• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSELING KOGNITIF-PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI MAHASISWA : Studi Terhadap Mahasiswa STAIN Ponorogo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL KONSELING KOGNITIF-PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI MAHASISWA : Studi Terhadap Mahasiswa STAIN Ponorogo."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KONSELING KOGNITIF-PERILAKU

UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI

MAHASISWA

(Studi Terhadap Mahasiswa STAIN Ponorogo)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Doktor

Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Promovendus

Umi Rohmah

0800826

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)

Umi Rohmah, 2014

ABSTRAK

Umi Rohmah. 2014. Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa (Studi Terhadap Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri [STAIN] Ponorogo). Disertasi. Dibimbing oleh: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promotor), Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd. (Kopromotor), dan Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. (Anggota). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Metode penelitian menggunakan research and development, dengan one-group pretest-posttest design dan pretest-posttest control group design. Partisipan terdiri dari mahasiswa semester dua

STAIN Ponorogo jurusan Tarbiyah, Syari’ah, dan Ushuluddin. Data dikumpulkan

dengan menggunakan angket, dandianalisis dengan menggunakan berbagai analisis, yakni: deskriptif, kolaboratif, dan ancova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model konseling kognitif-perilaku efektif untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Model ini direkomendasikan untuk dipelajari secara utuh, dan diterapkan dalam rangka meningkatkan resiliensi mahasiswa.

(5)

ABSTRACT

Umi Rohmah. 2014. Cognitive-Behavioral Counseling Model for Improving Students’ Resilience (A Study to Students of State Institute forIslamic Studies [STAIN] Ponorogo). Dissertation.Supervised by: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promoter), Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd. (Co-promoter), and Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. (Committee Member). Guidance and Counseling Study Program, School of Postgraduate Studies, Indonesia University of Education, Bandung.

The present study is aimed at developing Cognitive-Behavioral Counseling Model for Improving Students’ Resilience.The study applies research and development approach with mixed research methods design, using experimental one-group pretest-posttest design and pretest-posttest control group design. The study involves the second semester students of STAIN Ponorogo for the department of Tarbiyah, Syari’ah, and Ushuluddin. Research data were gathered using questionnaires, and analyzed using a number of techniques, including descriptive analysis, collaborative analysis, and ancova. The study comes up with the main finding that the constructed Cognitive-Behavioral Counseling Model is proven to be effective to improve students’ resilience. The model is recommended to be studied thoroughly, and then applied in the efforts to improve students’ resilience.

(6)

Umi Rohmah, 2014

DAFTAR ISI

Hlm.

LEMBAR PENGESAHAN i

MOTTO ii

PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMA KASIH viii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GRAFIK xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian……… 1

B.Rumusan Masalah ……….. 14

C.Tujuan Penelitian ……… 15

D.Manfaat Penelitian ………. 16

E. Asumsi Penelitian ……….. 17

BAB II KONSEP TENTANG KONSELING KOGNITIF- PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI MAHASISWA A.Resiliensi ………. 20

1. Definisi Resiliensi ……….. 21

2. Karakteristik Individu yang Resilien. ……... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi……... 22

(7)

Perilaku………

5. Model untuk Mengembangkan Resiliensi …………... 30

B.Mahasiswa ……….. 47

1. Pengertian Mahasiswa ……… 47

2. Tugas Perkembangan Mahasiswa ……….. 47

3. Masalah-masalah Mahasiswa ………. 48

C.Konseling Kognitif-Perilaku………... 51

1. Sejarah Konseling Kognitif-Perilaku ………... 51

2. Pengertian Konseling Kognitif-Perilaku ………... 55

3. Karakteristik Konseling Kognitif-Perilaku……... 56

4. Tujuan dan Fokus Konseling Kognitif-Perilaku…... 60

5. Konseli yang Bisa Ditangani dengan Konseling Kognitif-Perilaku………... 61

6. Proses Konseling Kognitif-Perilaku……….... 61

7. Teknik Konseling Kognitif-Perilaku……… 63

D.PenelitianTerdahulu yang Relevan ………. 69

E. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Penelitian ……….. 79

F. Hipotesis Penelitian ……… 86

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Metode Penelitian………... 87

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel… 89 C.Pengembangan Instrumen Penelitian ……….. 92

D.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian……….. 104

E. Tahap-tahap Penelitian ………... 108

F. Analisis Data ………... 112

G.RancanganAwal Model KonselingKognitif-PerilakuuntukMeningkatkanResiliensiMahasiswa ……. 117

(8)

Umi Rohmah, 2014

A.Hasil Penelitian ………... 131

1.Profil Resiliensi Mahasiswa ………... 131

2.Profil Adversitas Mahasiswa ……….. 141

3.Profil Upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas ………... 148

4.PengembanganModel HipotetikKonseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa.. 152

5.Efektivitas Model Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ………. 176 B.Pembahasan Hasil Penelitian……… 224

1. Profil Resiliensi Mahasiswa ………... 224

2. Profil Adversitas Mahasiswa ………. 232

3. Upaya-upaya Mahasiswa dalam Meningkatkan Resiliensi ……… 235

4. Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ………. 241

5. Efektivitas Model Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ……….. 243

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 256

(9)

Surat keterangan expert judgement untuk instrument penelitian

Surat keterangan expert judgement untuk model

Surat permohonan izin melakukan penelitian di STAIN Ponorogo

Surat permohonan untuk melakukan uji coba model

Surat keterangan telah melaksanakan penelitian di STAIN Ponorogo

(10)

Umi Rohmah, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel Hlm.

2.1 Proses Konseling kognitif-Perilaku ……… 62

2.2 Proses Konseling Kognitif-Perilaku yang Telah disesuaikan dengan Budaya Indonesia ………... 63

3.1 Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Sebelum Uji Coba) ………... 93

3.2 Angket Pengungkap Berbagai Masalah yang Dialami Mahasiswa ………... 95

3.3 Angket Pengungkap Upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas ……… . 97

3.4 Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi dari Nilai r (Reliabilitas Instrumen) ……….. 101

3.5 Tingkat Reliabilitas Instrumen ………... 101

3.6 Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Setelah Uji Coba) ……….. 102

3.7 Jumlah Sampel Penelitian ………... 107

3.8 Kriteria Skor Kompetensi Resiliensi Mahasiswa ………... 114

3.9 Kualifikasi Resiliensi Mahasiswa Sesuai Kategori ……… 114

3.10 Deskripsi Uji Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol ………. 116

4.1 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Secara Umum ……….. 132

4.2 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/ 2013 Berdasarkan Gender ………... 133

4.3 Hasil Uji Normalitas Data ………... 219

4.4 Hasil Uji Homogenitas Data ………... 220

4.5 Hasil Uji Efektifitas Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa . ……… 222

(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hlm.

4.1 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Tahun Akademik 2012/2013 Secara Umum ……….. 132

4.2 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan Gender ……… 133

4.3 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 135

4.4 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 137

4.5 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Ushuluddin

STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 140

4.6 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Secara Umum ………... 142 4.7 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan Tarbiyah

STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 ... 144 4.8 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan Syari’ah

STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 ……… 146

4.9 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan

Ushuluddin STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 … 148

4.10 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol

Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah ……… 212

4.11 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test kelompok Eksperimen

Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah ……… 212

4.12 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol

Pada Mahasiswa Jurusan Syari’ah ………. 214

4.13 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Eksperimen

Pada Mahasiswa Jurusan Syari’ah ………. 215

4.14 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol

(12)

Umi Rohmah, 2014

4.15 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Eksperimen

Pada Mahasiswa Jurusan Ushuluddin ……… 217

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hlm.

2.1 ABCDE Form ………. 66

2.2 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Penelitian ………. 85

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian.

A.Latar Belakang Penelitian

Mahasiswa merupakan sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang

mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi.

Mereka diharapkan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam

pendidikannya tersebut agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya

untuk memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia.

Setiap tahun, puluhan bahkan ratusan ribu mahasiswa memasuki perguruan

tinggi, baik negeri maupun swasta. Mereka pada umumnya merupakan lulusan

yang terpilih untuk melanjutkan studi, memperoleh gelar akademik tertentu

beserta kemampuan yang mencerminkan keberhasilan studi, serta nantinya

diharapkan dapat mengembangkan karir dan kehidupan yang lebih baik.

Sepanjang masa studinya, mahasiswa dituntut untuk melakukan berbagai

kegiatan, terutama kegiatan yang mendukung keberhasilan studi. Idealnya,

konsentrasi kegiatan diarahkan kepada keberhasilan studi. Kegiatan ekstra

kurikuler pun sebaiknya diatur dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu atau menjadikan kegiatan utama terabaikan, bahkan diharapkan bisa

(14)

keberhasilan itu sebagai keberhasilan yang tersimpul di dalam tri sukses:

akademik, persiapan karir, dan sosial kemasyarakatan.

Dalam penyelesaian studinya, mahasiswa yang termasuk kategori remaja

akhir atau dewasa awal ini, seringkali menghadapi berbagai masalah. Yusuf

(2009: 9-11) mengidentifikasi ada lima masalah yang biasa dihadapi mahasiswa,

yakni: masalah pribadi (personal problem), keluarga, masalah kelompok sebaya,

belajar dan karir.

Gladding (2012: 507) mengidentifikasi ada 13 masalah yang biasa terjadi

pada mahasiswa, seperti yang dikemukakannya sebagai berikut

Masalah-masalah yang biasa dihadapi mahasiswa antara lain: (1) penyesuaian pribadi dan sosial, (2) harga diri (masalah kepercayaan diri), (3) konflik nilai, (4) depresi (ingin bunuh diri), (5) pelecehan seksual, (6) masalah akademis, (7) karir, (8) sakit kepala, perut, insomnia, (9) fobia yang tidak masuk akal, (10) penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, (11) disfungsi seks, (12) kelainan pola makan, dan (13) perilaku yang tidak biasa (pengasingan sosial, pikiran paranoid, halusinasi).

Nurihsan (2006: 27) mengemukakan bahwa belajar di perguruan tinggi

memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan belajar di sekolah lanjutan,

seperti yang dikemukakannya sebagai berikut

Karakteristik utama dari studi pada tingkat ini adalah kemandirian, baik dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan pemilihan program studi, maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Seorang mahasiswa telah dipandang cukup dewasa untuk memilih dan menentukan program studi yang sesuai dengan bakat, minat dan cita-citanya. Mahasiswa juga dituntut untuk lebih banyak belajar sendiri, tanpa banyak diatur, diawasi dan dikendalikan oleh dosen-dosennya. Dalam mengelola hidupnya, mahasiswa dipandang telah cukup dewasa untuk dapat mengatur kehidupannya sendiri. Umumnya, mereka juga telah berkeluarga dan mempunyai anak.

Dalam usaha merealisasikan kemandirian tersebut, perkembangan

(15)

mereka hadapi. Di antara hambatan atau masalah terkait dengan kemandirian

tersebut adalah, ketidakmampuan mahasiswa dalam mengungkapkan gagasan dan

menemukan suatu gagasan atau masalah untuk bahan penulisan makalah, tugas

akhir atau tulisan lainnya. Hal ini barangkali disebabkan proses belajar di kelas

sampai tingkat akhir terlalu banyak ditekankan pada aspek doing, tetapi kurang penekanan pada aspek thinking atau reasoning. Apa yang diajarkan di kelas lebih

banyak berkaitan dengan masalah “diketahui dan hitung-hitungan” atau berkaitan

dengan bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi bukan mengapa demikian dan apa

implikasinya.

Mahasiswa yang pada waktu sekolah di tingkat SLTA terbiasa menerima

pengetahuan yang telah ditransfer oleh guru tanpa masalah dan kontroversi,

tiba-tiba pada tahun pertama di perguruan tinggi, mahasiswa harus mencari sendiri

pengetahuan dan mengajukan masalah untuk karya tulisnya (makalah, tugas akhir

dsb.). Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Mahasiswa tidak mampu

mengidentifikasi masalah yang menjadi perhatiannya yang layak untuk diangkat

menjadi tulisan karya ilmiah.

Sementara itu Gultom (2011: 3) mengemukakan bahwa, akar masalah

mahasiswa sebenarnya ada pada pola penggunaan waktu yang kurang efisien, dan

masalah mental, yakni: motivasi rendah, konsep diri tidak sehat, etos belajar

rendah, ekspektasi rendah dan resiliensi rendah.

Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa STAIN Ponorogo

berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 285 mahasiswa semester dua tahun

(16)

sebagai berikut: (1) kehilangan orang yang berarti (ayah, ibu, nenek, kakek, adik,

dsb.) karena meninggal dunia sebanyak 31,94%, (2) terbebani dengan tugas-tugas

kuliah sebanyak 19,16%, (3) kesulitan finansial sebanyak 9,58%, (4) mempunyai

penyakit di kepala (migren, tumor, dsb.) sebanyak 9,09%, (5) putus hubungan

dengan pacar sebanyak 5,89%, (6) ketergantungan pada rokok sebanyak 4,66%,

(7) mempunyai penyakit di perut (maag) sebanyak 4,42%, (8) pindah rumah

sebanyak 3,93%, (9) orang tua bercerai sebanyak 3,19%, (10) dipaksa kuliah di

STAIN Ponorogo oleh orang tua sebanyak 2,70%, (11) kehilangan pekerjaan

sebanyak 2,21%, (12) cinta ditolak sebanyak 1,96%, (13) patah tulang karena

kecelakaan motor sebanyak 0,73%, dan (14) bisnis mengalami kebangkrutan

sebanyak 0,49%.

Berbagai masalah yang dialami mahasiswa tersebut apabila tidak segera

ditangani dengan baik maka akan dapat memicu konflik dalam dirinya yang

membuat mereka rentan terhadap berbagai perilaku maladaptif. Schoon (2006: 5)

mengemukakan bahwa adversitas dapat membawa pada resiko. Individu yang

beresiko biasanya menjadi individu yang rentan dan memiliki kecenderungan

yang tinggi untuk menjadi individu yang bermasalah.

Beberapa laporan hasil survei mengungkapkan bahwa, pengalaman terhadap

adversitas berkaitan dengan kerentanan individu terhadap penggunaan obat

terlarang dan berbagai bentuk perilaku maladaptif lainnya. Hasil penelitian Suyasa

dan Wijaya (2006: 102) membuktikan bahwa, pemberontakan atau ekspresi dari

(17)

parental berkelanjutan, dan minimnya supervisi dari orang tua memiliki pengaruh

terhadap penyalahgunaan napza oleh remaja usia 15-25 tahun.

Harian Kabar Cirebon melansir sekitar 3362 juta jiwa penduduk Indonesia

teridentifikasi menggunakan narkoba dan 1355 juta atau 40,3% di antaranya

merupakan pelajar dan mahasiswa. Dari jumlah tersebut terungkap bahwa, 90%

pelajar menggunakan narkoba sebagai akibat dari masalah keluarga atau broken home, mereka melampiaskan kekesalan atas perpecahan keluarga dengan cara

menjadi pecandu narkoba.

Selain berakibat pada kecenderungan terjadinya kenakalan remaja,

pengalaman terhadap adversitas juga dapat mempengaruhi kondisi mental

seseorang. Orang yang baru mengalami adversitas biasanya akan menjadi rapuh

dan sangat beresiko terhadap berbagai masalah kejiwaan yang patologis seperti

frustrasi, depresi, paranoid, kesedihan berkepanjangan, histeria, stres berat,

schizofrenia, dan akibat fatal lainnya, seperti bunuh diri (Edward & Warelow,

2005: 47).

Hasil penelitian Klibert, dkk. (2010: 75) terhadap 413 mahasiswa tahun

pertama pada Georgia Southern University juga memperkuat temuan Edward &

Warelow. Menurut Klibert, dkk., berbagai adversitas yang dihadapi mahasiswa

tahun pertama seperti: masalah finansial, hubungan pertemanan, terbebani dengan

tugas-tugas kuliah, kehilangan orang yang dicintai, dan rindu pada keluarga

berdampak pada problem mental seperti depresi dan kecemasan.

Dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, ada beragam reaksi yang

(18)

Mereka menjadi sering marah, dan merusak lingkungan sekitar. Emosi negatifnya

meluap-luap bahkan ada yang berusaha menyakiti orang lain secara fisik.

Sebagian mahasiswa yang lain melakukan hal sebaliknya. Emosi mereka meledak

di dalam. Mereka menjadi mati rasa, merasa tidak berdaya, dan bahkan tidak bisa

mencoba untuk menghadapi apa yang telah terjadi. Ada juga yang

menggambarkan diri mereka sebagai korban. Mereka menyalahkan orang lain

untuk menghancurkan kehidupan mereka. Kondisi mentalnya terus menurun,

tenggelam dalam pikiran dan perasaan tidak bahagia, dan mereka juga mengeluh

terus-menerus.

Namun ada juga sekelompok mahasiswa yang melewati kesusahan mereka

dengan mengarahkan dengan cepat terhadap kehidupan baru, dan mengatasi

langsung sebuah tantangan. Mereka bangkit kembali, dan merasa yakin akan

tujuannya. Mereka memiliki bakat untuk menciptakan keberuntungan yang baik

dari keadaan yang menurut orang lain adalah sebaliknya. Kemampuan ini lah

yang disebut resiliensi.

Resiliensi merupakan salah satu faktor psikologis yang berkontribusi pada

kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang (Chambers, 2005: 30). Resiliensi

juga merupakan salah satu sumber kebahagiaan. Hal ini sebagaimana

dikemukakan oleh Seligmen (dalam Al Siebert, 2005: 58), ada lima aspek sumber

kebahagiaan, yakni: (1) menjalin hubungan positif dengan orang lain, (2)

keterlibatan penuh, yakni bagaimana individu melibatkan diri sepenuhnya dalam

pekerjaan yang mereka tekuni, (3) bisa menemukan makna dalam kehidupan

(19)

Penelitian yang dilakukan oleh Reivich dan Shatte (2002: 11) juga menegaskan

bahwa resiliensi mempunyai peran yang sangat penting dalam meraih kesuksesan

dan kebahagiaan seseorang. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan

diselenggarakannya bimbingan dan konseling, yaitu agar individu meraih

kebahagiaan.

Selama beberapa waktu, resiliensi dianggap sebagai karakteristik yang

relatif stabil, seperti kepribadian atau intelegensi, sehingga membentuk sebuah

trait yaitu sebuah karakteristik internal yang permanen (sifat). Namun penelitian-penelitian terbaru menemukan bahwa resiliensi individu juga dapat berfluktuasi

secara umum atau dalam situasi-situasi tertentu (Hooper, 2009: 20).

Resiliensi menurut Al Siebert (2005: 17) memiliki derajat tinggi, sedang,

dan rendah. Individu yang memiliki resiliensi tingkat tinggi memiliki ciri-ciri:

bersikap tenang dalam mengatasi masalah, memiliki keterampilan memecahkan

masalah, memiliki sikap percaya diri dalam menghadapi masalah, bisa menerima

realitas baru dengan cepat, memandang masalah dari berbagai sudut pandang,

memiliki sikap optimis dalam menghadapi masalah, mampu bersinergi dengan

orang lain, mampu mengambil peluang dari tantangan, dan mampu mengambil

hikmah di balik musibah.

Individu dengan tingkat resiliensi sedang memiliki ciri-ciri: bersikap tenang

dalam menghadapi masalah, memiliki keterampilan pemecahan masalah, dan

memiliki sikap percaya diri dalam menghadapi masalah. Sedangkan individu

dengan resiliensi tingkat rendah memiliki ciri-ciri: melakukan

(20)

bingung dalam menghadapi masalah, sering marah-marah, merasa diri sebagai

korban, tidak mempunyai harapan positif, merasa sakit hati ketika ada orang

mengkritiknya, tidak berani menghadapi tantangan baru, tidak memiliki

keterampilan pemecahan masalah, dan merasa tidak tenang (Al Siebert, 2005:

18-19).

Resiliensi merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi individu

untuk dapat berfungsi secara efektif. Berbeda dengan kebutuhan dasar seperti

makanan dan minuman yang dapat mengganggu fungsi fisik individu, ketiadaan

resiliensi dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi psikologis individu.

Terdapat berbagai permasalahan yang bisa muncul jika individu memiliki

resiliensi yang tidak memadai atau rendah. Permasalahan-permasalahan itu bisa

terkait dengan hubungan interpersonal, masalah dalam studi, pekerjaan, bahkan

dapat menimbulkan dampak psikologis dan perilaku yang lebih serius seperti

ketergantungan pada obat-obatan terlarang, depresi, atau gangguan mental lainnya

(Amelia, Asni, dan Chairilsyah, 2013: 3). Penelitian Hjemdal (2011: 316) juga

menunjukkan bahwa, resiliensi yang rendah dapat menjadi faktor etiologi pada

gangguan-gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan

obsessive-compulsive.

Resiliensi berkembang sejak masa anak hingga dewasa. Baik

anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa bisa saja memiliki resiliensi yang rendah

maupun tinggi. Hal ini terbukti berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 285

mahasiswa STAIN Ponorogo semester dua tahun akademik 2012/2013

(21)

tingkat resiliensi rendah, 196 mahasiswa (68,77%) memiliki kecenderungan

tingkat resiliensi sedang, dan 46 mahasiswa (16,14%) memiliki kecenderungan

tingkat resiliensi tinggi. Data ini menunjukkan bahwa, meskipun mahasiswa

semester dua termasuk kategori dewasa awal, tetapi tingkat resiliensi mereka tidak

semuanya tinggi, melainkan ada yang sedang bahkan rendah.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian dengan rentang

usia dewasa awal (mahasiswa tahun pertama). Alasan pengambilan sampel karena

pada usia tersebut, banyak tantangan hidup yang harus dijalani oleh individu,

misalnya tugas-tugas kuliah yang banyak, karir, menjalin hubungan percintaan

yang serius, keuangan, keluarga, dan lain-lain. Untuk menghadapi

tantangan-tantangan tersebut, maka penting bagi individu untuk memiliki resiliensi yang

baik pada rentang usia tersebut. Weiss (2008: 128) mengemukakan bahwa,

resiliensi dipandang sebagai salah satu faktor yang menentukan kesuksesan

perkembangan kesejahteraan psikologis dan emosional individu pada dewasa

awal.

Beberapa penelitian yang dilakukan pada remaja dan dewasa awal

menunjukkan bahwa, individu yang memiliki resiliensi rendah pada rentang usia

tersebut lebih rentan terhadap masalah-masalah seperti drop out dari kuliah, kehamilan dini, ketergantungan pada obat-obat terlarang, stres, depresi, kesulitan

membentuk dan mempertahankan hubungan, perilaku anti sosial, dan munculnya

ide percobaan bunuh diri (Wayman, 2002: 168). Fakta tentang individu pada usia

dewasa awal sering mengalami stres dan depresi juga dilaporkan oleh Gallup

(22)

52% orang dewasa yang disurvei mengaku “sering” mengalami stress, dan 48%

mengaku kadang-kadang mengalami stress.

Riset yang dilakukan oleh lembaga National Institute of Mental Health juga

menunjukkan bahwa, terdapat hampir 19 juta orang dewasa Amerika berusia 19

tahun dan lebih, menderita gangguan depresi, dan kecemasan (Perez, dkk., 2009:

21). Di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Persatuan Dokter

Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) terhadap individu yang berusia 18 tahun,

menyebutkan sekitar 94% masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai

tingkat ringan hingga paling berat (Lubis, 2009: 37).

Penggunaan obat-obat penenang dan obat-obat terlarang sebagai dampak

dari rendahnya tingkat resiliensi juga dialami oleh 1,5 juta orang Amerika (Al

Siebert, 2005: 4). Kondisi ini tidak berbeda pada mahasiswa STAIN Ponorogo

semester dua tahun akademik 2012/2013, meskipun persentasenya sangat kecil,

yakni 0,23% atau hanya dua orang yang mengkonsumsi alkohol ketika

menghadapi masalah.

Menurut Al Siebert (2005: 25) dan juga Neenan (2009: 20-21), esensi dari

resiliensi rendah ada pada pola pikir negatif, kurang terkontrol, dan kurang

terstruktur dengan baik dalam menghadapi masalah yang ada. Ketika pola pikir

terhadap diri dan masalah negatif, maka konsekuensi yang terjadi adalah

munculnya perasaan, dan perilaku yang negatif, sehingga individu yang demikian

bisa disebut resiliensinya rendah.

Pada individu yang memiliki resiliensi rendah, maka penanganan atau

(23)

masalah-masalah psikologis yang lebih berat, bahkan hingga menimbulkan

gangguan mental. Terdapat beberapa jenis pendekatan untuk meningkatkan

resiliensi individu yang dapat dilakukan oleh konselor dalam membantu konseli

yang memiliki resiliensi rendah.

Dari berbagai pendekatan yang ada, peneliti tertarik untuk menggunakan

salah satu jenis pendekatan konseling yang mengusung pembenahan pola pikir

yaitu konseling kognitif-perilaku. Pemilihan ini didasari oleh latar belakang

bahwa resiliensi rendah esensinya terletak pada pola pikir yang negatif terhadap

diri dan masalah yang sedang dihadapi. Oleh karena itu peneliti memandang

bahwa intervensi yang melibatkan fungsi kognitif individu seperti Cognitive- Behaviour Theraphy (CBT) lebih sesuai untuk meningkatkan resiliensi.

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan sebuah pendekatan terapi

yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy.

Oleh sebab itu, Matson dan Ollendick (dalam Rusmana, 2009: 100)

mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi

yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang

dilakukan oleh CBT. Lebih lanjut Matson dan Olendick mendefinisikan

cognitive-behavior therapy sebagai pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara

spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu

persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Para ahli yang tergabung dalam National Association of

(24)

cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan

(Rusmana, 2009: 100).

Bush (dalam Rusmana, 2009: 100) mengungkapkan bahwa CBT merupakan

perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah

kesalahan. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif

yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individu terlibat aktivitas dan

berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation. Pada dasarnya

pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon

(SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak

manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan

bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

Cognitive-Behavior Therapy merupakan pendekatan terapi yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang

akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT

merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan

mental. Terapi ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan

bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan,

bertanya, bertindak dan memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek

(25)

permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu

mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan

tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat

keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan dapat

membantu mahasiswa dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak

(Rusmana, 2009: 101).

Menurut Perry (2010: 235), terapi kognitif efektif menangani beraneka

ragam problem, mulai dari gangguan suasana perasaan, gangguan kecemasan

hingga gangguan kepribadian. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa terapi kognitif

yang berbasis aspek-aspek dari resiliensi sangat efektif dalam mengatasi depresi

dan kegelisahan (Reivich dan Shatte, 2002: 53). Resiliensi memungkinkan

individu untuk tetap fokus pada persoalan yang sesungguhnya, dan tidak

menyimpang ke dalam perasaan dan pikiran negatif, sehingga individu bisa

mengatasi resiko depresi dan banyak tantangan. Pikiran dan perasaan adalah inti

dalam memahami individu dalam rangka meningkatkan resiliensi.

Dobson (dalam Sunberg, 2007: 211) mengatakan bahwa, konseling

kognitif-perilaku didasarkan pada tiga proposisi fundamental: (1) aktivitas

kognitif mempengaruhi perilaku, (2) aktivitas kognitif dapat dimonitor dan

diubah, dan (3) perubahan perilaku yang diinginkan dapat dipengaruhi melalui

perubahan kognitif. Dengan demikian, resiliensi yang kurang baik bisa

dikembangkan dengan pendekatan konseling kognitif-perilaku.

Pertimbangan lain dalam penggunaan konseling kognitif-perilaku adalah,

(26)

kesempatan (waktu) yang sifatnya terbatas dalam memberikan pelayanan

bimbingan dan konseling kepada mahasiswa, sehingga dengan pendekatan

konseling kognitif-perilaku ini, target perubahan atau perbaikan perilaku dapat

diupayakan hanya dengan beberapa sesi saja. Menurut Curwen, Palmer, dan

Ruddel (2008: 67) bisa dengan Brief Counseling yaitu 3, 5, 7 atau hingga 12 sesi konseling, dan bahkan hanya dengan satu sesi konseling.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan

kognitif-perilaku, sebagaimana yang telah peneliti sebutkan, maka peneliti berasumsi

bahwa pendekatan ini bisa meningkatkan resiliensi mahasiswa STAIN Ponorogo.

Berdasarkan uraian di atas yang memaparkan dampak masalah terhadap

individu, urgensi resiliensi mahasiswa, dampak negatif dari resiliensi yang rendah,

serta berbagai kasus yang bisa ditangani dengan pendekatan kognitif-perilaku,

maka penelitian dengan judul “Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk

Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa”, dipandang penting untuk dilakukan.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud menghasilkan

rumusan model konseling kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan resiliensi mahasiswa.

Agar penelitian lebih berfokus, terdapat masalah-masalah yang menarik

untuk dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun

(27)

2. Adversitas apa saja yang pernah/sedang dialami mahasiswa semester dua

STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 yang berpengaruh terhadap

resiliensi mereka?

3. Apakah upaya-upaya yang dilakukan oleh mahasiswa semester dua STAIN

Ponorogo tahun akademik 2012/2013 dalam menghadapi adversitas?

4. Bagaimanakah bentuk model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk

meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun

akademik 2013/ 2014?

5. Apakah model konseling kognitif-perilaku efektif untuk meningkatkan

resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik

2013/2014?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah

menghasilkan model konseling kognitif-perilaku yang memiliki kehandalan dan

layak diimplementasikan sebagai layanan bimbingan dan konseling di perguruan

tinggi, khususnya untuk membantu mahasiswa mengembangkan resiliensinya.

Tujuan umum ini akan dicapai melalui tujuan khusus penelitian yaitu:

1. Mengetahui profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun

akademik 2012/ 2013.

2. Mengetahui berbagai adversitas yang pernah/sedang dialami mahasiswa

semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 yang berpengaruh

(28)

3. Mengetahui upaya mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik

2012/2013 dalam menghadapi adversitas.

4. Menemukan model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan

resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik

2013/2014.

5. Mengetahui efektivitas model konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan

resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik

2013/2014.

D.Manfaat Penelitian

Sasaran utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ditemukannya

model konseling kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan kemampuan

resiliensi mahasiswa. Dengan memiliki kemampuan resiliensi yang baik, para

mahasiswa diharapkan dapat meraih kesuksesan dalam akademik, karir, keluarga,

sosial, dan kebahagiaan yang hakiki dalam hidupnya.

Hasil penelitian berupa model konseling kognitif-perilaku untuk

meningkatkan resiliensi mahasiswa diharapkan mempunyai kegunaan dalam

pengembangan ilmu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan

khasanah teori resiliensi dan melengkapi berbagai model intervensi bimbingan

(29)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh dosen Pembimbing

Akademik (PA) maupun konselor perguruan tinggi sebagai rujukan dalam

memberikan bimbingan dan konseling kepada mahasiswa sehingga dapat

mengembangkan resiliensinya. Bagi lembaga, hasil penelitian ini dapat

menjadi rujukan dalam mengembangkan kebijakan dan fokus layanan

bimbingan dan konseling pada mahasiswa STAIN Ponorogo.

E.Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas dasar beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Berbagai adversitas yang dialami mahasiswa dapat memicu konflik dalam

dirinya yang membuat mereka rentan terhadap berbagai perilaku maladaptif

(Schoon, 2006: 5).

2. Mahasiswa memerlukan resiliensi untuk menghadapi berbagai adversitas yang

menimpa pada dirinya. Resiliensi merupakan salah satu faktor psikologis yang

berkontribusi terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang

(Chambers, 2005: 30)

3. Resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam

berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat

mengembangkan kompetensi sosial, akademis dan vokasional sekalipun berada

di tengah kondisi stres hebat yang inheren dalam kehidupan dunia dewasa ini

(30)

4. Tidak semua mahasiswa berhasil mengembangkan resiliensinya dengan baik.

Ada sebagian mahasiswa yang masih memiliki resiliensi tingkat rendah.

Mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah rentan terhadap

masalah-masalah seperti drop out dari kuliah, kehamilan dini, ketergantungan pada

obat-obat terlarang, stres, depresi, kesulitan membentuk dan mempertahankan

hubungan, perilaku anti sosial, dan munculnya ide percobaan bunuh diri

(Wayman, 2002: 168)

5. Resiliensi rendah esensinya disebabkan oleh pola pikir negatif terhadap diri

dan masalah yang sedang dihadapinya (Al Siebert, 2005: 25; Neenan, 2009:

20-21).

6. Pada mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah, maka penanganan

atau intervensi untuk meningkatkan resiliensi menjadi penting sebelum timbul

masalah-masalah psikologis yang lebih berat, bahkan hingga menimbulkan

gangguan mental.

7. Salah satu pendekatan yang dipandang sesuai untuk meningkatkan resiliensi

adalah pendekatan konseling kognitif-perilaku. Pemilihan ini didasari oleh latar

belakang bahwa resiliensi rendah esensinya terletak pada pola pikir yang

negatif terhadap diri dan masalah yang sedang dihadapi (Al Siebert, 2005: 25;

Neenan, 2009: 20-21).

8. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki

kesempatan (waktu) yang sifatnya terbatas dalam memberikan pelayanan

bimbingan dan konseling bagi mahasiswa, sehingga dengan model konseling

(31)

diupayakan hanya dengan beberapa sesi saja. Menurut Curwen, Palmer, dan

Ruddel (2008: 67) bisa dengan Brief Counseling yaitu 3, 5, 7 atau hingga 12

(32)

Umi Rohmah, 2014

B A B III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang metode yang digunakan dalam penelitian, di

dalamnya dibahas antara lain pendekatan dan metode penelitian, variabel

penelitian dan definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian,

lokasi, populasi, sampel penelitian, tahap-tahap penelitian, analisis data, dan

rancangan awal model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi

mahasiswa.

A.Pendekatan dan Metode Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah tersusunnya model konseling

kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Kerangka isi dan komponen

model disusun berdasarkan kajian teori tentang resiliensi, konseling

kognitif-perilaku, kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan, analisis permasalahan

resiliensi, dan hasil studi pendahuluan terhadap mahasiswa STAIN Ponorogo

tahun akademik 2012/2013 terkait dengan resiliensi mahasiswa.

Sesuai dengan fokus, permasalahan dan tujuan penelitian, pendekatan

penelitian ini menggunakan research and development. Penelitian pengembangan

diarahkan sebagai “process used to develop and validate educational product

(Borg dan Gall, 2003: 271). Produk dimaksud adalah model konseling

kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Selanjutnya,

(33)

dalam penelitian pengembangan meliputi: (1) studi pendahuluan, (2) merancang

model hipotetik, (3) penelaahan model hipotetik, (4) revisi model hipotetik, (5) uji

coba model terbatas, (6) revisi hasil uji coba model terbatas, (7) uji coba model

lebih luas, (8) model akhir dan (9) diseminasi dan sosialisasi.

Dalam penelitian ini, metode kuantitatif dan kualitatif digunakan secara

bersama-sama. Menurut Creswell (2008: 516), terdapat tiga model

kualitatif-kuantitatif, yaitu: (1) two-phase design, (2) dominant-less dominant design, dan

(3) mixed method design sequence. Dalam penelitian ini dipilih mixed method design sequence karena metode kuantitatif dan kualitatif digunakan secara terpadu

dan saling mendukung. Metode kuantitatif digunakan untuk mengkaji dinamika

resiliensi mahasiswa dan keefektifan model konseling kognitif-perilaku dalam

meningkatkan resiliensi mahasiswa. Sementara itu, metode kualitatif digunakan

untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik konseling kognitif-perilaku

untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Pada tataran teknis dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut: metode analisis deskriptif, metode partisipatif kolaboratif

dan metode quasi eksperimen.

Metode analisis deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara

sistematis, faktual, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan

substansi penelitian. Dalam hal ini dilakukan untuk menganalisis profil resiliensi

mahasiswa, adversitas yang dialami mahasiswa, dan upaya-upaya yang dilakukan

mahasiswa ketika dihadapkan pada adversitas.

Metode partisipatif kolaboratif dilaksanakan dalam proses uji kelayakan

(34)

mahasiswa. Uji kelayakan model dilaksanakan dengan uji rasional, uji

keterbacaan, uji kepraktisan dan uji coba terbatas. Uji rasional melibatkan tiga

orang pakar konseling, uji keterbacaan melibatkan tiga mahasiswa STAIN

Ponorogo, sedangkan uji kepraktisan dilaksanakan melalui diskusi terfokus

dengan melibatkan para dosen bimbingan dan konseling, serta dosen psikologi

STAIN Ponorogo.

Metode quasi eksperimen dengan design pre-test dan post-test dilaksanakan

dalam uji lapangan model hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang

efektivitas model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi

mahasiswa (Sugiyono, 2006: 118).

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas: (1) variabel bebas, yaitu Model

Konseling Kognitif-Perilaku, dan (2) variabel terikat, yaitu resiliensi mahasiswa.

Variabel bebas (independent variable) berfungsi sebagai strategi fasilitasi

pengembangan resiliensi, sedangkan variabel terikat berfungsi sebagai perilaku

sasaran.

Masing-masing variabel didefinisikan secara operasional sebagai berikut:

1. Model Konseling Kognitif-Perilaku

Menurut Kartadinata (dalam Agustin, 2009: 84) model adalah (a)

seperangkat proposisi untuk mendeskripsikan sesuatu dalam bentuk yang

sederhana, (b) didasarkan pada suatu teori, (c) suatu tipe saran, skema atau

(35)

konsekuensi-konsekuensi dari tindakan, dan (d) aspirasi untuk merepresentasikan dunia nyata

yang membutuhkan analisis.

Terdapat beragam strategi intervensi dalam konseling kognitif-perilaku.

Intervensi kognitif-perilaku menggunakan kombinasi teknik kognitif dan perilaku

untuk mengubah kognisi, perilaku atau keduanya (Bond, 2002: 40). Teknik

konseling kognitif-perilaku yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ABC

Form, problem solving, visualisasi, dan tugas rumah. Secara umum, intervensi

kognitif-perilaku memiliki ciri: bersifat direktif, terstruktur, berorientasi tujuan,

waktunya terbatas, menggunakan teknik pekerjaan rumah, praktek keterampilan,

dan berfokus pada pemecahan masalah, serta merupakan hubungan kolaboratif

antara konselor dan konseli.

Secara operasional yang dimaksud dengan model konseling

kognitif-perilaku dalam penelitian ini adalah pedoman/prosedur yang digunakan untuk

meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo yang

teridentifikasi memiliki tingkat kecenderungan resiliensi rendah dan sedang, yang

dilakukan oleh konselor, dalam setting kelompok serta melibatkan penggunaan

teknik-teknik dari pendekatan konseling kognitif-perilaku yakni: ABC form (pada

sesi kesatu, kedua, kelima, dan keenam), problem solving (pada sesi keempat), visualisasi (pada sesi ketiga), dan tugas rumah (pada semua sesi).

2. Resiliensi Mahasiswa

Resiliensi mahasiswa dalam penelitian ini merupakan kemampuan internal

(36)

kesulitan-kesulitan hidup, sehingga menghasilkan kemampuan penyesuaian diri

dan outcome yang positif. Kemampuan internal yang dimaksud terdiri dari:

a. Kemampuan dalam menerima perubahan-perubahan yang mengganggu dalam

hidup.

b. Kemampuan dalam memperkuat potensi yang dimilikinya untuk mengatasi

perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

c. Kemampuan dalam mengembangkan kebiasaan hidup sehat ketika menghadapi

masalah

d. Kemampuan dalam melakukan kegiatan-kegiatan positif ketika menghadapi

masalah.

e. Kemampuan dalam menumbuhkan sikap percaya diri ketika dalam keadaan

terpuruk

f. Kemampuan dalam menumbuhkan sikap optimis ketika dalam keadaan

terpuruk.

g. Kemampuan untuk belajar dari kegagalan sendiri ketika dalam keadaan

terpuruk

h. Kemampuan dalam mengidentifikasi penyebab dari masalah

i. Kemampuan dalam mengidentifikasi akibat dari masalah

j. Kemampuan dalam mempertimbangkan sumber-sumber kredibel untuk

pemecahan masalah

k. Kemampuan dalam mengidentifikasi berbagai strategi untuk pemecahan

(37)

l. Kemampuan dalam merubah cara berpikir ketika cara berpikir yang lama tidak

berhasil dalam mengatasi masalah

m.Kemampuan dalam mencari strategi yang lain ketika strategi yang lama tidak

berhasil dalam mengatasi masalah

n. Kemampuan dalam menghindari diri dari mengkonsumsi zat terlarang

o. Kemampuan dalam menghindari diri dari melukai diri sendiri/orang lain ketika

menghadapi masalah.

C.Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan resiliensi

mahasiswa berupa angket. Angket digunakan atas dasar jumlah responden besar,

dapat membaca dengan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya

rahasia (Sugiyono, 2006: 172).

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Sarwono (2006: 96) mengatakan bahwa, skala Likert menilai sikap atau perilaku

yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan

kepada responden. Skala sikap dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo.

2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen pengumpul data dibuat untuk menyusun tiga perangkat

instrumen penelitian, yaitu: (1) angket pengungkap resiliensi mahasiswa,

(38)

dialami mahasiswa, (3) angket pengungkap upaya-upaya yang dilakukan

mahasiswa ketika menghadapi adversitas.

Kisi-kisi instrumen pengungkap resiliensi mahasiswa disajikan pada tabel

3.1 berikut:

Tabel 3.1

Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Sebelum Uji Coba)

Variabel Aspek Indikator No. Item

potensi yang dimiliki

untuk mengatasi

optimis ketika dalam keadaan terpuruk

ketika dalam keadaan terpuruk

19, 20, 21

(39)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Aspek Indikator No. Item

berbagai strategi untuk pemecahan masalah

berpikir ketika cara

berpikir yang lama tidak

(40)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Aspek Indikator No. Item

Jumlah Item

15. Mampu menghindari diri dari

melukai diri sendiri/orang

lain ketika menghadapi

masalah

42, 43, 44

3

Jumlah butir pertanyaan (item) 44

Angket pengungkap berbagai masalah yang pernah dialami mahasiswa

tersaji pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Angket Pengungkap Berbagai Masalah yang Pernah Dialami Mahasiswa

Pertanyaan Jawaban Berilah tanda centang (√) pada kotak

di samping yang menyatakan berbagai

adversitas (masalah) yang

pernah/sedang anda alami. Anda dapat menuliskan tambahan pada tempat yang telah disediakan

Putus hubungan dengan pacar Kematian orang yang berarti (ayah, ibu, istri, suami, anak, kakek, nenek, pacar, dll.)

Sulit mendapat teman

(41)

Lanjutan Tabel 3.2

Pertanyaan Jawaban

Sulit menerima perilaku teman Teringat kampung halaman

Sulit berkomunikasi dengan orang lain

Sulit menyesuaikan diri dengan norma warga setempat

Sulit bergaul dengan orang lain Masalah keuangan

Masalah disiplin diri Masalah pengaturan waktu

Situasi lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan sebelumnya

Instrumen pengumpul data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah angket untuk mendapatkan informasi tentang upaya-upaya mahasiswa

dalam menghadapi adversitas. Kisi-kisi instrumen yang dikembangkan disajikan

(42)

Tabel 3.3

Angket Pengungkap Upaya-upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas

Pertanyaan Jawaban Berilah tanda centang (√) pada kotak

di samping yang selama ini merupakan

upaya anda dalam menghadapi

berbagai adversitas (masalah) dalam

kehidupan anda. Anda dapat

(43)
(44)

Terdapat beberapa tahap pengujian dalam mendapatkan instrumen

kemampuan resiliensi mahasiswa yang layak sebagai alat pengumpul data, yaitu

dengan uji kelayakan instrumen, uji keterbacaan serta uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Kelayakan Instrumen

Untuk melihat kesesuaian antara konstruk, konten/isi dan redaksi instrumen

dengan landasan teoretis, ketepatan bahasa baku dan karakteristik subjek yang

menjadi responden maka dilakukan telaah butir-butir pertanyaan instrumen atau

yang lebih dikenal dengan penimbangan (judgment) instrumen. Judgment dapat juga berfungsi sebagai uji validitas internal instrumen atau alat pengumpul data.

Dari enam aspek resiliensi menghasilkan 15 indikator, yang kemudian

dikembangkan menjadi 44 butir pertanyaan. Instrumen penelitian ditimbang oleh

tiga orang penimbang untuk dikaji kesesuaian setiap butir pertanyaan dengan

aspek-aspek dan indikator yang akan diungkap. Penimbangan (judgment) terhadap

instrumen penelitian dilakukan oleh tiga orang pakar bimbingan dan konseling,

yaitu Bapak Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L.N., Bapak Dr. H. Mubiar Agustin,

M.Pd., dan Bapak Dr. Ilfiandra, M.Pd.

Berdasarkan penimbangan instrumen penelitian, masing-masing pertanyaan

dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM).

Kategori antara memadai atau tidak memadai sebuah instrumen dilihat dari

konstruk instrumen, konten/isi instrumen, dan redaksi instrumen tersebut.

Pertanyaan yang berkualifikasi memadai (M) dapat langsung digunakan sebagai

butir item dalam instrumen penelitian sementara pertanyaan yang berkualifikasi

(45)

pakar terkait dengan instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman

272 s.d. 274.

b.Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan instrumen dilakukan kepada tiga orang mahasiswa STAIN

Ponorogo yang berasal dari semester dua tahun akademik 2012/2013 dalam

rangka mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Melalui uji keterbacaan ini

dapat diketahui kata-kata yang kurang difahami serta kalimat yang rancu dan

kurang jelas sehingga butir pertanyaan dalam instrumen dapat disederhanakan

tanpa mengubah maksud dari pertanyaan tersebut.

Setelah dilakukan uji keterbacaan, butir pertanyaan instrumen yang kurang

jelas diperbaiki sesuai kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh responden.

Untuk saran/masukan dari mahasiswa terkait dengan instrumen penelitian dapat

dilihat pada Lampiran 2 halaman 275.

c. Uji Validitas

Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.

Semakin tinggi nilai validitas, semakin valid instrumen tersebut digunakan di

lapangan.

Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan terhadap mahasiswa yang bukan

subjek penelitian sebenarnya, namun memiliki karakteristik yang relatif sama

dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Untuk keperluan uji coba instrumen

(46)

akademik 2012/2013. Dasar pengambilan responden sebanyak 30 mahasiswa

adalah untuk memenuhi rule of thumb kenormalan data (Mustafa, 2009: 164).

Langkah uji validitas butir pertanyaan dilakukan dengan menggunakan

teknik pengolahan statistik, yakni korelasi item–total Product Moment (Pearson).

Penghitungan validitas butir pertanyaan dilakukan dengan bantuan program

komputer SPSS 17.0 for windows. Untuk hasil uji validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 288 s.d. 321. Berdasarkan hasil

penghitungan, diperoleh butir pertanyaan yang tidak valid sebanyak 10 butir. Item

pertanyaan yang tidak valid adalah nomer 2, 3, 10, 12, 17, 22, 24, 28, 31 dan 33.

Oleh karena itu jumlah item instrumen yang semula 44 item setelah diuji cobakan

menjadi 34 item. Untuk instrumen penelitian sebelum uji coba dapat dilihat pada

Lampiran 3 halaman 276 s.d. 287.

d. Uji Reliabilitas

Menurut Mustafa (2009: 224), reliabilitas sama dengan konsistensi atau

keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang

tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur

yang hendak diukur.

Dalam menentukan koefisien reliabilitasnya, digunakan kriteria interpretasi

(47)

Tabel 3.4

Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi dari Nilai r (Reliabilitas Instrumen)

Besarnya Nilai r Interpretasi

0.800-1.00 Hubungan tinggi

0.600-0.800 Hubungan cukup

0.400-0.600 Hubungan agak rendah

0.200-0.400 Hubungan rendah

0.000-0.200 Hubungan sangat rendah (tidak berkorelasi)

Sumber: Arikunto (2006: 276)

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.0 for

Windows diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5

Tingkat Reliabilitas Instrumen

Total ganjil Total genap

Total ganjil Pearson Correlation 1 .895**

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

Total genap Pearson Correlation .895** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

Pada tabel 3.5 disajikan interpretasi ketercapaian tingkat reliabilitas

instrumen. Dari hasil perhitungan data menggunakan software SPSS 17.0 pada 44

pertanyaan diperoleh harga r sebesar 0.895 pada =0.05. Untuk hasil uji

reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 324.

(48)

hubungan yang tinggi. Hubungan yang tinggi menandakan bahwa instrumen yang

digunakan baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data kemampuan

resiliensi mahasiswa.

e. Revisi Akhir dan Pengemasan Instrumen Final

Butir item yang memenuhi syarat dihimpun dan direvisi sesuai kebutuhan,

dengan demikian dapat dihasilkan seperangkat instrumen siap pakai untuk

pengumpulan data mengenai profil resiliensi mahasiswa serta dapat digunakan

sebagai instrumen pre test dan post test. Untuk instrumen penelitian setelah uji coba dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 325 s.d. 335.

Berikut disajikan kisi-kisi instrumen skala resiliensi mahasiswa setelah uji

coba dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6

Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Setelah Uji Coba)

Variabel Aspek Indikator No. Item

potensi yang dimiliki

untuk mengatasi kebiasaan hidup sehat

ketika menghadapi

masalah

(49)

masalah ketika strategi yang lama tidak berhasil

dalam mengatasi

(50)

Lanjutan Tabel 3.6

Variabel Aspek Indikator No. Item

Jumlah Item

13.Mampu merubah cara

berpikir ketika cara berpikir yang lama zat terlarang (alkohol,

narkoba, obat

Jumlah butir pertanyaan (item) 34

D.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di STAIN Ponorogo yang berlokasi di Jalan

Pramuka No. 156 Ponorogo, Jawa Timur. Perguruan tinggi ini memiliki tujuan

menjadi perguruan tinggi yang lebih maju, berkualitas dan egaliter. Perguruan

tinggi akan menjadi lebih maju, berkualitas, dan egaliter jika pihak-pihak yang

berperan di dalamnya juga berkualitas. Kualitas mahasiswa sebagai bagian dari

STAIN Ponorogo juga merupakan salah satu indikator majunya lembaga ini.

(51)

dengan mengembangkan kemampuan resiliensi mahasiswa. Hal ini yang menjadi

salah satu alasan peneliti melakukan penelitian di STAIN Ponorogo.

2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester dua STAIN

Ponorogo tahun akademik 2012/2013 berjumlah 1052 orang yang meliputi

jurusan Syari’ah, Tarbiyah dan Ushuluddin. Untuk jumlah mahasiswa aktif

semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 dapat dilihat pada

Lampiran 7 halaman 336. Penentuan anggota populasi didasarkan atas

pertimbangan bahwa mahasiswa yang duduk di tahun pertama adalah mahasiswa

yang berada dalam masa transisi dari Sekolah Menengah Atas (SMA) ke

perguruan tinggi, dimana pada masa ini mereka sedang mengalami tantangan yang

cukup banyak, baik secara tahap perkembangan, adaptasi dengan teman baru,

budaya dan tempat yang baru, hubungan dengan lawan jenis maupun perencanaan

karir setelah selesai studi. Tantangan-tantangan ini lah yang dipandang sebagai

bagian dari episode kehidupan yang menuntut kemampuan resiliensi dan

memanfaatkan tantangan menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan

kebahagiaan dan kesejahteraan. Diharapkan dengan mendapat intervensi

konseling kognitif-perilaku, mahasiswa semester dua akan meningkat kemampuan

resiliensinya untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi selama

proses penyelesaian studi dan kehidupannya di masa yang akan datang. Hal ini

sejalan dengan fungsi bimbingan dan konseling yaitu fungsi preventif, kuratif dan

(52)

3. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali,

yaitu: (a) pengambilan sampel untuk mengungkap profil kompetensi resiliensi

dengan menggunakan tehnik cluster sampling (Sukmadinata, 2012: 259), dengan

pertimbangan bahwa kompetensi keahlian merupakan klaster-klaster, tidak

berbeda dalam tingkatan strata, tetapi masing-masing klaster memiliki

karakteristik sendiri, dan (b) pengambilan sampel untuk menentukan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan tehnik incidental

sampling, sampel dipilih berdasarkan kesediaan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Kiddler,

1986: 60). Adapun karakteristik subyek penelitian dalam penelitian ini adalah: (1)

mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo strata satu, (2) berusia antara 18-20

tahun, (3) memiliki tingkat resiliensi rendah dan sedang, (4) pria dan wanita, serta

(5) bersedia mengikuti kegiatan intervensi sampai dengan selesai. Berdasarkan

kelima karakteristik subyek penelitian tersebut, maka peneliti mendapatkan

sebanyak 10 orang untuk kelompok eksperimen, dan 10 orang untuk kelompok

kontrol pada masing-masing jurusan (Tarbiyah, Syari’ah, dan Ushuluddin). Jadi

jumlah sampel penelitian untuk ketiga jurusan pada kelompok eksperimen ada 30

orang, dan demikian juga untuk kelompok kontrol berjumlah 30 orang.

Pertimbangan menentukan jumlah 10 orang pada masing-masing kelompok

(53)

jumlah anggota kelompok yang dianggap baik adalah antara lima sampai 10

orang.

Ukuran sampel untuk mengungkap profil resiliensi mahasiswa semester dua

STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 merujuk pada penentuan jumlah

sampel dari Issac dan Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%

(Sugiyono, 2006: 126) sebagai berikut:

Keterangan:

α2

dengan dk = 1, taraf kesalahan 1%, 5%, 10%

P = Q = 0,5 d = 0.05 s = jumlah sampel

Dari perhitungan di atas, ukuran sampel untuk kesalahan 5% (tingkat

kesalahan untuk penelitian sosial) dengan jumlah populasi 1052 orang yaitu 285.

Adapun rincian dari sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Syari’ah Ahwal al-Syakhshiyyah 80 21

Mu’amalah 198 53

Tarbiyah Pendidikan Agama Islam 267 73

Pendidikan Bahasa Arab 101 28

(54)

Lanjutan Tabel 3.7

No Tahap Penelitian Subyek Penelitian

2. Uji coba model (untuk

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, penelitian ini dilaksanakan dalam

sembilan tahap kegiatan, yaitu: tahap kesatu persiapan, tahap kedua merancang

model hipotetik, tahap ketiga uji kelayakan model hipotetik, tahap keempat

perbaikan model hipotetik, tahap kelima uji coba terbatas, tahap keenam revisi

hasil uji coba terbatas, tahap ketujuh uji lapangan model, tahap kedelapan

merancang model akhir dan tahap kesembilan diseminasi model.

Rancangan kegiatan setiap tahap adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Pengembangan Model

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi:

a. Kajian konseptual dan analisis penelitian terdahulu

b. Survei lapangan untuk memperoleh informasi kondisi obyektif resiliensi

mahasiswa

c. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan

(55)

d. Mengkaji pendekatan dan strategi konseling dalam menerapkan model

2. Merancang Model Hipotetik

Berdasarkan kajian teoretik, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil studi

pendahuluan, berikutnya disusun Model Hipotetik Konseling Kognitif-Perilaku

untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa.

3. Uji Kelayakan Model Hipotetik

Uji kelayakan model dilakukan untuk mendapatkan Model Konseling

Kognitif-Perilaku dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa yang memiliki keterandalan

ini dilakukan kegiatan berupa konsultasi dengan pembimbing ahli yakni Bapak

Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf, L.N, Bapak Dr. Ilfiandra, M.Pd., dan Bapak Dr. H.

Mubiar Agustin, M.Pd. Untuk saran/masukan dari pakar dapat dilihat pada

Lampiran 8 halaman 337 s.d. 339.

4. Perbaikan Model Hipotetik

Berdasarkan hasil uji kelayakan model, kegiatan berikutnya adalah:

a. Mengevaluasi dan menginventarisasi hasil uji kelayakan model

b. Memperbaiki redaksi dan isi model hipotetik

c. Tersusun model hipotetik yang sudah direvisi

5. Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilaksanakan untuk mendapatkan masukan kritis dari

mahasiswa sebagai subyek dalam membantu meningkatkan resiliensi

mahasiswa. Kegiatan dalam tahap ini meliputi:

(56)

b.Mencari mahasiswa yang bersedia untuk dijadikan sebagai target intervensi.

Peneliti mendapatkan tujuh mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun

akademik 2013/2014 yang bersedia untuk dijadikan target intervensi.

c.Melaksanakan uji coba terbatas. Uji coba terbatas dilaksanakan pada tanggal

22 Desember 2013 s.d. 31 Desember 2014. Untuk data hasil uji coba model

secara terbatas dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 340 s.d. 365.

d.Diskusi dan refleksi sebagai masukan untuk perbaikan model. Untuk saran/

masukan dari pelaksana uji coba model dapat dilihat pada Lampiran 10

halaman 366.

6. Revisi Hasil Uji Coba Terbatas

Berdasarkan masukan dalam diskusi dan refleksi dari hasil uji coba terbatas,

model hipotetik direvisi lagi dari segi konstruksi, materi dan pelaksanaan

konseling.

7. Uji Coba Diperluas

Pada tahap ini dilaksanakan uji lapangan model konseling kognitif-perilaku

untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa, meliputi:

a. Menyusun rencana kegiatan uji lapangan

b.Menyiapkan konselor. Pada uji coba diperluas ini, peneliti bertindak sebagai

observer, sedangkan untuk pelaksana uji coba model dilaksanakan oleh

salah seorang dosen Psikologi STAIN Ponorogo, yaitu ibu Lia Amalia,

M.Si.

c. Untuk uji coba model diperluas ini dilakukan pada mahasiswa jurusan

Gambar

Grafik
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Angket Pengungkap Upaya-upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dwi Puja Kesuma, yang ditulis oleh Editiawarman; kedua , Kebijakan Kriminal Terhadap Cyber Sex (Menggunakan Internet Untuk Tujuan Seksual) Dalam Pembaharuan Hukum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan Pelatihan Teknis dalam Peningkatan Kinerja Pamong Belajar di Balai Pengembangan Kegiatan

warga dapat menikmati hasil sampah non organik yang sudah dikumpulkan di bank sampah, yang dinilai dengan uang, selain itu kondisi lingkungan juga menjadi

[r]

Kesimpulan yang diambil dari data terkumpul perlu diverifikasi terus menerus selama penelitian berlangsung, agar data yang didapat terjamin keabsahan dan

dasar passing bawah bola voli melalui metode memantulkan bola ke dinding.. pada siswa kelas IV SDN Ketib, Kecamatan Sumedang Utara,

Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupun motivasi kerja

Determining description process of score in Muhammadiyah Elementary School of Gunungpring still manually using Microsoft Excel and preparing reports with