KARAKTERISTIK KABUPATEN PERBATASAN DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMINYA
AAN HARTONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Kabupaten Perbatasan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonominya adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2010
Aan Hartono
ABSTRACT
AAN HARTONO. The Characteristics of Border Regencies and The Factors That Affect Their Economic Growth. Under direction of BAMBANG JUANDA and WIWIEK RINDAYATI.
State border is the main manifestation of the territory sovereignty of a country that has a major role both in determining the boundaries of a country, the utilization of natural resources, national defense, and economic sovereignty of a country. Geographically, Indonesia has borders with several neighbour countries in land border and sea border. In the land border, Indonesia has border with three countries, Malaysia with West Kalimantan Province and East Kalimantan Province, Papua New Guinea with Papua Province and Timur Leste with East Nusa Tenggara Province.
In 2005, The Ministry of The Development of lagged areas, through the decision of The Minister of The Development of lagged areas number 001/Kep/M-PDT/I/2005 on National Strategy of The Development of lagged areas publish 199 lagged regencies in Indonesia, spread out in almost all provinces in Indonesia. Twenty six of 199 regencies are border regencies, consist of 16 regencies with land border and 10 regencies with sea border. These data show that the overall land border regencies are lagged areas.
The purpose of this study include : analyzing socio-economic conditions in the border areas of West Kalimantan, East Kalimantan, Papua and East Nusa Tenggara, analyzing economic base sector, analyzing development disparities, analyzing pattern and structure of economic growth, analyzing economic shifts and role, analyzing factors that affect economic growth and per capita Gross Regional Domestic Product (GDRP) in the border regencies. The methods used are: Descriptive Analysis, Location Quotient Analysis, Analysis of Regional Income Disparities, Klassen Typology Analysis, Shift Share Analysis and Panel Data.
The research concludes that: macroeconomic conditions and human development performance in border regencies showed a significant improvement since the implementation of regional autonomy. In general, the economic base sector in the border regencies are agriculture, it found that development disparities occur between border and non-border regencies in 3 provinces, East Kalimantan, East Nusa Tenggara and Papua. The pattern and structure of economic growth in the border area in 2003 and 2008 are varied. Most of the border regencies in the province of West Kalimantan and East Nusa Tenggara have low competitiveness, Economic growth in the border regencies is significantly affected by civil servants expenditures, the amount of the labor force and the road length. Meanwhile per capita GDRP is significantly affected by civil servants expenditures and the road length.
Keyword: : Border regency, disparity, economic growth, economic structure,
RINGKASAN
AAN HARTONO. Karakteristik Kabupaten Perbatasan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonominya. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan WIWIEK RINDAYATI.
Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, pertahanan keamanan dan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Negara Indonesia yang terdiri atas beribu pulau secara geografis berbatasan dengan beberapa negara tetangga baik di darat maupun laut. Di darat panjang garis perbatasan mencapai 29.141 km, di mana Indonesia berbatasan dengan tiga negara yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste.
Kawasan Perbatasan, menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Nasional telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini bukan berarti kawasan perbatasan tidak boleh dikembangkan secara sosial ekonomi. Justru sebaliknya,
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah merupakan pendekatan yang komplementer dengan pendekatan pertahanan dan keamanan.
Pada tahun 2005, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Negara PDT Republik Indonesia Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 Tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal melansir 199 kabupaten tertinggal di Indonesia, di mana 16 diantaranya adalah kabupaten perbatasan negara di darat dan 10 kabupaten perbatasan negara di laut. Hal ini bermakna bahwa seluruh kabupaten perbatasan darat merupakan daerah tertinggal. Capaian kinerja pembangunan yang masih memprihatinkan tersebut memunculkan kondisi keterbelakangan yang apabila dibiarkan berlarut-larut dapat meningkatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang selama ini masih terus berlangsung karena didorong oleh potensi sumber daya alamnya yang melimpah.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan antara lain : menganalisis kondisi sosial ekonomi daerah perbatasan, menganalisis sektor-sektor basis di daerah perbatasan, menganalisis ketimpangan pembangunan kabupaten perbatasan dan bukan perbatasan, menganalisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan, menganalisis pergeseran dan peranan perekonomian
kabupaten perbatasan, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita kabupaten perbatasan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan sumber lainnya dengan periode waktu yang digunakan adalah tahun 2002-2008. Penelitian mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat sebanyak 16 kabupaten pada 4 provinsi yaitu : Kalimantan Barat 5 kabupaten (Sambas, Sintang, Sanggau, Bengkayang dan Kapuas Hulu), Kalimantan Timur 3 kabupaten (Nunukan, Malinau dan Kutai Barat), Nusa
Tenggara Timur 3 kabupaten (Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara), Papua 1 kota dan 4 kabupaten (Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Merauke, Pegunungan Bintang dan Boven Digoel).
Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain analisis deskriptif, analisis location quotient, analisis disparitas pendapatan regional, analisis klassen typology, analisis shift–share, dan analisis data panel untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita kabupaten perbatasan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa capaian kinerja pembangunan manusia yang ditunjukkan melalui beberapa indikator antara lain angka melek huruf, angka harapan hidup paritas daya beli dan indeks pembangunan manusia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Begitu pula dengan capaian kinerja pembangunan ekonomi yang ditunjukkan melalui beberapa indikator antara lain pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan angka kemiskinan tahun 2006, seluruh kabupaten perbatasan memperlihatkan terjadinya peningkatan kecuali Kabupaten Keerom yang mengalami penurunan. Kondisi ini dipicu oleh kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada Bulan Oktober tahun 2005.
Berdasarkan analisis location quotient diperoleh hasil bahwa mayoritas kabupaten perbatasan memiliki sektor basis pada sektor pertanian dengan lima sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Hal ini diperlihatkan oleh nilai Location Quotient (LQ) lebih dari 1 yang hampir dimiliki semua kabupaten perbatasan. Sedangkan sektor lainnya bervariasi satu sama lain. Khusus Kota Jayapura merupakan daerah perbatasan dengan nilai LQ lebih dari satu pada sektor sekunder dan tersier sedangkan untuk sektor primer justru bukan merupakan sektor basis. Kondisi ini disebabkan karena statusnya sebagai ibukota provinsi dan infrastruktur daerah yang lebih baik dibandingkan daerah lainnya.
Berdasarkan analisis disparitas pendapatan regional, terjadi ketimpangan pembangunan kabupaten/kota perbatasan dan bukan perbatasan pada 3 provinsi yaitu Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Hal ini terlihat dari nilai Indeks Williamson ketiga provinsi tersebut yang nilainya lebih besar dibandingkan nilai Indeks Williamson provinsi minus kabupaten/kota perbatasan yang berarti bahwa masuknya kabupaten/kota perbatasan semakin meningkatkan disparitas. Sedangkan untuk Provinsi Kalimantan Barat justru sebaliknya yaitu masuknya kabupaten perbatasan semakin menurunkan nilai Indeks Williamson atau dengan kata lain menurunkan disparitas antar kabupaten. Hal ini disebabkan karena kabupaten perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah-daerah yang terbentuk jauh sebelum pelaksanaan otonomi daerah-daerah sehingga infrastruktur daerah relatif lebih bagus dibanding kabupaten perbatasan lainnya terutama di Provinsi Kalimantan Timur dan Papua yang mayoritas terbentuk setelah bergulirnya era otonomi daerah.
Berdasarkan analisis Klassen Typology, pola dan struktur pertumbuhan ekonomi relatif daerah perbatasan tahun 2003 dan tahun 2008 bervariasi. Kabupaten Perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat berada di kuadran II, III dan IV, di Provinsi Kalimantan Timur seluruhnya berada di kuadran III, di Provinsi
Nusa Tenggara Timur berada di kuadran I dan IV sedangkan di Provinsi Papua pada kuadran I, III dan IV. Kondisi ini disebabkan oleh aklselerasi kinerja ekonomi yang beragam sehingga terjadi perbedaan pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah perbatasan.
Berdasarkan analisis shift share, mayoritas kabupaten perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur memiliki daya saing yang rendah. Hal ini diperlihatkan oleh nilai differensial shift yang negatif, sedangkan daerah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur dan Papua memiliki daya saing yang lebih baik yang ditunjukkan oleh nilai differensial shift yang positip. Perbedaan kondisi ini dipicu oleh adanya potensi sumber daya alam yang jauh berbeda antara Provinsi Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Papua dimana Provinsi Papua dan Kalimantan Timur mempunyai daya dukung SDA yang melimpah yaitu di sektor pertambangan dan penggalian serta sektor kehutanan.
Berdasarkan analisis data panel, pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan secara signifikan dipengaruhi oleh variabel belanja pegawai, jumlah angkatan kerja dan panjang jalan dengan besarnya elastisistas masing-masing variabel secara berturut-turut sebesar 0,11; 0,22 dan 0,16. Sedangkan variabel belanja pendidikan, kesehatan, modal dan produksi listrik tidak secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita kabupaten perbatasan secara signifikan dipengaruhi oleh variabel belanja pegawai dan panjang jalan dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar 0,012 dan 0,02. Sedangkan variabel belanja pendidikan, kesehatan, modal, jumlah angkatan kerja dan produksi listrik tidak secara signifikan berpengaruh PDRB perkapita.
Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini antara lain pembangunan ekonomi kawasan perbatasan oleh pemerintah kabupaten agar lebih diarahkan pada pengembangan agribisnis dan agriindustri, pemanfaatan sumber daya alam kabupaten perbatasan agar lebih terarah sehingga disparitas pendapatan regional antar kabupaten tidak semakin meningkat, pembangunan infrastruktur daerah perbatasan seperti jalan, jembatan dan listrik termasuk fasilitas Custom,
Imigration, Quarantyne dan Security merupakan kebutuhan mendesak yang harus
segera dipenuhi agar akses transportasi, komunikasi dan distribusi barang dan jasa dapat berjalan dengan baik sehingga mampu meningkatkan interaksi ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing daerah, menghilangkan kesenjangan antar daerah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta terjaganya kondisi hankam negara, diperlukan penelitian lebih lanjut antara lain penambahan variabel lainnya sebagai dasar clustering serta identifikasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita agar kebijakan pembangunan daerah baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten dapat lebih baik lagi.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KARAKTERISTIK KABUPATEN PERBATASAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMINYA
AAN HARTONO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Karakteristik Kabupaten Perbatasan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonominya
Nama : Aan Hartono
NIM : H151080324
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S Ketua
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si Anggota
Diketahui : Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis dengan judul
“Karakteristik Kabupaten Perbatasan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonominya”, dengan tepat waktu sesuai jadwal yang telah di
susun.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Rusman Heriawan, selaku Kepala Badan Pusat Statistik yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan study pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
2. H. Syahruni, S.E, selaku Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan study pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
3. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan
Dr. Ir. D.S.Priyarsono, M.S selaku penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukkan dalam penyusunan tesis ini.
4. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku Ketua Program Studi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberikan dukungan selama berlangsungnya studi.
5. Kedua orang tua khususnya Ibunda Hj.Nurhayati dan Istri tercinta Siti Jubaidah, S.E serta anak-anakku tersayang Ainnur Rohid Baihaqi dan Ghaisan Izzatul Ramadhan yang telah memberikan dukungan moril dan materiil. 6. Rekan-rekan seperjuangan di kelas dan berbagai pihak yang saling
mendukung dan berbagi ilmu pengetahuan sehingga perkuliahan berjalan dengan lancar.
Akhirnya, harapan besar penulis adalah tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian, serta secara khusus bagi pembangunan daerah perbatasan.
Bogor, Januari 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 27 Juli 1979 dari pasangan Sucipto dan Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kubang Pari I pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1991, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kersana pada tahun 1991 samapai dengan tahun 1994, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tanjung pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, Akademi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001.
Sejak tahun 2001, penulis bekerja pada BPS Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur. Tahun 2006 penulis diangkat sebagai Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Kabupaten Malinau. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... xvi DAFTAR GAMBAR ... xx DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ………
1.1 Latar Belakang ………. ……….….. 1.2 Perumusan Masalah ……...………. 1.3 Tujuan Penelitian ……….… 1.4 Manfaat Penelitian ………... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………
1 1 7 8 9 9 BAB II BAB III BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ……. 2.1 Konsep Pembangunan ………...………... 2.2 Pembangunan Daerah Perbatasan ………. 2.3 Konsep Pertumbuhan Ekonomi ……… 2.4 Disparitas Wilayah ……… 2.5 Penelitian Terdahulu ………. 2.6 Kerangka Pemikiran ………. 2.7 Hipotesis ………... METODE PENELITIAN ………... 3.1 Jenis dan Sumber Data ……… 3.3 Metode Analisis ………... 3.3.1 Analisis Deskriptif ..……… 3.3.2 Analisis Location Quotient ..……… 3.3.3 Analisis Disparitas Pendapatan Regional ……… 3.3.4 Analisis Klassen Typologi ………... 3.3.5 Analisis Shift Share ……….. 3.3.6 Analisis Data Panel ……….. GAMBARAN UMUM DAERAH PERBATASAN ...…………... 4.1 Provinsi Kalimantan Barat ……… 4.1.1 Kabupaten Sanggau .……… 4.1.2 Kabupaten Bengkayang …...……… 4.1.3 Kabupaten Sambas ………...……… 4.1.4 Kabupaten Sintang ………... 4.1.4 Kabupaten Kapuas Hulu ………... 4.1.5 Perbandingan dengan Negara Malaysia ...
11 11 13 21 23 25 30 31 33 33 33 34 34 36 37 38 41 46 46 47 51 54 57 60 64
4.2 Provinsi Kalimantan Timur ...………... 4.2.1 Kabupaten Kutai Barat ……… 4.2.2 Kabupaten Malinau ………..……… 4.2.3 Kabupaten Nunukan ……….……… 4.2.4 Perbandingan dengan Negara Malaysia ... 4.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur ….……….. 4.3.1 Kabupaten Kupang ..……… 4.3.2 Kabupaten Timor Tengah Utara ..……… 4.3.3 Kabupaten Belu ……… 4.3.4 Perbandingan dengan Negara Timor Leste ………. 4.4 Provinsi Papua ………... 4.4.1 Kabupaten Merauke .……… 4.4.2 Kabupaten Boven Digoel ..………... 4.4.3 Kabupaten Pegunungan Bintang ………..……… 4.4.4 Kabupaten Keerom ……….. 4.4.5 Kota Jayapura ……….. 4.4.6 Perbandingan dengan Negara Papua New Guinea ... 4.5 Analisis Gerombol ……… 65 66 69 73 76 77 79 82 86 89 90 92 95 98 101 105 108 109
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………..
5.1 Analisis Location Quotient ...……… 5.1.1 Provinsi Kalimantan Barat ..……… 5.1.2 Provinsi Kalimantan Timur ..……… 5.1.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 5.1.4 Provinsi Papua …………..………... 5.2 Analisis Disparitas Pendapatan Regional .……… 5.2.1 Provinsi Kalimantan Barat ..……… 5.2.2 Provinsi Kalimantan Timur ..……… 5.2.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 5.2.4 Provinsi Papua …………..………... 5.3 Analisis Klassen Typologi ..……… .……… 5.3.1 Provinsi Kalimantan Barat ..……… 5.3.2 Provinsi Kalimantan Timur ..……… 5.3.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 5.3.4 Provinsi Papua …………..………... 5.4 Analisis Shift Share ……… .……… 5.4.1 Provinsi Kalimantan Barat ..……… 5.4.2 Provinsi Kalimantan Timur ..……… 5.4.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 5.4.4 Provinsi Papua …………..………... 5.5 Analisis Data Panel ………..
5.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi ..………... 5.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB Perkapita ...
117 117 117 118 119 120 122 123 124 126 127 129 129 131 132 134 135 136 140 144 148 152 152 156
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... 160 160 162 DAFTAR PUSTAKA ……….. LAMPIRAN ………. 164 170
xvi DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota
Perbatasan ... 4
Tabel 2 Harga Beberapa Komoditi di Daerah Perbatasan
RI-Malaysia di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 ... 6
Tabel 3 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun
2004-2008 ... 48
Tabel 4 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sanggau Tahun 1999-2007 ... 49
Tabel 5 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun
2004-2008 ... 51
Tabel 6 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkayang Tahun 1999-2007 ... 53
Tabel 7 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun
2004-2008 ... 55
Tabel 8 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sambas Tahun 1999-2007 ... 56
Tabel 9 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun
2004-2008 ... 58
Tabel 10 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sintang Tahun 1999-2007 ... 59
Tabel 11 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun
2004-2008 ... 61
Tabel 12 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 1999-2007 ... 62
Tabel 13 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kutai Barat Tahun
2004-2008 ... 66
Tabel 14 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kutai Barat Tahun 1999-2007 ... 68
Tabel 15 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Malinau Tahun
2004-2008 ... 70
Tabel 16 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Malinau Tahun 1999-2007 ... 71
Tabel 17 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Nunukan Tahun
xvii
Tabel 18 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Nunukan Tahun 1999-2007 ... 75
Tabel 19 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kupang Tahun
2004-2008 ... 80
Tabel 20 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kupang Tahun 1999-2007 ... 81
Tabel 21 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Timor Tengah Utara
Tahun 2004-2008 ... 83
Tabel 22 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 1999-2007 ... 85
Tabel 23 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Belu Tahun 2004-2008 86
Tabel 24 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Belu Tahun 1999-2007 88
Tabel 25 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Merauke Tahun
2004-2008 ... 92
Tabel 26 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Merauke Tahun 1999-2007 ... 93
Tabel 27 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Boven Digoel Tahun
2004-2008 ... 95
Tabel 28 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Boven Digoel Tahun 1999-2007 ... 97
Tabel 29 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Pegunungan Bintang
Tahun 2004-2008 ... 98
Tabel 30 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 1999-2007 ... 100
Tabel 31 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Keerom Tahun
2004-2008 ... 103
Tabel 32 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kabupaten Keerom Tahun 1999-2007 ... 104
Tabel 33 Kondisi Makro Ekonomi Kota Jayapura Tahun 2004-2008 ... 106
Tabel 34 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya
serta Angka Kemiskinan Kota Jayapura Tahun 1999-2007 ... 107
Tabel 35 Nilai Zscore dan Jumlah Kabupaten Masing-Masing Cluster
pada Metode Non Hierarki ……….. 110
Tabel 36 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Perbatasan Berdasarkan
Metode Non Hierarki 2 Cluster ………... 111
Tabel 37 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Perbatasan Berdasarkan
xviii
Tabel 38 Nilai Zscore pada Metode Hierarki dengan Dua Cluster …… 113
Tabel 39 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Perbatasan Berdasarkan
Metode Hierarki 3 Cluster Tahun 2008 ……….. 113
Tabel 40 Nilai Zscore Tiga Cluster Metode Hierarki ………. 114
Tabel 41 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Perbatasan Berdasarkan
Metode Hierarki 4 Cluster ……….. 115
Tabel 42 Nilai LQ Kabupaten Perbatasan di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2008 ... 117
Tabel 43 Nilai LQ Kabupaten Perbatasan di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2008 ... 118
Tabel 44 Nilai LQ Kabupaten Perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2008 ... 119
Tabel 45 Nilai LQ Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua Tahun
2008 ... 121
Tabel 46 Klassen Typologi Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2003 dan 2008 ... 129
Tabel 47 Klassen Typologi Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2003 dan 2008 ... 131
Tabel 48 Klassen Typologi Kabupaten Perbatasan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2003 dan 2008 ... 132
Tabel 49 Klassen Typologi Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua
Tahun 2003 dan 2008 ... 134
Tabel 50 Regional Share Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2008 ……… 136
Tabel 51 Proportional Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2008 ... 137
Tabel 52 Differential Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2008 ... 138
Tabel 53 Regional Share Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2008 ………... 140
Tabel 54 Proportional Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2008 ... 141
Tabel 55 Differential Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2008 ... 142
Tabel 56 Regional Share Kabupaten Perbatasan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2008 ... 144
Tabel 57 Proportional Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2008 ... 145
Tabel 58 Differential Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2008 ... 146
Tabel 59 Regional Share Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua
Tahun 2008 ... 148
Tabel 60 Proportional Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua
Tahun 2008 ... 149
Tabel 61 Differential Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua
xix
Tabel 62 Proportional Shift Kabupaten Perbatasan di Provinsi Papua
Tahun 2008 ... 151
Tabel 63 Uji Signifikansi Variabel Bebas pada Model Pertumbuhan
Ekonomi ... 152
Tabel 64 Hasil Uji Hausman pada Model PDRB Perkapita ... 156
Tabel 65 Uji Signifikansi Variabel Bebas pada Model PDRB
xx DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kondisi Salah Satu Desa Perbatasan di Kabupaten Nunukan
Provinsi Kalimantan Timur ... 2
Gambar 2 Sarana Transportasi Menuju Daerah Perbatasan di
Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur ... 3
Gambar 3 Masyarakat Dusun Aruk Provinsi Kalimantan Barat
Berbelanja Sembako ke Malaysia ... 5
Gambar 4 Hipotesis Neoklasik ... 22
Gambar 5 Kerangka Pikir Penelitian ... 29
Gambar 6 Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat ... 46
Gambar 7 Peta Administratif Kabupaten Sanggau ... 47
Gambar 8 Struktur Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun 2008 ... 48
Gambar 9 Peta Administratif Kabupaten Bengkayang ... 51
Gambar 10 Struktur Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun 2008 ... 52
Gambar 11 Peta Administratif Kabupaten Sambas ... 54
Gambar 12 Struktur Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun 2008 ... 55
Gambar 13 Peta Administratif Kabupaten Sintang ... 57
Gambar 14 Struktur Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun 2008 ... 58
Gambar 15 Peta Administratif Kabupaten Kapuas Hulu ... 60
Gambar 16 Struktur Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2008 ... 61
Gambar 17 Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Timur ... 64
Gambar 18 Peta Administratif Kabupaten Kutai Barat ... 66
Gambar 19 Struktur Ekonomi Kabupaten Kutai Barat Tahun 2008 ... 67
Gambar 20 Peta Administratif Kabupaten Malinau ... 69
Gambar 21 Struktur Ekonomi Kabupaten Malinau Tahun 2008 ... 71
Gambar 22 Peta Administratif Kabupaten Nunukan ... 73
Gambar 23 Struktur Ekonomi Kabupaten Nunukan Tahun 2008 ... 74
Gambar 24 Peta Daerah Perbatasan di Nusa Tenggara Timur ... 77
Gambar 25 Peta Administratif Kabupaten Kupang ... 79
Gambar 26 Struktur Ekonomi Kabupaten Kupang Tahun 2008 ... 80
Gambar 27 Peta Administratif Kabupaten Timor Tengah Utara ... 82
Gambar 28 Struktur Ekonomi Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2008 ... 84
Gambar 29 Peta Administratif Kabupaten Belu ... 86
Gambar 30 Struktur Ekonomi Kabupaten Belu Tahun 2008 ... 87
Gambar 31 Peta Daerah Perbatasan di Papua ... 90
Gambar 32 Struktur Ekonomi Kabupaten Merauke Tahun 2008 ... 93
Gambar 33 Peta Administratif Kabupaten Boven Digoel ... 94
Gambar 34 Struktur Ekonomi Kabupaten Boven Digoel Tahun 2008 ... 96
Gambar 35 Struktur Ekonomi Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2008 ... 99
Gambar 36 Peta Administratif Kabupaten Keerom ……….. 101
xxi
Gambar 38 Peta Administratif Kota Jayapura ……….. 104
Gambar 39 Struktur Ekonomi Kota Jayapura Tahun 2008 ... 106
Gambar 40 Perkembangan Indeks Williamson Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2004-2008 ……….. 122
Gambar 41 Perkembangan Indeks Williamson Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2004-2008 …...……….. 124
Gambar 42 Perkembangan Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2004-2008 ……….…………...………. 126
Gambar 43 Perkembangan Indeks Williamson Provinsi Papua Tahun
xxii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sambas Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 169
Tabel 2 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sambas Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 170
Tabel 3 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkayang
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 171
Tabel 4 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkayang
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 172
Tabel 5 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sanggau Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 173
Tabel 6 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sanggau Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 174
Tabel 7 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sintang Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 175
Tabel 8 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sintang Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 176
Tabel 9 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kapuas Hulu
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 177
Tabel 10 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kapuas Hulu
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 178
Tabel 11 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kutai Barat
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 179
Tabel 12 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kutai Barat
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 180
Tabel 13 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malinau Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 181
Tabel 14 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malinau Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 182
xxiii
Tabel 15 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Nunukan Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 183
Tabel 16 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Nunukan Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 184
Tabel 17 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kupang Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 185
Tabel 18 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kupang Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 186
Tabel 19 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten TTU Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 187
Tabel 20 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten TTU Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 188
Tabel 21 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 189
Tabel 22 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 190
Tabel 23 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Merauke Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 191
Tabel 24 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Merauke Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 192
Tabel 25 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Boven Digoel
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 193
Tabel 26 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Boven Digoel
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 194
Tabel 27 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pegunungan
Bintang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 195
Tabel 28 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pegunungan
Bintang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 196
Tabel 29 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Keerom Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 197
xxiv
Tabel 30 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Keerom Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 198
Tabel 31 Produk Domestik Regional Bruto Kota Jayapura Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 199
Tabel 32 Produk Domestik Regional Bruto Kota Jayapura Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 200
Tabel 33 Analisis Location Quotient Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat ... 201
Tabel 34 Analisis Location Quotient Kabupaten Sambas Provinsi
Kalimantan Barat ... 202
Tabel 35 Analisis Location Quotient Kabupaten Sintang Provinsi
Kalimantan Barat ... 203
Tabel 36 Analisis Location Quotient Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi
Kalimantan Barat ... 204
Tabel 37 Analisis Location Quotient Kabupaten Sanggau Provinsi
Kalimantan Barat ... 205
Tabel 38 Analisis Location Quotient Kabupaten Malinau Provinsi
Kalimantan Timur ... 206
Tabel 39 Analisis Location Quotient Kabupaten Nunukan Provinsi
Kalimantan Timur ... 207
Tabel 40 Analisis Location Quotient Kabupaten Kutai Barat Provinsi
Kalimantan Timur ... 208
Tabel 41 Analisis Location Quotient Kabupaten Kupang Provinsi
NTT ... ... 209
Tabel 42 Analisis Location Quotient Kabupaten TTU Provinsi NTT ... 210
Tabel 43 Analisis Location Quotient Kabupaten Belu Provinsi NTT ... 211
Tabel 44 Analisis Location Quotient Kabupaten Merauke Provinsi
Papua ... 212
Tabel 45 Analisis Location Quotient Kabupaten Boven Digoel
Provinsi Papua ... ... 213
Tabel 46 Analisis Location Quotient Kabupaten Pegunungan Bintang
Provinsi Papua ... 214
Tabel 47 Analisis Location Quotient Kabupaten Keerom Provinsi
Papua ... 215
Tabel 48 Analisis Location Quotient Kota Jayapura Provinsi Papua .... 216
Tabel 49 Analisis Klassen Typologi Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2003 dan 2008 ... 217
Tabel 50 Analisis Klassen Typologi Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2003 dan 2008 ... 218
Tabel 51 Analisis Klassen Typologi Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tahun 2003 dan 2008 ... 219
Tabel 52 Analisis Klassen Typologi Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Tahun 2003 dan 2008 ... 219
xxv
Tabel 54 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Minus Daerah
Perbatasan Tahun 2004 ………... 220
Tabel 55 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2005 .. 221
Tabel 56 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Minus Daerah
Perbatasan Tahun 2005 ………... 221
Tabel 57 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2006 .. 222
Tabel 58 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Minus Daerah
Perbatasan Tahun 2006 ………... 222
Tabel 59 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007 .. 223
Tabel 60 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Minus Daerah
Perbatasan Tahun 2007 ………... 223
Tabel 61 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 .. 224
Tabel 62 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Minus Daerah
Perbatasan Tahun 2008 ………... 224
Tabel 63 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004.. 225
Tabel 64 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Minus
Daerah Perbatasan Tahun 2004 …………... 225
Tabel 65 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 226
Tabel 66 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Minus
Daerah Perbatasan Tahun 2005 …………... 226
Tabel 67 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 227
Tabel 68 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Minus
Daerah Perbatasan Tahun 2006 …………... 227
Tabel 69 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007 228
Tabel 70 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Minus
Daerah Perbatasan Tahun 2007 …………... 228
Tabel 71 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 229
Tabel 72 Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Timur Minus
Daerah Perbatasan Tahun 2008 …………... 229
Tabel 73 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2004 ………... 230
Tabel 74 Indeks Williamson Provinsi NTT Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2004 ………... 230
Tabel 75 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2005 ………... 231
Tabel 76 Indeks Williamson Provinsi NTT Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2005 ………... 231
Tabel 77 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2006 ………... 232
Tabel 78 Indeks Williamson Provinsi NTT Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2004 ………... 232
Tabel 79 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2007 ………... 233
Tabel 80 Indeks Williamson Provinsi NTT Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2007 ………... 233
Tabel 81 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2008 ………... 234
Tabel 82 Indeks Williamson Provinsi NTT Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2008 ………... 235
xxvi
Tabel 84 Indeks Williamson Provinsi Papua Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2004 ………... 237
Tabel 85 Indeks Williamson Provinsi Papua Tahun 2005 ………. 238
Tabel 86 Indeks Williamson Provinsi Papua Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2005 ………... 239
Tabel 87 Indeks Williamson Provinsi Papua Tahun 2006 ………. 240
Tabel 88 Indeks Williamson Provinsi Papua Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2006 ………... 241
Tabel 89 Indeks Williamson Provinsi Papua Tahun 2007 ………. 242
Tabel 90 Indeks Williamson Provinsi Papua Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2007 ………... 243
Tabel 91 Indeks Williamson Provinsi Papua Tahun 2008 ………. 244
Tabel 92 Indeks Williamson Provinsi Papua Minus Daerah Perbatasan
Tahun 2008 ………... 245
Tabel 93 Besaran PDRB Konstan, Belanja Pegawai, Kesehatan,
Pendidikan, Modal, Jumlah Angkatan Kerja, Panjang Jalan dan Produksi Listrik Kabupaten Perbatasan Tahun 2006-2008 ... 246
Tabel 94 Logaritma Natural Variabel PDRB Konstan, Belanja
Pegawai, Kesehatan, Pendidikan, Modal, Jumlah Angkatan Kerja, Panjang Jalan dan Produksi Listrik ……... 247
Tabel 95 Besaran PDRB Perkapita, Belanja Pegawai, Kesehatan,
Pendidikan, Modal, Jumlah Angkatan Kerja, Panjang Jalan dan Produksi Listrik Kabupaten Perbatasan Tahun 2006-2008 ... 248
Tabel 96 Logaritma Natural Variabel PDRB Perkapita, Belanja
Pegawai, Kesehatan, Pendidikan, Modal, Jumlah Angkatan Kerja, Panjang Jalan dan Produksi Listrik ……... 249
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, pertahanan keamanan dan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika banyak negara di berbagai benua dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan setiap jengkal wilayah perbatasannya dengan berbagai cara baik melalui pendekatan militer maupun pendekatan ekonomi. Pendekatan militer dilakukan melalui pembangunan pos keamanan dan penempatan personil militer di garis batas negara, sedangkan pendekatan ekonomi dilakukan melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan sehingga dapat sejajar dengan negara tetangga. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan perbatasan merupakan bagian intergral yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan pembangunan suatu negara serta memiliki arti strategis tanpa memandang apakah wilayah tersebut memiliki potensi secara ekonomi ataupun tidak.
Negara Indonesia yang terdiri atas beribu pulau secara geografis berbatasan dengan beberapa negara tetangga baik di darat maupun laut. Di wilayah laut panjang garis batas mencapai 108.000 km, dimana Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Sedangkan di darat panjang garis perbatasan mencapai 29.141 km, dimana Indonesia berbatasan dengan tiga negara yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Daerah-daerah yang berbatasan darat dengan negara tetangga antara lain Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berbatasan dengan Malaysia, Nusa Tenggara Timur berbatasan dengan Timor Leste dan Papua berbatasan dengan Papua New Guinea.
Kawasan Perbatasan, menurut Undang-Undang Nomor 26/2007 mengenai Penataan Ruang Nasional telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini bukan berarti kawasan perbatasan tidak
2
boleh dikembangkan secara sosial-ekonomi. Justru sebaliknya, sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah merupakan pendekatan yang komplementer dengan pendekatan pertahanan dan keamanan dalam rangka menjamin kedaulatan wilayah. Dengan demikian tujuan pembangunan kawasan perbatasan sesungguhnya sangatlah kompleks karena harus memenuhi beberapa tujuan sekaligus, yakni menciptakan pemerataan pembangunan serta menjamin kedaulatan wilayah.
Akan tetapi sampai saat ini pembangunan di wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga perkotaan maupun negara tetangga. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan kondisi salah satu desa perbatasan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 1 Kondisi Salah Satu Desa Perbatasan di Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur.
3 Pada tahun 2005, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 Tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal melansir 199 kabupaten tertinggal di Indonesia yang tersebar pada hampir seluruh propinsi di Indonesia kecuali dua propinsi yaitu DKI Jakarta dan Banten. Dari 199 kabupaten tersebut, 26 diantaranya adalah kabupaten perbatasan dengan negara tetangga yang terbagi atas 16 kabupaten yang berbatasan di darat dan 10 kabupaten berbatasan di laut. Data ini menunjukkan bahwa seluruh kabupaten perbatasan di darat merupakan daerah tertinggal. Gambar 2 di bawah ini menunjukan betapa sulitnya akses transportasi menuju daerah perbatasan di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 2 Sarana Transportasi Menuju Daerah Perbatasan di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 2007, angka indeks pembangunan manusia kabupaten perbatasan di Kalimantan Timur yaitu Kabupaten Malinau sebesar 72,71, Kabupaten Nunukan sebesar 73,54 dan Kabupaten Kutai Barat sebesar 73,35. Indeks pembangunan manusia ketiga kabupaten tersebut masih jauh tertinggal
4 dibandingkan angka Propinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 74,83, padahal Propinsi Kalimantan Timur merupakan daerah kaya dengan nilai PDRB tertinggi di kawasan timur Indonesia yaitu sebesar Rp. 212 Triliun pada tahun 2007. Sementara untuk kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua indeks pembangunan manusianya lebih rendah lagi yaitu di bawah angka 70.
Tabel 1 Perbandingan Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Perbatasan dengan Nasional Tahun 2007
No Daerah Angka Harapan
Hidup (Thn) Angka Melek Huruf (%) Purchasing Power Parity (Ribu Rp) IPM (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Indonesia 68,70 91,87 624,37 70,59 Prop.Kalbar 66,10 89,40 617,90 67,53 1. Sambas 60,48 89,50 607,20 63,01 2. Bengkayang 68,40 88,69 594,10 66,32 3. Sanggau 67,61 89,92 609,80 67,64 4. Sintang 67,68 90,41 599,60 66,89 5. Kapuas Hulu 66,28 92,55 626,31 69,26 Prop.Kaltim 70.60 95.70 623.57 73.77 1. Kutai Barat 69,50 95,49 618,50 73,35 2. Malinau 68,00 92,33 640,82 71,54 3. Nunukan 70,80 93,30 626,00 72,61 Prop.NTT 66,70 87,25 621,76 65,36 1. Kupang 64,77 88,72 585,66 64,57
2. Timor Tengah Utara 67,27 87,19 596,44 65,84
3. Belu 64,72 82,79 599,52 62,82 Prop.Papua 67,90 75,40 593,40 63,40 1. Merauke 62,00 87,10 591,40 64,00 2. Boven Digoel 66,20 31,70 574,40 48,70 3. Pegunungan Bintang 65,20 31,60 573,10 47,40 4. Keerom 66,60 31,60 573,10 68,00 5. Kota Jayapura 68,20 98,40 620,00 73,80
5 Capaian kinerja pembangunan manusia yang masih memprihatinkan memunculkan kondisi keterbelakangan yang apabila dibiarkan berlarut-larut dapat meningkatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang selama ini masih terus berlangsung. Kegiatan illegal yang terjadi di daerah perbatasan didorong oleh potensi sumber daya alamnya yang sangat melimpah seperti potensi hasil hutan dan potensi bahan tambang yang belum tergali. Kondisi ini apabila tidak ditindaklanjuti maka dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial.
Gambar 3. Masyarakat Dusun Aruk Propinsi Kalimantan Barat Berbelanja Sembako ke Malaysia.
Semakin terkikisnya rasa nasionalisme warga perbatasan karena interaksi masyarakat selama ini lebih banyak dilakukan dengan negara tetangga juga merupakan masalah serius yang harus segera ditangani agar harga diri bangsa Indonesia di mata internasional tetap terjaga dengan baik. Kompas, 15 Juli 2009 mewartakan seluruh warga Dusun Aruk yang berjumlah 237 kepala keluarga harus bolak-balik ke kawasan Biawak Malaysia untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Gambar 3 di atas memperlihatkan kondisi Dusun Aruk yang merupakan satu dari tiga dusun di Desa Sebunga yang persis terletak di tapal batas RI-Malaysia yang berjarak sekitar 375 Km dari Pontianak. Begitu pula yang
6 terjadi di Kecamatan Kayan Hulu dan Kayan Selatan Kabupaten Malinau dan Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur, mayoritas kebutuhan hidupnya berasal dari Negeri Jiran Malaysia. Bahkan siaran televisi yang disaksikan warga desa di perbatasan pada daerah tersebut berasal dari stasiun televisi Malaysia. Intensnya interaksi ekonomi warga Indonesia di daerah perbatasan RI-Malaysia dipicu oleh harga komoditi dalam negeri yang lebih mahal dibanding komoditi dari Malaysia karena faktor jarak distribusi yang berdampak pada perbedaan harga yang sangat mencolok.
Tabel 2 Perbandingan Harga Beberapa Komoditi di Daerah Perbatasan RI-Malaysia di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Timur dengan Ibukota Propinsi Tahun 2008
No Komoditi Harga di Malinau
(Rp) Harga di Samarinda (Rp) (1) (2) (3) (4) 1. Beras (kg) 15.000 6.000 2. Gula (kg) 25.000 7.000 3. Garam (bks) 10.000 1.000 4. Indomie (bks) 5.000 1.200 5. Kopi (bks) 15.000 9.450
6. Susu Kental Manis (kaleng) 23.000 7.500
7. Bensin (liter) 30.000 4.500
8. Minyak Tanah (liter) 30.000 4.000
9. Minyak Goreng (liter) 40.000 12.500
10. Semen (sak) 1.500.000 55.000
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Malinau, 2009.
Berbagai permasalahan yang terakumulasi tersebut harus segera diselesaikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah mengingat kondisi keterbelakangan yang dialami oleh warga Indonesia di daerah perbatasan baik di Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur maupun Papua telah berlangsung bertahun-tahun sehingga membutuhkan penanganan yang serius dan komprehensif serta berkelanjutan.
7 1.2 Perumusan Masalah
Mengapa pembangunan kawasan perbatasan negara menjadi isu yang sangat penting ? letak kawasan ini yang berhadapan secara langsung dengan negara lain menyebabkan kawasan ini rawan terhadap intervensi dari negara lain baik dalam aspek ekonomi, politik, sosio kultural, maupun keamanan. Di sisi lain, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Dengan demikian, selain memiliki fungsi strategis dalam bidang ekonomi, daerah perbatasan juga memiliki fungsi strategis dalam menjamin kedaulatan wilayah negara. Akan tetapi peran strategis tersebut tidak diimbangi dengan kondisi kabupaten perbatasan yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya. Keterbelakangan tersebut dipicu oleh paradigma pembangunan masa lalu yang memandang daerah perbatasan hanya dari sisi pertahanan dan kemanan (security approach), padahal pendekatan kesejahteraan masyarakat (prosperity
approach) melalui pembangunan perekonomiannya merupakan bagian tak
terpisahkan dalam upaya peningkatan kemakmuran masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah yang efektif berjalan sejak 1 Januari 2001 memberikan energi baru bagi pembangunan daerah khususnya kabupaten perbatasan. Pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada daerah otonom yang diikuti dengan pelimpahan sumber daya manusia pendukung dan pendanaan yang cukup besar mendorong pemerintah daerah untuk lebih berperan dalam memajukan daerahnya. Selain kebijakan pelimpahan kewenangan dan pendanaan kepada daerah, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemekaran daerah yang direspon positif oleh daerah sehingga memunculkan euforia pemekaran yang luas tak terkecuali bagi daerah perbatasan. Mayoritas daerah perbatasan mengalami pemekaran sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kabupaten Bengkayang di Propinsi Kalimantan Barat adalah daerah perbatasan yang merupakan daerah pemekaran baru yang lahir seiring dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999. Begitu pula Kabupaten Kutai Barat, Malinau dan Nunukan di Propinsi Kalimantan Timur merupakan
8 daerah perbatasan yang juga terbentuk pada tahun yang sama sedangkan Kabupaten Keerom, Boven Digoel dan Pegunungan Bintang merupakan daerah perbatasan di Propinsi Papua yang terbentuk pada tahun 2002. Pemekaran daerah perbatasan tentunya memberikan harapan besar bagi seluruh masyarakat daerah tersebut untuk dapat hidup lebih baik dan sejajar dengan daerah lainnya khusunya di perkotaan.
Berdasarkan hal di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah perkembangan karakteristik kabupaten perbatasan secara
umum di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur sejak digulirkannya otonomi daerah hingga saat ini.
2. Sektor-sektor apa sajakah yang selama ini menjadi basis perekonomian pada masing-masing daerah perbatasan tersebut.
3. Seberapa besar ketimpangan pembangunan kabupaten perbatasan dengan bukan perbatasan di propinsi penelitian.
4. Bagaimana pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan. 5. Bagaimana pergeseran dan peranan perekonomian kabupaten perbatasan. 6. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
kabupaten perbatasan.
7. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi PDRB perkapita kabupaten perbatasan
1.3 Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian yang dilakukan antara lain :
1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi daerah perbatasan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur.
2. Menganalisis sektor-sektor basis di daerah perbatasan.
3. Menganalisis ketimpangan pembangunan kabupaten perbatasan dan bukan perbatasan di propinsi penelitian.
4. Menganalisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan.
9
5. Menganalisis pergeseran dan peranan perekonomian kabupaten
perbatasan.
6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan.
7. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB perkapita kabupaten perbatasan.
1.4 Manfaat penelitian :
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Memberikan informasi pada pembaca mengenai kondisi terkini daerah
perbatasan.
2. Memperkaya khasanah penelitian dan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan daerah perbatasan.
3. Sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan oleh instansi terkait baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten dalam rangka pembangunan daerah perbatasan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada di daerah perbatasan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada periode 2002-2008 yang mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat yang berjumlah 16 kabupaten yang tersebar pada 4 propinsi yaitu :
1. Kalimantan Barat sebanyak 5 kabupaten yaitu Kabupaten Sambas, Sintang, Sanggau, Bengkayang dan Kapuas Hulu.
2. Kalimantan Timur sebanyak 3 kabupaten yaitu Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat.
3. Nusa Tenggara Timur sebanyak 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara.
4. Papua sebanyak 1 kota dan 4 kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Merauke, Pegunungan Bintang dan Boven Digoel.
10
Kabupaten perbatasan darat menjadi fokus penelitian dengan
pertimbangan bahwa interaksi ekonomi dengan negara tetangga berlangsung lebih cepat dan intens dibanding perbatasan laut. Selain itu seluruh kabupaten perbatasan darat juga merupakan daerah tertinggal sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 Tahun 2005 Tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal.
11 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan
Menurut Bappenas (1999) pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Sedangkan pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan berkeadilan. Pembangunan dapat pula diartikan sebagai suatu proses perubahan peningkatan kualitas kehidupan manusia. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan ekonomi dan sosial.
Dewasa ini negara-negara yang sedang berkembang memiliki keinginan yang kuat untuk terus melakukan pembangunan, terutama pembangunan dibidang ekonomi. Padahal perubahan dibidang ekonomi bukan hanya satu-satunya arti yang terkandung dalam pembangunan. Pembangunan harus diartikan lebih dari pemenuhan kebutuhan materi di dalam kehidupan manusia. Pembangunan seharusnya merupakan proses multidimensi yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi dari seluruh sistem sosial dan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya menciptakan peningkatan pada produksi nasional riil, tetapi juga harus ada perubahan dalam kelembagaan, struktur administrasi, perubahan sikap, dan kebiasaan. Jadi dalam hal ini istilah pembangunan diartikan sebagai perubahan yang meningkat baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai perubahan yang meningkat pada kapasitas produksi nasional. Peningkatan ini dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya dilihat
12 secara material, seperti meningkatnya pendapatan per kapita, tetapi juga peningkatan formasi kapital non material seperti kebijakan sosial-budaya yang menunjang harmoni sosial dan kestabilan politik serta kemandirian. Peningkatan pendapatan per kapita riil bisa dicapai apabila pertumbuhan produksi masyarakat masih meningkat setelah dikurangi peningkatan jumlah penduduk dan tingkat inflasi. Pertumbuhan ini dapat dicapai apabila struktur ekonomi yang menitik beratkan pada sektor pertanian diubah dititikberatkan pada sektor industri. Hal ini tidak berarti bahwa suatu negara mengabaikan pembangunan sektor pertanian atau menurunkan produksi sektor pertanian. Produksi sektor pertanian tetap ditingkatkan, karena bagaimanapun produksi pertanian juga menopang sektor industri. Perubahan struktur ini adalah karena adanya kenyataan bahwa dengan investasi yang sama di sektor industri akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan masyarakat yang lebih cepat dibanding dengan investasi yang sama di sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena pembangunan di sektor industri mempunyai dampak kebelakang dan kedepan yang lebih luas dibanding dengan sektor pertanian.
Menurut Kunarjo (1992) dalam melaksanakan pembangunan, pada umumnya negara-negara yang sedang berkembang masih mempunyai hambatan-hambatan, antara lain; (1) hambatan alam (kekurangan sumber daya alam) dan (2) hambatan yang berhubungan dengan ciptaan manusia (kekurangan peraturan pendukung), hambatan obyektif (kekurangan modal), dan hambatan subyektif (kekurangan jiwa kepemimpinan).
Perubahan ekonomi dan sosial dapat dicapai dengan cara-cara yang berbeda-beda tergantung dari tujuan pembangunan itu sendiri. Pada umumnya menurut Kunarjo (1992) tujuan pembangunan mencakup hal-hal pokok seperti: (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (2) meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, (3) meningkatkan kesempatan kerja, dan (4) meningkatkan pemerataan pembangunan antardaerah. Dari keempat tujuan ini, beberapa memang ada yang tampak kontradiktif satu sama lain. Misalnya tujuan pertama, yaitu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tujuan kedua, yaitu meningkatkan pemerataan. Tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
13 ekonomi biasanya dapat dicapai dengan usaha yang menggunakan teknologi tinggi, namun di pihak lain penggunaan teknologi tinggi dapat merampas kesempatan kerja seseorang yang berarti hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati pendapatannya, sedangkan masyarakat yang lainnya menganggur. Kebalikannya apabila diutamakan tujuan untuk peningkatan pemerataan, maka ini berarti harus menggunakan lebih banyak tenaga kerja dari pada tenaga mesin. Keadaan seperti ini dapat berakibat mengurangi kecepatan pertumbuhan ekonomi, walaupun mungkin pemerataan lebih dapat ditingkatkan. Pemilihan untuk lebih mengutamakan salah satu di antara dua tujuan tersebut bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu dalam menetapkan kebijaksanaan program pembangunan perlu dilakukan secara hati-hati dengan memperhitungkan untung ruginya.
2.2 Pembangunan Daerah Perbatasan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan.
Wilayah perbatasan menurut buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wilayah perbatasan di Indonesia secara umum dicirikan antara lain oleh : (1) letak geografisnya berbatasan langsung dengan negara lain, bisa propinsi, kabupaten/kota maupun kecamatan yang memiliki bagian wilayahnya langsung bersinggungan dengan garis batas negara. (2) kawasan perbatasan umumnya masih relatif terpencil, miskin, kurangnya sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi serta (3) kondisi pertumbuhan ekonomi wilayahnya relatif terlambat dibandingkan dengan wilayah lain di negara lain.
Kawasan perbatasan negara Indonesia terdiri dari dua matra yaitu: kawasan perbatasan negara matra daratan dan kawasan perbatasan matra laut.
14
Kawasan perbatasan matra laut mengacu pada hukum laut internasional berupa titik koordinat batas negara baik batas laut teritorial, zona ekonomi ekslusif (ZEE), dan batas landas kontinen, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Kawasan perbatasan matra laut ini dibatasi pada laut teritorial, khususnya pulau-pulau kecil terluar. Kawasan perbatasan matra darat mengacu pada peraturan internasional dan kesepakatan bilateral yang ditandai oleh titik koordinat berupa patok-patok batas. Indonesia sebagai negara yang luas baik daratan dan laut yaitu hampir 2 juta km2, dikelilingi oleh 10 negara tetangga (Singapura, Malaysia, Thailand, Brunai, PNG, Palau, Timor Leste, Australia, Vietnam, dan Philipina). Rencana Tata Ruang Nasional mengidentifikasi 10 kawasan perbatasan negara, yang terdiri dari 3 kawasan perbatasan negara matra darat (Kalimantan, Papua, dan NTT) dan 7 kawasan perbatasan negara matra laut yaitu NAD-Sumut, Riau-Kep. Riau, Sulut, Malut-Papua, Maluku Tenggara Barat, NTT, dan laut lepas mulai dari barat Pulau Sumatera hingga Pantai Selatan Nusa Tenggara Barat.
Daerah perbatasan memiliki peran strategis bukan hanya dalam dimensi pertahanan kemanan akan tetapi juga dalam dimensi sosial ekonomi baik nasional maupun daerah. Dalam kerangka nasional, daerah perbatasan adalah beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan perwujudan kedaulatan wilayah bangsa dan negara serta wujud kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pembangunan daerah perbatasan sangat urgen untuk dilaksananakan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Siagian (2008) menyebutkan bahwa wilayah perbatasan di darat seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Sabah, acapkali timbul masalah karena patok-patok perbatasan yang sudah bergeser atau patok yang telah raib atau karena pembangunan helipad (landasan helikopter) di Serawak Malaysia dengan jarak tujuh meter dari perbatasan sekitar Kecamatan Kedamin, Sungai Kapuas, Kapuas Hulu, telah menuai protes dari kalangan masyarakat Indonesia. Sama halnya dengan wilayah perbatasan di Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste, dan di Papua dengan Papua New Guinea sangat rawan dengan pelintas batas gelap dan penyelundupan, utamanya kebutuhan
15 pokok penduduk di perbatasan sering kali menjadi ajang transaksi gelap, bahkan pencurian kayu (illegal logging) tidak jarang terjadi.
Sementara terkikisnya kedaulatan ekonomi Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan khususnya Malaysia sebagaimana di lansir Harian Kompas (25 Februari 2009) ditunjukkan oleh maraknya aktifitas ilegal seperti illegal logging dan human trafficking. Selain itu warga Indonesia juga lebih banyak menggunakan produk luar negeri dibanding produk dalam negeri serta penggunaan mata uang Ringgit dalam transaksi ekonomi. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Sajingan Besar, Kabupaten Sambas dan kebutuhan listrik di Badau Kabupaten Kapuas Hulu PT PLN memutuskan membeli listrik dari Malaysia. Kontrak kerja sama pembelian listrik dari Malaysia tersebut meliputi 200 kVA untuk memenuhi kebutuhan di Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, dan 400 kVA untuk memenuhi kebutuhan di Badau, Kabupaten Kapuas Hulu. Daya listrik dari Malaysia ini dibeli PLN sebesar 30,2 sen ringgit Malaysia atau sekitar Rp 936 tiap kwh. Sedangkan PLN menjual kepada masyarakat di perbatasan tetap Rp 500 tiap kwh.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dalam salah satu bagiannya mengamanatkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu program yang disebutkan pada bagian ini adalah pengembangan wilayah perbatasan yang ditujukan untuk: (1) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui penetapan hak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh hukum internasional; (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Program pengembangan wilayah perbatasan selanjutnya dijabarkan dalam 6 kegiatan pokok yang tujuan utamanya meningkatkan kedaulatan wilayah NKRI dan kedaulatan ekonomi daerah perbatasan.