• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan bulan September 2010. Lokasi penelitian adalah DAS Kali Bekasi bagian hulu terletak pada koordinat geografis 106°49’0” BT sampai 107°07’00” BT dan 06°26’00” LS sampai 06°41’00” LS. Sebagian besar kawasan hulu DAS Kali Bekasi berada di wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor (sepuluh kecamatan), sisanya berada di wilayah Kabupaten Bekasi (satu kecamatan) dan Kota Depok (satu kecamatan). Luas hulu DAS Kali Bekasi adalah 47.054,50 hektar dengan ketinggian berkisar antara 0 m dpl sampai 1.647 m dpl dengan batas hulu DAS di sebelah utara adalah DAS Kali Bekasi bagian tengah, batas sebelah timur adalah DAS Citarum, sedangkan batas sebelah selatan dan barat adalah DAS Ciliwung (Gambar 2).

(2)

3.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada tiga lokasi pengamatan berdasarkan ketinggian yang berbeda di dalam satuan wilayah kampung sebagai masyarakat pengelola bambu. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada pada ketinggian >700 m dpl, hulu DAS bagian tengah berada pada ketinggian 300-700 m dpl, dan hulu DAS bagian bawah berada pada ketinggian 0-300 m dpl. Penentuan lokasi pengamatan tersebut menggunakan peta DEM SRTM (Digital Elevation Model, Shuttle Radar Topography Mission). Pengambilan lokasi kampung selain mewakili lokasi hulu DAS bagian atas, tengah, dan bawah juga ditentukan berdasarkan keterjangkauan wilayah.

Lokasi pengamatan kampung yang mewakili ketinggian hulu DAS bagian atas adalah Kampung Cimandala yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan lokasi pengamatan kampung yang mewakili kawasan hulu DAS bagian tengah adalah Kampung Landeuh yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Untuk kawasan lokasi pengamatan kampung yang mewakili hulu DAS bagian bawah adalah Kampung Leuwijambe yang terletak di Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Batas DAS Kali Bekasi bagian hulu diperoleh melalui dijitasi peta analog DAS Kali Bekasi lembar A menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2. Ruang lingkup kawasan yang diteliti meliputi lanskap tegakan bambu baik berupa kebun bambu, talun bambu, maupun tegakan bambu sebagai tanaman pembatas atau pagar yang diamati dalam plot pengamatan. Ruang lingkup penelitian difokuskan pada pendistribusian pertanaman bambu di hulu DAS Kali Bekasi melalui interpretasi pola tutupan lahan dengan menggunakan citra ALOS AVNIR-2, menganalisis keanekaragaman jenis tegakan bambu dan tegakan non-bambu serta potensi biomassanya, serta mengidentifikasi bentuk pengelolaan bambu dan pemanfaatannya yang telah diterapkan oleh petani maupun masyarakat lokal setempat.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peta rupabumi Indonesia berskala 1:25.000 lembar 141 (Ciawi), 142 (Cisarua),

(3)

1209-143 (Bogor), dan 1209-144 (Tajur), citra ALOS AVNIR-2 (A D1113730 0 1B2 17 Juli 2009) resolusi 10 m, dan DEM SRTM resolusi 90 m. Adapun alat yang digunakan antara lain GPS, DBH meter, kamera, lembar panduan wawancara, dan perangkat lunak pengolah peta seperti ERDAS IMAGINE 9.1, ArcView 3.2, dan ArcGIS 9.3.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian di lapangan dipandu dengan rincian jenis data, sumber data, dan kegunaannya (Tabel 2). Hal Tersebut memudahkan dalam pengumpulan data.

