• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Dewan K3 Nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan tata ruang, peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran, keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).

Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur yang memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian resiko dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan tidak aman, meliputi : 1. Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi

berbahaya, lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan. 2. Membuat prosedur keamanan.

3. Menindaklanjuti program kesehatan untuk pembelian dan pemasangan peralatan baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya.

4. Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada. 5. Pelatihan K3 untuk semua level manajemen.

6. Rapat bulanan P2K3

7. Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3 seperti alat pelindung diri, standar keselamatan yang baru.

(2)

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semaunya. Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya. Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain (Ramli, 2010).

Efektifitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat tergantung kepada komitmen dan keterlibatan semua pekerja. Keterlibatan pekerja akan meningkatkan produktivitas. Beberapa kegiatan yang harus melibatkan pekerja antara lain (Nasution, 2005) :

1. Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan rekomendasi bagi perbaikan.

2. Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum. 3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.

4. Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.

Unsur-unsur program keselamatan dan kesehatan kerja yang terpenting adalah pernyataan dan kebijakan perusahaan, organisasi dan personil, menjaga kondisi kerja untuk memenuhi syarat-syarat keselamatan, membuat laporan dan analisis penyebab kecelakaan dan menyediakan fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (Nasution, 2005).

(3)

AOMA (American Occupational Medical Assosiation) dalam Soehatman Ramli (2010) membagi komponen penting dari program K3, yaitu :

I. Komponen Pokok, meliputi:

1. Pemerikasaan Kesehatan Pekerja

a. Pre-placement yaitu pemeriksaan kesehatan atau status kesehatan termasuk penilaian emosional, untuk memberikan rekomendasi pada manajemen mengenai kemampuan seorang pekerja untuk dapat melakukan pekerjaannya secara aman tanpa membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja dan orang lainnya. Dalam memberikan rekomendasi tersebut ada beberapa faktor yang diperhatikan yaitu riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan, penilaian terhadap fisik dan alat-alat tubuh, apakah tidak akan terpengaruh oleh pekerjaannya, evaluasi dari macam kerja yang akan diberikan.

b. Pemeriksaan kesehatan berkala yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan pekerja yang mempunyai efek buruk terhadap kesehatannya. c. Pemeriksaan kesehatan setelah pekerja menderita sakit atau kecelakaan. d. Pemerikasaan kesehatan pada waktu pensiun atau berhenti bekerja yang

bertujuan untuk mengetahui apakah ada gangguan kesehatan akibat kerja. 2. Diagnosa dan pengobatan atau kecelakaan akibat kerja, termasuk rehabilitasinya. 3. Pengobatan darurat dan pengobatan atas kecelakaan yang bukan akibat kerja. 4. Pendidikan terhadap pekerja akan potensial occupational/hazard dan tindakan

pencegahan dan pengetahuan akan bahaya terhadap kesehatan.

(4)

6. Inspeksi berkala dan evaluasi atas lingkungan kerja untuk mengetahui apakah ada kemungkinan berbahaya terhadap kesehatan serta pencegahannya.

7. Pemeriksaan atau studi terhadap bahan kimia yang dipergunakan yang belum mendapat pemeriksaan secara toksikologis.

8. Studi epidemiologik untuk mengevaluasi dampak daripada lingkungan kerja. 9. Pemerikasaan occupational health records.

10. Imunisasi terhadap penyakit infeksi.

11. Ikut serta dalam penentuan dan evaluasi dari ansuransi pekerja.

12. Keikutsertaan dalam program peraturan dari perusahaan yang berhubungan dengan kesehatan.

13. Mengevaluasi secara periodik efektivitas program kesehatan kerja yang ada.

II. Komponen Pilihan, meliputi:

1. Penyediaan tempat pengobatan (klinik) untuk hal-hal yang sifatnya minor dan non occupational.

2. Pengobatan yang berulang-ulang dan kondisi non occupational yang diberikan oleh dokter pribadi seperti fisioterapis, suntikan yang rutin, dapat disediakan/diadakan demi mencegah hilangnya waktu kerja dan tentunya menurunkan biaya dari pekerja itu sendiri.

