• Tidak ada hasil yang ditemukan

P E D O M A N B A G I M A S Y A R A K A T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "P E D O M A N B A G I M A S Y A R A K A T"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

P E D O M A N B A G I

M A S Y A R A K A T

Menghadapi Sengketa Informasi Publik

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Desember 2013

(2)

Daftar Isi

1. Mengenal Sengketa Informasi Publik 2. Keberatan di Badan Publik

3. Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi

(3)

Pengantar

Semenjak berlaku efektif pada tahun 2010, Indonesia telah menyaksikan berbagai upaya yang dilakukan baik oleh masyarakat sipil, pemerintah, maupun komunitas internasional dalam mendorong implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai salah satu jaminan hak akses masyarakat.

Sebuah mekanisme yang dijamin oleh UU KIP adalah Sengketa Informasi, yang diharapkan dapat menjembatani masyarakat untuk mempertahankan hak atas informasinya secara hukum dengan cara dan jangka waktu yang jelas serta kepada petugas yang tepat. Akan tetapi, masih sedikit masyarakat yang mengetahui, memahami, dan memiliki keinginan untuk memanfaatkan mekanisme ini dalam mempertahankan hak atas informasi. Berbagai pihak, baik di level pusat maupun daerah, seringkali melakukan konsultasi dengan ICEL ketika akan berhadapan dengan sengketa informasi publik. Hal ini mengindikasikan adanya kebutuhan akan peningkatan kapasitas bagi masyarakat mengenai sengketa informasi publik.

Pedoman ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan akurat mengenai sengketa informasi publik sebagai suatu cara mempertahankan hak atas informasi melalui dua alur besar. Pertama, pedoman ini menjelaskan sisi normatif dari Sengketa Informasi secara singkat beserta tahapan-tahapannya sebagaimana ditentukan oleh hukum. Kedua, Pedoman ini juga mencoba memberikan gambaran nyata mengenai sengketa informasi publik dalam praktek, baik secara deskriptif maupun aspek formil penulisan dokumen-dokumen hukum yang dibutuhkan dalam proses sengketa.

Agar dapat menggunakan Pedoman ini dengan optimal, kami menghimbau pembaca untuk terlebih dahulu memahami dasar-dasar keterbukaan informasi publik. Kami berharap Pedoman ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan hak atas informasi di Indonesia. Kami mengharapkan pula masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan Pedoman ini.

Jakarta, Desember 2013, Tim Penyusun

(4)

Peningkatan Kapasitas Sengketa Informasi Publik

Memahami

Sengketa Informasi Publik

Apakah Sengketa Informasi Publik itu?

“Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan Pemohon Informasi Publik dan/atau Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan/atau menggunakan Informasi Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan” – Pasal 1 angka 5 UU KIP, Pasal 1 angka 3 Perki 1/2013.

Artinya, jika masyarakat tidak mendapatkan informasi yang seharusnya mereka dapatkan, maka mereka dapat mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagai upaya hukum untuk menjamin hak atas informasinya. Dalam konteks ini, sengketa informasi tidak hanya diartikan sebagai sengketa di Komisi Informasi, melainkan rangkaian upaya hukum mulai dari Keberatan Internal hingga upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung.

Informasi publik didapatkan dengan cara:

1. Mengakses suatu informasi tertentu dengan skema permohonan; 2. Mencoba mencari informasi melalui media massa, website resmi pemerintah atau media lain yang dapat menjangkau publik.

UU KIP dan Perki 1/2010 telah menetapkan kategori informasi, yang berpengaruh pada cara mendapatkan informasi tersebut. Karena itu, langkah pertama dalam mengajukan sengketa informasi adalah mengetahui kategori dan cara mendapatkan informasi yang diinginkan. Hal ini akan penting untuk mengajukan alasan permohonan penyelesaian sengketa dan langkah yang dapat ditempuh sebagaimana akan dibahas di bawah ini.

Dasar Hukum:

1. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (“UU KIP”)

2. Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (“Perki 1/2010)

3. Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Sengeketa Informasi Publik1 (“Perki 1/2013”)

4. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2011 Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi di Pengadilan (“Perma 2/2011”)

1

Menggantikan Perki 2/2010 sejak 29 April 2013, hanya mengatur mengenai proses penyelesaian Sengketa Informasi di Komisi Informasi (Pusat maupun Daerah).

Mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi merupakan cara mempertahankan hak atas informasi apabila Badan Publik belum memenuhi kewajibannya dalam penyediaan informasi. Akan tetapi, tidak jarang masyarakat menghindari sengketa informasi karena persepsi umum terhadap prosedur hukum yang dianggap „menakutkan‟ dan berbelit-belit.

Sengketa informasi pada dasarnya berbeda dengan sengketa perdata ataupun perkara pidana di Pengadilan. Tidak seperti prosedur hukum lain di mana masyarakat dihadapkan pada polisi, jaksa, hakim, ataupun pengacara, proses

penyelesaian sengketa informasi lebih santai, dan tidak wajib didampingi pengacara. Khusus sengketa di KI, bahkan tidak dibutuhkan biaya, dan Pemohon dapat meminta persidangan dilakukan di tempat kedudukan Pemohon. Pada tahap awal, Pemohon hanya perlu menempuh proses keberatan di internal Badan Publik. Pada tahap selanjutnya di Komisi Informasi, suasana sidang cenderung cair dan berfokus pada argumentasi hukum, bahkan apabila menempuh mediasi akan terasa seperti negosiasi biasa. Cukup jarang sengketa informasi yang memerlukan upaya hukum hingga ke tingkat Pengadilan, kurang dari 5% putusan Komisi Informasi yang dibanding ke pengadilan.

(5)

Dalam hal apa terjadi Sengketa Informasi Publik?

Sengketa Informasi Publik terjadi jika pengguna informasi mengalami hambatan dalam mendapatkan informasi, baik melalui permohonan informasi publik ataupun tanpa permohonan informasi publik. Lihat: Box Dasar Sengketa Informasi Publik.

Box 1: Dasar Sengketa Informasi Publik

“Hambatan-hambatan dalam memperoleh informasi publik” sebagaimana disebutkan di atas dikenal sebagai “dasar sengketa informasi publik” – dapat terjadi apabila setelah mengajukan permohonan informasi ke badan publik, didapatkan respon sebagai berikut:2

a. Penolakan atas permohonan informasi berdasarkan alasan rahasia; b. Permohonan informasi tidak ditanggapi;

c. Permohonan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta atau penghitaman informasi;

d. Permohonan informasi tidak dipenuhi; e. Pengenaan biaya yang tidak wajar;

f. Penyampaian informasi melebihi jangka waktu yang diatur dalam UU KIP. Sedangkan hambatan dalam memperoleh informasi publik tanpa terlebih dahulu

melakukan permohonan informasi publik terjadi apabila badan publik tidak

menyediakan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala dan serta merta.