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Studi

Jenis Data

Indikator

Pengamatan Unit Sumber Data

Metode Analisis Biofisik

fisik

Jenis dan luas tutupan lahan kawasan serta distribusi bambu

ha Citra ALOS AVNIR-2 resolusi 10x10 m (JAXA)

Analisis citra klasifikasi tutupan lahan Tipe iklim, jenis

tanah, hidrologi

- BP DAS Ciliwung-Cisadane

Analisis deskriptif

Curah hujan mm BMKG Analisis

deskriptif Ketinggian wilayah m DEM SRTM resolusi 90x90m (http://seamless.usgs.gov/) Analisis topografi vegetasi Diameter setinggi dada (DBH) bambu dan non-bambu

cm Pengukuran di lapangan (metode jalur dan metode petak bergaris) Indeks biomassa bambu dan pohon Keragaman jenis dan jumlan bambu dan pohon

(buluh) Observasi, wawancara Indeks keragaman Shannon’s-Wienner Jenis tumbuhan bawah - Observasi di lapangan (metode jalur dan metode petak bergaris) Analisis deskriptif Sosial Sosial-ekonomi

Luas wilayah km2 BPS, potensi desa Analisis deskriptif Jumlah penduduk jiwa BPS, potensi desa Analisis

deskriptif Tingkat pendidikan, mata pencaharian, aktivitas pariwisata - BPS, BP DAS Ciliwung-Cisadane Analisis deskriptif

(4)

Lanjutan Tabel 2

Jenis Data

Indikator

Pengamatan Unit Sumber Data

Metode Analisis Pengeta-huan ekologi lokal Aspek kepemilikan, nilai penting, pengelolaan, dan tingkat pengetahuan ekologi lokal - Wawancara dengan informan kunci Analisis deskriptif pengetahuan ekologi lokal

3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Observasi Tanaman

Pengumpulan data jumlah dan jenis tegakan bambu maupun non-bambu di lokasi pengamatan dilakukan dengan membuat plot dengan menerapkan metode kombinasi, yaitu menggabungkan antara metode jalur dan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006). Terdapat tiga plot ulangan di dalam satu lokasi pengamatan baik itu di hulu DAS bagian atas, tengah, maupun bawah. Plot ditentukan secara purposive acak di dalam kebun campuran yang di dalamnya terdapat pertanaman bambu maupun di dalam lahan yang bukan kebun campuran namun di dalamnya juga terdapat tegakan bambu. Dalam pelaksanaan di lapangan, metode jalur digunakan untuk melakukan observasi jenis tegakan bambu maupun tegakan non-bambu dalam plot pengamatan. Dalam metode jalur dibuat jalur-jalur dengan jarak 10 m yang dibuat sejauh 50 m (Gambar 3).

Observasi pada tegakan bambu dilakukan dengan menganalisis jumlah dan jenis bambu serta mengukur diameter bambu setinggi dada atau DBH (diameter at breast heigh). Sedangkan pada tegakan non-bambu dilakukan dengan menganalisis jumlah dan jenis tegakan pohon yang tumbuh di sekitar bambu serta mengukur DBH pohon yang memiliki diameter >2 cm. Pengukuran DBH dilakukan untuk menghitung indeks biomassa dalam rangka mengetahui potensi pertumbuhannya baik tegakan bambu maupun non-bambu. Untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan bawah yang terdapat dalam masing-masing jalur digunakan metode garis berpetak. Metode ini dilakukan dengan membuat petak-petak kecil berukuran 2 m x 2 m di dalam petak-petak berukuran 10 m x 10 m sejauh jalur pengamatan (50 m).

(5)

Gambar 3. Bentuk dan Ukuran Jalur Pengamatan Bambu, Non-bambu, dan Tumbuhan Bawah

3.5.2 Wawancara

Wawancara dilakukan secara terfokus (focused interviews) dengan metode wawancara semi terstruktur (semi-structured) dan menerapkan metode the knowledge based-systems methodology atau sistem berbasis pengetahuan (SBP) untuk mengumpulkan data pengetahuan lokal berbasis ekologi (Walker et al., 1997; Sinclair dan Walker, 1999; Mulyoutami et al., 2009). Penerapan metode ini dilakukan dengan memilih informan kunci (key informant) yang memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan tegakan bambu, serta bersedia dan kooperatif untuk diwawancara. Dalam penelitian ini, jumlah informan kunci yang dipilih adalah sebanyak sembilan orang. Informan kunci yang dipilih merupakan petani maupun masyarakat lokal yang merupakan pemilik kebun bambu atau tegakan bambu, atau petani maupun masyarakat lokal yang mengelola kebun bambu serta memanfaatkan bambu yang tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka

Kegiatan wawancara dilakukan dengan disertai kegiatan observasi di lapangan. Hal ini dilakukan sebagai rangkaian kegiatan yang saling terintegrasi dalam aktivitas wawancara. Panduan pertanyaan dalam wawancara meliputi empat aspek pertanyaan terkait kepemilikan, nilai penting tanaman, pengelolaan, dan pengetahuan ekologi lokal (Tabel 3). Untuk aspek kepemilikan lahan, baik berupa kebun bambu atau talun bambu maupun tegakan bambu sebagai tanaman pembatas pertanyaan yang diajukan meliputi lama tinggal dan luasan kebun bambu atau talun bambu yang dimiliki atau dikelola. Selanjutnya pertanyaan mengenai aspek nilai penting dari keberadaan tegakan bambu meliputi pemahaman responden tentang manfaat bambu, baik itu manfaat ekologis bambu bagi lingkungan maupun manfaat sosial bambu bagi masyarakat sekitar.

2

1 3

4

5

 Arah jalur pengamatan 50 m

10 m

10 m 2 m 2 m

(6)

Untuk aspek pengelolaan dari tegakan bambu tersebut juga menjadi pertanyaan penting untuk digali terkait pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan, frekuensi pengelolaan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan tersebut. Sedangkan untuk aspek tingkat pengetahuan lokal dalam pengelolaan bambu terkait dengan praktek-praktek yang diterapkan dalam mengelola bambu yang terkait dengan aspek ekologis serta sumber dari pengetahuan yang diterapkan tersebut, apakah merupakan introduksi dari luar atau merupakan warisan pengetahuan.

Tabel 3. Aspek Dalam Menggali Pengetahuan Ekologi Lokal Bambu No. Aspek Yang Diamati Daftar Pertanyaan

1. Kepemilikan 1. Berapa lama anda tinggal di sini?

2. Ada berapa generasi yang telah tinggal di sini?

3. Apakah anda memiliki kebun bambu/kebon awi/tegakan bambu?

4. Jika iya, berapa luasan kebon awi/tegakan bambu yang anda miliki? Jika tidak, siapa pemilik kebon awi/tegakan bambu ini? 2. Nilai penting 1. Apa persepsi anda tentang kebon

awi/tegakan bambu yang anda miliki/kelola?

2. Menurut anda, nilai penting apa saja yang dimiliki dengan adanya kebon awi/tegakan bambu?

3. Menurut anda, apa peran kebon awi/tegakan bambu bagi lingkungan, masyarakat, sumber pendapatan (dalam rupiah, jika ada)?

3. Pengelolaan 1. Siapa yang melakukan kegiatan

pengelolaan terhadap kebon awi/tegakan bambu ini?

2. Apakah anda melakukan kegiatan pengelolaan kebon awi/tegakan bambu? Jika iya, bagaimana anda mengelola kebon awi/tegakan bambu ini?

3. Berapa sering (frekuensi) kebon

awi/tegakan bambu ini dikelola (dipanen, dimanfaatkan, dll)?

4. Berapa biaya yang dibutuhkan dalam mengelola kebon awi/tegakan bambu ini (sebulan/setahun/semusim panen)?

(7)

Lanjutan Tabel 3

No. Aspek Yang Diamati Daftar Pertanyaan 4. Tingkat pengetahuan

ekologi lokal atau tradisional

1. Adakah nilai pengetahuan lokal yang diterapkan dalam mengelola kebon awi/tegakan bambu? Jika ada, sebutkan bentuk-bentuk pengelolaan yang diterapkan.

2. Darimanakah asal pengetahuan lokal pengelolaan kebon awi/tegakan bambu tersebut? Apakah pengetahuan tersebut diwariskan/diturunkan?

3. Apakah pengetahuan yang diterapkan di tempat ini mendapat introduksi dari luar (kombinasi pengetahuan tradisional dengan pengetahuan modern)? Atau merupakan pengetahuan asli?

4. Apakah ada kegiatan penyuluhan atau pembinaan (pemerintah/swasta) terkait dengan kegiatan pengelolaan kebon awi/tegakan bambu?

Sumber: Walker et al. (1997), Sinclair dan Walker (1999), Mulyoutami (2009), dengan modifikasi

3.5.3 Penelusuran Literatur

Teknik pengumpulan data dengan melakukan studi literatur terkait tentang pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian seperti data kondisi biofisik dan sosial kawasan hulu DAS Kali Bekasi. Pengumpulan data statistika yang terkait dengan kondisi biofisik dan sosial kawasan hulu DAS Kali Bekasi diperoleh melalui pustaka yang diterbitkan oleh BP DAS Ciliwung-Cisadane, BPS Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok, maupun profil desa. Data iklim di sekitar kawasan hulu DAS diperoleh melalui Stasiun Klimatologi milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Darmaga. Data spasial meliputi peta tematik jenis tanah, sungai, maupun iklim diperoleh dari BPDAS Ciliwung-Cisadane. Data citra ALOS AVNIR-2 dengan resolusi spasial 10 m diperoleh dari badan antariksa Jepang JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Sedangkan data ketinggian kawasan penelitian menggunakan data DEM SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission) milik NGA (National Geospatial-Intelligence Agency)dan NASA (National Aeronautics and Space Administration) dengan resolusi spasial 90 m diunduh dari laman pusat data USGS (U.S. Geological Survey) EROS pada alamat http://seamless.usgs.gov/.

(8)

3.6 Metode Analisis

3.6.1 Analisis Citra Klasifikasi Tutupan Lahan

Dalam melakukan analisis citra, data satelit image yang digunakan adalah ALOS AVNIR-2 yang diambil pada tanggal 17 Juli 2009 menggunakan resolusi spasial 10 m. Kombinasi band yang digunakan adalah kombinasi band 3-2-1. Seluruh proses analisis citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9 dengan melewati beberapa proses kegiatan yang terdiri dari tahap persiapan (pra-proses) yang meliputi kegiatan koreksi geometrik (georeference) dan proses memotong image (subset image) (Gambar 4). Tahap selanjutnya adalah proses analisis yang dimulai dengan ground truthing terhadap image yang telah dikoreksi dan di potong. Tahapan ini kemudian dilanjutkan dengan membuat training area dengan pembuatan AOI (area of interest) dan melakukan klasifikasi terbimbing (supervised classification) menggunakan metode peluang maksimum atau maximum likelihood method.

Pendugaan terhadap tingkat akurasi atau accuracy assessment dilakukan pada tahap akhir kegiatan. Pendugaan tingkat akurasi menggunakan overall accuracy dan akurasi Kappa. Setelah peta tutupan lahan dihasilkan, untuk mengetahui distribusi bambu dan luasannya di hulu DAS bagian atas, tengah, maupun bawah selanjutnya dilakukan proses tumpang susun (overlay) antara peta tutupan lahan bambu dengan peta kelas ketinggian hulu DAS dengan membuat tiga kelas ketinggian yaitu ketinggian 0-300 m dpl, 300-700 m dpl, dan >700 m dpl. Proses ini diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 dan selanjutnya dihasilkan peta sebaran luas tutupan lahan bambu untuk masing-masing lokasi berdasarkan ketinggian hulu DAS bagian atas, tengah, dan bawah. Berikut dijelaskan secara rinci mengenai masing-masing tahapan yang dilakukan dalam proses analisis citra klasifikasi tutupan lahan.

(9)

Gambar 4. Proses Pengolahan Citra ALOS AVNIR-2

3.6.1.1Koreksi geometrik

Menurut Jaya (2010), koreksi geometrik merupakan proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Pertimbangan dilakukannya koreksi geometri ini antara lain bertujuan untuk:

1. Membandingkan dua citra atau lebih untuk lokasi tertentu, 2. Membangun SIG dan melakukan permodelan spasial,

3. Meletakkan lokasi-lokasi pengambilan training area sebelum melakukan klasifikasi,

4. Membuat peta dengan skala yang teliti,

5. Melakukan overlay citra dengan data spasial lainnya,

6. Membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang berbeda,

PRAPROSES Citra ALOS AVNIR-2

Georeference

Citra ALOS AVNIR-2

terkoreksi

Penentuan training area

Peta tutupan lahan Supervised classification (Maximum Likelihood Method) Ground truthing

PROSES

Subset image

Accuracy assessment AOI

(10)

7. Membuat mozaik citra, dan

8. Melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat.

Tahapan georeference ini dilakukan dengan memproyeksikan citra dengan menggunakan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) WGS 84 dengan zona UTM 48S. Keseluruhan proses dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1.

3.6.1.2Memotong Image (Subset Image)

Proses memotong image suatu citra dengan menggunakan ERDAS disebut dengan subset image. Setelah citra dikoreksi dilanjutkan dengan melakukan pemotongan citra (subset image) sesuai lokasi studi yaitu hulu DAS Kali Bekasi. Pemotongan citra menggunakan peta deliniasi DAS bagian hulu diperoleh dari BPDAS Ciliwung-Citarum yang didijitasi ulang dan disimpan dalam format .aoi file. Proses pemotongan citra dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 dilakukan dengan menggunakan menu DATAPREP-SUBSET IMAGE. Setelah proses subset selesai, maka citra siap dianalisis (Gambar 5).

Gambar 5. Proses Pemotongan Citra ALOS AVNIR-2

3.6.1.3Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervised classification). Kriteria pengelompokan kelas

(11)

ditetapkan berdasarkan penciri kelas atau class signature yang diperoleh analis melalui pengamatan area contoh atau training area. Penciri kelas ini merupakan suatu set data yang diperoleh dari suatu training area, ruang fitur (feature space), dan klaster. Penciri kelas diperlukan dalam proses klasifikasi. Penciri kelas dapat berupa penciri kelas parametrik dan penciri kelas non-parametrik. Dalam penciri kelas parametrik didasarkan pada parameter-parameter statistik seperti jumlah band/kanal dalam citra input, nilai minimum dan maksimum masing-masing band dari suatu contoh training area atau klaster, nilai rata-rata masing-masing band pada masing-masing kelas atau klaster, nilai ragam-peragam dari suatu kelas atau klaster, dan jumlah piksel dalam setiap klaster.

Dalam penciri non-parametrik penciri kelas berdasarkan pada area of interest (AOI) yang dibuat pada gambar feature space untuk citra yang akan diklasifikasi. Metode non-parametrik menggunakan penciri kelas non-parametrik untuk mengelompokkan pikselnya ke dalam suatu kelas berdasarkan lokasinya, baik di dalam maupun di luar area feature space. Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peluang maksimum (maximum likelihood classifier) dengan menggunakan penciri non-parametrik AOI. Dalam penelitian ini penciri kelas yang dibuat adalah sebanyak sepuluh kelas dengan masing-masing penciri kelas dibuat sebanyak 4-5 training area secara merata pada seluruh kawasan. Jenis-jenis penciri kelas yang dibuat antara lain tanah terbuka (bare land), semak (shrub and bush), sawah (paddy field), ladang (dry land agriculture), kebun (mix garden), hutan (forest), badan air (water bodies), area terbangun (built area), awan (cloud and shade), serta interpretasi tegakan bambu (bamboo stands)

3.6.1.4Pendugaan Tingkat Akurasi (Accuracy Assessment)

Pendugaan terhadap tingkat akurasi digunakan untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil klasifikasi yang telah dilakukan. Pendugaan tingkat akurasi dapat menggunakan titik-titik hasil ground truthing di lapangan. Dengan menggunakan ERDAS, pendugaan akurasi dapat dilakukan dengan membuat tiga bentuk laporan yaitu matriks yang secara sederhana membandingkan kelas acuan dengan kelas hasil dalam matriks c x c, laporan total akurasi yang dihitung secara statistik, dan Kappa statistik. Menurut Jaya (2010), secara konvensional tingkat akurasi dapat

(12)

diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang diklasifikasi. Akurasi tersebut sering disebut dengan overall accuracy atau akurasi umum. Namun, akurasi ini jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matriks kontingensi. Akurasi yang dianjurkan adalah akurasi Kappa. Penelitian ini menggunakan akurasi Kappa dengan ekstensi Jaya’s Kappa & Dendogram V 1.2 pada ArcView 3.2. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matriks. Persamaan matematis dari akurasi Kappa adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-I dan kolom ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

N = banyaknya piksel dalam contoh

3.6.2 Analisis Indeks Biomassa

Biomassa merupakan berat bahan organik per unit area yang ada dalam beberapa komponen ekosistem pada waktu tertentu. Pengukuran terhadap biomassa dilakukan dengan melakukan pengukuran DBH. Pengukuran DBH bambu maupun DBH pohon dilakukan dengan cara mengukur diameter pohon pada ketinggian 1.3 m di atas tanah atau sekitar setinggi dada. Selanjutnya, dari pengukuran DBH dapat diduga biomassanya.

3.6.2.1Indeks Biomassa Tegakan Bambu

Perhitungan indeks biomassa bambu dapat dibedakan menurut usia kemunculan buluh bambu muda (rebung), yaitu indeks biomassa pada bambu yang berusia di atas satu tahun atau lebih (1-year-old and older culms) dan indeks biomassa bambu yang berusia kurang dari satu tahun (current year emerged-culm) (Saroinsong, 2007). Dalam penelitian ini, pengukuran indeks biomassa yang digunakan adalah indeks biomassa bambu yang berusia satu tahun atau lebih dengan asumsi bahwa plot-plot bambu yang dipilih merupakan plot bambu yang permanen yang sudah lama dibudidayakan dan dikelola secara aktif. Indeks

K=∑ ∑    1   1 2–∑

100%

(13)

biomassa bambu dapat dihitung dengan melihat hubungan antara DBH buluh dengan total berat kering bambu yang berasal dari buluh (culms), cabang (branches), dan daun (leaves). Persamaan indeks biomassa bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengikuti persamaan indeks biomassa yang digunakan Saroinsong (2007) sebagai berikut:

Keterangan:

D= Diameter setinggi dada (DBH) BB= Indeks biomassa cabang

BC=Indeks biomassa buluh

BL= Indeks biomassa daun

3.6.2.1 Indeks Biomassa Tegakan Pohon

Indeks biomassa pohon didefinisikan sebagai jumlah total dari total bahan organik yang terdapat di atas tanah atau berat kering dalam ton per unit area (Brown, 1997). Persamaan dalam menentukan volume pohon (biomassa) dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan Brown (1997) adalah:

Keterangan: Y = biomassa

D = diameter setinggi dada (cm)

a,b = konstanta untuk daerah tropis lembab, dengan a=0,11 dan b=2,53

3.6.3 Analisis Indeks Keanekaragaman Shannon’s-Wienner

Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk

BC=0,09103(D2)1,1286

BB=0,04469(D2)0,7569

BL=0,00122(D2)1,0064

(14)

menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas (Soegianto, 1994). Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika disusun oleh banyak spesies. Untuk mengetahui keanekaragaman spesies baik itu keanekaragaman spesies bambu dan non-bambu digunakan perhitungan dengan menggunakan indeks keragaman Shannon-Wienner (Odum, 1993; Soegianto, 1994).

Keterangan:

H’= Indeks keanekaragaman Shannon’s pi = proporsi spesies ke-i dalam komunitas

3.6.4 Analisis Deskriptif Pengetahuan Ekologi Lokal

Pengukuran terhadap pengetahuan ekologi lokal dilakukan dengan mengadaptasi metode yang disampaikan oleh Walker et al. (1997), Sinclair dan Walker, (1999), dan Mulyoutami (2009) yaitu metode sistem berbasis pengetahuan (the knowledge based-sistem methodology). Di dalam penerapan metode ini dilakukan pemilihan individu sebagai informan kunci (key informant). Setelah informan kunci terpilih, kemudian dilakukan wawancara. Selanjutnya, untuk mendapatkan data mengenai keragaman spesies yang ada, maka dilakukan observasi langsung dengan mengidentifikasi jenis-jenis tanaman yang ditemui baik itu untuk jenis bambu maupun non-bambu serta wawancara untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan ekologi lokal yang diterapkan petani maupun masyarakat dalam kegiatan pengelolaan.

