1 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 28 tahun Agama : Islam Suku bangsa : Jawa
Status marital : Belum menikah Pendidikan : SMA
Alamat : Cianjur No. Rekam Medis : 593544
Tanggal masuk RS : 8 Desember 2011 Tanggal pemeriksaan : 9 Desember 2011
2. ANAMNESIS : Autoanamnesa
Keluhan Utama : Kelumpuhan pada kedua tungkai
Keluhan Tambahan : Tidak dapat merasakan ingin BAB dan BAK
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RS. Bhayangkara Tk. I R. S. Sukanto dengan keluhan mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dialami pasien setelah pasien mengalami kecelakaan mobil kecepatan tinggi sekitar 170 km/jam di Arab Saudi hingga mobil terbalik beberapa kali. Pasien mengatakan sedang mengantuk. Saat terjadi kecelakaan pasien memakai sabuk pengaman dan ketika terjadi kecelakaan, tubuh terorong kedepan namun pada bagian pinggul tertahan oleh sabuk pengaman yang menimbulkan luka pada daerah perut bawah. Pasien mengatakan dapat mengingat peristiwa sebelum dan sesudahnya.
Pasien mengatakan pingsan sekali selama kurang lebih 5 menit dan merasa nyeri kepala, muntah disangkal. Pasien tersadar saat dilakukan evakuasi. Saat tersadar pasien tidak dapat menggerakkan kakinya dan tidak dapat merasakan kedua kakinya mulai dari selangkangan ke bawah dan tidak dapat merasakan ingin BAB maupun
2 BAK sejak dari kejadian. Setelah kejadian pasien dapat bernapas dengan baik dan tidak mengalami sesak napas
Pasien sempat dirawat di Arab Saudi sekitar 1 bulan dan menjalani operasi pada tungkai bawah karena mengalami patah tulang dan operasi pada tulang punggungnya. Setelah dirawat selama 1 bulan pasien masih tideak dapat menggerakkan kedua tungkainya. Pasien dapat merasakan sedikit rasa raba pada tungkai bawah kiri hingga mata kaki dan keluhan tidak dapat merasakan ingin BAB dan BAK masih dialami. Riwayat minum – minuman keras maupun obat penenang disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat trauma pada 3 bulan yang lalu. Riwayat Hipertensi maupun diabetes mellitus disangkal. Riwayat kelemahan pada anggota gerak sebelumnya disangkal.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat hipertensi, alergi maupun diabetes mellitus disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN/POLA HIDUP
Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, dan sering bergadang. Pasien merokok namun tidak minum alkohol, maupun mengonsumsi obat terlarang.
3. PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang Kesadaran / GCS : Compos mentis / 15 Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi : 80 x / menit Pernapasan : 20 x / menit Suhu : 36,8 0C
3
Kepala : Normochepal
Wajah simetris, tidak tampak nyeri, tidak tampak luka
Palpasi dan perkusi sinus frontalis dan maksilaris tidak menimbulkan nyeri.
Mata : Struktur okular eksterna simestris, tidak ada lesi.
Conjungtiva anemis -/-; Sklera ikterik -/-, orthoforia Pupil bulat, isokor, 3mm / 3mm
Visus baik ( lebih dari 1/60 )
Hidung : Struktur hidung externa di tengah
Cavitas nasal dalam batas normal, tidak terdapat perdarahan pada hidung
Mulut : Mukosa oral tampak basah
Uvula di tengah, lidah tidak terdapat deviasi
Telinga : Struktur telinga eksterna simetris, tidak ada jejas,sekret -/-
Leher : Tidak ada jejas
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
(Paru)
:
:
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi Palpasi : Taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular, Ronki -/-, Wheezing -/-
(Jantung) : Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur
Abdomen : Inspeksi : abdomen datar, luka pada perut bagian bawah
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hati dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Terdapat balutan perban bekas operasi pada tungkai kanan, Akral hangat, perfusi refill < 2 detik
4 STATUS NEUROLOGIS Kesadaran : GCS = E4 VAfasia M6 (15) Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk - Brudzinski I - Brudzinski II - Laseque - Kernig - Pemeriksaan Nervi Cranialis 1. N I. Olfaktorius o ND: DBN o NS: DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
2. N II. Optikus
o Pemeriksaan visus DBN
o Pemeriksaan buta warna (tidak dilakukan) o Pemeriksaan lapang pandang DBN
o Pemeriksaan Funduscopy (tidak dilakukan) Kesan Tidak tampak kelainan
3. N III. Okulomotorius
o Inspeksi kelopak untuk ptosis : tidak terdapat ptosis di kedua mata o Inspeksi pupil
OD: 4 mm OS: 4 mm
o Pemeriksaan Refleks Cahaya
OD RC langsung +/+
5
OS RC langsung +/+
RC konsensual +/+
o Gerak bola mata ke segala arah OD: DBN
OS: DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
4. N IV. Trokealis OD: DBN OS: DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
5. N V. Trigeminal o Sensorik
V1 (opthalmik) : DBN + Refleks kornea DBN
V2 (maksilar) : DBN
V3 (mandibular) : DBN
o Motorik
Menggigit : DBN
Membuka Rahang : DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
6. N VI. Abdusen o OD: DBN o OS: DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
7. N VII. Fasialis
o Sensorik : Pengecapan 2/3 anterior lidah : DBN o Motorik
Mengangkat alis : DBN
6
Memejamkan mata : DBN
Meringis : DBN
Menggembungkan pipi : DBN
Mencucu : DBN
Kesan Parese N.VII Dextra Central
8. N VIII. Vestibulokoklear o Vestibule
Nystagmus : DBN
Tes Romberg : tidak dilakukan
Tandem : tidak dilakukan
Post-pointing : DBN
o Koklear
Gesekan jari (AS/AD) : +/+
Rinne : +/+
Weber : tidak ada lateralisasi
Kesan Tidak tampak kelainan
9. N IX. Glosofaringeal
o Sensorik : Pengecapan 1/3 posterior lidah (tidak dilakukan) o Motorik
Tidak ada disfonia atau afonia Refleks menelan: DBN Kesan Tidak tampak kelainan
10. N X. Vagus
o Inspeksi uvula : DBN
o Refleks muntah (tidak dilakukan) Kesan Tidak tampak kelainan
11. N XI. Asesorius
7 Trapezius: DBN
Kesan Tidak tampak kelainan
12. N XII. Hipoglosus
o Lidah saat di dalam rongga mulut : DBN
o Lidah saat menjulur : DBN
Kesan Parese N XII Dextra
Pemeriksaan Motorik Massa otot D S Eutrophy Eutrophy Atrophy Atrophy Tonus D S Normotonus Normotonus hipertoni Hipertoni Kekuatan D S 5 5 5 5 5 5 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 Refleks fisiologis D S BPR TPR +2 +2 +2 +2 PTR ACR -1 -1 -1 -1
8 Refleks patologis D S Hofman - - Trommer Babinsky Chaddok Oppenheim - - - - - - - - Klonus D S Patella - - Achiles - - Pemeriksaan Sensorik : Rangsang raba Rangsang nyeri Rangsang suhu Propioseptif Diskriminasi 2 titik : : : : :
Anestesi tungkai kanan mulai dari inguinal, hipestesi tungkai kiri mulai dari inguinal Analgesi / hipalgesi - / - - / - - / - Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom : BAK BAB Berkeringat : : : Inkontinensia uri Inkontinensia alvi normal Pemeriksaan Fungsi Luhur : Memori Kognitif Bahasa Visuospasial : : : : DBN DBN DBN DBN Pemeriksaan Koordinasi : Disdiadokokinesia Tes tunjuk hidung
: :
DBN DBN
9 4. RESUME
Seorang laki-laki 28 tahun datang dengan keluhan mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai setelah mengalami kecelakaan lalulintas 3 bulan lalu. Terdapat pingsan 1 kali selama kurang dari 5 menit tanpa muntah maupun penurunan kesadaran, tidak terdapat hilang ingatan. Pasien telah menjalani operasi karena mengalami patah pada tungkai bawah dan tulang punggung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelumpuhan pada kedua tungkai beserta penurunan rasa raba pada kedua tungkai mulai dari inguinal hingga telapak kaki dan tidak terdapat rangsang meningeal pada tungkai kiri.
5. DIAGNOSIS Diagnosis Kerja
Klinis : Paraplegia, hipestesi
Topis : Medula Spinalis LIV-LV lesi setinggi vertebra Th X Etiologi : Trauma
6. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah lengkap untuk mengevaluasi perjalanan terapi
Foto Rontgen torako-lumbal AP-Lateral
MRI tulang belakang (torako-lumbal) untuk melihat letak lesi secara akurat. 7. TATALAKSANA
Umum
Penatalaksanaan TTV
Keseimbangan cairan, elektrolit, gizi
Mobilisasi, miring kanan dan kiri, fleksi ekstensi kedua tungkai bawah
Konsultasi ahli bedah syaraf
Konsultasi ahli bedah ortopedi Khusus
Non-farmakologis:
10
Edukasi
o Agar terus dilakukan mobilisasi agar tidak terjadi kekakuan sendi
Farmakologis:
Obat-obatan Neurotropik
Obat-obatan analgetik
o As.Mefenamat 3 x 500 mg selama 3 hari, setelah makan
8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam Quo ad functionam : dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia ad malam
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai setelah mengalami kecelakaan sejak 3 bulan lalu dan tidak ada perbaikan hingga sekarang disertai tidak dapat merasakan keinginan untuk BAB maupun BAK.
Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada syaraf kranial namun pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua tungkai adalah 0 0 0 0 disertai penurunan sensoris serta propioseptif pada kedua tungkai mulai dari selangkangan hingga ujung jari kaki. Tidak ditemukan refleks fisiologis maupun patologis pada kedua tungkai.
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada pasien ini mengarah kepada diagnosis paraplegi akibat cedera medula spinalis komplet.
1. Definisi
Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraplegia 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.
11 Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya. Teknik yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan sacral sparing. Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraplegi inkomplet (29,5%), (2) paraplegi komplet (27,3%), (3) paraplegi inkomplet (21,3%), dan (4) tetraplegi komplet (18,5%).
Anatomi Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di canalis vertebralis columna vertebralis dan dibungkus oleh tiga meningen, duramater, arachnoid dan piamater. Perlindungan dilakukan oleh cairan serebrospinal yang mengelilingi medula spinalis dalam ruang subarachnoid.
Bagian superior dimulai dari foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata otak. Medula spinalis berakhir di inferior regio lumbar. Di bawah, medula spinalis menipis menjadi conus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater yaitu filum terminale yang berjalan kebawah dan melekat di bagia belakang os coccygeus.
Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melali radix anterior (radix motorik) dan radix posterior (radix sensorik). Masing-masing radix melekat pada
12 medula spinalis melalui fila radikularia yang membentang di sepanjang segmen-segmen medula spinalis yang sesuai. Mesing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi.
Struktur medula spinalis terdiri dari substansia grisea yang dikelilingioleh substansia alba. Pada potongan melintang, substansia grisea tampak seperti huruf H dengan kolumna atau kornu anterior dan posterior substansia grisea yang dihubungkan dengan commisura grisea yang tipis. Didalamnya terdapat canalis sentralis yang kecil.
Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis. Ada 8 saraf servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf sakral. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak.
Sepanjang dada dan perut dermatom seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda.Sepanjang lengan dan kaki, pola ini berbeda: dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan. Meskipun pola umum sama pada semua orang, daerah yang tepat dari inervasi merupakan keunikan untuk individu sebagai sidik jari.
Manfaat Klinik
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Karena kesakitan terbatas dermatom adalah gejala bukan
13 penyebab dari dari masalah yang mendasari, operasi tidak boleh sekalipun ditentukan oleh rasa sakit. Sakit di daerah dermatom mengindikasikan kekurangan oksigen ke saraf seperti yang terjadi dalam peradangan di suatu tempat di sepanjang jalur saraf.
2. Klasifikasi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association(2)yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris syndrome. Lee(6)menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome
14 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis,
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula
spinalis akibat cedera/trauma.
Tatalaksana
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan
adalah lebih dari 50%
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat(11). Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi. Kajian oleh Brakendalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis
15 tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.