• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN FORMULASI PERBANDINGAN TERBAIK MINYAK ATSIRI DAN PALM WAX DALAM PEMBUATAN BIOLILIN AROMATERAPI NOVITA ROSIYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN FORMULASI PERBANDINGAN TERBAIK MINYAK ATSIRI DAN PALM WAX DALAM PEMBUATAN BIOLILIN AROMATERAPI NOVITA ROSIYANA"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN FORMULASI PERBANDINGAN TERBAIK

MINYAK ATSIRI DAN PALM WAX DALAM PEMBUATAN

BIOLILIN AROMATERAPI

NOVITA ROSIYANA

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Formulasi Perbandingan Terbaik Minyak Atsiri dan Palm Wax dalam Pembuatan Biolilin Aromaterapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Novita Rosiyana

(4)
(5)

ABSTRAK

NOVITA ROSIYANA. Penentuan Formulasi Perbandingan Terbaik Minyak Atsiri dan Palm Wax dalam Pembuatan Biolilin Aromaterapi. Dibimbing oleh MEIKA SYAHBANA RUSLI.

Dukungan untuk pengurangan konsumsi minyak bumi dan penurunan emisi CO2 yang dihasilkan oleh lilin konvensional memunculkan gagasan penggunaan palm wax sebagai subtitusi parafin wax untuk bahan baku lilin khususnya dalam penggunaan sebagai lilin aromaterapi. Penelitian bertujuan membuktikan potensi palm wax untuk pembuatan biolilin aromaterapi, dengan menganalisa dan menentukan formulasi perbandingan terbaik minyak atsiri dan

palm wax yang digunakan. Material yang digunakan adalam palm wax, sumbu,

minyak atsiri (minyak kenanga dan minyak sereh) serta fiksatif (minyak nilam). Metode yang dilakukan berupa penelitan pendahuluan untuk menentukan homogenitas hingga konsentrasi 16% dan fiksatif 8% berdasarkan berat palm wax yang digunakan. Waktu bakar mencapai rerata 8 jam 53 menit untuk diameter sumbu terbaik 0.2 cm dengan cara trial and error. Penentuan formulasi menggunakan uji organoleptik skoring dengan 10 orang panelis yang telah dilatih dan didapatkan konsentrasi 2% dan 5% untuk minyak sereh dan konsentrasi 4% dan 16% untuk minyak kenanga. Formulasi tersebut diaplikasikan sebagai biolilin aromaterapi kemudian diuji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ), yaitu uji kekerasan, titik leleh, uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik untuk produk dan didapatkan hasil lilin terbaik untuk minyak sereh adalah pada konsentrasi 2% dan untuk minyak kenanga pada konsentrasi 4%.

Kata kunci: palm wax, minyak atsiri, biolilin, aromaterapi ABSTRACT

NOVITA ROSIYANA. Determine The Best Ratio Formulation of Palm Wax and Essential Oil to Produce Biocandle Aromatherapy. Supervised by MEIKA SYAHBANA RUSLI.

The ideas of reducing petrochemical oil consumption and decreasing CO2 emission level is supported by subtitution of parafin wax that used in conventional candle with palm wax. The aim of the research to prove the potential of palm wax to produce biocandle aromatherapy that could be done by analize and determine the best ratio formulation between palm wax and essential oil. The material is palm wax, essential oil (cananga and lemongrass), and the fixative (patchouli oil). The method of this research is divided into introduction research to determine homogenity consentration, that is 16% essential oil and 8% fixative based on palm wax’s weight. Burning time’s mean reach 8 hours 53 minutes, for the best diameter of wick is 0.2 cm passed by trial and error. Scoring test is used to determine formulation that is 2% and 5% for lemongrass oil and for cananga oil is 4% and 16%. The main research is to determine the best ratio formulation of biocandle aromateraphy with testing product, that is penetrometer test, melting point and hedonic test for biocandle aromateraphy based on Indonesia standart.

(6)

The result of the best ratio formulation for lemongrass oil is 2% and for cananga oil is 4%.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENENTUAN FORMULASI PERBANDINGAN TERBAIK

MINYAK ATSIRI DAN PALM WAX DALAM PEMBUATAN

BIOLILIN AROMATERAPI

NOVITA ROSIYANA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dipilih yaitu produk aromaterapi yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016, dengan judul Penentuan Formulasi Perbandingan Terbaik Minyak Atsiri dan Palm Wax dalam Pembuatan Biolilin Aromaterapi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc selaku pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dyah dari Laboratorium Pengawasan Mutu Teknologi Industri Pertanian yang telah menjadi teman diskusi selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Asdani Muatika S, Friska Yuliantika, Laela Nurahma, Desna T Liriani dan teman-teman kosan putri WJ atas dukungan, koreksi dan semangatnya. Kepada Tessa Septiadi, dan M. Naufal Hanifudin teman-teman seperjuangan satu bimbingan. Kepada Endah Purwa A, Faikar Marzuq, Ignatia Herti, Aldrian K, dan Septian V sebagai tim yang selalu bersemangat untuk berprestasi. Kepada teman UKM Forces dan teman-teman asrama kamar 191,192 dan 193 asrama putri A2 yang selalu mendukung. Kepada teman-teman Beasiswa Aktivis Nusantara Elvira Rachmawati, Fatma Nurkhaerani, M. Royan, Suli Hendra, Sohibul Taufik, M. Zulfitra Rahmat dan M. Irvan Herviansyah serta manajer A. Firman Wahyudi atas semangat pembelajaran untuk merawat Indonesia sebagai aktivis yang bermanfaat. Tentu saja terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman golongan praktikum P3 TIN 49 dan Tinnovator atas segala pelajaran persahabatan dan keluarga selama empat tahun. Terakhir kepada keluarga besar TIN yaitu dosen atas segala ilmunya dan pegawai yang membantu segala kelancaran proses administrasi selama perkuliahan dan tugas akhir.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Penelitian Pendahuluan 3

Penelitian Utama 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Penelitian Pendahuluan 6

Penelitian Utama 10

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan biolilin 4

2 Histogram hasil pengujian lama waktu bakar 7

3 Perbandingan nyala biolilin 7

4 Sisa pembakaran biolilin dengan ukuran sumbu 0.1 cm 7

5 Histogram hasil uji skoring minyak sereh 9

6 Histogram hasil uji skoring minyak kenanga 9

7 Histogram hasil uji titik leleh biolilin 10

8 Histogram hasil uji kekerasan 11

9 Persentase hasil uji letak titik sumbu minyak sereh 12 10 Persentase hasil uji letak titik sumbu minyak kenanga 13 11 Persentase hasil uji keadaan fisik biolilin aromaterapi minyak sereh 14 12 Persentase hasil uji keadaan fisik biolilin aromaterapi minyak kenanga 14 13 Persentase hasil uji kesukaan aroma sebelum dibakar biolilin minyak

sereh 15

14 Persentase hasil uji kesukaan aroma sebelm dibakar biolilin aromaterapi

minyak kenanga 15

15 Persentase hasil uji kesukaan setelah dibakar biolilin aromaterapi

minyak sereh 16

16 Persentase hasil uji kesukaan aroma setelah dibakar biolilin aromaterapi

minyak kenanga 16

17 Persentase hasil uji keadaan nyala api biolilin aromaterapi minyak sereh 17 18 Persentase hasil uji keadaan nyala api biolilin aromaterapi minyak

kenanga 18

19 Persentase hasil uji waktu deteksi aroma pertama kali biolilin

aromaterapi minyak sereh 19

20 Persentase hasil uji waktu deteksi aroma pertama kali bioliln

aromaterapi minyak kenanga 19

21 Persentase hasil uji waktu deteksi efek terapi pertama kali biolilin

aromaterapi minyak sereh 20

22 Persentase hasil uji waktu deteksi efek terapi pertama kali biolilin

aromaterapi minyak kenanga 20

23 Persentase hasil uji efek terapi biolilin aromaterapi minyak sereh 21 24 Persentase hasil uji efek terapi biolilin aromaterapi minyak kenanga 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data uji skoring minyak sereh 24

2 Data uji skoring minyak kenanga 29

3 Analisis penentuan titik leleh 33

4 Analisis penentuan kekerasan 34

5 Hasil uji penentuan letak titik sumbu biolilin aromaterapi 35 6 Hasil pengujian keadaan fisik biolilin aromaterapi 37 7 Hasil pengujian kesukaan aroma sebelum dibakar biolilin aromaterapi 39 8 Hasil pengujian kesukaan aroma setelah dibakar bioliln aromaterapi 41 9 Hasil pengujian keadaan nyala api biolilin aromaterapi 43

(15)

10 Hasil pengujian waktu deteksi aroma pertama kali biolilin aromaerapi 45 11 Hasil pengujian waktu deteksi efek terapi pertama kali biolilinaroaterapi 47 12 Hasil pengujian efek terapi biolilin aromaterapi 49

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembuatan lilin aromaterapi konvensional menggunakan parafin sebagai bahan dasar pembuatannya. Parafin merupakan jenis alkana dari fraksi minyak bumi yang sering dikenal sebagai parafin wax yang mempunyai rantai karbon hingga 25 dengan struktur molekul CH. Penggunaan parafin wax sebagai bahan baku lilin aromaterapi mengambil andil dalam konsumsi minyak bumi Indonesia, padahal minyak bumi merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Konsumsi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistika (2013), pada tahun 2012 hampir mencapai 1600 kb/hari (kilobarrel/hari) sedangkan produksinya menurun semenjak 2009, produksi minyak bumi tahun 2012 adalah 900 kb/hari, ketimpangan antara produksi dan konsumsi berakibat pada keadaan defisit dalam konsumsi minyak bumi. Sementara itu menurut KemenLH (2014), emisi CO2 akibat parafin mencapai 3108.9 emisi CO2-eq,Ggram. Apabila dibandingkan antara minyak bumi dan biomassa dalam produksi energi, emisi CO2 yang dihasilkan oleh minyak bumi lebih besar dibandingkan emisi dari biomassa berturut-turut 0.756 dan 0.119 dalam kg-CO2/kWh (The Japan Institute of Energy 2008) ditambah lagi apabila biomassa berasal dari tanaman maka mempunyai kemampuan recycle CO2 saat respirasinya.

Sisi lain menunjukan potensi sumber wax lain untuk pembuatan lilin aromaterapi yaitu menggunakan palm wax dari minyak sawit dengan rumus molekul COH. Produksi minyak sawit Indonesia adalah nomor satu di dunia dengan produksi mencapai 31 juta ton dengan perkiraan pada tahun 2015 yang naik menjadi 31.5 juta ton (GAPKI 2014) dengan harga palm wax yang relatif sama dengan parafin wax yaitu berkisar Rp 18.000-20.000/kg. Apabila minyak sawit digunakan sebagai penghasil palm wax untuk produksi lilin aromaterapi maka akan dihasilkan produk berupa biolilin aromaterapi, hanya saja penelitian tentang penggunaan palm wax sebagai bahan baku biolilin masih jarang ditemui, kajian penggunaan minyak kenanga dan sereh sebagai minyak aromaterapi pun masih kurang padahal dua minyak ini merupakan jenis minyak yang melimpah di Indonesia dan merupakan bagian minyak yang telah dikomersialkan. Minyak kenanga mempunyai aroma yang mirip dengan minyak ylang-ylang yang terkenal di dunia, hanya saja berasal dari forma yang berbeda. Kenanga Indonesia berasal dari forma marchopylla dan forma genuine untuk ylang-ylang yang berasal dari Filiphina. Minyak kenanga mempunyai efek terapi sebagai relaxing dan membantu mengatasi kegelisahan dan jantung yang berdebar. Sereh dapur dengan aroma yang segar berguna sebagai anti depresi atau stress, bahkan mampu menurunkan demam pada pemakaian tubuh (Keller 2011).

Selain itu, dari segi waktu bakar lilin menurut Raharja (2006), adanya fraksi stearin yang merupakan bahan baku pembuatan palm wax akan meningkatkan kepadatan, kristalitas lilin serta kekerasannya sehingga pada saat pembakaran lilin tersebut tidak cepat meleleh. Hal ini dikarenakan dari sifat fisik bahan yang mempunyai ikatan jenuh sehingga mempunyai titik leleh yang tinggi. Di sisi lain, aplikasi aromaterapi dalam ranah produk pengolahan minyak atsiri merupakan

(18)

2

yang paling diminati (Trubus 2009). Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai komposisi biolilin terbaik untuk membuat lilin aromaterapi dari bahan bio yaitu minyak sawit tanpa penambahan parafin sebagai fraksi dari minyak bumi dalam upaya mendukung green energy.

Perumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Apakah palm wax dapat mensubtitusi parafin wax sebagai bahan baku pembuatan lilin aromaterapi?

2. Bagaimana perbandingan formulasi palm wax dalam pembuatan biolilin aromaterapi dengan minyak atsiri yang digunakan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan potensi palm wax sebagai bahan baku biolilin aromaterapi dengan mengevaluasi karakteristik produk biolilin aromaterapi yang dihasilkan dan menentukan perbandingan terbaik penggunaan minyak atsiri dan palm wax untuk pembuatannya. Hipotesis yang diajukan adalah palm wax dapat menjadi bahan baku biolilin aromaterapi dengan perbandingan tertentu.

Manfaat Penelitian

Adanya pengembangan produk aromaterapi baru sebagai bagian dari dukungan pemberian nilai tambah bagi produk minyak atsiri dan palm wax yang ramah lingkungan dalam bentuk biolilin yang berbahan dasar minyak sawit dan minyak atsiri Indonesia yaitu minyak kenanga dan minyak sereh.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui konsentrasi minyak atsiri terbaik yang akan digunakan sebagai bahan yang dikombinasikan dengan palm

wax. Minyak atsiri yang akan digunakan adalah minyak kenanga dan minyak

sereh (lemongrass).

METODE

Bahan

Bahan yang akan digunakan meliputi palm wax dari PT. Sumi Asih Indonesia dengan kode SA 1801 (angka asam 206-213; bil. penyabunan 209-214; bilangan iod maks 1.0; titer 54-56 OC; kandungan C18 32-40%, kandungan asam

(19)

3 palmitat maks 60% dan sisanya asam miristat, laurat dan kaprat hingga 100%), minyak atsiri sebagai aromaterapi yaitu minyak kenanga (Cananga odorata forma

machrophylla), dan minyak sereh dapur (Cymbopogan citratus), minyak nilam

(Phogestemon cablin) sebagai fiksatif dan benang kasur sebagai sumbu lilin. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan biolilin adalah gelas piala 100 mL, dan 50 mL, cetakan, pengaduk, timbangan, sudip, gelas arloji, neraca dengan ketelitian dua angka, dan kompor listrik. Sedangkan, alat yang digunakan untuk analisa adalah termometer dengan skala Celcius 0-100 dan pipa kapiler diameter 0.1 cm digunakan untuk analisa titik leleh produk, penetrometer digital untuk analisa kekerasan, stopwatch untuk analisa waktu bakar, waktu deteksi aroma dan deteksi efek terapi.

Penelitian Pendahuluan Analisis Bahan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dari minyak atsiri murni yaitu minyak kenanga dan minyak sereh dengan mengoptimalisasi daya absorpsi palm wax terhadap minyak atsiri agar aroma minyak atsiri dapat tercium selama waktu bakar biolilin dengan cara trial and

error kemudian hasil trial and error yang berdasar pada homogenitas minyak dan palm wax dianalisis dengan pengujian organoleptik melalui uji skoring

menggunakan panelis semi terlatih. Panelis semi terlatih yang dibutuhkan menurut Setyaningsih (2010) minimal adalah 10 orang.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dengan cara organoleptik melalui uji skoring untuk aroma. Perbedaan konsentrasi minyak yang diberikan akan menimbulkan intensitas dan perbedaan lama waktu aroma tercium. Hasil analisis uji skoring ini kemudian dirubah menjadi data kuantitatif dan disajikan dengan tabel dan diagram.

Penelitian Utama

Penelitian pembuatan biolilin aromaterapi ini akan menggunakan beberapa perlakuan, yaitu jenis minyak yang digunakan, yang terdiri dari dua macam minyak sereh dan minyak kenanga. Perlakuan konsentrasi minyak sereh yang digunakan, dua taraf (berdasarkan hasil penelitian pendahuluan), yaitu nominasi formulasi 1 minyak sereh dan nominasi formulasi 2 minyak sereh. Perlakuan konsentrasi minyak kenanga yang digunakan, dua taraf (berdasarkan hasil penelitian pendahuluan), yaitu nominasi formulasi 1 minyak kenanga dan nominasi formulasi 2 minyak kenanga.

Pembuatan Produk

Pembuatan produk dijelaskan menggunakan diagram alir produk yang terlihat pada Gambar 1. Setiap produk menggunakan 40 gram palm wax yang

(20)

4

dilelehkan sempurna yaitu pada kisaran 65-84 oC (Raharja 2006). Kemudian ditiriskan sampai pada suhu 55 oC, yaitu pada suhu dimana palm wax mulai memadat kembali, ditambahkan minyak atsiri dengan konsentrasi nominasi formulasi terbaik dari hasil penelitian pendahuluan dan fiksatif sebesar setengah dari minyak atsiri yang digunakan (Wildwood 2000). Perhitungan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dihitung berdasarkan berat palm wax awal yang dilelehkan. Setelah itu diaduk hingga homogen, dilakukan pencetakan ke dalam cetakan yang telah diberikan benang kasur sebagai sumbu di pusatnya. Kemudian dibiarkan hingga memadat membentuk biolilin aromaterapi dengan masing-masing dibuat empat buah lilin untuk setiap konsentrasinya.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biolilin aromaterapi. Analisis Produk

Analisis dari produk biolilin aromaterapi menurut Raharja (2006) dan SNI 06-0386-1989 untuk produk lilin meliputi uji kekerasan, titik leleh, dan pengujian organoleptik (hedonik dan mutu hedonik). Uji hedonik dan mutu hedonik dilakukan untuk parameter:

Kesukaan penampakan lilin secara keseluruhan, kesukaan aroma lilin sebelum dibakar, kesukaan aroma lilin saat dibakar dengan parameter:

