

Gambar 10 Pengukuran luas permukaan tubuh samping (LPTS) dengan menggunakan software Autocad 2007

(33)

21

Gambar 11 Pengukuran luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dengan menggunakan software Autocad 2007

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil penelitian ini tersaji pada Tabel 8. Persamaan regresi linear berganda dengan kombinasi dua variabel bebas yaitu luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya menggunakan masing-masing satu variabel bebas saja.

Tabel 8 Persamaan regresi sederhana dan berganda untuk pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh dengan menggunakan metode pencitraan digital

LPTS = Luas Permukaan Tubuh Samping; LPTB = Luas Permukaan Tubuh Belakang; SE = Standar Eror; R2 = Koefisien Determinasi

Tabel 8 pada sapi Pesisir menunjukkan bahwa kombinasi dua variabel penduga yaitu luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) hanya mempengaruhi bobot hidup sapi sebesar R2 = 40.96 %. Jika dibandingkan dengan sapi PO R2 = 70.57 % maka pada sapi Pesisir hubungan antara luas permukan tubuh terhadap bobot tubuh sebenarnya sangat rendah. Saladin (1983) dan Putra et al. (2014) telah melakukan penelitian terhadap sapi Pesisir betina dan sapi Aceh melaporkan terdapat korelasi yang baik antara tinggi

(34)

22

pundak, panjang badan dan lingkar dada terhadap bobot hidup sapi R2 = 95.69 % (sapi Pesisir) dan R2 = 74 % (sapi Aceh). Zurahmah et al. (2011) menambahkan terdapat korelasi yang baik antara bobot tubuh sapi Bali jantan umur 1,5-2 tahun terhadap lingkar dada dan panjang badan R2 = 78.6 %. Prabowo et al. (2012) menjalaskan panjang badan memiliki korelasi yang baik terhadap bobot tubuh sapi Simental Peranakan Ongole (SimPO) jantan R2 = 80.8 %. Hal ini menggambarkan bahwa luas permukaan tubuh tidak memiliki korelasi yang erat dengan bobot hidup sapi Pesisir dibandingkan dengan ukuran linear tubuh seperti lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.

Nilai koefisien determinasi (R2) saja tidak dapat dijadikan acuan untuk menggambarkan tingkat akurasi suatu persamaan prediksi. Residual standard deviation (RSD) atau standard error (SE) dari suatu persamaan prediksi menunjukkan tingkat akurasi dari persamaan prediksi tersebut. Oleh karena itu validitas persamaan prediksi dapat ditentukan berdasarkan nilai R2 dan SE. Persamaan prediksi yang baik memiliki koefisien determinan yang tinggi serta dengan standar eror yang rendah. Sebagaimana pendapat Priyanto et al. (1997) menyatakan bahwa ketepatan prediksi komposisi karkas sapi (lemak dan otot) yang terbaik yaitu dengan nilai koefisien determinan yang tinggi dan nilai standar eror yang rendah, masing-masing memiliki nilai standar eror 1.83 % dan R2 = 73 % untuk lemak dan nilai standar eror 1.70 % dan R2 = 47 % untuk otot. Hal ini membuktikan bahwa prediksi bobot hidup pada ternak sapi perlu mempertimbangkan nilai standard error (SE) dan nilai koefisien determinan (R2) untuk mengetahui akurasi prediksi.

Nilai SE dari pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh pada sapi Pesisir masih cukup besar yaitu 25.54 kg atau 16.28 %. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat bias 25.54 kg atau 16.28 % terhadap rata-rata bobot hidup sapi Pesisir yang sebenarnya 156.82 kg. Sedangkan dibandingkan dari hasil penelitian Apriliyani (2007) yang menyatakan hanya terdapat bias 13.04 kg atau 4.34 % dari hasil pendugaan bobot hidup sapi persilangan berdasarkan ukuran linear tubuh yaitu lingkar dada, panjang badan dan lingkar pinggul terhadap rata-rata bobot hidup ternak sebenarnya 250-300 kg. Dengan demikian pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) pada sapi Pesisir tidak dapat digunakan sebagai indikator bobot hidup. Selain tidak terdapat hubungan yang erat antara luas permukaan tubuh dan bobot hidup juga ketepatan prediksi yang dihasilkan tidak akurat karena bias yang tinggi.

Tabel 8 pada sapi PO dari persamaan regresi linear berganda menggunakan kombinasi dua variabel penduga LPTS dan LPTB menunjukkan bahwa kombinasi luas permukaan tubuh bagian samping dan belakang memiliki hubungan yang paling tinggi terhadap bobot hidup sapi PO dengan nilai koefisien determinan R2 = 70.57 %. Dibandingkan hanya menggunakan masing-masing satu variabel penduga R2= 62.78 % (LPTS) dan R2= 62.29 % (LPTB). Hasil tersebut menggambarkan terdapat korelasi yang baik antara kombinasi LPTS dan LPTB terhadap bobot hidup ternak sebenarnya. Dengan demikian ketika terjadi perubahan bobot hidup (kg) sapi PO, maka 70.57 % disebabkan dari kombinasi perubahan variabel luas permukaan tubuh sapi (cm2) .

(35)

23 Ozkaya and Bozkurt (2009) menambahkan bobot tubuh ternak memiliki korelasi yang erat terhadap panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada R2 = 91.3% (Brown Swiss) dan R2 = 93.9 % (sapi Persilangan). Jika dibandingka hasil penelitian ini maka luas permukaan tubuh bagian samping dan belakang pada sapi PO memiliki korelasi lebih rendah terhadap bobot tubuh ternak jika dibandingkan dengan ukuran linear tubuh seperti lingkar dada, panjang badan serta tinggi pundak.

Berdasarkan Tabel 8 nilai SE pada sapi PO dari kombinasi dua variabel penduga yaitu luas permukaan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) yaitu 51.63 kg atau 16.42 %. Hal ini menunjukkan hasil pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh terdapat bias 51.63 kg atau 16.42 % terhadap rata-rata bobot hidup sapi PO sebenarnya yaitu 314.26 kg. Apriliyani (2007) melaporkan hanya terdapat bias 13.04 kg atau 4.34 % dari hasil pendugaan bobot hidup sapi persilangan berdasarkan ukuran linear tubuh yaitu lingkar dada, panjang badan dan lingkar pinggul terhadap rata-rata bobot hidup ternak sebenarnya 250-300 kg. Sehingga pendugaan bobot hidup berdasarkan luas permukaan tubuh ternak tidak dapat digunakan sebagai variabel prediktor untuk pendugaan bobot hidup pada sapi PO karena hasil prediksi yang diperoleh tidak akurat. Selain itu korelasi antara variabel penduga (LPTS dan LPTB) terhadap bobot tubuh ternak sebenarnya masih rendah dibandingkan dengan ukuran linear tubuh seperti lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.

Pendugaan bobot hidup sapi berdasarkan luas permukan tubuh samping (LPTS) dan luas permukaan tubuh belakang (LPTB) dengan menggunakan metode citra digital tidak dapat digunakan sebagai indikator bobot hidup. Karena korelasi yang terjadi antara bobot tubuh ternak terhadap variabel penduga (LPTS dan LPTB) masih rendah dan ketepatan prediksi yang dihasilkan tidak akurat. Sehingga metode ini memiliki kelemahan jika dibandingkan dengan metode yang biasanya digunakan yaitu dengan ukuran dimensi tubuh (lingkar dada, panjang badan serta tinggi badan).

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sapi Pesisir dengan kerangka tubuh kecil memiliki pertumbuhan lebih lambat dibandingkan sapi PO. Sapi Pesisir telah mengalami pertumbuhan konstan sejak tingkatan umur muda (I1) sedangkan pada sapi PO presentase pertumbuhan yang besar masih terjadi ketika sapi telah dewasa pada tingkatan umur (I3).

(36)

24

Saran

Diperlukan ketelitian yang mendetail untuk melakukan proses pengambilan gambar agar diperoleh hasil gambar yang proporsional. Untuk pengukuran morfometrik tubuh ternak dengan metode citra digital sebaiknya menggunakan software autocad karena lebih efektif dan efisien dibandingkan menggunakan software Corel Draw.

DAFTAR PUSTAKA

Adrial. 2010. Potensi Sapi pesisir dan upaya pengembangannya di Sumatera Barat. J Litbang Pertanian, 29 (2).

Afolayan R, Adeynika IA, Lakpini CAM. 2006. The estimation of live weight from body measurements in Yankasa sheep. Czech J Anim Sci 51:343-348. Apriliani ID. 2007. Penampilan produksi dan pendugaan bobot hidup berdasarkan

ukuran-ukuran linear tubuh sapi lokal dan sapi persilangan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Badriyah N. 2014. Kesesuaian rumus school terhadap bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO). J Eksakta. Vol. 2 No. 2.

Bambang SY. 2005. Sapi Potong. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia Nomor 7356:2008 tentang Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO). Jakarta (ID). [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia

Nomor 7651.6:2015 tentang Bibit Sapi Pesisir. Jakarta (ID).

Doho SR. 1994. Parameter fenotipik beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada domba Ekor Gemuk. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Field TG, Taylor RE. 2008. Scientific Farm Animal Production. Edisi ke-9. New Jersey (US) : Pearson Prentice Hall.

Isroli. 2001. Evaluasi terhadap pendugaan bobot badan domba Priyangan berdasarkan ukuran tubuh. J Ilmiah SAINTKES (Universitas Semarang). Vol. VIII No. 2 :90-94.

Jakaria. 2008. Keragaman genetik gen hormon pertumbuhan sapi Pesisir Sumatera Barat. [Disertasi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Laya NK. 2005. Kinerja produksi sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Bali di

Provinsi Gorontalo. [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Lawrence TLJ, Fowler VR. 2002. Growth of Farm Animals. Edisi ke-2. Oxon (UK) : CABI.

Littler B. 2007. Live beef cattle assessment [internet]. [diacu 21 September 2015]. Tersedia pada : http://www.dpi.nsw.gov.au/_data/assets/pdf_file/0008/ 148355/Live-beef- cattle-assessment.pdf.

(37)

25 McKiernan B. 2005. Frame scoring of beef cattle [internet]. [diacu 21 September 2015].Tersediapada:http://www.dpi.nsw.gov.au/agriculture/livestock/beef/a ppraisal/publications/frame-scoring.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor (ID) : IPB Press.

Negretti P, Bianconi G, Finzi A. 2007. Visual image analysis to estimate morphological and weight measurements in rabbits. World Rabbit Sci. 2007, 15;37-41.

Ozkaya S, Bozkurt Y. 2009. The accuracy of prediction of body weight from body measurements in beef cattle. Archiv Tlerzucht. 52 (4): 371-377.

Paputungan U, Hakim L, Ciptadi G, Lapitan HFN. 2013. The Estimation accuracy of live weight from metric body measurements in Ongole Grade cow. J Indonesian Trop Anim Agric. 38.

Philips CJC. 2001. Principles of Cattle Production. Biddles Ltd, Guildford and

King’s Lynn. England.

Prabowo S, Rusman, Panjono. 2012. Variabel penduga bobot karkas sapi Simental Peranakan Ongole jantan hidup. Buletin Petern Vol 36 (2) : 95-102.

Prasetia A. 2011. Studi ukuran dan bebtuk tubuh sapi Pesisir, sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole jantan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Priyanto R, Johnson ER, Taylor DG. 1997. Investigating into the accuracy of

prediction of beef carcass composition using subcutaneous fat thickness and carcass. I. Identifying Problems. Meat Science. 17:187-198.

Puspitaningrum D. 2009. Estimation of live weight based on body size dimension of Brahman Crossbred Cattle. [Thesis]. Malang (ID): Brawijaya University. Putra WPB. Sumadi dan Hartatik T. 2014. Pendugaan bobot badan pada sapi

Aceh dewasa menggunakan dimensi ukuran tubuh. JITP Vol. 3 No. 2. Saladin R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir

Selatan di Propinsi Sumatera Barat. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakteristik eksternak dan DNA Mikrosatelit sapi Pesisir Sumatera Barat. [Disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Udeh IPO. Akporhuarho and Onogbe CO. 2011. Phenotypic correlations among body measurements and physiological parameters in Muturu and Zebu cattle. Asian Research Publishing Network (ARPN) J of Agri and Biological Sci 6 (4):1-4.

Ulutas Z, Saatci M, A. Ozluturk. 2001. Prediction of body weight from body measurements in East Anatolian Red calves. J Agri College of Ataturk University 26:61-65.

(38)

26

Australian Commersial Cross. Bandung (ID) : Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Zurahmah N, The E. 2011. Pendugaan bobot badan calon pejantan sapi Bali menggunakan dimensi ukuran tubuh. Buletin Petern Vol.35 (3) : 160-164. Ziegler K. 2007. Nutrition and management: using frame size to predict growth

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Pauh Mudik pada tanggal 16 Juni 1991 sebagai anak sulung dari pasangan M. Syarif dan Elianrita, S.Pd. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Andalas, lulus pada tahun 2013. Penulis diterima di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2016.

Gambar

Gambar yang digunakan untuk melakukan pengukuran morfometrik pada
Gambar 4 Parameter pengukuran morfometrik tubuh ternak
Tabel 2  Karakteristik morfometrik tulang belakang sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital
Tabel 3  Karakteristik morfometrik komponen alat gerak depan sapi Pesisir dan PO betina dengan citra digital
+7

Referensi

Dokumen terkait

TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK – PRINGAPUS)..

Oleh sebab itu mengapa terjadi penurunan hasil sampai 100% pada kultivar sensitif suhu tinggi karena tidak terjadi transport karbohidrat ke dalam umbi, semuanya diurai kembali

Based on the research findings, the study comes to the following conclusions: Firstly , the study found three categories of obstacles that explain the Batam Polytechnic

guru. Evaluasi diri akan menjadi suatu bentuk self-awareness yang kuat, yang mendasari self-esteem dan self-efficacy dalam setiap diri guru sehingga akan terbentuk

Hasil statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan volume total urin kelompok furosemid dengan kelompok EnHPK dosis 100 mg/kg bb dengan nilai signifikansi

Segmentation in Cultural Heritage is fundamental in order to: (i) overcome the remarkable complexity of reality-based models by selectively simplifying the most suitable level of

Dalam rangka memenuhi tugas akhir perkuliahan yang berupa penyusunan skripsi dengan judul “ Pengaruh Disiplin dan Pengawasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan” , maka

(2) The Treffinger model is proved to be effective in improving the students’ ability in determining the main idea of paragraph in tenth grade (3 rd class of