Analisis dilakukan secara deskriptif berdasarkan daftar pertanyaan terhadap berbagai aspek yang terkait tentang pengetahuan lokal, seperti tentang latar belakang pemilik dan kepemilikan terhadap tegakan bambu yang dimiliki atau dikelola, nilai penting dari adanya tegakan bambu, pengelolaannya, serta bagaimana tingkat pengetahuan pemilik atau pengelola dalam mengelola tegakan bambu secara ekologi (LEK). Selain melakukan observasi pada jenis tegakan

H′   pi log pi 

(15)

bambu, juga dilakukan observasi pada jenis tegakan non-bambu yang tumbuh di sekitar bambu, serta tumbuhan bawah yang terdapat di dalam plot pengamatan. Analisis terhadap bambu, non-bambu, serta tumbuhan bawah dilakukan untuk mengetahui ragam jenis tanaman tersebut.

3.7 Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel, foto, maupun diagram untuk menampilkan data-data hasil olahan dari literatur, survei lapangan, maupun wawancara. Selain itu terdapat juga penyajian data dalam bentuk peta hasil olahan citra untuk menunjukkan pola tutupan lahan di hulu DAS Kali Bekasi dan sebaran bambu. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi empat tahap utama mulai dari tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan klasifikasi data, tahap analisis data, dan tahap sintesis (Gambar 6). Detil tahap kegiatan dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Meliputi kegiatan perumusan permasalahan dan menentukan lokasi studi. Perumusan permasalahan yang terjadi merupakan kondisi dan peran penting hulu DAS Kali Bekasi bagi lingkungan sekitar terutama bagi daerah hilir;

2. Tahap pengumpulan data dan klasifikasi data

Meliputi kegiatan pengumpulan data biofisik, dan data sosial baik yang diperoleh secara langsung maupun melalui penelusuran literatur. Data biofisik seperti pola tutupan lahan, jenis vegatasi, dan potensi pertumbuhan tegakan. Sedangkan data sosial seperti bentuk pengelolaan yang berbasis pengetahuan lokal yang diterapkan;

3. Tahap analisis data

Terdiri dari beberapa kegiatan analisis yaitu menghitung indeks keragaman baik untuk jenis bambu maupun non-bambu, indeks biomassa, menganalisis citra untuk mengetahui pola tutupan lahan serta distribusi tegakan bambu, serta menganalisis secara deskriptif bentuk pengelolaan tegakan bambu berdasarkan pengetahuan ekologi lokal;

(16)

4. Sintesis

Berupa rekomendasi pengelolaan berdasarkan hasil analisis pada lanskap tegakan bambu secara berkelanjutan.

Gambar 6. Kerangka Kerja Penelitian PERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA DAN KLASIFIKASI DATA

SINTESIS ANALISIS

Sosial Biofisik:

Rekomendasi Pengelolaan

Lanskap Tegakan Bambu yang Berkelanjutan di Hulu DAS bagian Atas-Tengah-Bawah

Peta Tutupan Lahan dan Distribusi Bambu

Indeks Keragaman Jenis Bambu dan

Non-bambu Pengelolaan dan Pemanfaatan Berbasis Pengetahuan Ekologi Lokal Indeks Biomassa Bambu dan Non-bambu Keanekaragaman Jenis Bambu dan Non-bambu Bentuk Pengelolaan dan Pemanfaatan Tutupan Lahan Potensi Biomassa Bambu dan Non-bambu

Pengelolaan Lanskap Tegakan Bambu Berbasis pada Konservasi Keragaman Jenis Tanaman dan

Pengetahuan Ekologi Lokal

Analisis

Klasifikasi Tuplah Analisis LEK

Analisis

Shannon’s Index

Analisis Indeks Biomassa

Penting Untuk Mengetahui Ekosistem Lanskap Tegakan Bambu Hulu DAS bagian Atas – Tengah – Bawah

Potensi dan Permasalahan di Hulu DAS Kali Bekasi

Isu Keanekaragaman Jenis Bambu yang Dikhawatirkan Menurun

(17)

3.8 Batasan Istilah Penelitian

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Tegakan Bambu: Sekumpulan tanaman dari jenis bambu (rumpun bambu) yang masih dapat berdiri (hidup).

2. Tegakan Non-bambu: Sekumpulan tanaman dari jenis selain bambu yang masih berdiri tegak (hidup) yang terdapat di sekitar tegakan bambu.

3. Lanskap Tegakan Bambu: Suatu bentang alam dengan unsur pembentuk utama berupa sekumpulan tanaman bambu (rumpun) dan tanaman jenis lainnya yang bercampur serta unsur-unsur pembentuk lanskap lainnya baik yang bersifat biofisik maupun sosial.

4. Tumbuhan bawah: Jenis tanaman yang tumbuh di bawah tegakan bambu maupun tegakan non-bambu baik dari jenis rumput-rumputan, herba, perdu, atau semak yang berfungsi sebagai tanaman penutup tanah di dalam suatu lanskap tegakan bambu.

5. Daerah Aliran Sungai (DAS): suatu wilayah daratan yang menerima hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu sungai utama ke laut atau danau dimana satu wilayah DAS dipisahkan dari wilayah DAS lainnya oleh pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan gunung (BP DAS Ciliwung-Cisadane, 2007).

6. Keanekaragaman Hayati: Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan keanekaragaman mahluk hidup yang ada baik itu hewan maupun tumbuhan termasuk wilayah habitatnya.

7. Pengetahuan Ekologi Lokal (LEK): Ilmu pengetahuan yang meliputi pengalaman dan kepercayaan tentang hubungan antara jasad hidup (termasuk manusia) dan lingkungannya yang diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan secara intensif dan interaksinya dengan ekosistem lokal.

8. Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan: Upaya manusia dalam mengubah, mengatur, dan menata ekosistem atau lanskap agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya atau keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan energi.

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Hulu DAS Kali Bekasi
Gambar 3. Bentuk dan Ukuran Jalur Pengamatan Bambu, Non-bambu, dan            Tumbuhan Bawah
Gambar 4. Proses Pengolahan Citra ALOS AVNIR-2
Gambar 5. Proses Pemotongan Citra ALOS AVNIR-2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dua. Ibadah, menghidupkan rasa ketauhidan dalam hati dan menetapkan dalam jiwa dengan arti hubungan antara makhluk dengan khaliqnya. Janji baik dan janji buruk, janji baik

Paling tidak terdapat tiga macam bentuk pengendalian konflik, yakni : 1) Konsiliasi, iaitu pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu

Dari hasil penelitian disimpulkan disimpulkan bahwa pola peresepan dan rasionalitas pengobatan bagi pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak sudah

Rancangan layar ini dibuat sebagai layar beranda pada admin dimana di layar ini ada terdapat pilihan menu yang di fasilitasi untuk admin dapat melihat segala

menjelaskan keadaan erapan di mana pada tahap awal padatan memiliki afinitas yang tinggi terhadap zat terlarut. Apabila tapak-tapak erapan tersebut telah ditempati,

tidak cukup didalam satu silinder karena katup atau gasket bocor, atau cincin torak yang macet atau patah. Penemuan dari penyebab yang tepat dan perbaikannya sangat penting

Sebagai contoh UU yang isinya memuat penetapan (UU yang bersifat formil saja tapi materinya tidak mengikat seluruh penduduk), Keputusan Presidan, Keputusan Menteri. Ada

Tujuan dari kegiatan perawatan peralatan mekanik Unit Sementasi adalah memperoleh kondisi peralatan mekanik yang maksimal dengan pertimbangan masa operasi peralatan yang