1 = suka 2 = agak suka 3 = netral 4 = kurang suka 5 = tidak suka Biolilin Aromaterapi Benang kasur Dipanaskan pada 65-84 oC

(hingga meleleh sempurna)

Dicetak Dicampur pada

55oC

Diaduk hingga homogen

Palm Wax 40 gram Minyak sereh /minyak kenanga Cetakan Fiksatif

(21)

5 Letak sumbu produk yang diukur menjadi 3 kategori:

1 = tengah 2 = agak tepi 3 = tepi

Keadaan nyala api yang diukur menjadi 3 kategori: 1 = banyak asap

2 = berjelaga 3 = kuning terang

Waktu deteksi aroma pertama kali dibagi menjadi 4 kategori: 0-60 detik

61-120 detik 121-180 detik

Waktu efek aromaterapi pertama kali dibagi menjadi 4 kategori: 0-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 181-240 detik 241-300 detik > 300 detik

Selain itu juga di uji efek terapi yang dirasakan oleh panelis dibagi dengan skala: 1 = sesak 2 = pening 3 = agak pening 4 = rileks 5 = mengantuk 6 = agak tenang 7 = tenang 8 = agak segar 9 = segar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Palm wax adalah bagian dari jenis natural wax yang berasal dari tumbuhan

palma yaitu sawit. Palm wax didapatkan dari hasil fraksinasi minyak sawit yang menghasikan stearin dan olein. Stearin adalah bahan baku utama pembuatan palm

wax yang selanjutnya dihidrogenasi untuk meningkatkan kejenuhan minyak

sehingga titik lelehnya meningkat. Reaksi hidrogenasi untuk mendapatkan palm

wax juga dapat dilakukan dengan bahan baku olein ataupun minyak sawit

langsung, tetapi prosesnya akan membutuhkan waktu lebih lama karena fraksi awal dari minyak sawit dan olein adalah cair yaitu mempunyai tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibandingkan stearin. Palm wax mempunyai kelebihan dari segi bahan baku yaitu dapat diperbaharui dan aman terhadap lingkungan (Bekker 2010).

(22)

6

Penilitian Pendahuluan

Penentuan Homogenitas Palm Wax dan Minyak Atsiri

Pencampuran minyak atsiri dan palm wax merupakan salah satu tahap pembuatan biolilin aromaterapi. Salah satu syarat produk lilin adalah warna yang merata (SNI 06-0386-1989 untuk produk lilin) sehingga antara bahan baku dan minyak yang digunakan sebagai minyak aromaterapi harus dapat bercampur secara homogen. Pencampuran yang homogen juga menandakan homogenitas aroma dalam lilin, sehingga setiap bagiannya mengandung minyak atsiri yang sama.

Penentuan homogenitas dilakukan dengan pencampuran dan pengadukan lilin pada suhu 55oC dengan metode trial and error. Pada suhu kurang dari 55oC

palm wax mulai memadat sehingga pencampuran sulit dilakukan. Konsentrasi

minyak yang ditambahkan dimulai dari konsentrasi 2% hingga konsentrasi 16% didasarkan pada penelitian Raharja (2006) yaitu lilin mempunyai daya absorpsi terbaik pada konsentrasi 2 %.

Pada konsentrasi 2% sampai 16% palm wax tercampur homogen dengan minyak atsiri. Homogenitas ini ditandai dengan tidak ditemukannya fasa yang berbeda atau pemisahan antara palm wax dan minyak atsiri yang ditambahkan setelah pengadukan. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi minyak utama yang ditambahkan. Menurut Wildwood (2009) pada produk aromaterapi, penambahan fiksatif dilakukan untuk mengikat minyak atsiri yang bersifat volatil yaitu sebesar setengah dari konsentrasi minyak atsiri utama yang digunakan.

Penentuan homogenitas ini kemudian mendasari pemilihan nominasi formulasi konsentrasi yang akan diuji menggunakan pengujian organoleptik uji skoring dengan nilai aroma yang dapat tercium hingga akhir waktu bakarnya. Penentuan Waktu Bakar dan Nyala Lilin

Waktu bakar lilin aromaterapi diketahui sebagai lamanya lilin terbakar sehingga menimbulkan nyala api dan mengeluarkan wangi aromaterapi yang diinginkan. Penentuan waktu bakar lilin berdasarkan perbedaan ukuran diameter sumbu yang akan digunakan dalam pembuatan produk dengan cara pengamatan lilin secara visual dengan metode trial and error menggunakan stopwatch.

Ukuran sumbu yang dibedakan diameternya dibagi menjadi tiga yaitu pada diameter 0.1 cm, 0.2 cm, dan 0.3 cm dengan berat lilin yang sama tanpa aroma. Waktu bakar terlama didapatkan dari pembakaran lilin dengan diameter 0.1 cm yaitu 11 jam 11 menit, sedangkan untuk diameter 0.2 cm dan 0.3 cm berturut adalah 8 jam 53 menit dan 4 jam 30 menit, seperti pada Gambar 2. Semakin besar diameter ukuran sumbu maka semakin cepat waktu bakar lilin.

Nyala api lilin yang dihasilkan berbanding lurus dengan diameter sumbu. Hanya saja pada diameter sumbu 0.3 cm dihasilkan juga banyak asap dan jelaga dengan nyala api yang besar, pada diameter 0.2 cm nyala api sedang tanpa asap dan jelaga. Sedangkan untuk diameter 0.1 cm nyala api kecil seperti pada Gambar 3, dan pembakaran dalam gelas cetak tidak merata seperti pada Gambar 4, cenderung hanya membakar dibagian tengah dan berkemungkinan besar mengakibatkan tenggelamnya sumbu. Api kecil yang dihasilkan dari sumbu berukuran kecil akan menghasilkan jangkauan kenaikan suhu yang lebih kecil

(23)

7 disekitar api. Sedangkan partikel pembentuk lilin akan terbakar dan meleleh apabila telah mencapai suhu titik lelehnya. Api yang kecil tidak cukup panas untuk menguapkan partikel lilin yang sebelumnya telah meleleh dan terabsorpsi ke dalam sumbu, sehingga besar kemungkinan sumbu akan tenggelam (Ward 1999). Oleh karena itu, dipilih ukuran sumbu 0.2 cm untuk pembuatan produk biolilin aromaterapi ini.

Gambar 2 Histogram hasil pengujian lama waktu bakar

Gambar 3 Perbandingan nyala biolilin, kiri: diameter sumbu 0.3 cm ; tengah: diameter sumbu 0.2 cm ; kanan: diameter sumbu 0.1 cm

Gambar 4 Sisa pembakaran lilin dengan ukuran sumbu 0.1cm

11,2 8,9 4,5 0 2 4 6 8 10 12 0.1 0.2 0.3 W ak tu b ak ar ( jam )

(24)

8

Penentuan Nominasi Formulasi Terbaik

Nominasi formulasi terbaik ditentukan dari nilai konsentrasi yang memungkinkan aroma masih dapat tercium hingga akhir waktu bakar biolilin. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan cara pengukuran intensitas aroma menggunakan uji organoleptik yang memperhatikan tingkatan atau level yang dapat dibaui oleh panelis. Uji yang dipilih adalah uji skoring.

Uji skoring memerlukan kemampuan panelis minimal dalam kategori semi terlatih. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengujian skoring, perlu diadakan pelatihan panelis. Pelatihan panelis dilakukan dengan cara menguji panelis melalui beberapa uji pendahuluan. Pertama, panelis dikenalkan dengan kemampuan untuk membedakan jenis konsentrasi tanpa merangking konsentrasi tersebut yang dinamakan uji pembeda. Uji pembeda yang dipilih adalah uji duo-trio.

Uji duo trio bertujuan untuk memilih panelis yang dapat membedakan perbedaan kecil antara dua contoh. Terdapat satu baku dengan konsentrasi tertentu, kemudian panelis diminta untuk membandingkan dua contoh dengan baku, dan memilih contoh mana yang memiliki perbedaan dengan baku. Pengujian dilakukan terhadap 30 panelis tidak terlatih pada minyak kenanga dan minyak sereh.

Panelis kemudian diberikan pelatihan uji skoring sebelum uji skoring yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk mengenalkan sekaligus mengetahui kekonsistenan panelis. Hasil uji skoring dipilih 16 orang panelis yang cukup konsisten dalam melakukan pengujian serta dapat merangking dengan benar. Konsistensi terhadap 16 panelis kemudian dilatih dengan cara diskusi panelis untuk mengenalkan dengan baik ciri aroma yang dibaui serta mengenali perbedaan dengan diskusi secara langsung. Pengujian skoring utama kemudian dilakukan pada 10-12 panelis konsisten, yaitu panelis semi terlatih.

Terdapat empat konsentrasi untuk minyak sereh dan tiga konsentrasi untuk minyak kenanga. Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada tiga kriteria yaitu hasil uji homogenitas hingga 16%, perhitungan harga minyak utama yang berbeda, dan pendapat Raharja (2006) bahwa konsentrasi penerimaan lilin terhadap minyak atsiri terbaik adalah 2%. Konsentrasi yang dipilih untuk minyak sereh adalah 2%, 3%, 4%, dan 5% sedangkan minyak kenanga yang mempunyai harga relatif lebih murah dari minyak sereh dapat diuji dengan konsentrasi yang lebih besar yaitu 4%, 10% dan 16%. Secara lengkap hasil pengujian disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Waktu bakar yang relatif lama hingga 8 jam membuat pengujian dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian awal pada kisaran waktu ketika lilin mulai dinyalakan, bagian tengah lilin yaitu pada kisaran waktu jam ke 4 dan bagian akhir pada kisaran waktu jam ke 8. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan kejenuhan aroma sehingga hasil uji yang dihasilkan akan bias apabila pengujian dilakukan selama 8 jam, dan juga akibat keterbatasan waktu uji.

Hasil uji menunjukkan baik pada minyak sereh maupun minyak kenanga, setiap kenaikan konsentrasi sebanding dengan kenaikan intensitas aroma yang tercium karena banyaknya senyawa volatil yang berada pada biolilin (KemenDag 2011). Intensitas aroma tercium pada seluruh bagian lilin yang menandakan intensitas aroma dapat tercium hingga akhir waktu bakarnya untuk semua konsentrasi. Kemudian dilakukan analisis varian (Anova) pada semua sampel uji

(25)

9 minyak perbagiannya. Terdapat perbedaan nyata untuk bagian awal minyak sereh pada taraf 1% maupun 5%, serta pada bagian tengah hanya berbeda nyata pada taraf uji 5%. Sedangkan untuk minyak kenanga terdapat perbedaan nyata pada bagian tengah untuk taraf uji 5% sedangkan untuk bagian akhir terdapat perbedaan nyata untuk kedua taraf uji.

Gambar 5 Histogram hasil uji skoring minyak sereh

Gambar 6 Histogram hasil uji skoring minyak kenanga Keterangan: 1= Sangat Lemah 2= Lemah 3= Sedang 4= Kuat 5= Sangat Kuat

Sampel uji yang memiliki perbedaan nyata berdasarkan hasil uji Anova kemudian dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui konsentrasi mana yang berbeda nyata dan selanjutnya akan dipilih sebagai nominasi formulasi terbaik kemudian diujikan dalam bentuk produk biolilin aromaterapi. Konsentrasi yang

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 2% 3% 4% 5% Inte ns it a s a ro m a Persentase minyak Awal Tengah Akhir 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4% 10% 16% Inte ns it a s a ro m a Persentase minyak Awal Tengah Akhir

(26)

10

telah dianalisis berbeda ini dipilih karena ingin diketahui dari perbedaan tersebut manakah yang memberi pengaruh yang diinginkan terhadap biolilin aromaterapi, seperti kekerasan yang baik, titik leleh antara 50-58oC, keadaan lilin, dan aroma yang disukai, nyala api kuning terang, mudah terdeteksiya aroma dan efek terapi, serta efek terapi yang sesuai dan berpengaruh positif. Pada minyak sereh didapatkan konsentrasi 2% dan 5% sedangkan untuk minyak kenanga didapatkan konsentrasi 4% dan 16%.

Penelitian Utama

Titik Leleh Bioilin

Titik leleh biolilin diukur dengan metode pipa kapiler. Titik leleh diartikan sebagai titik dimana terjadinya perubahan fasa dari padat ke cair pada suatu benda. Titik leleh lilin berdasarkan SNI 06-0386-1989 tentang lilin berkisar antara 50-58OC.

Titik leleh lilin untuk minyak sereh rerata untuk konsentrasi 2%, 55.75 OC sedangkan untuk konsentasi 5% berada pada nilai 54 OC yang kesemuanya berada pada kisaran yang dipersyaratkan SNI . Hasil uji titik leleh pada minyak kenanga pada konsentrasi 4% memiliki rerata 54.50 OC dan untuk konsentrasi 16% rerata titik leleh 53.25 OC seperti pada Gambar 7, sesuai dengan SNI. Palm wax memiliki nilai titik leleh antara 48-59 OC mengakibatkan produk biolilin mempunyai nilai titik leleh yang yang tidak jauh berbeda dengan nilai titik leleh

palm wax murni (Wallenbergplein 2009).

Nilai titik leleh menurun pada setiap kenaikan konsentrasi hal ini menunjukan bahwa nilai titik leleh berbanding terbalik dengan nilai konsentrasi minyak atsiri. Semakin bertambahnya konsentrasi minyak mengakibatkan banyaknya fase cair berupa minyak atsiri utama dan fiksatif yang berada pada produk lilin.

Gambar 7 Histogram hasil uji titik leleh biolilin

55,75 54.00 54.50 53.25 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

Minyak Sereh Minyak Kenanga

T it ik leleh ( oC ) Jenis minyak 2% 4% 5% 16%

(27)

11 Kekerasan Biolilin

Penetrometer digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui nilai kekerasan suatu benda. Pengukuran dilakukan selama lima detik pada lima titik berbeda dari produk biolilin yang diujikan. Kekerasan pada lilin yang semakin tinggi sebanding dengan peningkatan mutu produk lilin, dan berbanding terbalik dengan nilai hasil pengukuran penetrometer (Raharja 2006). Hal ini dikarenakan apabila sebuah produk memiliki nilai pengukuran penetrometer yang kecil, menandakan bahwa jarum penusuk pada penetrometer tidak dapat tertusuk jauh ke dalam produk yang diujikan akibat dari benda uji yang terlalu keras. Sebaliknya, apabila jarum penusuk pada penetrometer dapat tertusuk jauh ke dalam benda yang diujikan, menandakan bahwa benda uji, lunak.

Hasil pengujian menunjukan nilai biolilin untuk minyak sereh yang paling baik adalah pada konsentrasi 2% dengan rata-rata nilai 0.350 mm/5s dibandingkan dengan nilai penetrometer pada konsentrasi 5% yang jauh lebih besar mencapai 0.505 mm/5s. Pengujian pada minyak kenanga memiliki nilai penetrometer terbaik pada konsentrasi 4% dengan rata-rata 0.470 mm/5s, sedangkan pada konsentrasi 16% nilai penetrometer mencapai rata-rata 1.030 mm/5s, yang digambarkan pada Gambar 8.

Semakin tinggi konsentrasi minyak semakin banyak fase cair pada produk biolilin. Fase cair yang berupa minyak atsiri dan minyak fiksatif ini dapat mengisi pori antar kristal dari palm wax sehingga kekerasan lilin berkurang (Ward 1999). Kestabilan temperatur akan didapatkan seiring dengan kekerasan lilin.

Gambar 8 Histogram hasil uji kekerasan Letak Titik Sumbu

Titik sumbu menjadi pusat pembakaran sebuah produk lilin termasuk biolilin aromaterapi. Letak titik sumbu menjadi jalan api untuk membakar sebuah lilin. Oleh karenanya SNI 06-0386-1989 mensyaratkan sebuah lilin harus mempunyai titik sumbu di pusat. Artinya, sumbu ini harus berada tepat di tengah lilin.

Pengujian titik sumbu dilakukan dengan cara organoleptik menggunakan uji mutu hedonik yaitu kesan baik atau buruk yang lebih spesifik dari kesukaan dengan 30 panelis tidak terlatih. Pengujian menghasilkan data ordinal dimana nilai dibedakan menjadi tiga yaitu, nilai 1 untuk simbol letak sumbu yang berada di

0,35 0.47 0,50 1.03 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Minyak Sereh Minyak Kenanga

K ek er a sa n (m m /5 s) Jenis minyak 2% 4% 5% 16%

(28)

12

tepi. Nilai 2 untuk simbol letak sumbu yang berada agak bergeser dari tengah atau agak tepi. Sedangkan nilai 3 digunakan sebagai penanda letak sumbu biolilin yang berada di pusat biolilin.

Berdasarkan hasil pengujian, untuk minyak sereh konsentrasi 2% mempunyai nilai rata-rata 2.733 dengan persentase terbanyak pada nilai 3 sebanyak 73.3% dan tidak ada sumbu lilin yang berada di tepi. Sedangkan untuk konsentrasi 5% minyak sereh memiliki rata-rata 2.800 dengan persentase letak sumbu di tengah adalah 80% tanpa sumbu di tepi. Sedangkan untuk minyak kenanga didapati hasil rata-rata 2.333 dan 2.433 untuk konsentrasi berturut-turut 4% dan 16%. Dengan persentase terbesar letak titik sumbu berada pada nilai 2, yaitu sumbu berada sedikit menyimpang dari pusat biolilin. Analisis nonparametrik jumlah peringkat Wilcoxon digunakan untuk mengetahui perbedaan nyata dan diketahui perbedaan nyata konsentrasi terdapat pada minyak sereh maupun mnyak kenanga. Nilai persentase nilai secara keseluruhan disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Seringkali letak sumbu yang tidak berada di tengah atau pusat biolilin dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti bergoyangnya cetakan saat biolilin belum benar-benar memadat akibat dari sentuhan pada cetakan. Hal lain yang menjadi penyebab adalah tergesernya benang sumbu saat pencetakan biolilin sehingga sumbu biolilin berada agak tepi saat memadat. Penuangan biolilin cair ke dalam cetakan yang terlalu cepat juga dapat menggeser atau mengendurkan sumbu yang telah dikait. Oleh karena itu penting diperhatikan proses pembuatan biolilin, cetakan dan kaitan harus diperhatikan begitupun dengan proses penuangan yang harus dilakukan dengan perlahan, namun penuangan yang terlalu lambat dapat mengakibatkan kemungkinan memadatnya kristal biolilin sebelum tertuang sepenuhnya ke dalam cetakan.

Gambar 9 Persentase hasil uji letak titik sumbu minyak sereh

26.7% 73.3% Konsentrasi 2% tepi agak tepi tengah 20% 80% Konsentrasi 5% tepi agak tepi tengah

(29)

13

Gambar 10 Persentase hasil uji letak titik sumbu minyak kenanga. Keadaan Fisik Biolilin

Kesukaan terhadap produk biolilin secara keseluruhan (kemerataan warna, tidak retak, tidak patah dan tiak cacat) digambarkan oleh pengujian keadaan fisik biolilin. Uji ini termasuk uji organoleptik hedonik dengan nilai 1 untuk tidak suka, nilai 2 untuk kurang suka menggambarkan kecenderungan untuk tidak menyukai biolilin yang diujikan, nilai 3 untuk netral artinya tidak ada kecenderungan untuk tidak menyukai atau menyukai produk biolilin, nilai 4 agak suka dengan kecenderungan untuk menyukai biolilin aromaterapi, dan nilai 5 untuk menandai kesukaan panelis terhadap produk yang diujikan.

Biolilin dengan minyak aromaterapi yang berasal dari minyak sereh mempunyai persentase nilai 5 untuk kesukaan terhadap fisik lilin yang mencapai 53.3% pada penilaian konsentrasi 2%. Sedangkan untuk konsentrasi 5% kesukaan nilai 5 mencapai 40% menjadi persentase dominan 1. Secara keseluruhan untuk biolilin aroma minyak sereh, konsentrasi minyak 2% lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi 5% dengan rata-rata berturut-turut 4.367 dan 4.033. Biolilin dengan bahan baku aroma yang berasal dari minyak kenanga lebih disukai pada konsentrasi 4% dibandingkan dengan konsentarasi 16 %. Dilihat dari persentase kesukaan mencapai 66.7% untuk nilai 5, di sisi lain konsentrasi 16% hanya memiliki persentase kesukaan mencapai 50% dengan masing-masing nilai rataan sebesar 4.633 dan 3.533, perbedaan tersebut nyata pada taraf uji 1% dan 5% dengan uji Anova (Setyaningsih 2010). Persentase disajikan lengkap pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Kenaikan konsentrasi menyebabkan perubahan warna pada lilin yang semakin pekat. Selain itu, penambahan konsentrasi juga mengakibatkan fisik lilin menjadi lebih lunak dan berminyak apabila disentuh. Perbedaan warna diakibatkan jenis minyak atsiri mempunyai karakteristik warna tertentu. Minyak nilam sebagai fiksatif mempunyai warna kuning kecoklatan, minyak sereh mempunyai warna kuning emas dan minyak kenanga mempunyai warna putih hingga kekuningan. Padahal bahan baku palm wax yang digunakan mempunyai karakteristik warna putih, sehingga semakin banyak penambahan minyak semakin banyak warna minyak mempengaruhi warna biolilin yang semakin pekat (Kemendag 2011). 66.7% 33.3% Konsentrasi 4% tepi agak tepi tengah 56.7% 43.3% Konsentrasi 16% tepi agak tepi tengah

(30)

14

Gambar 11 Persentase hasil uji keadaan fisik biolilin aromaterapi minyak sereh

Gambar 12 Persentase hasil uji keadaaan fisik biolilin aromaterapi minyak kenanga

Kesukaan Aroma Sebelum Dibakar

Minyak atsiri pada biolilin aromaterapi merupakan sumber utama wangi yang akan terabsorpsi ke dalam biolilin dan memberikan aroma khas yang dimilikinya saat dibaui, akibat dari sifat minyak atsiri yang volatil (Agusta 2000). Minyak sereh mempunyai wangi segar mirip seperti campuran bau lemon dan jahe (Keller 2011). Pada uji kesukaan yang mempunyai nilai penilaian yang sama dengan uji organoleptik untuk keadaan fisik lilin. Konsentarsi 5% lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi 2% dengan perbedaan kesukaan yang signifikan. Analisis beda nyata dilakukan berdasarkan uji Anova (Setyaningsih 2010). Nilai rata-rata keduanya adalah 3.467 dan 4.233 untuk konsentrasi 2% dan 5%. Sedangkan untuk biolilin minyak kenanga konsentrasi 4% lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi 16% dengan perbedaan yang tidak signifikan, persentase setiap kiteria tersaji pada Gambar 13 dan Gambar 14.

3.3% 10% 33.3% 53.3% Konsentrasi 2% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 6.7% 23.3% 30% 40% Konsentrasi 5% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 3.3% 30% 66.7% Konsentrasi 4% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 3.3% 30% 3.3% 23.3% 50% Konsentrasi 16% tidak suka kurang suka netral agak suka suka

(31)

15

Gambar 13 Persentase hasil uji kesukaan aroma sebelum dibakar biolilin aromaterapi minyak sereh

Konsentrasi yang semakin tinggi sebanding dengan senyawa volatil yang ada pada produk. Minyak atsiri mempunyai efek terapi tertentu untuk setiap penggunaannya. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi atau campuran minyak yang terlalu banyak (campuran terbaik umumnya terdiri dari 2-3 jenis minyak atsiri) akan mengakibatkan rasa pening untuk terapi inhalasi (Keller 2011). Selain itu, minyak sereh dan minyak kenanga mempunyai kategori minyak dengan intensitas aroma yang tinggi, sehingga penambahan hanya dapat dilakukan pada dosis yang kecil (Wildwood 2000).

Gambar 14 Persentase hasil uji kesukaan aroma sebelum dibakar biolilin aromaterapi minyak kenanga

Kesukaan Aroma Setelah Dibakar

Fiksatif mengikat minyak atsiri utama yang ditambahkan ke dalam produk. Sifat lemak yang dimiliki oleh palm wax juga dapat mengabsorpsi minyak atsiri yang digunakan. Proses pembakaran mampu melelehkan lilin bersamaan dengan penguapan minyak atsiri yang ditambahkan (Raharja 2006).

Uji kesukaan aroma lilin setelah dibakar dilakukan untuk mendapatkan akuransi data untuk penilaian terhadap produk biolilin aromaterapi yang dibuat. Hal ini dikarenakan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk

6.7% 13.3% 30% 26.7% 23.3% Konsentrasi 2% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 6.7% 16.7% 23.3% 53.3% Konsentrasi 5% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 3.3% 16.7% 30% 23.3% 26.7% Konsentrasi 4% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 13.3% 26.7% 20% 26.7% 13.3% Konsentrasi 16% tidak suka kurang suka netral agak suka suka

(32)

16

tidak dapat dilakukan menggunakan suatu alat ukur melainkan penting untuk melibatkan panelis sebagai gambaran konsumen secara langsung.

Hasil penelitian dari uji kesukaan dengan nilai penilaian yang sama dengan uji kesukaan terhadap keadaan fisik biolilin menunjukan bahwa tingkat kesukaan minyak sereh dengan konsentrasi 2% sama dengan pada konsentrasi 5%. Kedua konsentrasi minyak ini dapat diterima oleh konsumen dengan persentase 36.7% yang disajikan pada Gambar 15.

Hasil uji minyak kenanga menunjukan kesukaan konsumen pada konsentrasi 16% lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 4% tanpa perebedaan nyata ntuk taraf 1% dan 5% tanpa memperhatikan efek terapi yang dirasakan seperti Gambar 16. Analisis beda nyata dilakukan dengan uji Anova (Setyaningsih 2010). Hal ini dikarenakan, pendeteksian efek terapi memberikan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mendeteksi aroma (Raharja 2006).

Gambar 15 Persentase hasil uji kesukaan aroma setelah dibakar biolilin aromaterapi minyak sereh

Gambar 16 Persentase hasil uji kesukaan aroma setelah dibakar biolilin aromaterapi minyak kenanga

20% 10% 33.3% 36.7% Konsentrasi 2% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 16.7% 16.7% 30% 36.7% Konsentrasi 5% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 10% 6.7% 20% 23.3% 40% Konsentrasi 4% tidak suka kurang suka netral agak suka suka 6.7% 20% 6.7% 36.7% 30% Konsentrasi 16% tidak suka kurang suka netral agak suka suka

(33)

17 Keadaan Nyala Api

Keadaan nayala api menggambarkan kondisi api pada saat sumbu dinyalakan. Menurut SNI 06-0386-1989 tentang lilin penerangan mensyaratkan keadaan lilin waktu dinyalakan haruslah tidak memiliki uap atau asap yang berlebihan, tidak terjadi percikan, dan terbakar habis bersama sumbunya.

Pengujian ini dilakukan untuk melihat secara visual keadaan nyala api lilin sekaligus menjadi gambaran keseluruhan lilin saat dinyalakan. Apabila terbakarnya lilin habis bersama sumbu dapat diantisipasi dengan pemilihan diameter sumbu yang tepat pada penelitian pendahuluan, maka nilai uji ini akan menggambarkan nilai penerimaan SNI terhadap nyala api. Nilai pengujian yang merupahkan data ordinal dibagi menjadi 3 yaitu nilai 1 untuk lilin yang banyak asap, nilai 2 untuk lilin dengan jelaga, dan nilai 3 untuk lilin yang terbakar kuning terang.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa untuk biolilin dengan minyak sereh, keadaan lilin terbaik dengan nilai 3 yaitu pada konsentrasi 2% dengan persentase 93.3% sedangkan konsentrasi 5% berbeda nyata mempunyai nilai 80% untuk kuning terang seperti disajikan pada Gambar 17. Sedangkan untuk lilin dengan minyak kenanga terdapat perbedaan nyata pada taraf 1% dan 5% untuk kedua konsentrasi yang dianalisis dengan uji jumlah peringkat Wilcoxon, dengan konsentrasi terbaik adalah 4% yang memiliki persentase tertinggi untuk lilin yang menyala kuning terang sebesar 76.7%, berbeda dengan pad konsentrasi 16% yang justru didominasi dengan lilin yang memberikan banyak asap saat dinyalakan seperti pada Gambar 18. Banyaknya asap diakibatkan dari banyaknya kandungan minyak atsiri yang ada pada lilin, akibat konsentrasi yang tinggi. Sifat minyak atsiri yang volatil menjadikan banyaknya minyak yang menguap saat terbakar.

Gambar 17 Persentase hasil uji keadaan nyala api biolilin aromaterapi minyak sereh 6.7% 93.3% Konsentrasi 2% banyak asap berjelaga kuning terang 10% 10% 80% Konsentrasi 5% banyak asap berjelaga kuning terang

(34)

18

Gambar 18 Persentase hasil uji keadaan nyala api biolilin aromaterapi minyak kenanga

Waktu Deteksi Aroma Pertama Kali

Aroma biolilin yang tidak dilakukan dalam kisaran waktu yang sama membutuhkan kejelasan waktu deteksi aroma yang diukur dengan mengetahui kisaran waktu yang diperlukan untuk dapat membaui aroma pertama kali (Raharja 2006). Pengujian aroma dilakukan dengan uji mutu hedonik menggunakan data interval dengan menggunakan nilai kisaran waktu yang ditentukan dari hasil waktu deteksi. Stopwatch digunakan sebagai pengukur waktu dalam detik. Pengukuran ini dimulai saat biolilin pertama kali dibakar dan dihentikan saat panelis telah membaui aroma pertama kali.

Biolilin aroma minyak sereh konsentrasi 2% memiliki rata-rata waktu pendeteksian yang sama untuk dengan konsentrasi 5% walaupun persentase waktu deteksi pada rentang 0-60 detik untuk konsentrasi 2% lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi 5, yaitu pada waktu 82 detik pertama. Hasil pendeteksian aroma pada biolilin minyak kenanga didapatkan konsentrasi 16% lebih cepat terdeteksi daripada waktu 4% hanya saja tidak berbeda signifikan baik pada taraf 1% maupun 5%, rata-rata waktu deteksi konsentrasi 4% dan 16% berturut-turut berada adalah 78 detik dan 74 detik. Persentase setiap nilai ditunjukan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Semakin tinggi konsentrasi minyak mempengaruhi jumlah senyawa volatil yang terkandung, senyawa ini mampu menguap pada pembakaran lilin, sehingga semakin tinggi konsentrasi akan semakin cepat aroma terdeteksi. 16.7% 10% 76.7% Konsentrasi 4% banyak asap berjelaga kuning terang 40% 33.3% 26.7% Konsentrasi 16% banyak asap berjelaga kuning terang

(35)

19

Gambar 19 Persentase hasil uji waktu deteksi aroma pertama kali biolilin aromaterapi minyak sereh

Gambar 20 Persentase hasil uji waktu deteksi aroma pertama kali biolilin aromaterapi minyak kenanga

Waktu Deteksi Efek Terapi Pertama Kali

Waktu deteksi efek terapi diukur berbeda dengan pendeteksian aroma. Efek terapi diukur berdasarkan adanya perubahan efek tubuh saat menghirup aroma minyak atsiri. Minyak atsiri mempunyai efek yang berbeda untuk setiap jenis minyak (Wildwood 2000). Data interval dari pengujian waktu deteksi efek terapi memiliki rentang yang lebih lama dibandingkan waktu deteksi aroma, dengan analisis menggunakan uji Anova (Setyaningsih 2010).

Berdasarkan pendeteksian efek oleh panelis diketahui bahwa konsentrasi 5% dideteksi lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 2% yang lebih rendah, akibat dari kandungan senyawa volatil yang lebih rendah dengan rata-rata waktu deteksi berturut-turut 132 detik dan 144 detik untuk konsentrasi 5% dan 2% dengan perbedaan yang tidak signifikan, persentasenya seperti pada Gambar 21. Pengukuran waktu deteksi minyak kenanga memberikan hasil konsentrasi 16% dengan waktu deteksi rata-rata 114 detik, sedangkan konsentrasi 4% mencapai

73.3% 16.7% 10% Konsentrasi 2% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 63.3% 36.7% Konsentrasi 5% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 70% 30% Konsentrasi 4% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 83.3% 10% 6.7% Konsentrasi 16% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik

(36)

20

waktu deteksi 122 detik, yang secara lengkap disajikan persentasenya pada Gambar 22.

Gambar 21 Persentase hasil uji waktu deteksi efek terapi pertama kali biolilin aromaterapi minyak sereh

Gambar 22 Persentase hasil uji waktu deteksi efek terapi pertama kali biolilin aromaterapi minyak kenanga.

Efek Terapi Biolilin

Pengujian efek terapi biolilin dilakukan setelah panelis dapat mendeteksi efek terapi dari aroma pada biolilin. Efek ini kemudian diidentifikasi oleh panelis dan dicocokan pada nilai terapi umum yang dapat diakibatkan oleh inhalasi aromaterapi. Nilai efek dibagi menjadi 9 dengan tidak menggambarkan peringkat yaitu berturut-turut dari 1 hingga 9 adalah sesak, pening, agak pening, rileks, mengantuk, agak tenang, tenang, agak segar dan segar. Efek terapi yang dirasakan saat penciuman bisa saja lebih dari satu nilai, hanya pada pengujian kali ini dibatasi pada satu nilai dominan dari penciuman minyak untuk melihat perbandingan preentase pada setiap perbedaan konsentrasi dan jenis minyak yang diujikan. 30% 23.3% 30% 10% 6.7% Konsentrasi 2% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 181-240 detik 241-300 detik >300 detik 30% 43.3% 10% 13.3% 3.3% Konsentrasi 5% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 181-240 detik 241-300 detik >300 detik 36.7% 33.3% 20% 10% Konsentrasi 4% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 181-240 detik 241-300 detik >300 detik 33.3% 50% 10% 6.7% Konsentrasi 16% 00-60 detik 61-120 detik 121-180 detik 181-240 detik 241-300 detik >300 detik

(37)

21 Analisis efek terapi yang dihasilkan dilakukan dengan analisa nilai persentase karena pada pengujian ini tidak terdapat hubungan peringkat (Setyaningsih 2010). Efek terapi yang dihasilkan oleh minyak sereh dengan konsentrasi 2% didominasi oleh keadaan rileks sebesar 26.7% sedangkan untuk konsentrasi 5% memiliki kecendurungan dominasi pada efek yang sama rileks sebesar 30%. Efek minyak kenanga pada biolilin aromaterapi yang dihasilkan didominasi oleh efek rileks pada konsentrasi 4% sedangkan untuk konsentrasi ynag lebih besar yaitu 16%, efek yang ditimbulkan menjadi agak pening dengan persentase yang sama yaitu 30%. Persentase kedua jenis minyak secara lengkap ditunjukan pada Gambar 23 dan Gambar 24.

Setiap jenis minyak mempunyai efek terapi yang berbeda. Perbedaan konsentrasi juga dapat menyebabkan efek terapi yang berbeda, tetapi kadarnya dapat berbeda tergantung dari jenis minyak yang digunakan. Minyak kenanga memiliki ciri khas bau yang agak berat dengan intensitas bau tinggi sehingga penggunaannya lebih cocok untuk dosis yang rendah karena akan menimbulkan rasa pening pada kepala. Sedangkan minyak sereh walaupun mempunyai intensitas bau yang juga tinggi namun lebih ringan dan menyegarkan, sehingga dapat membuat efek rileks pada tubuh. Kedua minyak tersebut dapat berguna sebagai anti depresi pada pengobatan aroma yang lebih jauh (Keller 2011 dan Wildwood 2000).

Gambar 23 Persentase hasil uji efek terapi biolilin aromaterapi minyak sereh

Gambar 24 Persentase hasil uji efek terapi biolilin aromaterapi minyak kenanga

6.7% 6.7% 20% 26.7% 3.3% 13.3% 13.3% 10% Konsentrasi 2% sesak pening agak pening rileks mengantuk agak tenang tenang agak segar segar 6.7% 3.3% 13.3% 30% 6.7% 23.3% 3.3% 10% 3.3% Konsentrasi 5% sesak pening agak pening rileks mengantuk agak tenang tenang agak segar segar 13.3% 3.3% 23.3% 30% 3.3% 6.7% 10% 3.3% 6.7% Konsentrasi 4% sesak pening agak pening rileks mengantuk agak tenang tenang agak segar segar 6.7% 3.3% 30% 3.3% 16.7% 10% 10% 10% 10% Konsentrasi 16% sesak pening agak pening rileks mengantuk agak tenang tenang agak segar segar

(38)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Palm wax dapat mensubitusi parafin wax sebagai bahan baku biolilin

aromaterapi. Produk biolilin yang dihasilkan mempunyai waktu bakar 8 jam 53 menit untuk penggunaan 40 gram palm wax dengan diameter sumbu 0.2 cm. Nilai kekerasan sebanding dengan mutu lilin yang sebanding pula dengan peningkatan konsentrasi minyak yang digunakan.

Formulasi terbaik untuk minyak sereh didapatkan pada konsentrasi 3% yang terdiri dari 2% minyak sereh dan 1% fiksatif berdasarkan berat palm wax yang digunakan dengan titik leleh lilin sesuai SNI 06-0386-1989 yaitu 55.75oC, dengan nyala api dominan kuning terang dan waktu deteksi aroma dan efek terapi pertama masing-masing 82 detik dan 144 detik serta mempunyai efek terapi

relaxing. Sedangkan formulasi terbaik untuk minyak kenanga adalah 6% yang

terdiri dari 4% minyak kenanga dan 2% fiksatif berdasarkan berat palm wax ynag digunakan. Titik leleh rerata adalah 54.50 oC sesuai dengan SNI 06-0386-1989, mempunyai nyala api dominan kuning terang, waktu deteksi aroma dan efek terapi pertama adalah 78 detik dan 122 detik, dengan efek terapi dominan adalah sebagai relaxing.

Saran

Pengembangan biolilin dapat dikaji lebih luas dengan cara penambahan jenis minyak atsiri yang digunakan, selain itu juga kombinasi minyak dapat dilakukan untuk memperkaya aromaterapi dari produk biolilin. Pengkajian pemasaran produk dan umur simpan juga dapat dilakukan untuk pengembangan komersialitas produk.

(39)

23

DAFTAR PUSTAKA

Agusta Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung (ID): Penerbit ITB.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. BP Statistical Review: Indonesian Oil

Production & Consumtion. Jakarta (ID): BPS.

Bekker M. 2010. The World of Natural Wax. Afrika Selatan (tZA):OFI.

Endlein E dan Peleikis KH. 2011. Natural wax-properties, composition and applications. International Journal of Applied Science (SOFW Journal) 137(4). [GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit. 2014. Dorong Sawit Selamatkan

Defisit. Jakarta (ID): GAPKI.

[KemenLH] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Laporan

Inventarisasi Gas Rumah Kaca. Jakarta (ID): KemenLH.

[KemenDag] Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Indonesian

Essential Oil: The Scent of Natural. Jakarta (ID): Trecyda KemenDag.

Keller Erich. 2011. Aromatherapy Handbook for Beauty, Hair and Skin Care. Vermont (US): Inner Tradition/Bear&Co.

Raharja S, Setyaningsih D, Turnip DMS. 2006. Pengaruh perbedaan komposisi bahan , konsentrasi, dan jenis minyak atsiri pada pembuatan lilin aromaterapi.

Jurnal Teknologi Pertanian 1(2): 50-59.

Setyaningsih D, Apriyantono A, dan Sari Maya P. 2010. Analisis Sensori untuk

Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.

The Japan Institute of Energy. 2008. Buku Panduan Biomassa Asia: Panduan

untuk Produksi dan Pemanfaatan Biomassa. Jepang (JG): The Japan Institute

of Energy.

Trubus. 2009. Minyak Atsiri Vol 7. Jakarta (ID): PT. Trubus Swadaya.

Wildwood C. 2000. The Bloomsbury Encyclopedia of Aromatheraphy. Singapura (SN): Tien Wah Press.

Wallenbergplein Roul. 2009. Material Data Sheet of Palm Wax. Netherlands (NL): Alpha Waxs.

Walpole Ronald E. 1993. Pengantar Statistika Ed ke-3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka.

(40)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data uji skoring minyak sereh

Keterangan: 1 = Sangat Lemah 2 = Lemah 3 = Sedang 4 = Kuat 5 = Sangat Kuat

Kesimpulan: Contoh L berbeda nyata pada taraf uji 1% dan 5% (F hitung>F tabel). sehingga harus dilakukan uji Duncan untuk mengetahui nilai konsentrasi yang memiliki beda nyata.

Uji Duncan

Standar Error Rata-rata

Sȳ = √(KT error/ jumlah panelis) = 0.26 AWAL Panelisa 2% 3% 4% 5% Panelis 1 2 2 3 2 Panelis 2 1 4 3 5 Panelis 3 3 4 2 4 Panelis 4 4 3 4 5 Panelis 5 2 3 3 4 Panelis 6 1 2 3 4 Panelis 7 1 3 2 2 Panelis 8 3 2 3 4 Panelis 9 2 3 5 4 Panelis 10 3 1 3 2 Panelis 11 3 1 2 4 Panelis 12 1 1 2 3 Jumlah 43 29 26 35 Rata-rata 2.167 2.417 2.917 3.583 a

bagian awal/atas, pada kisaran waktu saat lilin mulai dinyalakan

Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 3 14.062 4.688 5.796 4.450 2.896 Panelis 11 19.729 1.794 Galat 33 26.688 0.809 Total (L) 47 60.479

(41)

25 Nilai Tengah Perlakuan

Perlakuan nilai tengah

2% 3% 4% 5%

Nilai Tengah

2.167 2.417 2.917 3.583 a. Taraf 5%

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dengan jumlah panelis 12 r0.05(3;33) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. Dst x2-x3 = 0.250 x2-x4 = 0.750 x2-x5 = 1.417 x3-x5 = 1.167 Keterangan

1. 0.250<R2 sehingga 2% tidak berbeda nyata dengan 3% 2. 0.750< R3 sehingga 2% tidak berbeda nyata dengan 4% 3. 1.417 > R4 sehingga 2% berbeda nyata dengan 5% 4. 1.167 > R3 sehingga 3% berbeda nyata dengan 5%

Jadi. konsentrasi yang dipilih untuk bagian atas (awal) adalah 2% dan 5% b. Taraf 1%

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dengan jumlah panelis 12 r0.01(3;33) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. Dst x2-x3 = 0.250 x2-x4 = 0.750 x2-x5 = 1.417 x3-x5 = 1.167 Penentuan LSR p 2 3 4 rp(Range)* 2.881 3.031 3.114 LSR(Rp) 0.750 0.788 0.810 Penentuan LSR p 2 3 4 rp(Range)* 3.870 4.036 4.147 LSR(Rp) 1.006 1.049 1.078

(42)

26

Keterangan

1. 0.250<R2 sehingga 2% tidak berbeda nyata dengan 3% 2. 0.750< R3 sehingga 2% tidak berbeda nyata dengan 4% 3. 1.417 > R4 sehingga 2% berbeda nyata dengan 5% 4. 1.167 > R3 sehingga 3% berbeda nyata dengan 5%

Jadi. konsentrasi yang dipilih untuk bagian atas (awal) adalah 2% dan 5%

TENGAH Panelisa 2% 3% 4% 5% Panelis 1 1 2 4 3 Panelis 2 2 1 3 3 Panelis 3 3 3 4 5 Panelis 4 3 4 2 2 Panelis 5 3 4 3 5 Panelis 6 1 2 4 3 Panelis 7 1 2 2 3 Panelis 8 1 4 2 3 Panelis 9 4 3 3 4 Panelis 10 2 2 3 1 Panelis 11 1 1 3 3 Jumlah 22 28 33 35 Rata-rata 2.000 2.545 3.000 3.182 a

bagian tengah lilin, pada kisaran waktu 4 jam setelah lilin dinyalakan

Kesimpulan: Contoh L tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% (F hitung<F tabel) dan berbeda nyata untuk tingkat 5%, sehingga harus dilakukan uji Duncan untuk mengetahui nilai konsentrasi yang memiliki beda nyata pada taraf uji 5%. Uji Duncan

Standar Error Rata-rata

Sȳ = √(KT error/ jumlah panelis) = 0.306 Nilai Tengah Perlakuan

Perlakuan nilai tengah

2% 3% 4% 5% Nilai Tengah 2.000 2.545 3.000 3.182 Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 3 9.182 3.061 2.979 4.510 2.920 Panelis 10 18.545 1.854 Galat 30 30.818 1.027 Total (L) 43 58.545

(43)

27

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dengan jumlah panelis 11 r0.05(3;30) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. Dst x2-x3 = 0.545 x2-x4 = 1.000 x2-x5 = 0.637 x3-x5 = 0.182 AKHIR Panelisa 2% 3% 4% 5% Panelis 1 3 4 3 3 Panelis 2 1 2 3 1 Panelis 3 3 2 4 5 Panelis 4 2 3 2 4 Panelis 5 1 4 4 3 Panelis 6 2 2 4 3 Panelis 7 1 3 3 2 Panelis 8 4 4 3 2 Panelis 9 2 3 1 5 Panelis 10 2 2 3 2 Jumlah 21 29 30 30 Rata-rata 2.100 2.900 3.000 3.000 a

bagian akhir, pada kisaran waku 8 jam setelah dinyalakan Penentuan LSR

p 2 3 4

rp(Range)* 2.888 3.035 3.131

LSR(Rp) 0.884 0.930 0.958

Keterangan:

1. 0.545<R2 sehingga 2% tidak berbeda nyata dengan 3% 2. 1.000>R3 sehingga 2% berbeda nyata dengan 4% 3. 0.637 < R3 sehingga 3% tidak berbeda nyata dengan 5% 4. 0.187 < R2 sehingga 4% tidak berbeda nyata dengan 5%

Jadi. konsentrasi yang dipilih untuk hasil uji bagian tengah lilin adalah 2% dan 5%.

Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 3 5.700 1.900 1.781 4.600 2.960 Panelis 9 11.000 1.222 Galat 27 28.800 1.067 Total (L) 39 45.500

(44)

28

Kesimpulan: Contoh L tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% dan 5% (F hitung<F tabel). sehingga tidak diperlukan uji Duncan.

JADI. KONSENTRASI YANG DIPILIH UNTUK MINYAK SEREH ADALAH 2% DAN 5%.

(45)

29 Lampiran 2 Data uji skoring minyak kenanga

Keterangan: 1 = Sangat Lemah 2 = Lemah 3 = Sedang 4 = Kuat 5 = Sangat Kuat

Kesimpulan:Contoh K tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% dan 5% (Fhitung <Ftabel).sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan.

TENGAH Panelisa 4% 10% 16% Panelis 1 2 3 3 Panelis 2 4 1 3 Panelis 3 2 3 4 Panelis 4 4 4 5 Panelis 5 3 4 5 Panelis 6 4 5 3 Panelis 7 1 2 3 Panelis 8 2 3 1 Panelis 9 3 3 4 Panelis 10 1 3 4 AWAL Panelisa 4% 10% 16% Panelis 1 2 3 3 Panelis 2 5 2 3 Panelis 3 4 5 3 Panelis 4 4 3 5 Panelis 5 3 4 5 Panelis 6 2 4 3 Panelis 7 3 4 2 Panelis 8 2 3 5 Panelis 9 1 4 4 Panelis 10 3 4 4 Jumlah 29 36 37 Rata-rata 2.900 3.600 3.700 a

bagian awal/atas, pada kisaran waktu saat lilin mulai dinyalakan

Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 2 3.8 1.9 1.496 6.01 3.55 Panelis 9 6.533 0.726 Galat 18 22.867 1.27 Total (L) 29 33.2

(46)

30 Panelis 11 3 2 4 Panelis 12 2 4 5 Jumlah 22 28 33 Rata-rata 2.000 2.545 3.000 a

bagian tengah lilin, pada kisaran waktu 4 jam setelah lilin dinyalakan

Kesimpulan: Contoh K tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% (F hitung<F tabel) dan berbeda nyata untuk tingkat 5%. sehingga harus dilakukan uji Duncan untuk mengetahui nilai konsentrasi yang memiliki beda nyata pada taraf uji 5%. Uji Duncan

Standar Error Rata-rata

Sȳ = √(KT error/ jumlah panelis) = 0.282 Nilai Tengah Perlakuan

Perlakuan nilai tengah

4% 10% 16%

Nilai Tengah

2.583 3.083 3.667

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dengan jumlah panelis 12 r0.05(2;22) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. Dst x4-x10 = 0.500 x4-x16 = 1.084 x10-x16 = 0.584 Keterangan

1. 0.500<R2 sehingga 4% tidak berbeda nyata dengan 10% 2. 1.000>R3 sehingga 2% berbeda nyata dengan 4%

3. 0.584 < R3 sehingga 10% tidak berbeda nyata dengan 16% Jadi. konsentrasi yang dipilih adalah 4%dan 16%

Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 2 7.056 3.528 3.706 5.72 3.44 Panelis 11 19.556 1.778 Galat 22 20.944 0.952 Total (L) 35 47.556 Penentuan LSR p 2 3 rp(Range)* 2.93 3.08 LSR(Rp) 0.826 0.869

(47)

31

Kesimpulan: Contoh K berbeda nyata pada taraf uji 1% dan 5% (F hitung>Ftabel). sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan untuk taraf uji 1% dan 5%.

Uji Duncan

Standar Error Rata-rata

Sȳ = √(KT error/ jumlah panelis) = 0.199 Nilai Tengah Perlakuan

Perlakuan nilai tengah

4% 10% 16% Nilai Tengah 2.583 3.083 3.667 a. Taraf 5% AKHIR Panelisa 4% 10% 16% Panelis 1 2 2 3 Panelis 2 2 3 4 Panelis 3 3 4 5 Panelis 4 2 4 3 Panelis 5 3 4 5 Panelis 6 3 5 4 Panelis 7 2 2 3 Panelis 8 1 3 2 Panelis 9 3 4 5 Panelis 10 3 1 4 Panelis 11 2 4 5 Panelis 12 4 4 3 Jumlah 30 40 46 Rata-rata 2.500 3.333 3.833 a

bagian awal/atas, pada kisaran waktu saat lilin mulai dinyalakan Sumber Keragaman db JK KT F hitung F tabel 1% F tabel 5% Contoh 2 10.889 5.444 8.292 5.72 3.44 Panelis 11 18.889 1.717 Galat 22 14.444 0.656 Total (L) 35 44.222 Penentuan LSR p 2 3 rp(Range)* 2.905 3.05 LSR(Rp) 0.578 0.607

(48)

32

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dngan jumlah panelis 12 r0.05(2;27) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. Dst x4-x10 = 0.833 x10-x16 = 0.500 Keterangan

1. 0.833>R2 sehingga 4% berbeda nyata dengan 10% 2. 0.500<R2 sehingga 10% tidak berbeda nyata dengan 16% Jadi. konsentrasi yang dipilih adalah 4%dan 16%

b. Taraf 5%

Range didapatkan dari lampiran tabel A.11 pada (Walpole 1993) dngan jumlah panelis 12 r0.01(2;27) rtaraf(banyaknya p; db error) x=nilai tengah x2= nilai tengah 2%. dst x4-x10 = 0.833 x10-x16 = 0.500 Keterangan

1. 0.833>R2 sehingga 4% berbeda nyata dengan 10% 2. 0.500<R2 sehingga 10% tidak berbeda nyata dengan 16% Jadi. konsentrasi yang dipilih adalah 4%dan 16%

JADI KONSENTRASI YANG DIPILIH UNTUK MINYAK KENANGA ADALAH 4% DAN 16%

Penentuan LSR

p 2 3

rp(Range)* 3.923 4.093

(49)

33 Lampiran. 3 Analisis penentuan titik leleh

Jenis Minyak (J) Sereh Kenanga Konsentrasi (K) 2% 5% 4% 16% Titik Leleh (oC) 55 54 54 53 58 54 55 53 54 54 54 53 56 54 55 54 ∑∑K 223 216 218 213 Rata-rata 55.750 54 54.500 53.250 ∑∑J 439 431

(50)

34

Lampiran 4 Analisis penentuan kekerasan Jenis Minyak (J) Sereh Kenanga Konsentrasi (K) 2% 5% 4% 16% Kekerasan (mm/5s) 0.280 0.600 0.480 0.900 0.400 0.560 0.420 1.100 0.320 0.440 0.480 1.160 0.400 0.420 0.500 0.960 ∑∑K 1.400 2.020 1.880 4.120 Rata-Rata 0.350 0.505 0.470 1.030 ∑∑J 3.420 6.000

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biolilin aromaterapi.
Gambar 2 Histogram hasil pengujian lama waktu bakar
Gambar 5 Histogram hasil uji skoring minyak sereh
Gambar 7 Histogram hasil uji titik leleh biolilin
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Hasil fraksionasi minyak atsiri temu kunci menggunakan kromatografi kolom 9  2 Konsentrasi terpenoid dalam minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 7 9  3 Rerata bobot

Untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengolahan produk industri, maka minyak sereh harus diuji mutunya sesuai dengan parameter pengujian yang berlaku.. Tujuan penelitian ini

Dengan demikian mikrokapsul terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan komposisi bahan pengkapsul (rasio na-kaseinat terhadap maltodekstrin 1:3) dan konsentrasi

Penelitian mengenai formulasi dan perbandingan sifat fisis sabun transparan berbahan dasar VCO dengan minyak atsiri (minyak kayu putih, sereh dan cengkeh) sebagai fragrance oil

dapat diketahui bahwa minyak atsiri sereh wangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan variasi

xylostella pada tanaman kubis dan menentukan konsentrasi optimum (terbaik) dari minyak atsiri sereh dapur sebagai insektisida nabati untuk di rekomendasikan dalam

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas lotion antinyamuk Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus (L) Rendle) setelah satu minggu kemudian menunjukkan sediaan lotion

dapat diketahui bahwa bentuk sediaan dari gel aromaterapi minyak atsiri bunga kenanga memiliki bentuk yang sama yaitu berbentuk kental, sedangkan warna yang