Jika hal-hal di atas terjadi dalam proses mendapatkan informasi publik, pengguna informasi publik berhak untuk mengajukan sengketa informasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Lih: Tahapan Sengketa Informasi Publik, Objek & Subjek Sengketa Informasi Publik, Prosedur Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik).

Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa terdapat perbedaan prosedur penyelesaian sengketa informasi bagi (i) Pihak yang mengajukan permohonan informasi; dan (ii) Pihak yang mendapati bahwa badan publik yang dituju tidak menyediakan secara pro-aktif informasi berkala, setiap saat dan serta merta padahal informasi tersebut berdasarkan Pasal 9, 10, dan 11 UU KIP wajib untuk dipublikasikan di website resminya maupun di media lain.

Terhadap informasi berdasarkan permohonan dan informasi berkala, maka apabila Badan Publik tidak menyediakan informasi tersebut, pengguna tetap wajib menempuh prosedur keberatan di internal Badan Publik. Apabila proses keberatan ditanggapi namun tetap tidak memuaskan barulah dapat diajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi.

Terhadap informasi serta-merta upaya yang paling mungkin dan logis ditempuh bukanlah upaya penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi. Mengapa? Karena sekalipun informasi tersebut diumumkan, mengingat jenis informasinya adalah informasi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan hanya akan bermanfaat apabila diumumkan sesegera mungkin setelah suatu kejadian atau ancaman terjadinya peristiwa tersebut diketahui (misalnya informasi tentang potensi adanya tsunami, gunung meletus, gempa bumi dan keadaan darurat lainnya) maka pengumuman yang terlambat akan

2

(6)

membuat informasi tersebut menjadi tidak berguna. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah melaporkan badan publik tersebut ke polisi dengan dalil Pasal 52 UU KIP yang berbunyi:

“Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara sertamerta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).”

Kedudukan Hukum: Siapakah yang Boleh Mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi?

UU KIP memberikan hak untuk mendapatkan dan menyengketakan informasi publik secara eksklusif kepada Warga Negara Indonesia, baik individual maupun badan hukum, dengan keharusan memberikan bukti identitas, baik dalam pengajuan permohonan informasi maupun dalam setiap tahapan sengketa informasi. Kedudukan hukum berbicara mengenai apakah suatu subjek hukum telah memenuhi syarat untuk dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa di Komisi Informasi.

Box 2: Kedudukan Hukum – Individu & Badan Hukum

Pemeriksaan terhadap subjek hukum yang mengajukan permohonan sengketa informasi dilakukan sebagai tahap awal sebelum membahas substansi sengketa. Penting untuk diperhatikan bahwa subjek yang mengajukan sengketa harus konsisten, artinya jika permohonan informasi dilakukan atas nama individu, maka proses sengketa juga diproses atas nama individu yang sama, demikian pula bagi Badan Hukum. Lebih rinci, pembuktiannya adalah sebagai berikut:

 Individu: Dibuktikan dengan KTP atau bukti identitas lainnya seperti SIM atau Paspor. Jika Pemohon diwakili oleh kuasa, maka surat kuasa harus dilampirkan.

 Badan Hukum:3 Dibuktikan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga. UU KIP maupun Perki 1/2013 sebenarnya tidak memberikan ketentuan lengkap mengenai Badan Hukum yang dapat menjadi Pemohon Informasi. Perki 1/2013 hanya mensyaratkan Badan Hukum yang dapat menjadi Pemohon Informasi adalah Badan Hukum yang akta pendiriannya telah mendapatkan pengesahan Kementerian Hukum & HAM.

Tahapan Sengketa Informasi Publik

Secara sederhana, sengketa Informasi Publik merupakan upaya hukum yang terdiri atas 3 tahapan, yang hanya dapat ditempuh apabila salah satu pihak tidak puas dengan keputusan dari upaya hukum pada tahap sebelumnya. 3 (tiga) tahap tersebut adalah:

1. Keberatan Internal di Badan Publik; 2. Sengketa di Komisi Informasi;

3

Pengaturan ini belum mencakup perkumpulan. Untuk perkumpulan, Komisi Informasi Pusat memberikan pendapat hukum (menjawab pertanyaan dari Komisi Informasi Prov Kepulauan Riau bahwa untuk perkumpulan maka pembuktian status sebagai perkumpulan yang sah di Indonesia apabila akta pendiriannya disahkan oleh pengadilan. (Staatsblad 1870 No. 64).

(7)

3. Sengketa di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara; 4. Kasasi di Mahkamah Agung

Lebih jauh dalam Bab-bab selanjutnya, Pengguna Informasi Publik akan dipandu untuk memahami prosedur dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menempuh tiap tahapan di atas, dimulai dari proses keberatan di internal Badan Publik.

Untuk memudahkan Pembaca, keempat proses di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Panduan Lapangan: Membangun Argumentasi

Bagaimana suatu informasi dinyatakan Terbuka / Tertutup?

Apabila keberatan ataupun upaya hukum selanjutnya dilakukan atas dasar “penolakan karena informasi tertutup” (artinya informasi tersebut dianggap bersifat rahasia), maka pemahaman mengenai dasar kerahasiaan suatu informasi merupakan suatu hal yang penting untuk dipahami oleh Pemohon.

Secara sederhana, Badan Publik hanya dapat mengecualikan suatu informasi sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU KIP. Akan tetapi, interpretasi pemohon dengan Badan Publik mengenai dasar-dasar pengecualian dalam Pasal 17 ini belum tentu sama. Tahap selanjutnya jika Pemohon menganggap pengecualian yang dilakukan Badan Publik salah, atau jika ada kepentingan yang lebih tinggi atas dibukanya informasi tersebut, dilakukanlah Uji Konsekuensi, yaitu pengujian terhadap “konsekuensi yuridis” di mana penolakan informasi dilakukan hanya jika membuka informasi tersebut akan merugikan kepentingan yang telah ditentukan secara yuridis. Hal ini dilakukan dengan menelusuri perundang-undangan yang menentukan kepentingan yang dilindungi oleh informasi tersebut. Tahap yang lebih tinggi adalah Uji Kepentingan Publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi, di mana suatu informasi harus selalu dibuka ketika hal ini terkait dengan kepentingan publik, walaupun ini mungkin dapat menyebabkan kerugian terhadap suatu kepentingan hukum yang dilindungi. Sebaliknya, jika berdasarkan hasil Uji Kepentingan Publik ini kepentingan publik yang lebih besar mengharuskan informasi dirahasiakan, maka keputusan Badan Publik untuk menutup informasi dapat diperkuat.

30

h

ari

Keberatan

Internal:

Ditujukan kepada Atasan PPID, proses seperti surat menyurat administratif biasa.

100

har

i

Penyelesaian

Sengketa di

Komisi

Informasi:

Didahului pemeriksaan kelengkapan dokumen formil. Mediasi dan adjudikasi akan menghasilkan putusan yang harus ditaati oleh Badan Publik.

60

h

ari

Keberatan di

PN / PTUN:

Hakim masih akan memeriksa

kebenaran materiil (judex factii) dari putusan KI untuk menentukan apakah putusan KI akan dibatalkan atau diperkuat.

30

har

i

Kasasi di

Mahkamah

Agung:

Lebih bersifat telaah dokumen, karena yang diperiksa adalah fakta hukum (judex juris).

(8)

Poin-poin kunci dalam beracara:

Persiapkan kelengkapan dokumen. Setiap tahapan Sengketa Informasi memiliki formulir standarnya masing-masing yang akan dijelaskan dalam Contoh 1-3. Dalam sengketa informasi, akan lebih baik jika setiap proses yang dilalui oleh pemohon atau pengguna informasi dilakukan dengan melampirkan bukti-bukti yang mendukung pemohon/pengguna telah menempuh prosedur yang seharusnya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk mengantisipasi Badan Publik tidak memberikan tanda bukti penerimaan, sebaiknya Pemohon membuat sendiri yang berisi nama dan nomor kontak penerima dokumen serta tanggal terima.

Pahami dasar hukum informasi. Memahami konteks perundang-undangan serta aspek kepentingan publik yang terkait dengan suatu informasi yang dimohon akan memberikan posisi tawar yang lebih tinggi bagi pemohon dalam menyampaikan argumen.

Persiapkan argumentasi yang kuat mengenai pentingnya membuka informasi tersebut. Argumentasi non-hukum, terutama yang menyangkut kesejahteraan masyarakat dan akuntabilitas pemerintahan penting pula untuk dirumuskan dalam cara yang meyakinkan, terstruktur, dan koheren. Pertimbangan pro dan kontra politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, maupun aspek-aspek lainnya akan membantu pemohon informasi dalam berargumentasi.

Beban pembuktian pada Badan Publik. Beban pembuktian seharusnya dibebankan kepada pihak yang mengecualikan informasi. Pemohon sebaiknya menanyakan dengan kritis dasar hukum pengecualian dalam UU KIP maupun UU lain yang terkait, dan uji konsekuensi,

Ketahui Preseden. Informasi yang sudah dinyatakan terbuka berdasarkan prosedur keberatan, sengketa informasi di KI, maupun pengadilan harus dicatat dan catatannya disediakan setiap saat oleh Badan Publik. Dalam rezim KIP berlaku preseden, bahwa jika suatu informasi telah diputuskan terbuka oleh lembaga hukum yang berwenang, maka informasi tersebut selanjutnya berstatus terbuka pula. Oleh karena itu, dalam proses sengketa informasi, akan sangat baik bagi pemohon informasi untuk mengetahui kasus-kasus di mana informasi sejenis telah dinyatakan terbuka.

(9)

Panduan Lapangan: Bagaimana Mengajukan Keberatan yang Baik?

Belajar dari pengalaman di lapangan, hal-hal di bawah akan memberikan posisi tawar yang lebih baik bagi pengaju keberatan:

 Pahami dan cantumkan alasan pengajuan keberatan (Lih: Dasar Sengketa)

 Dalam hal keberatan dilakukan atas permohonan informasi, catat dan rujuk proses permohonan informasi Anda, termasuk bukti-buktinya (mis: tanda terima)

 Menyasar tujuan yang tepat: caritahu siapa (personal maupun jabatan) yang merupakan Atasan PPID di lembaga yang bersangkutan

 Perhatikan jangka waktu: keberatan dapat diajukan maksimal 30 hari kerja setelah ditemukannya dasar pengajuan keberatan (Lih: Dasar Sengketa)

Tahap 1: Keberatan di Badan Publik

Apakah Keberatan Internal di Badan Publik?

Keberatan Internal merupakan upaya hukum pertama yang dapat ditempuh oleh Pemohon Informasi Publik dalam hal akses informasi publiknya mengalami hambatan sebagaimana diuraikan dalam Dasar Sengketa Informasi. Proses ini terjadi di Badan Publik yang bertanggung jawab atas informasi yang disengketakan, prosesnya dimulai dengan mengajukan pernyataan keberatan baik secara lisan ataupun tertulis kepada Atasan PPID.

Bagaimana Proses Mengajukan Keberatan?

Sebagaimana dapat dilihat dalam Diagram 1: Alur Sengketa Informasi Publik, Keberatan Internal seharusnya merupakan proses yang sederhana.

 Kapan boleh diajukan? Pengajuan keberatan dapat dilakukan maksimum hingga 30 hari kerja setelah diketahuinya alasan pengajuan keberatan.

Panduan Lapangan: Dalam kaitannya dengan batas waktu pengajuan permohonan informasi, jika permohonan sama

sekali tidak direspon maka Pemohon boleh langsung mengajukan keberatan setelah 10 hari kerja terhitung dari pengajuan keberatan tersebut, dan jika permohonan direspon namun tidak dipenuhi, Pemohon dapat mengajukan keberatan setelah 17 hari kerja terhitung dari pengajuan keberatan tersebut. Sementara itu, keberatan yang diajukan terhadap tidak disediakannya informasi publik secara berkala atau alasan keberatan lainnya dapat diajukan 30 hari

setelah alasan keberatan tersebut ditemukan.

 Siapa yang dituju? Atasan PPID. Dalam konteks lembaga pemerintahan, biasanya dijabat oleh atasan struktural dari pemegang jabatan PPID. Misal: Jika PPID dijabat oleh Kepala Bagian Humas Pemerintahan Provinsi, maka atasan PPID adalah Sekretaris Daerah atau Gubernur. Panduan Lapangan: Permasalahan umum di Indonesia adalah:

(1) Badan Publik yang dituju belum memiliki struktur PPID. Biasanya ketika Pemohon mengajukan permohonan ke satuan kerja yang tidak tepat, Badan Publik akan membuat hal tersebut sebagai alasan tidak merespon informasi. Oleh karena itu, sebaiknya Pemohon mencari tahu informasi tersebut kemungkinan dikuasai oleh bagian apa sehingga lebih mudah menyasar Atasan PPID dari pejabat di bagian tersebut. Jika tidak paham, sebaiknya tujukan

(10)

kepada pimpinan dari Badan Publik tersebut disertai keterangan “atau Atasan PPID”.

(2) Badan Publik mensyaratkan penanganan informasi secara terpusat dalam salah satu unitnya (mis: Biro Humas atau Dinas Infokom). Dalam hal ini, Pemohon dapat mengajukan keberatan ke Atasan dari unit pelayanan informasi tersebut.

 Dengan media apa? Mengajukan surat keberatan secara tertulis atau menyampaikan secara lisan.

Panduan Lapangan: Lampiran VII Perki 1/2010 memberikan bentuk baku yang dapat digunakan Pemohon apabila

Badan Publik yang disasar belum siap dengan pelayanan informasi yang baik. Terkait penyampaian keberatan secara lisan, penting untuk memastikan dokumentasi keberatan dilakukan oleh Badan Publik secara tertulis. Jika tidak ada jaminan, sebaiknya ajukan secara tertulis saja.

 Berapa lama waktu Badan Publik untuk merespon? Badan Publik harus memberikan tanggapan maksimal 30 hari kerja setelah keberatan diterima dan dicatat dalam register.

Lebih Jauh tentang Keberatan: ► UU KIP Pasal 35 dan 36 ► Perki 1/2010:

 Pengajuan Keberatan – Pasal 30 dan 31  Registrasi Keberatan – Pasal 32 dan 33  Tanggapan atas Keberatan – Pasal 34 dan 35

Keputusan tertulis – pernyataan suatu informasi tertutup dalam semua tingkat harus dilakukan dengan keputusan tertulis dari institusi tersebut, dengan menjelaskan alasan pengecualian dan dasar hukumnya. Hal ini penting dalam proses hukum selanjutnya. Apabila Badan Publik tidak membuat keputusan tertulis yang disertai penjelasan ini, sebaiknya Pemohon Badan Publik melengkapinya. Jika tidak dilengkapi, sampaikan perihal tersebut pada saat proses pemeriksaan di Komisi Informasi, dan lembaga penyelesaian sengketa tingkat selanjutnya.

(11)

Contoh 1: Panduan Pengisian Formulir Permohonan Informasi Publik (Lampiran III Perki 1/2010)

FORMAT FORMULIR PERMOHONAN INFORMASI PUBLIK (RANGKAP DUA)

[nama badan publik dan alamat, nomor telepon, faksimili, email (jika ada)] FORMULIR PERMOHONAN INFORMASI

No. Pendaftaran (diisi petugas) Diisi oleh petugas berdasarkan nomor registrasi permohonan Informasi Publik Nama: Terkait dengan identitas pemohon sebagai individu atau Badan Hukum, maka

cantumkan nama sesuai dengan yang tertera di bukti identitas. Perlu disertai dengan fotokopi bukti identitas. Lihat: Bagian „Kedudukan Hukum‟. Nama dan pekerjaan sesuai identitas. Alamat, e-mail dan nomor telepon riil yang berlaku pada saat mengajukan permohonan. Alamat tidak harus persis sama dengan alamat yang tertera di KTP.

Alamat: Pekerjaan:

Nomor Telepon / E-mail:

Rincian Informasi yang dibutuhkan (tambahkan kertas bila perlu):

Rincian informasi yang dibutuhkan sebaiknya bersifat detail, apabila Pemohon dapat mengidentifikasi dokumen yang memuat informasi tersebut, cantumkan pula nama dokumennya. Akan memperkuat Pemohon apabila dasar hukum informasi yang diminta dapat diidentifikasi dan dicantumkan bersama dengan rincian informasi yang dibutuhkan.

Tujuan Penggunaan Informasi: Sebaiknya tujuan penggunaan informasi dilengkapi dengan argumentasi yang kuat mengenai nilai penting informasi tersebut bagi pemohon. Berdasarkan pengalaman, artikulasi tujuan penggunaan informasi secara persuasif dapat memperbesar kemungkinan respon yang lebih positif dari Badan Publik. Cara Memperoleh Informasi**:

1. Melihat / membaca / mendengarkan / Mencatat***

2. Mendapatkan salinan informasi (hardcopy/softcopy)***

** Pilih salah satu dengan memberi tanda (√) *** Coret yang tidak perlu

Cara Mendapatkan Salinan Informasi** : 1. Mengambil Langsung

2. Kurir 3. Pos 4. Faksimili 5. E-mail

** Pilih salah satu dengan memberi tanda (√)

...(tempat), ... (tanggal/bulan/tahun)

Petugas Pelayanan Informasi Pemohon Informasi

(Penerima Permohonan)

(……….) (……….) Nama dan Tanda Tangan

Nama dan Tanda Tangan

(12)

Contoh 2: Panduan Pengisian Formulir Keberatan (Lampiran VII Perki 1/2010)

FORMAT FORMULIR KEBERATAN (RANGKAP DUA)

[nama badan publik dan alamat, nomor telepon, faksimili, email, dst]

PERNYATAAN KEBERATAN ATAS PERMOHONAN INFORMASI A. INFORMASI PENGAJU

KEBERATAN

Identitas umum dari orang / lembaga yang mengajukan keberatan

Nomor Registrasi Keberatan : Diisi oleh Petugas Informasi di Badan Publik berdasarkan buku register pengajuan

keberatan.

Nomor Pendaftaran Permohonan Informasi : Tujuan Penggunaan Informasi :

Ditulis sebagaimana yang tertera dalam pengajuan permohonan informasi. Apabila tujuan penggunaan informasi belum jelas atau tidak konsisten dengan permohonan, akan dilakukan klarifikasi di sidang.

Identitas Pemohon Terkait dengan identitas pemohon sebagai individu atau Badan Hukum, maka cantumkan

nama sesuai dengan yang tertera di bukti identitas. Perlu disertai dengan fotokopi bukti identitas. Lihat: Bagian „Kedudukan Hukum‟

Nama : Nama dan pekerjaan sesuai identitas. Alamat dan nomor telepon riil yang berlaku pada saat mengajukan keberatan.

Alamat : Pekerjaan : Nomor Telepon :

Identitas Kuasa Pemohon ** Hanya diisi jika proses keberatan diwakili oleh kuasa, dan harus melampirkan surat kuasa.

Persiapkan juga bukti identitas penerima dan pemberi kuasa.

Nama : Nama sesuai bukti identitas dan surat kuasa. Alamat dan nomor telepon riil yang berlaku pada saat mengajukan keberatan.

Alamat : Nomor Telepon :

B. ALASAN PENGAJUAN KEBERATAN***

a. Permohonan Informasi di tolak. Dapat memilih lebih dari satu alasan, akan tetapi semua alasan pengajuan keberatan harus dibuktikan. Lih: Bagian „Dasar Sengketa Informasi Publik‟ b. Informasi berkala tidak disediakan

c. Permintaan informasi tidak ditanggapi d. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta

e. Permintaan informasi tidak dipenuhi f. Biaya yang dikenakan tidak wajar g. Informasi disampaikan melebihi jangka waktu yang ditentukan

C. KASUS POSISI (tambahkan kertas bila perlu)

Berisi proses yang sudah terjadi:

- Kapan permohonan informasi dimasukkan ke Badan Publik; - Informasi apa yang diminta;

- Bagaimana tanggapan dari Badan Publik (apakah ada tanggapan, jika ada apa tanggapannya, disampaikan melalui apa);

- Respon pemohon informasi atas tanggapan Badan Publik.

D. HARI/TANGGAL TANGGAPAN ATAS KEBERATAN AKAN

DIBERIKAN : [tanggal], [bulan],

[tahun][diisi oleh petugas]

Diisi sesuai dengan ketentuan jangka waktu dalam KIP

Demikian keberatan ini saya sampaikan, atas perhatian dan tanggapannya, saya ucapkan terimakasih

...(tempat), ...[tanggal], [bulan], [tahun]

Tanggal diisi dengan tanggal diterimanya pengajuan keberatan yaitu sejak keberatan dinyatakan lengkap sesuai dengan buku register pengajuan keberatan.

Mengetahui,

Petugas Informasi Pengaju Keberatan

Dalam hal keberatan diajukan secara langsung, maka formulir keberatan juga ditandatangani oleh petugas yang menerima pengajuan keberatan.

(13)

(Penerima Keberatan)

(………...) ( ... )

Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan

(14)

Tahap 2: Sengketa Informasi

di Komisi Informasi

Apakah Komisi Informasi?

Dalam konteks sengketa, Komisi Informasi merupakan lembaga yang berwenang mengadili dan memutus Sengketa Informasi Publik. Sebagai lembaga quasi-judicial, KI memiliki kewenangan sebagai berikut:

 Di tingkat pusat: Komisi Informasi Pusat yang berwenang mengadili sengketa yang melibatkan Badan Publik di tingkat nasional (misal: Kementerian, Mahkamah Agung, dll)

 Di tingkat daerah: Komisi Informasi Provinsi jika sengketa melibatkan Badan Publik di tingkat daerah dan Badan Publik Pusat namun lingkup kewenangannya di tingkat daerah (misal: DPRD, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BPN Kantor Wilayah, dll)

Anggota Komisi Informasi Daerah (Provinsi atau Kabupaten/Kota) terdiri dari 5 Komisioner, sementara KI Pusat terdiri dari 7 Komisioner, dan keduanya didukung oleh Sekretariat. Dalam mengadili suatu perkara, Majelis Komisioner harus berjumlah ganjil dan setidaknya terdiri dari 3 orang.

Dalam hal apa Sengketa bisa diajukan ke Komisi Informasi?

Pertama, jika Pemohon Informasi, apabila setelah melalui mekanisme Keberatan Internal, masih mengalami hambatan dalam memperoleh informasi Publik. Dengan kata lain, Pemohon masih belum puas dengan keputusan Atasan PPID atas keberatan terkait Dasar Pengajuan Sengketa (Lih: Box 1). Kedua, jika pengajuan keberatan tidak direspon dalam jangka waktu 30 hari kerja (terhitung sejak diterima oleh Atasan PPID). Mekanisme ini hanya dapat diajukan oleh pemohon, yaitu warga negara dan Badan Hukum Indonesia.

Penyelesaian Sengketa Informasi di Komisi Informasi

Perki 1 Tahun 2013 mengintegrasikan proses mediasi ke dalam ajudikasi. Para pihak yang bersengketa akan menempuh proses pemeriksaan dalam kerangka besar ajudikasi terlebih dulu untuk menetapkan layak atau tidaknya sengketa untuk diproses lebih lanjut di KI. Selanjutnya, Majelis akan memeriksa apakah informasi yang disengketakan dikecualikan atau tidak. Jika tidak, barulah Pemohon akan menempuh mediasi.

VEXATIOUS REQUESTS

Perki 1/2013 memberikan dasar hukum bagi Komisi Informasi untuk menolak “permohonan yang tidak dilakukan sungguh-sungguh dan dengan itikad baik” atau dikenal pula sebagai vexatious requests – yang maksudnya adalah:

(a) melakukan permohonan dalam jumlah yang besar sekaligus atau berulang-ulang namun tidak memiliki tujuan yang jelas atau tidak memiliki relevansi dengan tujuan permohonan.

(b) melakukan permohonan dengan tujuan untuk mengganggu proses penyelesaian sengketa.

(c) melakukan pelecehan kepada petugas penyelesaian sengketa dengan perlakuan di luar prosedur penyelesaian sengketa.

Dalam hal suatu pengajuan sengketa dianggap vexatious request, Ketua Komisi Informasi menetapkan keputusan penghentian proses penyelesaian sengketa didasarkan pada alasan-alasan di atas. Oleh karena itu, penting untuk diketahui pemohon sengketa untuk memproses sengketanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

(15)

Sebelum masuk dalam proses Mediasi, KI akan terlebih dahulu menggelar Pemeriksaan Awal untuk memeriksa kelengkapan formil pendaftaran sengketa. Berikut ini beberapa tips dalam menghadapi Pemeriksaan Awal:

Panduan Lapangan – Pemeriksaan Awal:

1. Pastikan kelengkapan dokumen identitas Anda. Jika Anda adalah penerima kuasa Pemohon, pastikan Anda membawa surat kuasa yang ditandatangani oleh pemberi kuasa. Jika Anda adalah perwakilan organisasi, pastikan Anda membawa surat kuasa untuk menghadiri dan mengambil keputusan di sidang. Selain itu, jangan lupa membawa salinan anggaran dasar dan rumah tangga yang sah dari organisasi Anda. Terakhir, dokumen yang menunjukkan bahwa pimpinan organisasi yang menunjuk Anda untuk mewakili organisasi adalah pengurus yang sah pada saat itu. Terakhir, jika Anda mewakili sekelompok orang pastikan Anda membawa surat kuasa dari kelompok yang Anda wakili disertai tanda tangan dan fotokopi identitas seluruh anggota kelompok.

2. Pahami bahwa meskipun Anda yakin informasi yang diminta adalah informasi terbuka, Komisi Informasi akan menggelar sidang pemeriksaan awal terlebih dahulu. Yang diperiksa dalam proses ini adalah:

a. kewenangan Komisi Informasi;

Apakah Anda sudah mengajukan sengketa kepada Komisi Informasi yang tepat? (Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik). b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi;

Apakah Anda sudah melengkapi identitas, bukti telah mengajukan permohonan informasi (kecuali untuk informasi berkala), dan bukti telah mengajukan keberatan? (Pasal 10 dan Pasal 11 1 Tahun 2013).

c. kedudukan hukum Termohon sebagai Badan Publik di dalam sengketa informasi;

Apakah instansi yang Anda mintai informasi merupakan Badan Publik? (Pasal 1 angka 3 UU KIP, Pasal 3 Perki 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, dan Pasal 1 angka 2 Perki 1 Tahun 2013)

d. batas waktu pengajuan permohonan penyelesaian sengketa informasi.

Apakah permohonan Anda diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah Anda menerima respon dari Badan Publik terhadap permohonan Anda atau setelah batas waktu 30 hari yang dimiliki Badan Publik untuk merespon keberatan telah terlewati.

Proses akan dilanjukan hanya jika ke-4 syarat tersebut terpenuhi. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, Komisi Informasi akan mengeluarkan putusan sela yang menolak permohonan penyelesaian sengketa Anda.

3. Begitu ada kesempatan yang diberikan Komisi Informasi kepada Anda untuk berbicara, sampaikan kembali apa alasan permohonan atau tujuan penggunaan informasi Anda.

4. Di akhir proses pemeriksaan awal, Anda akan ditanyakan apakah Anda bersedia untuk dilanjutkan ke tahap mediasi. Jika orientasi Anda memang pada informasinya, Anda sebaiknya menjawab bersedia untuk melalui tahap mediasi. Sidang pemeriksaan awal akan ditunda untuk dilanjutkan ke tahap mediasi, bisa pada hari yang sama atau hari yang ditentukan kemudian. Jika waktunya memungkinkan, mintalah agar mediasi dilakukan pada hari itu juga untuk mempersingkat waktu.

5. Bersikaplah sopan.

Tahap selanjutnya setelah melewati Pemeriksaan Awal adalah mediasi (jika penolakan bukan atas dasar pengecualian) atau pembuktian (jika penolakan atas dasar pengecualian).

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara para pihak, dimana Majelis Komisioner berfungsi sebagai mediator yang memfasilitasi para pihak dan bersifat netral. Hasil dari mediasi berupa kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, yang kemudian dikukuhkan dalam Putusan Mediasi. Dalam hal sengketa terjadi karena hal-hal selain penolakan atas dasar pengecualian (Pasal 35 ayat (1) UU KIP) maka para pihak diberi kesempatan untuk memilih mediasi atau langsung ke proses adjudikasi. Mediasi berlangsung paling lama 14 hari kerja sejak pertemuan mediasi pertama, dan dapat diperpanjang maksimal 7 hari kerja berdasarkan kesepakatan para pihak. Berikut ini beberapa tips dalam menghadapi Mediasi:

(16)

1. Pastikan bahwa kedudukan Anda seimbang dengan kedudukan Badan Publik. Jika Badan Publik diwakili oleh lebih dari seorang sementara Anda hanya sendirian, minta mediator untuk menyampaikan kepada Badan Publik untuk menetapkan juru bicara satu orang saja selama mediasi berlangsung.

2. Pastikan poin-poin yang dibahas sesuai dengan permohonan Anda dan tujuan permohonan informasi.

3. Pastikan poin yang Anda inginkan untuk disepakati tertuang seluruhnya di dalam kesepakatan. Periksa kembali isi draft kesepakatan.

4. Selalu siapkan catatan dan catat proses yang terjadi hari itu. Hal ini untuk antisipasi mediasi tidak selesai sehingga Anda memiliki catatan khusus ketika memulai mediasi pada hari berikutnya.

5. Jika Badan Publik bersikukuh tidak mau memberikan informasi atau memberikan syarat yang tidak bisa Anda penuhi, sampaikan kepada mediator bahwa Anda menarik diri dari proses mediasi. Jangan memaksakan diri untuk berlama-lama dalam proses mediasi yang tidak jelas arahnya tersebut, simpan waktu dan energi Anda untuk melanjutkan proses ajudikasi dan biar Komisi Informasi saja yang memutus sengketa Anda.

6. Bersikaplah sopan.

Panduan Lapangan – Proses Pembuktian:

1. Sampaikan kepada Majelis Komisioner salinan seluruh bukti yang menunjukkan bahwa Anda pernah mengajukan permohonan informasi, keberatan, serta bukti regulasi yang menurut Anda mendukung persepsi Anda mengenai status informasi.

2. Siapkan Daftar Bukti yang menunjukkan urutan bukti yang telah Anda sampaikan ke Komisi Informasi beserta keterangan kaitan bukti tersebut dengan pendapat Anda.

3. Sampaikan pendapat Anda dengan jelas dan relevan berdasarkan hukum yang berlaku, kaitannya dengan tujuan permohonan informasi yang Anda lakukan, dan manfaat informasi tersebut bagi Anda.

4. Apabila Anda membutuhkan Ahli atau Saksi untuk mendukung pendapat Anda terkait hal-hal teknis, sampaikan hal tersebut kepada Majelis Komisioner. Biasanya, untuk menghadirkan ahli dibutuhkan anggaran yang dikeluarkan oleh pihak yang menghadirkan. Pastikan Anda memilikinya.

5. Di akhir proses pembuktian, Anda akan diminta menyampaikan kesimpulan. Sebaiknya sampaikan kesimpulan Anda secara tertulis. Kesimpulan berisi argumen Anda, kaitannya dengan regulasi, dan jika ada kaitkan dengan keterangan dan bukti surat dari Badan Publik Termohon yang bisa saja justru menguatkan dalil Anda.

6. Bersikaplah sopan.

Kelanjutan dari mediasi atau pembuktian dalam ajudikasi adalah proses mengadili suatu sengketa informasi oleh Majelis Komisioner yang menjatuhkan putusan, sementara para pihak kedudukannya bukanlah menyepakati suatu hal, akan tetapi sebagai pihak-pihak yang diperiksa dalam suatu sidang sengketa informasi.

Panduan Lapangan: Pertama, pahamilah proses pembuktian sebagaimana telah dijelaskan dalam tahapan Mediasi. informasi

tambahan lainnya adalah: apabila Pemohon atau Kuasa Pemohon tidak menghadiri persidangan selama 2 (dua) kali tanpa alasan yang jelas, maka Pemohon dinyatakan gugur. Sebaliknya, jika Termohon tidak menghadiri persidangan, KI tetap dapat memutus perkara tersebut tanpa kehadiran Termohon. Maka itu, pastikan Anda atau Kuasa Anda menghadiri persidangan. Bagaimana prosedurnya?

Secara ringkas, prosedur permohonan dapat dilihat dalam Diagram 1: Alur Sengketa Informasi Publik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sbb:

 Kapan Boleh Diajukan? Permohonan dapat diajukan 30 hari kerja semenjak alasan pengajuan sengketa diketahui.

Panduan Lapangan: Tandai kalender Anda! Sebaiknya pengaju keberatan menandai tenggat waktu sudah dapat

diajukannya sengketa informasi maupun tenggat waktu terakhir pengajuan keberatan.

 Siapa yang Dituju? Permohonan ditujukan kepada Komisi Informasi yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Panduan Lapangan: Lihat bagian “Apakah Komisi Informasi?” – dan apabila di suatu Provinsi belum ada Komisi

Informasi Daerah, maka pengajuan sengketa dilakukan di tingkat nasional. Lebih lanjut, untuk informasi yang lebih jelas mengenai Badan Publik pusat dan daerah dapat dilihat di Lampiran 1 Perki 1/2010

(17)

Pendaftaran lisan hanya untuk orang berkebutuhan khusus.

Panduan Lapangan: Komisi Informasi biasanya lebih siap dalam hal kelengkapan prosedural, dan mayoritas telah

menyediakan formulir khusus di Kantor KI untuk pendaftaran Sengketa Informasi. Jika tidak disediakan, bentuk formulir dapat dicontoh dari Lampiran I Perki 1/2013. Apabila permohonan dibuat dengan surat tertulis, penting untuk memperhatikan persyaratan dengan melihat pada Pasal 10 dan kelengkapan yang dibutuhkan dalam 11 Perki 1/2013. Sebaiknya Pemohon melengkapi salinan berkas-berkas yang dibutuhkan terlebih dahulu (dengan tetap menyimpan dokumen-dokumen asli) sebelum mengirimkan ke KI, agar permohonan dapat langsung diregistrasi dan dengan demikian menghemat waktu.

 Berapa lama waktu Komisi Informasi untuk Menangani Sengketa? Apabila dokumen pendaftaran telah dinyatakan lengkap dan sengketa telah diregistrasi, 100 hari sejak sengketa informasi diregistrasi KI harus memutus perkara tersebut.

Lebih jauh tentang Sengketa Informasi di Komisi Informasi: Perki 1/2013

UU KIP

Umum: Pasal 37,38, 39

 Hukum Acara Komisi – Pemeriksaan, Mediasi, Pembuktian, dan Putusan KI: Pasal 40 – 46

Apa saja yang perlu disiapkan dalam menghadapi Sengketa Informasi? No. Form di Komisi Informasi Keterangan

1. Formulir Permohonan

Penyelesaian Sengketa

Selalu digunakan ketika memohon penyelesaian sengketa informasi publik. Lampiran I Perki 1 Tahun 2013

2. Bukti Identitas a. KTP/SIM/Paspor, jika Pemohon adalah Individu

b. Fotokopi KTP/SIM/Paspor + Surat Kuasa jika Pemohon adalah Kelompok Masyarakat

c. Akta Pendirian yang disahkan oleh Kemenkumham, jika Pemohon merupakan Badan Hukum

d. Akta Pendirian yang dilegalisir oleh Pengadilan, jika Pemohon merupakan perkumpulan

3. Surat Kuasa Sebagai bukti identitas apabila yang memohon informasi adalah Kuasa Pemohon.

Yang paling penting untuk surat kuasa, surat kuasa sebaiknya tidak dibuat hanya untuk 1 x persidangan agar tidak perlu diganti berkali2.

4. Daftar Bukti Bukti yang Pemohon sampaikan untuk diperiksa oleh Komisi Informasi. Untuk

memperkuat bukti tersebut, Pemohon sebaiknya menjelaskan apa kegunaan bukti tersebut.

5. Bukti Surat Salinan surat yang mendukung argumentasi Pemohon 6. Bukti Ahli Nama dan CV Ahli yang mendikung argumentasi Pemohon

7. Bukti Saksi Siapkan nama dan pandu saksi untuk memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ia

lihat, alami, atau dengar sendiri terkait sengketa informasi. Bisa pengetahuan tentang Panduan Lapangan: Mengeksekusi Sengketa Informasi

Salah satu permasalahan yang umum ditemui dalam Sengketa Informasi di KI adalah tidak dihormatinya putusan yang dicapai di KI, baik dalam bentuk kesepakatan mediasi maupun putusan Komisi Informasi, oleh pihak yang dikalahkan. Dalam hal ini, jika dalam 14 hari tidak ada keberatan ke PN atau PTUN oleh pihak yang dikalahkan, maka putusan KI tersebut telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT). Pemohon Sengketa dapat meminta penetapan eksekusi atas putusan KI yang BHT ke Pengadilan Negeri dalam yurisdiksi di mana sengketa tersebut diputus (Lih: Pasal 60 PERKI 1/2013). Hal ini dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan salinan resmi putusan KI ke pengadilan. Pengadilan kemudian akan mengirimkan Aanmaning (surat peringatan) kepada Badan Publik untuk mematuhi putusan KI. Di beberapa daerah, pihak yang dimenangkan berkonsultasi pula dengan Komisioner KI yang memutus perkara in casu untuk menentukan langkah yang diambil.

(18)

“kebiasaan” akan bagian apa dalam Badan Publik yang biasanya menguasai informasi tertentu.

8. Bukti Harus dimaterai Keseluruhan bukti yang diajukan di persidangan Komisi Informasi wajib dilegalisir di

kantor pos dengan materai yang cukup (saat ini Rp 6000). Lih: Pasal 52 Perki 1 Tahun 2013.

(19)

Contoh 3: Panduan Mengisi Formulir Sengketa Informasi (Lampiran I PERKI 1/2013) (A) Identitas Pemohon, (B) Identitas Kuasa Pemohon, dan (C) Mengenai Permohonan Informasi secara

umum hanya perlu menuliskan kembali data-data dan proses-proses yang telah ditempuh dalam tahapan sebelumnya (Permohonan & Keberatan). Oleh karena itu,

dokumentasi yang baik terhadap tanggal, orang, maupun substansi proses-proses sebelumnya menjadi penting. Apabila Pemohon tidak dapat mengidentifikasi kolom-kolom detail terkait proses sebelumnya, KI akan tetap memproses sengketa dan menentukan kelayakan sengketa dalam proses awal adjudikasi.

Alasan Permohonan

sama dengan proses pada Keberatan secara substansi, hanya saja dilakukan terhadap tanggapan Keberatan.

(20)

Dokumen kelengkapan permohonan

Perki 1/2013 menjamin Pemohon tetap dapat diregistrasi apabila ketiadaan bukti-bukti terkait proses adalah karena kesalahan / ketidaksiapan Badan Publik. Pernyataan Pemohon bertujuan untuk memastikan sengketa informasi hanya diselesaikan oleh satu KI, tidak sedang dselesaikan oleh lembaga lain untuk menghindari

(21)

Tahap 3: Sengketa Informasi di Pengadilan

& Kasasi di MA

Dalam Hal Apa Sengketa Informasi Publik diajukan ke Pengadilan?

Apabila pihak yang dikalahkan dalam sengketa informasi tidak menerima putusan KI, keberatan secara tertulis harus diajukan ke pengadilan yang berwenang dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan KI diterima oleh para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan (Pasal 60 PERKI 1/2013). Jika pihak yang berkeberatan lalai mengajukannya dalam jangka waktu ini, maka Putusan KI dianggap berkekuatan hukum tetap (BHT) dan dengan demikian harus dipatuhi secara sukarela atau dengan dimintakan eksekusi oleh Pengadilan.

Pengadilan Mana?

Sengketa Informasi di Pengadilan dapat dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN):

 PN – apabila sengketa menyangkut Badan Publik non-pemerintah (misal: Partai Politik, NGO, BUMN dan BUMD, dll)

 PTUN – apabila sengketa menyangkut Badan Publik pemerintah (misal: Kementerian, Pemerintah Provinsi, dll)

Sementara itu, berlaku pula aturan mengenai yurisdiksi relatif, yaitu pengadilan di wilayah mana yang berwenang mengadili, yaitu Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi:

 Tempat kedudukan Badan Publik;

 Tempat kediaman Pemohon Informasi, dalam hal keberatan Pemohon Informasi berada dalam wilayah hukum yang berbeda dari Badan Publik. Dalam hal ini, Pengadilan yang menerima keberatan akan meneruskan kepada pengadilan di yang yurisdiksinya mencakup tempat kedudukan Badan Publik.

Dasar Hukum:

UU KIP, pasal 47, 48, dan 49 Perma 2/2011

Bagaimana Prosesnya?

Registrasi. Total max. 61 hari kerja. 14 hari bagi Pengadilan untuk meminta Komisi Informasi mengirimkan berkas perkara ke Pengadilan. 14 hari bagi Komisi Informasi mengirimkan berkas perkara ke Pengadilan. 30 hari bagi termohon untuk menyerahkan jawaban atas keberatan kepada Panitera. 3 hari setelah lewat tenggat waktu tersebut Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim untuk mengadili perkara.

Pemeriksaan. Total max. 60 hari kerja (terhitung sejak Majelis Hakim ditetapkan). Merupakan proses acara sederhana tanpa didahului mediasi, terhadap berkas perkara (judex juri – atau pemeriksaan atas penerapan hukum). Pemeriksaan bukti hanya dilakukan jika ditemukan bukti baru.

(22)

Putusan. Putusan pengadilan dapat berupa membatalkan atau menguatkan Putusan KI (Lihat juga: Pasal 49 UU KIP mengenai putusan KI).

Pelaksanaan Putusan. Penetapan eksekusi dapat dimintakan terhadap Putusan KI yang telah BHT dengan mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan salinan resmi putusan Komisi Informasi yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut ke Pengadilan dalam wilayah hukum Badan Publik sebagai Termohon

Eksekusi. Pengadilan akan

memutuskan menolak atau menerima pemberian penetapan eksekusi dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam Keberatan ke PN/PTUN? No.

Dokumen Keterangan

1. Surat Keberatan terhadap putusan Komisi Informasi

Tidak ada kaedah baku atas surat keberatan ini. Yang terpenting isinya menyatakan bahwa Pemohon keberatan terhadap putusan Komisi Informasi atas sengketa informasi.

2. Dokumen identitas yang lengkap - 3. Dokumen bukti tambahan (Selain

yang pernah diberikan pada saat proses penyelesaian sengketa di Komisi Infrmasi

-

Kasasi

Permohonan kasasi dapat diajukan 14 hari semenjak putusan PTUN/PN diberikan, dalam hal Pihak yang dikalahkan tidak puas dengan putusan PTUN/PN.

Apa saja yang perlu disiapkan dalam menghadapi Kasasi Sengketa Informasi?

No. Dokumen Keterangan

1. Kasasi kepada Mahkamah Agung

Tidak ada kaedah baku atas kasasi ini. Yang terpenting isinya menyatakan bahwa Pemohon keberatan terhadap putusan PTUN/PN atas sengketa informasi.

Panduan Lapangan: Sebelum berlakunya PERKI 1/2013, terdapat permasalahan dalam membawa sengketa informasi yang telah memenangkan Pengguna Informasi akan tetapi tidak dapat dieksekusi.

Sebenarnya dalam hal ini, Pemohon secara normative tidak memiliki hak untuk membawa sengketa ke Pengadilan. Seharusnya, yang dilakukan adalah

“permohonan eksekusi” kepada Pengadilan, bukan keberatan.

Referensi

Dokumen terkait

LKjIP Bappeda Kota Pekalongan 2019 I-12 RPJMD, RKPD urusan pertanian, pangan, perindustrian, perdagangan, koperasi dan UMKM, penanaman modal, kelautan dan perikanan dan

Analisis sidik ragam menghasilkan ukuran partikel berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kalor, untuk tekanan kempa dan perlakuan interaksi tidak berpengaruh terhadap

Konversi ransum yang hampir sama diduga disebabkan penambahan enzim fitase pada berbagai level dalam penelitian ini juga memberikan pengaruh yang tidak nyata

Menurut Darminto (2010) kinerja keuangan juga merupakan keseluruhan hasil kerja manajemen dalam mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki yang dapat.. Kinerja

Penyimpanan buah jambu biji tanpa perlakuan khusus hanya dapat bertahan sampai 4 hari saja sehingga diperlukan proses penyimpanan cara lain yaitu penyimpanan buah jambu biji

51/Kpts/IK.250/I/97 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis rumpon, yaitu : (a) rumpon perairan dasar : adalah alat bantu penangkapan ikan

Diare adalah kehilangan cairan elektrolit yang berlebihan terjadi karena frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali, dengan bentuk tinja cair atau enecr (WHO, 1980).. Menurut

Dari hasil simulasi mekanisme motor bakar satu silinder dengan menggunakan MATLAB disimpulkan bahwa dengan penambahan bobot massa sebesar 0,6 kali massa yang terkonsentrasi