3. Program bantuan terhadap pekerja bertujuan untuk membantu memecahkan masalah atau keadaan yang ada hubungannya dan dapat mempengaruhi kesehatan/kesejahteraan serta pekerjaan.

(5)

5. Bantuan terhadap pimpinan perusahaan dalam mengontrol absen kerja oleh karena sakit.

6. Program keadaan darurat di tempat kerja, termasuk koordinasi dengan bagian yang penting di luar perusahaan.

Program keselamatan dan kesehatan kerja akan memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menciptakan situasi kerja yang aman, tenteram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif. Melalui program keselamatan dan kesehatan kerja, terjadinya kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerjanya (Siregar, 2005).

Heinrich menyatakan prinsip dasar dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang perlu diterapkan dalam upaya pencegahan kecelakaan, yaitu :

1. Melakukan usaha inspeksi keselamatan kerja untuk mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang tidak aman.

2. Mengadakan usaha pendidikan dan pelatihan para pekerja untuk meningkatkan pengetahuan pekerja akan tugasnya sehari-hari dan cara kerja yang aman.

3. Membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja yang harus ditaati oleh semua pekerja.

4. Pembinaan displin dan ketaatan terhadap semua peraturan di bidang keselamatan kerja.

(6)

2.1.1 Tujuan dan Sasaran Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah mempercepat proses gerakan nasional K3 dalam upaya memberdayakan keselamatan dan kesehatan kerja guna mencapai kecelakaan nihil.

Sasaran dari program keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :

1. Meningkatkan pengertian, kesadaran, pemahaman dan penghayatan K3 semua unsur pimpinan dan pekerja pada sutau perusahaan.

2. Meningkatkan fungsi manajemen K3 atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Mendorong terbentuknya manajemen K3 pada setiap perusahaan. 4. Mendorong pembinaan K3 pada sektor informal dan masyrakat umum.

2.2 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.2.1 Defenisi Pelatihan K3

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting dalam meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan. Untuk meningkatkan sumber daya manusia diperlukan sebuah pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002). Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri / perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya. Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi berbagai kecelakaan (Sukarmin, 1997).

(7)

Pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap yang layak (Sastrohadiwiryo, 2002).

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja (Ramli, 2010).

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya meskipun tahu tentang adanya suatu resiko (Santoso,2002).

Menurut Soehatman Ramli (2010), pengembangan pelatihan K3 yang baik dan efektif dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain :

1. Analisa Jabatan atau pekerjaan

Dalam tahapan ini dilakukan identifikasi dan analisa semua pekerjaan atau jabatan yang ada dalam perusahaan kemudian akan dibuat daftar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pekerja.

2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis

(8)

3. Mengkaji data-data kecelakaan

Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting dalam merancang pelatihan K3. Kecelakaan mengidentifikasikan adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), salah satu diantaranya adalah kurangnya kompetensi atau kepedulian mengenai K3. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan.

4. Survei kebutuhan pelatihan

Melakukan survei mengenai kebutuhan pelatihan dan jenis pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan pekerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat di masing-masing tempat kerja. 5. Analisa kebutuhan pelatihan

Melakukan analisa keselamatan kerja untuk mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan. Dari analisa keselamatan kerja dapat diidentifikasi jenis bahaya dan tingat resiko dari setiap pekerjaan.

6. Menentukan sasaran dan target pelatihan

Pelatihan K3 diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari masing-masing pekerja. Sasaran dan target pelatihan harus ditetapkan dengan tepat sebagai masukan untuk merancang format dan silabus pelatihan.

7. Mengembangkan objektif pembelajaran

Pelatihan K3 harus dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan pekerja yang ada dalam suatu perusahaan.

(9)

8. Melaksanakan pelatihan

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan secara eksternal melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang sesuai dengan kebutuhan.

9. Melakukan evaluasi

Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektifitasnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti materi pelatihan dan dampak terhadap pekerja setelah kembali ke tempat kerja masing-masing.

10. Melakukan perbaikan

Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

Dalam melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan (Ridley, 2008), antara lain :

1. Perkulihan dan percakapan 2. Video dan film

3. Peran yang langsung dimainkan oleh peserta pelatihan 4. Studi kasus

5. Diskusi kelompok

6. Latihan dan praktek di luar kelas 7. Pelatihan langsung di tempat kerja

(10)

2.2.2 Jenis Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Soehatman Ramli (2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Induksi K3

Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.

2. Pelatihan Khusus K3

Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja. Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.

3. Pelatihan K3 Umum

Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk menanamkan budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja. Misalnya pelatihan mengenai dasar K3 dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan pemadam kebakaran.

2.2.3 Manfaat Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Widuri (1992) setiap program pelatihan kerja ada manfaatnya, demikian juga dengan pelatihan K3. Manfaat pelatihan K3 yaitu :

1. Meningkatkan ilmu dan keterampilan pekerja 2. Mengurangi kecelakaan kerja

(11)

4. Mengurangi beban pengawasan 5. Mengurangi waktu yang terbuang 6. Mengurangi biaya lembur

7. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin 8. Mengurangi keluhan-keluhan

9. Meningkatkan kepuasaan kerja 10. Meningkatkan produksi

11. Komunikasi yang baik 12. Kerjasama yang baik

2.2.4 Indikator Keberhasilan Pelatihan K3

Untuk mengetahui efektifitas dari suatu pelatihan K3 dapat diukur dengan memperhatikan indikator keberhasilan pelatihan (Widuri, 1992), yaitu :

1. Prestasi kerja karyawan 2. Kedisplinan karyawan 3. Absensi karyawan

4. Tingkat kerusakan produksi, alat-alat dan mesin 5. Tingkat kecelakaan karyawan

6. Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga dan waktu 7. Tingkat kerja sama karyawan

8. Tingkat upah karyawan 9. Prakarsa karyawan

(12)

2.3 Job Safety Analysis

2.3.1 Defenisi Job Safety Analysis

Dalam membuat prosedur pekerjaan, bahaya yang akan timbul sudah diidentifikasi dan telah disiapkan cara penanggulangannya melalui penerapan program analisa keselamatan kerja (Ladou, 2007). Job safety analysis adalah suatu pendekatan struktural untuk mengidentifikasi potensi bahaya dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah-langkah perbaikan (Anonim, 2007).

Job safety analysis merupakan uraian setiap operasi dalam pekerjaan, menelaah bahaya-bahaya dari tiap-tiap kegiatan dan menunjukkan tindakan pencegahannya. Analisa keselamatan kerja berhubungan dengan penelaahan izin kerja, rencana peralatan, kualifikasi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan pedoman kerja serta latihan yang diperlukan (Suma’mur, 1996).

Job safety analysis merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja dan mencari cara untuk menanggulangi resiko bahaya. Dalam analisa keselamatan kerja dilakukan peninjauan terhadap metode kerja dan menemukan bahaya yang mungkin diabaikan dalam proses design peralatan, pemasangan mesin dan proses kerja. Melalui penerapan analisa keselamatan kerja dapat dilakukan perubahan prosedur kerja menjadi lebih aman (Greenwood, 2006).

Tujuan melaksanakan job safety analysis adalah sebagai beikut :

1. Memberikan pelatihan individu mengenai keselamatan dan prosedur kerja efisien.

(13)

3. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan.

4. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja. 5. Meningkatkan partisipasi pekerja mengenai keselamatan di tempat kerja. 6. Mengurangi absen.

7. Mengurangi biaya kompensasi pekerja. 8. Meningkatkan produktivitas.

2.4 Proses Job Safety Analysis

Menurut Greenwood (2006), proses job safety analysis terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

1. Memilih Pekerjaan

Pekerjaan dengan kecelakaan yang besar akan menjadi prioritas dan dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa, terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi antara lain :

1. Frekuensi kecelakaan.

Pekerjaan dengan frekuensi kecelakaan tinggi memjadi prioritas utama dalam job safety analysis.

2. Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.

Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam job safety analysis.

3. Kekuatan potensi

Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun berpotensi untuk menimbulkan bahaya.

(14)

4. Pekerjaan baru

Job safety analysis untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat segera mungkin. Job safety analysis untuk pekerjaan baru tidak boleh ditunda hingga dapat terjadi kecelakaan atau hampir terjadi kecelakaan.

5. Mendekati bahaya

Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus menjadi prioritas dalam job safety analysis.

2. Membagi Pekerjaan

Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang mampu melakukan observasi. Pekerja yang mampu melakukan observasi adalah pekerja yang berpengalaman dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide.

3. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja

Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah melakukan identifikasi semua bahaya. Identifikasi dilakukan terhadap bahaya yang disebabkan oleh lingkungan dan yang berhubungan dengan prosedur kerja. 4. Mengembangkan Solusi

Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi kecelakaan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain :

a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan. b. Mengubah prosedur kerja,

(15)

2.5 Standard Operating Procedure

Standard operating procedure (SOP) adalah langkah-langkah kerja tertulis yang terfokus kepada pelaksanaan pekerjaan untuk mengurangi resiko kerugian dan mempertahankan kehandalan. Dalam standard operating procedure biasanya terdapat batasan operasi peralatan dan keselamatan, prosedur menghidupkan, mengoperasikan, dan mematikan peralatan (Anonim, 2007).

Dalam Anonim (2007), secara garis besar ketentuan-ketentuan yang ada dalam standard operating procedure terdiri atas :

1. SOP harus spesifik untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.

2. SOP dapat menggambarkan semua resiko pekerjaan yang akan dilaksanakan. 3. Identifikasi semua resiko keselamatan, bahaya lingkungan, dan ergonomi yang

berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.

4. Menentukan alat pelindung diri yang sesuai untuk menghindari terkena resiko keselamatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan. 5. Izin kerja yang digunakan untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.

6. Menggambarkan aturan, tanggung jawab maupun kewenangan untuk semua karyawan.

7. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua karyawan. 8. Dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan job safety analysis.

9. Menjelaskan pengoperasian normal dan tindakan yang akan dilakukan jika terjadi perubahan.

(16)

2.6 Behavior Based Safety

Mempromosikan perilaku aman di tempat kerja merupakan bagian penting dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Scott Geller, 2001). Program behavior based safety digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada perilaku pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program behavior based safety akan mengidentifikasi pekerja yang berperilaku tidak aman kemudian mengarahkan pekerja tersebut untuk berperilaku aman pada saat bekerja (Krause, 2000).

Menurut Scott Geller (2001), behavior based safety adalah program dengan metode untuk mengubah perilaku pekerja dengan menggabungkan beberapa prinsip, yaitu :

a. Mendorong pekerja agar memiliki perilaku aman pada saat bekerja.

b. Melakukan perbaikan secara terus-menerus jikalau pekerja belum dapat untuk berperilaku aman.

c. Fokus pada perubahan perilaku bukan pada kecelakaan.

Menurut Krause (2000), behavior based safety dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu :

1. Pengamatan di tempat kerja

Pengamatan atau observasi di tempat kerja dimulai dengan memantau perilaku pekerja selama bekerja. Pengamatan tersebut dilakukan oleh seorang pengamat yang telah ditunjuk oleh perusahaan. Seorang pengamat akan memuji perilaku aman yang dilakukan seorang pekerja.

(17)

Lalu pengamat akan menjelaskan secara rinci perilaku berisiko yang pekerja lakukan. Kemudian pengamat meminta pekerja untuk memberi alasan mengapa ia menempatkan dirinya pada keadaan yang berisiko.

2. Pengumpulan data dan laporan awal

Hasil pengamatan yang diperoleh akan dikumpulkan dan menjadi laporan awal dalam pelaksanaan program behavior based safety. Laporan awal ini menjelaskan alasan mengapa seorang pekerja melakukan perilaku berisiko dan lokasi tempat kerja.

3. Laporan analisis dan rekomendasi

Laporan awal yang telah diterima akan dibahas dan dianalisis oleh perusahaan. Pembahasan tersebut akan menghasilkan sebuah rekomendasi untuk mengatasi perilaku berisiko pekerja, misalnya dengan menyediakan alat pelindung diri (APD). Pelaksanaan rekomendasi diharapkan dapat mengubah perilaku berisiko dan menghilangkan bahaya atau risiko di tempat kerja.

2.7 Stop Work Authority

Program stop work authority merupakan suatu program yangmemungkinkan setiap karyawan yang menyaksikan suatu tindakan tidak aman atau merasa bahwa kondisi tidak menjamin operasi yang aman untuk segera menghentikan pekerjaan tanpa pertanyaan (Hanford, 2008).

Tujuan dari program stop work authority adalah untuk memastikan bahwa semua pekerja diberikan tanggung jawab dan wewenang untuk berhenti bekerja ketika pekerja percaya bahwa ada situasi yang menempatkan mereka, rekan kerja,

(18)

keamanan pengoperasian, menyebabkan kerusakan fasilitas, atau mengakibatkan pelepasan limbah ke lingkungan dan menyediakan metode untuk mengatasi masalah tersebut (Hanford, 2008).

Menurut Scott Geller (2001), proses pelaksanaan stop work authority antara lain:

1. Stop work authority dilakukan jika suatu kondisi diyakini tidak aman, seperti : a. Kondisi yang menempatkan pekerja, rekan kerja atau masyarakat dalam risiko

atau bahaya.

b. Kondisi yang dapat mempengaruhi keamanan pengoperasian atau menyebabkan kerusakan fasilitas.

c. Kondisi yang mengakibatkan terjadinya pelepasan limbah ke lingkungan. 2. Memastikan pekerjaan dalam kondisi yang aman dan segera memberitahu

pengawas/manajemen dan pekerja yang terkena ketika melakukan stop work authority.

3. Menyelesaikan setiap masalah yang telah mengakibatkan seorang pekerja berhenti kerja.

Stop work authority dapat dilakukan untuk kondisi dengan kriteria :

1. Kondisi yang terjadi akan menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan pekerja.

2. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mempengaruhi keselamatan operasi atau menyebabkan kerusakan fasilitas.

3. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya pembuangan limbah melebihi peraturan yang berlaku.

(19)

2.7 Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya (Cahyono, 2004). Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja.

2.7.1 Jenis-jenis APD

Alat-alat pelindung diri beraneka ragam macamnya. Jika digolongkan berdasarkan bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis-jenis alat pelindung diri adalah sebagai berikut :

1. Alat Pelindung Kepala (Head Cover)

Alat ini terdiri dari alat pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan. Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau benda keras, baik yang sifatnya jatuh, melayang atau meluncur termasuk melindungi diri dari panas radiasi bahan-bahan kimia korosif. Jenis pekerjaan yang memerlukan alat pelindung kepala misalnya pekerjaan di bawah mesin-mesin maupun pekerjaan di sekitar konduktor energy yang terbuka. Contoh alat pelindung kepala adalah topi plastik, topi plastik berlapis asbes, topi aluminium, dan topi logam.

2. Alat Pelindung Mata (Eye Protection)

Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahaya karena percikan atau kemasukan debu-debu, gas-gas, uap, cairan korosif, partikel-partikel melayang atau terkena radiasi gelombang

(20)

Alat pelindung mata terdiri dari 3 macam, yaitu : a. Kaca mata biasa

b. Kaca mata goggles yaitu kaca mata yang tertutup semua, tetapi terdapat lubang-lubang kecil sebagi ventilasi.

c. Tameng muka

3. Alat Pelindung Telinga (Hearing Protection)

Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga dalam. Alat ini diperlukan apabila tingkat kebisingan di tempat kerja sudah mencapai 85 dB diatas 8 jam sehari.

Alat pelindung telinga terdiri dari 3 macam, yaitu : a. Kapas.

b. Sumbat telinga (Ear Plugs) mempunyai daya atenuasi suara sebesar 25-30 dB. c. Tutup telinga (Ear Muffs) mempunyai daya atenuasi suara sebesar 10-15 dB

lebih besar dari sumbat telinga. d. Canal Caps

4. Alat Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection)

Alat pelindung pernapasan diperlukan di tempat kerja dimana udara didalamnya tercemar. Secara umum ada 2 macam alat pelindung pernapasan, yaitu :

a. Respirator atau Purifying Respirator.

Alat ini berfungsi untuk membersihkan udara yang akan dihirup oleh pekerja. Alat ini digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya penapasan debu, kabuut, asap, gas dan uap.

(21)

b. Breathing Apparatus atau Air Supply Respirator

Alat ini berfungsi untuk memberikan udara bersih atau oksigen kepada pekerja yang menggunakannya.

5. Alat Pelindung Tangan dan Jari-jari (Hand Gloves)

Alat pelindung tangan ini paling banyak digunakan, karena kecelakaan yang paling banyak terjadi pada tangan dari keseluruhan kecelakaan yang ada. Menurut bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi :

a. Sarung tangan biasa (Gloves)

b. Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam (Grantlet) yang digunakan di lengan.

c. Mitth, sarung tangan untuk 4 jari yang terbungkus. 6. Alat Pelindung Kaki (Foot Cover)

Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda-benda tajam. Contoh alat pelindung kaki seperti sepatu kulit, sepatu karet, sepatu bot karet, sepatu anti slip, sepatu dilapisi baja, sepatu plastik, sepatu dengan sol kayu/gabus, pelindung betis, tungkai dan mata kaki.

7. Alat Pelindung Tubuh

Alat pelindung tubuh berupa pakaian dapat berbentuk apron yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi sebagian tubuh mulai dari dada sampai lutut dan berbentuk overalls yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh bagian tubuh.

(22)

2.7.2 Tujuan Penggunaan APD

Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaa kerja dan juga merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau dikendalikan.

2.8 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.8.1 Defenisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja mulai menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak tahun 1970. Undang-undang tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang dikeluarkan sebagai upaya awal pemerintah dalam menggalakkan keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2001).

Ditinjau dari aspek teknis, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dijabarkan ke dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan efisien. Keselamatan dan kesehatan kerja juga mengandung nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2010).

(23)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada hakekatnya merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan dengan dua kegiatan. Kegiatan pertama berkaitan dengan upaya keselamatan terhadap keberadaan tenaga kerja yang sedang bekerja. Kegiatan kedua berkaitan dengan kondisi kesehatan sebagai akibat adanya penyakit akibat kerja. Keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan manusia baik jasmani maupun rohani serta karya dan budayanya yang tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususny. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja (Suardi, 2005).

Keselamatan kerja bersifat teknik dan sasarannya adalah lingkungan kerja. Keselamatan kerja berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaaan. Keselamatan kerja juga menyangkut seluruh proses produksi dan distribusi barang maupun jasa. Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup, menjamin keselamatan setiap orang lain di tempat kerja, dan meningkatkan produksi (Santoso, 2002).

Menurut Suma’mur (2009), kesehatan kerja adalah ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja memiliki sifat medis dan sasarannya

(24)

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Harrington, 2003).

2.8.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sendjun Manulang (2001), tujuan keselamatan kerja adalah sebagai

berikut :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Tujuan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial.

2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.

3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.

(25)

Menurut Mangkunegara (2001), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Setiap tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

2. Perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya mungkin. 3. Memelihara keamanan semua hasil produksi.

4. Menjamin pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi tenaga kerja. 5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

6. Untuk menghindari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

7. Untuk melindungi tenaga kerja dan memberi rasa aman pada saat bekerja.

2.9 Kecelakaan Kerja

2.9.1 Defenisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma’mur, 2009). Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak diinginkan.

2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda.

(26)

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak disengaja dan tidak terkendali yang menyebabkan cedera dan kerugian. Kecelakaan kerja juga dapat diartikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan dimana kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau keadaan pada saat melaksanakan pekerjaaan (Reese, 2009).

Kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate / primary causes) kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi (Reese, 2009).

2.9.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO,1962) dalam Suma’mur (1989) adalah sebagi berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

(27)

2. Klasifikasi menurut penyebab. a. Mesin

1. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. 2. Mesin penyalur.

3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. 4. Mesin-mesin pengolah kayu.

5. Mesin-mesin pertanian. 6. Mesin-mesin pertambangan.

7. Mesin-mesin yang tidak termasuk kalsifikasi tersebut. b. Alat angkat dan angkut

1. Mesin angkat dan peralatannya. 2. Alat angkutan di atas rel.

3. Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api. 4. Alat angkutan udara.

5. Alat angkutan air. 6. Alat-alat angkutan lain c. Peralatan lain

1. Bejana bertekanan.

2. Dapur pembakar dan pemanas. 3. Instalasi pendingin

4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

(28)

6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik. 7. Tangga

8. Perancah

9. Peralatan lain yang belum termasuk kalsifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

1. Bahan peledak

2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. 3. Benda-benda melayang.

4. Radiasi

5. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja

1. Di luar bangunan. 2. Di dalam bangunan. 3. Di bawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut. 1. Hewan.

2. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang

b. Dislokasi/keseleo c. Regang otot/urat

(29)

d. Memar dan luka dalam yang lain e. Amputasi

f. Luka-luka lain g. Luka di permukaan h. Gegar dan remuk i. Luka bakar

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut) k. Akibat cuaca dan lain-lain

l. Mati lemas

m. Pengaruh arus listrik n. Pengaruh radiasi

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya p. Lain-lain

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala b. Leher c. Badan d. Anggota atas e. Anggota bawah f. Banyak tempat g. Kelainan umum

(30)

Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut (Silalahi, 1991).

Klasifikasi kecelakaan berguna untuk menemukan sebab-sebab kecelakaan. Upaya untuk mencari sebab kecelakaan dapat dilakukan dengan analisa kecelakaan. Analisa kecelakaan tidak mudah, oleh karena penentuan sebab-sebab kecelakaan secara tepat adalah pekerjaan sulit. Kalsifikasi kecelakaan yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oeh suatu, melainkan berbagai faktor (Silalahi, 1991).

2.9.3 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja pada umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab. Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain :

1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory)

Kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan kerja terjadi secara kebetulan saja.

2. Teori Kecenderungan Belaka (Accident Phone Theory)

Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.

3. Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factors Theory)

Penyebab kecelakaan adalah faktor peralatan, lingkungan dan manusia pekerja itu sendiri.

(31)

4. Teori Dua Faktor Utama (Two Main Factors Theory)

Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan atau perbuatan berbahaya (unsafe action).

5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory)

Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusia. (Azmi, 2008).

Penyebab kecelakaan kerja diberbagai negara tidak sama, namun ada beberapa kesamaan umum. Menurut Matondang yang dikutip oleh Salawati (2009), kecelakaan kerja disebabkan oleh :

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition) a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain b. Lingkungan kerja

c. Proses kerja d. Sifat pekerjaan e. Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik b. Kurang pengetahuan dan keterampilan c. Cacat tubuh yang tidak terlihat

(32)

Menurut Sendjun Manulang (2001), ada 4 faktor penyebab kecelakaan kerja, antara lain :

1. Faktor manusia

Kecelakaan kerja yang disebabkan faktor manusia meliputi kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau keahlian, stress, motivasi yang tidak cukup atau salah. 2. Faktor material/bahan/peralatan

Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat dari bahan lain sehingga dengan mudah menimbulkan kecelakaan. 3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :

a. Perbuatan berbahaya

Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.

b. Kondisi/keadaan berbahaya

Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/peralatan-peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan.

4. Faktor yang dihadapi

Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

Kecelakaan kerja dapat terjadi dalam proses interaksi ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material dan lingkungan dimana pekerja berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya.

(33)

Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperi ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas. Selain itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material (Ramli, 2010).

2.9.4 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampakpada masyarakat luas (Depkes RI, 2008).

Menurut Soehatman Ramli (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua kerugian, yaitu :

1. Kerugian Langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.

Kerugian langsung dapat berupa :

a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi

Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.

(34)

b. Kerusakan Sarana Produksi

Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.

2. Kerugian Tidak Langsung

Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tak langsung antara lain :

a. Kerugian jam kerja

Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.

b. Kerugian produksi

Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja.

Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan.

c. Kerugian Sosial

Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.

(35)

2.9.5 Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja

Tujuan utama penerapan sistem manajemen K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau kerugian materi (Ramli, 2010). Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan.

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Energi

Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan dilakukan melalui 3 titik, yaitu :

a. Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif.

b. Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intesitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi.

(36)

c. Pengendalian pada penerima

Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan dengan efektif.

2. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

a. Pembinaan dan Pelatihan b. Promosi K3 dan kampanye K3 c. Pembinaan Perilaku Aman d. Pengawasan dan Inspeksi K3 e. Audit K3

f. Komunikasi K3

g. Pengembangan prosedur kerja aman 3. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :

a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja.

(37)

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi.

4. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi.

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3. d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

5. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

(38)

2.10 Kerangka Konsep Penelitian

2.11 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan antara pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja pada PT Chevron Pacific Indonesia Duri tahun 2011.

Ha : Ada hubungan antara pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja pada PT Chevron Pacific Indonesia Duri tahun 2011.

Pelaksanaan Program

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kecelakaan Kerja

1. Standard Operating Procedure

2. Job Safety Analysis 3. Stop Work Authority

4. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)

5. Pelatihan K3

Referensi

Dokumen terkait

Di tengah fenomena umum maraknya tradisi penafsiran Al-Quran yang terjadi di kalangan Muhammadiyah, metodologi tafsir ternyata masih menjadi hal langka kaitannya dengan kajian

 Guru menjelaskan tema dan sub tema yaitu tema Aku dan kebutuhanku dengan sub-sub tema adalah kebersihan, kesehatan dan keamanan (mencegah dari virus corona)..  Guru

Untuk melihat besarnya perubahan aktivitas dan hasil belajar siswa sebagai dampak dari penerapan model pembelajaran ICARE pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 2

Penerapan metode ceramah dan audiolingual yang baik adalah dengan cara berikut : setelah diberikan ceramah tentang satu pokok bahasan seperti istilah-istilah dalam

• Synchronous Optical Network (SONET) adlh standar multiplexing yg dikembangkan oleh ANSI dan digunakan di Amerika. • The synchronous transport signal level 1 (STS-1) is the

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya adalah fenomen ENSO (El Nino Southern Oscilation) dan MJO (Maden

Debitur yang beritikad tidak jujur atau debitur beritikad buruk, dan berbagai sebutan lainnya dengan mana yang sama, adalah debitur yang telah melakukan perbuatan

PROSEDUR Penyiapan Sediaan Farmasi Menghitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar formularium nasional dsb Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan