• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Nilai Gizi Komposisi. Karbohidrat 3.0 g Kalsium mg. Vitamin A SI Vitamin B mg Vitamin C 50 mg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Nilai Gizi Komposisi. Karbohidrat 3.0 g Kalsium mg. Vitamin A SI Vitamin B mg Vitamin C 50 mg"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Selada Kepala (head lettuce)

Selada kepala (head lettuce) merupakan jenis tanaman sayur daun yang sudah dikenal di kalangan masyarakat. Tanaman ini berasal dari daerah beriklim sedang seperti Asia Barat, dan Amerika. Daerah penyebaran tanaman selada diantaranya Karibia, Malaysia, Afrika, serta Filipina dan kemudian menyebar ke Indonesia. Selada umumnya dikonsumsi segar sebagai lalapan ataupun sebagai hidangan pembuka yang dicampur dengan sayuran lainnya. Selada ini sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Kandungan gizi pada selada dapat dilihat pada Tabel 1. Manfaat selada untuk kesehatan diantaranya untuk memperbaiki dan memperlancar pencernaan serta dapat berfungsi sebagai obat penyakit panas dalam (Eko, Tina, dan Estu 1995).

Tabel 1. Kandungan gizi selada dalam tiap 100 gram bahan Nilai Gizi Komposisi

Kalori 17.00 kalori Protein 1.70 g Lemak 0.30 g Karbohidrat 3.0 g Kalsium 182.00 mg Fosfor 27.00 mg Zat besi 2.50 mg Vitamin A 2.420 SI Vitamin B1 0.08 mg Vitamin C 50 mg Air 94.80 g Sumber : Wirakusumah (2006)

Menurut Eko et al. (1995), selada kepala (head lettuce) termasuk tanaman semusim dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

divisi : Spermathophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae ordo : Asterales famili : Asteraceae genus : Lactuca

spesies : Lactuca sativa

Selada jenis ini mempunyai krop bulat dengan daun saling merapat. Daunnya ada yang berwarna hijau terang tetapi ada juga yang berwarna lebih gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Selada jenis ini rasanya lunak dan renyah. Di dataran sedang hingga rendah pertumbuhan selada kurang baik sehingga selada lebih cepat berbunga dan tidak menghasilkan krop. Suhu udara optimum untuk pertumbuhannya adalah 15-29 oC. Daerah-daerah yang dapat ditanami selada terletak pada ketinggian antara 400-2200 m di atas permukaan laut (dpl) dengan derajat

(2)

keasaman tanah (pH) antara 6.5-7. Pada tanah yang masam selada ini tumbuh kerdil dan pucat karena kekurangan unsur magnesium dan besi. Selada kepala (head lettuce) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Selada Kepala

Menurut Eko et al. (1995), selada secara umum dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan perbedaan dalam bentuk, tekstur, dan warna yaitu jenis selada kepala (head lettuce), selada rapuh (cos lettuce), selada daun (leaf lettuce), dan selada batang (stem lettuce).

1. Selada kepala (head lettuce)

Selada kepala disebut juga selada krop karena mempunyai krop bulat dengan daun silang merapat. Disebut selada kepala karena bentuknya yang bulat seperti kepala. Daunnya ada yang berwarna hijau terang dan ada juga yang berwarna hijau gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Tanaman selada kepala umumnya dibudidayakan di dataran tinggi karena apabila dibudidayakan di dataran rendah maka tidak akan menghasilkan krop. Selada kepala dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe renyah (crispy) dan tipe mentega.

2. Selada rapuh (cos lettuce)

Selada rapuh disebut juga dengan nama romaine lettuce. Selada jenis ini mempunyai krop yang lonjong dengan pertumbuhan yang meninggi cenderung mirip petsai. Daunnya lebih tegak dibandingkan daun selada yang umumnya menjuntai kebawah. Ukurannya besar dan warnanya hijau tua agak gelap. Jenis selada ini tergolong lambat pertumbuhannya.

3. Selada daun ( leaf lettuce)

Selada daun disebut juga dengan cut lettuce. Pada jenis ini, helaian daunnya lepas dan tepiannya berombak atau bergerigi, berwarna hijau atau merah. Jenis selada ini selain dikonsumsi langsung juga banyak digunakan sebagai hiasan untuk aneka masakan. Selada daun berumur genjah dan toleran terhadap kondisi dingin. Tanaman dapat dipanen beberapa kali apabila daunnya dipanen dengan cara dilepas satu persatu atau tidak dicabut sekaligus. Meskipun demikian, umumnya selada daun dipanen seluruh tanaman seperti jenis lainnya.

4. Selada batang (stem lettuce)

Selada batang daunnya berukuran besar, panjang, bertangkai lebar, serta berwarna hijau terang. Selada jenis ini mendapat julukan stem lettuce karena daunnya berlepasan dan tidak dapat membentuk krop. Varietas selada batang yang terkenal adalah celtus. Jenis selada ini kurang diminati untuk dibudidayakan dibandingkan jenis selada lainnya.

B. Fisiologi Pasca Panen

Mutu sayuran tidak dapat diperbaiki tetapi dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila proses pemanenan dan penggunaan jenis kemasan yang tepat (Pantastico 1986). Menurut Supriyatna (1996), umur panen dan cara panen merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan selada sesuai dengan kriteria. Umur panen tanaman selada 35-60 hari setelah tanam. Selada yang ditanam secara hidroponik mempunyai umur panen yang lebih singkat sekitar 28-50 hari.

(3)

Pemanenan selada kepala dilakukan segera setelah tanaman mencapai ukuran dan berat yang diinginkan sebelum daun-daunnya menjadi liat, pahit, dan sebelum tangkai bibit mulai tumbuh. Panen dapat digunakan secara manual dan menggunakan mesin. Pemanenan dengan cara manual dilakukan dengan cara pemotongan bagian atas daun yang menyentuh tanah dan dilakukan pada pagi hari atau sesudah hujan karena kerusakan pada daun-daun yang getas dan kriting mudah terjadi selama pemanenan. Tahapan pemanenan pada selada tergantung pada tipe dan tujuan penanaman. Umumnya selada dipanen bertahap yakni tanaman yang tumbuh lebih besar dan sesuai untuk dikonsumsi maka dipanen lebih dahulu. Panen berikutnya dilakukan sampai beberapa kali hingga semua tanaman habis dipanen (Eko et al. 1995).

Menurut Supriyatna (1996), pada proses pasca panen, selada dibersihkan kemudian dibungkus dengan koran dan dimasukkan ke dalam keranjang atau kantung plastik besar. Pengemasan juga dilakukan dengan kemasan jaring dan kemasan plastik film, lalu dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya selada dikeluarkan dari wadah kemudian dilakukan penyortiran, selada yang sudah lolos sortasi yaitu tidak lebam, lecet atau tidak busuk kemudian dikelaskan dalam mutu masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Penjualan biasanya dilakukan ke restoran, supermarket atau toko-toko sayuran yang besar, dan hotel. Pengiriman selada kepala umumnya memiliki standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Standar mutu selada tercantum pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-136-1981 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Selada Segar

Kriteria Standar

Mutu I Mutu II

Keragaman sifat varietas Seragam Seragam

Kepadatan Padat Cukup padat

Kesegaran Segar Cukup segar

Keseragaman ukuran Seragam Seragam

Kadar busuk maks. (% w/w ) 1 1

Kadar kotoran maks. (% w/w) 0.5 0.5

Kerusakan maks. (% w/w) 5 5

Sumber: Departemen Perdagangan RI (1992)

C. Pengolahan Minimal

Pengolahan minimal atau sering disebut juga fresh cut merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko pembusukan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan komoditi yang tidak diolah. Ini dikarenakan pelindung alami (kulit buah) pada produk fresh cut dibuang saat pengupasan. Keunggulan produk terolah minimal yaitu sedikit menghasilkan sampah, mutu produk dapat langsung terlihat, dan dapat dibeli sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen (Antara 2007).

Menurut Burn (1995), buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk memudahkan konsumsi dan distribusi ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya.

(4)

Menurut Ohta dan Sugawara (1987), proses pengolahan minimal (minimally processed) pada rajangan selada akan mengakibatkan pemecahan sel tanaman dan berakibat pada perubahan fisiologi tanaman seperti meningkatnya laju respirasi dan terjadinya pencoklatan. Perajangan sayur-sayuran akan meningkatkan 20% - 70% atau lebih tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu penyimpanan. Kerusakan fisik atau luka akibat pengolahan minimal menyebabkan peningkatan respirasi dan etilen. Peningkatan laju respirasi tersebut akan berakibat menurunnya kualitas dan umur simpan produk. Bersamaan dengan itu, laju reaksi-reaksi biokimia lainnya akan meningkat yang menyebabkan perubahan warna (browning), flavor, tekstur, dan mutu gizi (seperti hilangnya vitamin).

D. Pencoklatan (browning)

Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh reaksi pencoklatan (browning). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim polyphenol oksidase (PPO) yang bereaksi dengan oksigen. Pada buah dan sayuran yang utuh, sel-selnya juga masih utuh. Substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim fenolase sehingga tidak terjadi reaksi pencoklatan. Apabila sel pecah akibat pengirisan atau pemotongan, substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatis. Sedangkan, pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi (melalui sisi keton dan aldehid yang reaktif) dengan asam amino (melalui gugus amina). Reaksi ini banyak terjadi selama penyimpanan bahan pangan. Reaksi non enzimatik yang lain seperti karamelisasi dan oksidasi asam askorbat(Winarno dan Aman 1981).

Menurut Affandi (2002), reaksi pencoklatan pada rajangan selada ditandai dengan timbulnya bintik-bintik hitam dan merah pada permukaan dan batas rajangan selada. Kompleks bintik-bintik karat yang terjadi akibat kehilangan warna dari lapangan, pengangkutan, dan penyimpanan. Kehilangan warna tersebut karena hilangnya hijau daun akibat kerusakan dari klorofil dan reaksi pencoklatan akibat enzim fenolik. Reaksi pencoklatan enzimatik akibat enzim fenolik ini dapat dihambat dengan mengurangi atau menghilangkan oksigen di sekitar substrat, pemberian panas, penambahan sulfit, dan penambahan asam (Friedman 1954).

Metode yang biasa digunakan untuk mengurangi pencoklatan yaitu penambahan sulfit. Menurut Koswara (1999), sulfit digunakan untuk mengaktifasi enzim fenolase, melindungi vitamin C dari kerusakan serta memiliki aktifitas antiseptik. Batas maksimal penggunaan garam sulfit yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan adalah 500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut bau sulfit dapat terdeteksi. Penggunaan untuk sayuran segar berkisar antara 50-1000 ppm, sedangkan untuk makanan yang berbentuk sari buah atau bubur berkisar antara 50-500 ppm (Gould dan Russel 1991). Penggunaan golongan sulfit diperbolehkan untuk penggunaan bahan pangan, buah dan sayuran tetapi tidak untuk pengolahan daging, makanan sumber tiamin, serta buah dan sayur yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar. Senyawa sulfit dapat menyebabkan korosi (pengkaratan) pada logam sehingga sebaiknya bahan makanan yang mengandung sulfit tidak dikemas dalam kaleng tetapi dengan kemasan plastik atau gelas (Buckle, Edward, Fleed, dan Wootton 1987).

E. Blansir

Winarno dan Aman (1981), mengemukakan bahwa blansir merupakan pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim. Inaktifasi enzim diperlukan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis yang tidak diinginkan selama proses pengolahan. Blansir dapat menimbulkan perubahan fisik dan kimia pada produk yang diblansir.

(5)

Perubahan fisik disebabkan oleh perpindahan udara dalam sel memberikan pengaruh terhadap permeabilitas sel. Sedangkan perubahan kimia disebabkan oleh perubahan senyawa-senyawa penyusun dinding sel yang menyebabkan pelunakan jaringan. Inaktifasi enzim polyfenol oksidase pada bahan makanan dapat dilakukan dengan pemanasan. Cara ini dianggap lebih mudah dan sederhana.

Menurut Winarno, Srikandi, dan Dedi (1986), pemanasan pada suhu dan lama perendaman tertentu dikenal dengan istilah blansir. Blansir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu blansir menggunakan air panas (hot water treatment) dan uap panas (hot air treatment). Blansir menggunakan air panas dapat mengurangi terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara. Penggunaan air panas untuk blansir dapat dilakukan pada suhu 90-95 oC selama 3 menit.

Menurut Nugroho (2003), penambahan perlakuan blansir tidak dianjurkan karena akan mempercepat kerusakan paprika yang disebabkan oleh tingginya suhu dan lamanya waktu pemanasan pada proses blansir. Warna paprika setelah diblansir akan kecoklatan akibat proses pemanasan (76-80) oC sehingga memberikan efek pelunakan pada jaringan sel yang mempercepat proses pembusukan paprika. Rajangan paprika yang diblansir dan disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-4. Rajangan yang disimpan dalam suhu 10 0C dapat bertahan hingga hari ke-8 dan rajangan yang disimpan dalam suhu 5 oC dapat bertahan hingga hari ke-14. Kerusakan pada rajangan paprika ditandai dengan timbulnya lendir putih. Tingginya suhu proses blansir dan lama pemanasan harus mempertimbangkan luasan rajangan paprika. Jika suhu terlalu tinggi sedangkan luasan rajangan kecil maka proses blansir akan memberikan efek merusak.

F. Jenis Plastik dan Pengemasan Vakum

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, tidak korosif seperti wadah logam, transparan, kuat, termoplastik, dan memiliki permeabilitas terhadap uap air, CO2, dan O2. Permeabilitas plastik

terhadap uap air dan udara berperan dalam memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi pemeabilitas gas, uap air, bentuk kemasan, dan permukaan kemasan. Permeabilitas uap air, gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno 1987). Nilai permeabilitas O2 plastik HDPE dibandingkan jenis plastik

yang lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Permeabilitas bahan kemasan (ml/m2/hari pada 1 atm) yang sesuai dengan produk segar

Jenis Plastik Permeablitas Transmisi uap air

(g/m2/hari) pada 37.8

o

C, RH 90 %)

O2 CO2

Linear low density polyethylene (LLDPE) 7000-9300 - 16-31

High density polyethylene (HDPE) 520-4000 3900-10000 4-10

Low density polyethylene (LDPE) 3900-13000 7700-77000 6-23.2

Polypropylene (PP) 1300-6400 7700-21000 4-10.8

Sumber : Kader dan Moris (1997)

Pengemasan vakum adalah pengeluaran semua udara di dalam kemasan tanpa diganti dengan gas lain. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara bagian dalam kemasan dengan bagian luar. Proses respirasi yang dilakukan oleh buah yang dikemas akan semakin menghabiskan oksigen di dalam kemasan sehingga menambah kondisi vakum dan dalam prakteknya kemasan vakum

(6)

akan menjadi kemasan atmosfir termodifikasi (Brody 1989). Kemasan yang baik untuk penyimpanan produk segar sayuran adalah film kemasan yang memiliki permeabilitas terhadap CO2 lebih tinggi

dibanding permeabilitas terhadap O2 sehingga akumulasi CO2 akibat respirasi lebih sedikit daripada

penyusutan O2. Suhu penyimpanan, kelembaban udara, dan permeabilitas bahan kemasan merupakan

faktor eksternal yang dapat dikontrol untuk meminimalkan kerusakan pada sayuran (Zagory dan Kader 1988).

Selain pengemasan vakum, cara lain untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yaitu dengan penyimpanan dingin. Menurut Pantastico (1986), penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan dingin dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan karena adanya proses pemasakan, pelunakan, perubahan warna, tekstur, kehilangan air, kerusakan karena bakteri, kapang dan kamir, serta proses yang tidak diinginkan seperti pertunasan. Faktor yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin adalah penggunaan suhu yang paling tepat. Penyimapanan pada suhu dingin dapat menimbulkan kerusakan yang disebut kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Kerusakan itu terjadi karena penurunan suhu yang tiba-tiba atau kelembaban yang rendah.

G. Parameter Penurunan Mutu

a. Susut Bobot

Menurut Pantastico (1986), bobot suatu produk terus mengalami penurunan dan kehilangan berat, jika penurunan tersebut hingga mencapai 5 % dapat berakibat negatif terhadap penampakan, tekstur, dan bobot dari produk tersebut. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi, serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan

hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan (Wills 1981). Susut bobot juga disebabkan hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan dan kehilangan CO2 selama respirasi (Winarno 2002). Mekanisme

membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami mengalami penutupan (Kays 1991).

b. Kadar Air

Kadar air dalam suatu bahan makanan merupakan aspek yang sangat penting, karena semakin tinggi kadar air maka makin besar pula kemungkinan bahan makanan tersebut akan rusak, sehingga tidak tahan lama. Umumnya buah-buahan dan sayuran mengandung kadar air antara 80-95 % (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Menurut Pantastico (1986), berkurangnya kadar air mengakibatkan timbulnya perubahan pada produk yang disimpan yakni penampakan, tekstur, dan bobotnya.

c. Kekerasan

Kekerasan sayur-sayuran dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup. Turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Menurunnya nilai kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya tekanan turgor, perombakkan pati menjadi glukosa dan degradasi dinding sel (Winarno dan Aman 1981). Kekerasan rajangan wortel yang disimpan dalam suhu 5 oC pada awalnya renyah dan mudah patah namun setelah kehilangan air selama penyimpanan menyebabkan terjadi perubahan sifat fisik, hingga menjadi liat dan tidak mudah patah (Muhdarsyah 2007)

(7)

d. Kecerahan

Data warna di dalam diagram Hunter dinyatakan dengan nilai *L (kecerahan), nilai *a (merah-hijau) dan nilai *b (kuning-biru). Nilai *L menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L bernilai 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Nilai *a menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-60 untuk warna merah dan bernilai –a dari 0-(-60) untuk warna hijau. Nilai *b menyatakan buah warna akromatik kuning-biru, bernilai +b dari 0-60 untuk warna kuning dan bernilai –b dari 0-(-60) untuk warna biru.

Gambar 2. Diagram Hunter

e. Organoleptik

Menurut Soekarto (1985), panelis semi terlatih adalah panelis yang bukan ahli dan bukan orang awam yang tidak mengerti ciri-ciri organoleptik. Parameter organoleptik yang diuji meliputi warna, aroma, kesegaran, kekerasan, dan penilaian umum. Aroma buah dan sayuran yang disimpan dalam kemasan akan timbul aroma asam karena terjadi reaksi anaerob. Karbondioksida dan uap air merupakan hasil dari respirasi aerobik, sedangkan produk fermentasi yaitu etanol, acetaldehyde dan asam organik juga dihasilkan selama respirasi anaerobik (Alexander dan Jeffries 1990).

Gambar

Tabel 3. Permeabilitas bahan kemasan (ml/m 2 /hari pada 1 atm) yang sesuai dengan produk segar
Gambar 2. Diagram Hunter

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan jenis pekerjaanya sebanyak 50% ketersedian APD sebaiknya dipenuhi agar pekerja nyaman saat bekerja dan setiap pekerja memiliki APD masing -

Penelitian yang berjudul tentang “Implementasi Sistem Pemantauan Objek Bergerak Dengan Memanfaatkan Frekuensi Radio Menggunakan GPS (Global Positioning System)” yang

2.1 Sejarah Singkat Chevron, Corp. Chevron merupakan salah satu perusahaan energi terintegrasi terdepan di dunia. Chevron melakukan eksplorasi, produksi dan transportasi minyak

Berkaitan dengan isu-isu kejahatan di ruang jalan dan tidak meratanya pengaruh perkembangan kawasan terhadap Ruang jalan Selokan Mataram penggal jalan Affandi/

(orang yang diberi wasiat oleh ayah) dalam jajaran wali nikah meskipun ayah telah menunjuknya. Karena, hak perwalian dalam nikah bagi mereka hanya berada di tangan

Presentase nilai daya antiinflamasi menunjukkan bahwa semakin besar nilai yang didapatkan maka semakin kecil nilai AUC sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin baik

Hasil penelitian ini juga konsisten dengan pernyataan teoritik dari Munawir (2007) yang mengungkapkan perputaran piutang mempengaruhi rentabilitas ekonomi karena

Pemotong atau pemungut pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri