4.1 Gambaran Umum Komoditi Unggulan Perkebunan Provinsi Riau Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebvman di Provinsi Riau menunjukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan pericebunan dan meningkatnya produksi rata-rata per tahun, dengan kombditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk peikebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebiman.
Khususnya \mtuk Provinsi Riau, subsektor perkebun menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah luas areal komoditi unggulan pericebunan Provinsi Riau, yakni pada tahun
2004 seluas 2.433.871 ha meningkat menjadi 2.696.302 ha pada tahun 2007, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,51 %.
Untuk lebih jelas perkembangan luas areal perkebunan Provinsi Riau
menurut jenis komoditi unggulan perkebunan Riau pada tahun 2004-2007 dapat
dilihat pada Tabel 3 :
Tabel.3 Luas Areal Komoditi Unggulan Perkebunan di Daerah Riau Tahun 2004-2007 (HaA^ahun)
Tahun Komoditi
Tahun Kelapa Sawit Karet Kelapa
2004 1.340.036 543.783 550.052
2005 1.424.814 528.734 546.938
2006 1.530.150 514.469 551.612
2007 1.611.381 532.900 552.021
Pertumbuhan (%) 6,1% -0,68% 0,15
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Tahun 2008
Komoditi kelapa sawit Provinsi Riau pada tahun 2004 seluas 1.340.036 ha, berkembang menjadi 1.611.381 ha pada tahun 2007 dengan pertumbuhan rata-rata per tahim sebesar 6,1 %. Pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau membuktikan bahwa masyarakat Riau sangat antusias untuk berusahatani kelapa sawit. Disamping itu kondisi daerah juga sangat mendukung berkembangnya usahatani kelapa sawit.
Luas areal perkebunan karet Provinsi Riau mengalami penurunan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Perkebunan kelapa Provinsi Riau mengalami sedikit perluasan selama periode 2004 sampai dengan 2007 sebesar 0,15% per tahun.
Penurunan luas areal komoditi karet disebabkan oleh berkurangnya penggarapan lahan perkebunan karet dan masyarakat lebih cenderung lari ke perkebunan kelapa sawit. Namim dengan teijadinya peningkatan luas areal pada semua jenis komoditi unggulan perkebunan pada tahun 2007, subsektor perkebunan tetap mampu menjadi penyumbang terbesar bagi nilai ekspor dari sektor non migas.
Selanjutnya perkembangan produksi komoditi unggulan perkebunan Riau dari
tahun 2004-2007 disajikan pada Tabel 4:
Tabel.4 Produksi Komoditi Unggulan Perkebunan di Daerah Riau Tahun 2004- 2007 (Ton/Tahun)
Tahun Komoditi
Tahun Kelapa Sawit Karet Kelapa
2004 3.386.801 305.644 572.624
2005 3.406.394 396.290 451.060
2006 4.659.263 415.905 554.589
2007 5.111.337 392.124 563.095
Pertumbuhan (%) 14,55% 8,64% -0.53%
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 2008
Pada tahim 2004 jumlah produksi komoditi unggulan perkebunan Provinsi Riau sebesar 4.265.069 ton. Pada tahun 2005 jumlah produksi komoditi unggulan mengalami penurunan menjadi sebesar 4.253.744 ton yang disebabkan oleh menurunnya produksi hasil perkebunan kelapa Provinsi Riau menjadi sebesar 451.060 ton. Selama periode tersebut pertumbuhan produksi perkebunan daerah Riau sebesar 12,46% pertahun. Tingginya pertumbuhan produksi perkebunan Riau lebih disebabkan berkembangnya produksi kelapa sawit yakni rata-rata per tahun 14,55%.
Pada tahun 2006 jumlah produksi komoditi unggulan perkebunan Riau mengalami peningkatan yaitu menjadi sebesar 5.629.757 ton. Hal ini disebabkan karena teijadinya peningkatan produksi oleh komoditi kelapa sawit, karet dan kelapa. Hal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan luas areal perkebunan tersebut di Provinsi Riau.
Selanjutnya pada tahun 2007 jumlah produksi tetap mengalami
peningkatan yaitu sebesar 6.066.556 ton. Pada tahun ini komoditi kelapa sawit
dan kelapa mengalami pemngkatan produksi sedangkan karet mengalami
penurunan produksi menjadi sebesar 392.124 ton.
4.1.1 Kelapa Sawit
Pada tahun tahun 2007 luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai 1,61 juta ha atau sekitar 27 persen dari total luas perkebunan sawit di Indonesia.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2004 dengan luas 1,34 juta ha.
Komoditas kelapa sawit pada masa yang akan datang tetap mempunyai prospek yang baik seiring dengan meningkatnya konsumsi minyak dan lemak dunia, serta d^at digunakannya minyak sawit sebagai siunber energi terbaru (biojuels).
Selain sebagai sumber energi, kelapa sawit juga dapat menghasiikan produk tunman (industri hilir) yang sangat beragam dan mempunyai nilai tambah lebih tmggi dibandingkan dengan CPO. Beberapa industri hilir yang potensial untuk dikembangkan di Riau adalah industri minyak goreng, margarine, serta industri bahan-bahan untuk sabun dan kosmetik, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Peluang pengembangan industri hilir kelapa sawit di Riau sangat besar karena didukung oleh sumber bahan baku yang ciikup dan letak geografis yang sangat strategis bagi pengembangan mdustri berorientasi ekspor.
Produk mmyak kelapa sawit daerah Riau berpotensi besar untuk dijadikan
andalan ekspor di luar minyak dan gas bumi, dan dapat menggeser posisi ekspor
hasil kayu yang kini sedang mengalami perlambatan, Produk kelapa sawit saat ini
menjadi komoditi imggulan daerah Riau selain karet dan kelapa (kopra). Dari sisi
penawaran, ekspor minyak kelapa sawit (CPO) mengalami peningkatan yang
sangat pesat sekali selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data di atas, dengan meliliat pada luas kebun, potensi lahan/daya dukung wilayah, keperluan minyak dan lemak dunia, berkembangnya teknologi untuk memanfaatkan minyak sawit sebagai sumber energi terbarukan, serta banyaknya jenis industri yang dapat dikembangkan dari minyak sawit, maka prospek perkebunan dan industri kelapa sawit khususnya di Riau masih sangat potensial untuk dikembangkan.
Pengembangan industri hilir kelapa sawit salah satu jalan meningkatkan nilai tambah prodaksi kelapa sawit bagi perekonomian daerah/nasional, dan mengurangi dampak gejolak harga CPO terhadap kegiatan perkebunan sawit (khususnya pendapatan petani), mengingat barang-barang hasil industri hilir diperkkakan tidak akan mengalami peningkatan/penurunan yang tajam seperti CPO. Oleh karena itu, dalam rangka menarik investor di industri tersebut pemerintah pusat dan daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung dan memberikan insentif, serta memfasilitasi ketersediaan infrastruktur. Selanjutnya perkembangan ini tentunya akan meningkatkan ekspor hasil perkebiman kelapa sawit dalam rangka menunjang peningkatan daya saing ekspor non migas Riau.
4.1.2 Karet
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra bam di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Karet merupakan komoditas
ekspor yang mampu hiemberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa
Indonesia, ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan
adanya peningkatan.
Volume impor karet alam ke Indonesia relatif sangat kecil, dan terbatas dalam bentuk lateks pekat yang dibutuhkan oleh industri barang jadi lateks dalam negeri. Sementara itu volume ekspor karet alam mencapai lebih dari 90% dari total produksi karet nasional dengan negara tujuan utama USA, China, Smgapura, Jepang dan Jerman, sedangkan sisanya (7-10%) diserap oleh industri dalam negeri. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan dengan Malaysia, dimana industri hilir di dalam negeri mampu menyerap sekitar 70% dari total produksi negara tersebut. Rendahnya konsumsi karet alam domestik mencerminkan belum berkembangnya industri hilir yang berbasis karet alam. Hal ini mengakibatkan perolehan nilai tambah komoditi karet masih relatif rendah. Pada kenyataaimya koordinasi vertikal dari hulu (on farm) ke hilir (pengolahan dan pemasaran) dalam sistem agribisnis karet di Indonesia belum optimal.
Sebi^ai salah satu komoditas pertanian, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk mdustri perkebunan karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Status industri perkebunan Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bemilai tambah lebih tinggi yang berarti kandungan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dari produk akan meningkat. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi yang lengkap, yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga penelitian karet yang mempunyai sejarah sangat panjang (sejak
1930-an) dalam menyediakan ihnu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang
perkaretan.
Karet merupakan salah satu komoditi non migas yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian daerah Riau. Peranan penting itu antara lain sebagai sumber perolehan devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani karet maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan ataupun perdagangan karet.
Salah satu komoditi unggulan sektor perkebunan Riau ini selama lima tahun terakhir telah mengalami peikembangan luas areal maupun produksi.
Sehingga peluang untuk pengembangan usaha agribisnis karet cukup terbuka pada hampir semua subsistem, baik pada subsistem agribisnis hulu (on farm), maupun subsistem hilir.
Selain itu j^bisnis karet di daerah Riau memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang berpotensi untuk ditingkatkan menjadi keunggulan bersamg (competitive advantage). Besamya potensi sumberdaya yang duniliki, seperti sumberdaya alam (lahan dan iklim yang sesuai), teknologi, tenaga ahli, serta plasma nutfah bahan tanaman yang cukup memadai akan meningkatkan peluang tersebut. Dengan demikian perkembangan usaha perkebiman karet di daerah Riau, baik yang dilakukan masyarakat maupun perusahaan swasta dan BUMN akan membantu penerimaan daerah yang berasal dari ekspor sektor non migas.
Pasar karet Riau memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan ekspor, selain juga memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingginya kebutuhan akan karet
menunjukkan bahwa permintaan bahan baku karet baik di pasar lokal maupun
intemasional memiliki prospek yang sangat baik untuk terus dikembangkan di
pasar komoditi baik dalam negeri maupun luar negeri.
4.1.3 Kelapa
Kelapa merupakan komoditas yang paling luas penyebarannya di wilayah Nusantara. Kelapa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dengan peran yang berbeda-beda, mulai dari untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan budaya sampai untuk kepentingan ekonomi, sehingga dijxiluki tree of life, pohon kehidupan. Status yang demikian membuat bentuk usaha tani kelapa yang berkembang di masyarakat berbeda-beda pula, bergantung pada tujuan yang mendasarinya.
Agroindustri kelqia di provinsi Riau sudah baik, ditandai dengan te^adinya perkembangan pada luas areal dan produksi yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Namun perkebunan kel^a masih belum mampu meningkatkan pendapatan petani kelapa. Produktivitas aktual perkebunan kelapa masih sangat rendah karena diusahakan secara tradisional. Perkembangan usaha tani kelapa sangat lambat atau tidak ada perkembangan sama sekali. Ini terlihat dari laju pertumbuhan luas areal kelapa sebesar 0,15% pertahim selama periode tahun 2004-2007. Lambatnya perkembangan usaha tani kelapa bukanlah disebabkan tidak tersedianya teknolo^, tetapi lebih ditentukan oleh status petani dan status kelapa itu sendiri.
Pengusahaan kelapa yang dilakukan oleh petani dari dahulu sampai
sekarang tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan
perkembangan teknologi. Berbagai teknologi budidaya dan pengolahan hasil telah
tersedia. Belum terserapnya teknologi tersebut tidak terlepas dari masalah-
masalah intemal kelapa itu sendui, mulai dari aspek produksi, pengolahan.
pemasaran sampai dengan kelembagaan. Hal tersebut terlihat selama periode tahun 2004-2007 teqadi penurunan produksi sekitar -0,53% per tahun.
Oleh karena itu, untuk merangsang berkembangnya agroindustri diperlukan ketersediaan dan penataan berbagai kelembagaan yang secara efektif dapat meredam berbagai risiko serta memungkinkan pelaku-pelakunya, termasuk petani, dapat memperoleh keuntungan atau manfaat yang optimal.
Secara umum produk-produk kele^a yang diekspor sebagian besar adalah produk tradisional seperti kopra, minyak kelapa, bungkil, dan tepung kel^)a.
Produk-produk ini di pasar intemasional menghadapi porsaingan yang ketat.
Peluang peningkatan baik dari jenis maupun ragam produk yang dapat diekspor sebenamya sangat besar sehingga perlu dilakukan usaha untuk menggali nilai ekonomis dari hasil perkebunan kelapa Riau agar mampu bersaing dan dapat diserap oleh pasar sekaligus mampu menyerap tenaga keqa.
4.2 Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Riau
Perekonomian Riau berdasarican PDRB tanpa Migas dalam tiga tahun terakhir (2005-2007) mengalami pertumbuhan rata-rata 8,48 persen per tahun.
Sektor pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman pangan, perkebunan,
petemakan, kehutanan, dan perikanan, mempakan sektor yang mempunyai pangsa
terbesar. Pada 2007 pangsa sektor pertanian mencapai 37,25 persen, diikuti
industri pengolahan 30,16 persen, dan perdagangan (perdagangan, hotel, dan
restoran) 12,02 persen, sedangkan sisanya berada di enam sektor lainnya. Pangsa
terbesar dari sektor pertanian berada pada sub sektor perkebunan dan kehutanan
yaitu masing-masing sebesar 19,02 persen dan 11,88 persen.
Secara umum perkembangan ekspor Riau dari tahim 1996 sampai dengan tahun 1997 cukup baik yaitu tahun 1996 US $ 8.661,64 juta, naik menjadi US $ 9.236,50 juta pada tahun 1997, Pada tahun 1998 mengalami penurunan dibanding dengan tahun 1997. Nilai ekspor tahun 1998-2000 mengalaimi kenaikan masmg-masing sebesar US$ 7 165,3 juta, US$ 8.820,7 juta dan US$ 11.012,2 juta. Sementara itu pada tahun 2007 mengalami
peningkatan nilai dibanding dengan tahun 2005 sebesar 21,53 persen. Nilai ekspor tahun 2007 merupakan ekspor terbesar sejak tahun 1996 yang bemilai US$
11.080,52 juta (Badan Pusat Statistik Provmsi Riau, 2007).
Pada bulan Januari 2008 negara tujuan ekspor non migas Riau terbesar adalah China sebesar US$ 161,6 juta, diikuti India sebesar US$ 139,1 juta dan Amerika Serikat sebesar US$ 98,7 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 50,56 pers^. Dari 10 negara tujuan utama ekspor non migas, tujuh negara mengalami penurunan nilai ekspor non migas bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ekspor ke India turun sebesar US$ 124,4 juta, diikuti Pakistan turun US$ 104,6juta, Belanda US$ 51,3 juta, Malaysia US$ 28,7 juta, Chma US$ 19,5 juta, Bangladesh US$ 4,6 juta, dan Iran turun US$ 1,7 juta. Sebaliknya, ekspor
non migas ke Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Saudi Arabia mengalami peningkatan masing-masing sebesar US$ 34,9 juta, US$ 15,0 juta, US$ 10,8 juta (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2008).
Selanjutnya ekspor non migas bulan Desember 2008 mencapai US$
571,34 juta atau turun 32,51 persen dibanding ekspor non migas bulan November
2008, sedangkan selama Januari-Desember 2008 ekspor non migas mencapai
US$ 12.834,73 juta atau meningkat 100,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2007.
4.2.1 Perkembangan Volume Ekspor Komoditi Unggulan Perkebunan Riau Perkembangan luas areal dan produksi komoditi unggulan perkebunan Riau sangat mempengaruhi perkembangan volume ekspor Riau khususnya ekspor yang berasal dari komoditi imggulan perkebunan. Untuk mengetahui besamya volume ekspor komoditi unggulan perkebunan Provinsi Riau yang berapa hasil- hasil pericebunan kelapa sawit, karet dan kelapa dapat dilihat pada Tabel 5:
Tabel.5 Volume Ekspor Komoditi Unggulan Pericebunan Provinsi Riau Tahun 2004-2007 (Ton/Tahun)
Tahun Komoditi Jumlah
Tahun Kelapa Sawit Karet Kelapa Jumlah
2004 3.863.599,50 7.509,28 47.642,58 3.918.751,36 2005 4.641.501,09 8.890,94 63.390,04 4.713.782,07 2006 5.729.720,42 8.611,22 68.196,67 5.806.528,31 2007 5.998.918,33 7.917,83 62.171,85 6.069.008,01
Pertumbuhan (%) 15,87% 1,62% 9,14% 15,61%
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (Riau Dalam Angka 2008)
Volume ekspor komoditi unggulan perkebunan mengalami peningkatan
dari tahun 2004 sebesar 3.918.751,36 ton sampai dengan tahun 2007 sebesar
6.069.008,01 ton. Selama periode tersebut pertumbuhan rata-rata volume ekspor
sebesar 15,61% per tahun, Pada tahun 2004 volume terbesar berasal dari ekspor
hasil perkebunan kelapa sawit sebesar 3.863,599,50 ton. Begitu pula untuk tahun-
tahun selanjutnya ekspor hasil perkebunan kelapa sawit mengungguli dan
mengalami kenaikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, dengan
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 15,87%.
Selanjutnya perkembangan volume ekspor Riau semakin mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 volume kembali meningkat dengan jumlah sebesar 4.713.782.07 ton. Pada tahun ini komoditi karet dan kelapa juga mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi untuk tahim 2006 komoditi karet mengalami penurunan volume ekspor. Penurunan ini terjadi karena melemahnya permintaan dunia untuk produk dari hasil peikebunan karet Namun total volume ekspor komoditi unggulan perkebunan Riau tetap mengalami peningkatan karena volume ekspor hasil perkebunan kelapa sawit dan kelapa yang tetap mengalami peningkatan.
Tahun 2007 volume ekspor komoditi unggulan perkebunan Riau tetap mengalami peningkatan dengan total volume sebesar 6.069.008,01 ton. Namun pada tahun ini komoditi karet mengalami penurunan kembali sehingga menjadi 7.917,83 ton. Penurunan uii disebabkan karena pada tahun 2007 komoditi karet mengalami penurunan jumlah produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun untuk komoditi karet selama periode tahun 2004-2007 menunjukkan trend perkembangan yang meningkat, dengan pertumbuhan rata-rata 1,62% per tahun.
Komoditi kelapa pun turut mengalami penurunan volume ekspor dengan jumlah sebesar 62.171,85 ton pada tahun 2007 . Penurunan mi disebabkan oleh
melemahnya permintaan dunia terhadap produk hasil perkebunan kelapa
Volume ekspor komoditi unggulan perkebunan Riau yang mengalami
peningkatan cukup baik dari tahun 2004-2007 menunjukkan bahwa sektor
perkebunan pada khususnya mampu meningkatkan produknya untuk dijadikan
komoditi ekspor. Dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif di pasar
bebas serta dalam menghadapi krisis global, Provinsi Riau hams mampu
menciptakan produk yang berdaya saing dan memenulii kebutuhan pasar sehingga akan tetap mampu bertahan dan bersaing dengan produk yang berasal dari daerah maupun negara lainnya.
4.2.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Unggulan Perkebunan Riau Seiring dengan meningkatnya volume ekspor komoditi unggulan perkebunan Riau, nilai ekspor komoditi perkebunan juga mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai ekspor disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu pertama meningkatnya harga ekspor komoditi pertanian dan kedua meningkatnya volume ekspor.
Perkembangan nilai ekspor komoditi unggulan Provinsi Riau pada tahun 2004-2009 dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel.6 Nilai ekspor Komoditi Unggulan Perkebunan Provinsi Riau Tahun 2004- 2007 (Juta/MiUion US$)
Tahun Komoditi Jumlah
Tahun Kelapa Sawit Karet Kelapa Jumlah
2004 1.512,11 7,81 4,07 1.523,99
2005 1.726,16 10,82 5.85 1.742,83
2006 2.329,54 16,66 3,86 2.350,05
2007 3.939,50 15,85 6.74 3.962.09
Pertumbuhan (%) 37,7% 26,47% 18,30% 37,40%
Suffibef: Badan Pusai Statistik Provinsi Riau (Riau Dalam Angka 2008)
Pada tahun 2004 total nilai ekspor komoditi unggulan perkebunan Provinsi
Riau yang berupa hasil-hasil peikebunan kelapa sawit, karet dan kelapa sebesar
1.523,99 juta US$, dengan pertumbuhan rata-rata selama periode tahun 2004-
2007 sebesar 37,40% per tahun. Pada tahun 2005 nilai ekspor komoditi unggulan
perkebunan Provinsi Riau kembaU mengalami peningkatan dengan total nilai
sebesar 1.742,83 juta US$, dimana pada tahun ini masing-masing komoditi
unggulan perkebvman juga mengalami peningkatan nilai ekspor dibandingkan tahun sebelumnya.
Tahim 2006 dan 2007 total nilai ekspor komoditi unggulan perkebunan Provinsi Riau tetap mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2006 komoditi kelapa mengalami penurunan nilai. Hal ini disebabkan oleh turunya harga ekspor hasil perkebunan kelapa yang diakibatkan oleh lemahnya permintaan. Lemahnya permintaan disebabkan karena hasil perkebunan kelapa yang di ekspor belum mampu memenuhi permintaan pasar ekspor. Selanjutnya pada tahun 2007 nilai ekspor kelapa meningkatnya nilai ekspor komoditi kelapa yang bemilai 6,74 juta US$ dan mempakan nilai tertinggi dalam Uma tahun terakhir. Maka selama periode 2004-2007 komoditi kelapa mengalami perkembangan yang meningkat ditandai dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 18,30%. Komoditi karet juga mengalami penir^katan selama periode tahun 2004-2007 dengan pertumbuhan rata-rata 26,47% per tahun.
Berdasarkan dari data diatas maka nilai ekspor hasil perkebunan komoditi kel^a sawit dalam lima tahun terakhh terns mengalami peningkatan dan memiliki nilai yang lebih besar dari pada nilai karet dan kelapa Hal ini menunjukkan bahwa hasil perkebunan kelapa sawit mempakan komoditi primadona Riau yang mampu memberikan kontribusi yang besar bagi Provinsi Riau serta mampu bersaing dengan hasil perkebunan lainnya.
4.3 Analisis Daya Saing Ekspor a. Export Performance Ratio (EPR)
Total ekspor non migas Provinsi Riau pada tahun 2004 sebesar 2.518,51
juta US$, dimana total nilai tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada
tahun 2003. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2004 terjadi pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Kepulauan Riau sehingga mempengaruhi nilai ekspor non migas Riau. Total ekspor non migas Indonesia yaitu sebesar 55.939,30 juta US$ maka dapat dilihat pada Tabel 7 menghasiikan EPR Provinsi Riau untuk komoditi kelapa sawit sebesar 17,40, karet sebesar 0,07 dan kelapa 0,11. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa komoditi kelapa sawit memiliki indeks daya saing yang lebih besar dari pada satu (>1), yang berarti ekspor hasil perkebiman kelapa sawit Riau mempunyai keunggulan komperatif rata-rata di Indonesia dan mampu bersaing. Artinya pada tahun tersebut komoditi kelapa sawit merupakan yang terbaik dibandingkan dengan komoditi lainnya, baik dilihat dari perkembangan indeks RCA-nya maupun pertumbuhan rata-rata dan pangsa pasamya. Indeks daya saing ekspor kelapa sawit yang tinggi juga didukung oleh luas areal dan produksi yang memiliki perkembangan baik di Provinsi Riau.
Indeks daya saing yang tinggi memberikan dampak yang positif berupa meningkatnya ekspor kelapa sawit yang menyebabkan meningkatnya PDRB, sehingga menaikkan jumlah output dan selanjutnya juga menaikkan pendapatan per kapita.
Indeks daya saing karet yang kurang dari satu (<1) berarti bahwa ekspor
hasil perkebunan karet memiliki indeks daya saing yang rendah. Dunana komoditi
karet di Provinsi Riau walaupun memiliki keunggulan absolut berupa lahan dan
daerah yang cocok dalam melakukan perkebunan karet tetapi dari segi keunggulan
komperatifiiya masih lemah, seperti mutu yang rendah serta belum adanya nilai
tambah dalam produk-produk ekspor komoditi karet. Hal ini mengakibatkan
komoditi karet kalah bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar ekspor
dunia sehingga kunggulan kompetitifiiya masih lemah. Rendahnya daya saing tersebut juga diakibatkan menurunnya nilai dan volume ekspor hasil perkebunan karet pada tahun 2004 dibandingkan tahim sebelumnya.
Begitu pula dengan indeks daya saing kelapa yang kurang dari satu (<1) yang berarti bahwa daya saing ekspor.hasil perkebunan kelapa Provinsi Riau memiliki keunggulan komperatif dibawah rata-rata di Indonesia. Artinya di Provmsi Riau kelapa memiliki keunggulan absolut dunana daerah Riau cocok dalam itnelakukan perkebunan kelapa didukung oleh lahan dan sumber daya alam Riau sehingga kelapa memiliki keunggulan komperatif dengan mutu produk berupa minyak kelapa. Namun daya saing secara keunggulan kompetitifiiya masih rendah, disebabkan karena harga minyak kelapa yang tinggi dan bersaing dengan harga minyak sawit. Oleh karena itu minyak kelapa digantikan dengan minyak sawit yang mengakibatkan harga minyak kelapa turun dan tidak mampu berkompetitif di pasar ekspor.
Pada tahun 2005 total ekspor non migas Riau mengalami peningkatan menjadi 3.142,66 juta US$ dan total ekspor non migas Indonesia menjadi 66.428,40 juta US$. Hasil EPR Provinsi Riau pvin mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mana didapat indeks daya saing komoditi unggulan kelapa sawit sebesar 17,97, karet sebesar 0,08 dan kelapa sebesar 0,12.
Tabel.7 Export Performance Ratio (EPR) Provinsi Riau Tahun 2004-2007
Komoditi Export Performance Ratio (EPR) ProvhtstRlau
Komoditi 2004 2005 2006 2007
Kelapa Sawit 17,40 17,97 17,47 14,37
Karet 0,07 0,08 0,07 0,04
Kelapa 0,11 0,12 0,08 0,06
Komoditi karet dan kelapa pada tahun 2005 mengalami peningkatan indeks daya saing ekspor. Pemngkatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya volume dan nilai ekspor masing-masing komoditi walaupun pada tahun 2005 ini luas areal karet dan kelapa mengalami penurunan. Dari segi produksi komoditi karet mengalami peningkatan sedangkan komoditi kelapa menurun.
Selanjutnya pada tahun 2006 total ekspor non migas Riau kembali meningkat menjadi sebesar 4.264,49 juta US$ sedangkan total ekspor non migas Indonesia juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 79.589,10 juta US$. Hasil analisis EPR imtuk komoditi unggulan Provinsi Riau pada tahun ini memberikan hasil masing-masing untuk komoditi kelapa sawit sebesar 17,47, karet 0,07 dan kelapa 0,08.
Di tahun 2006 ini indeks daya saing ekspor hasil perkebunan kelapa sawit
Provinsi Riau mengalami penurunan. Untuk luas areal dan produksi perkebunan
kelapa sawit pada tahun ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dan
diikuti pula oleh peningkatan nilai dan volume ekspor. Penurunan indeks daya
saing tersebut bisa terjadi karena mutu yang belum memenuhi permintaan pasar
dan sistem pemasaran yang kurang mampu menguasai, kampanye negatif serta
kebijakan pemerintah yang tidak tetap (Syah2a, 2004). Namim indeks daya samg
kelapa sawit tetap lebih dari satu (>1), yang berarti kelapa sawit Riau tetap
memiliki indeks daya saing yang tinggi. Dimana keunggulan absolut yang
duniliki kelapa sawit dari segi kecocokan lahan dan sumber daya alam
mendukung untuk melakukan perkebunan sawit di Provinsi Riau, namun
penurunan tersebut diakibatkan keunggulan komperatif dari segi mutu dan harga
sehingga komoditi kelapa sawit kurang mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain.
Komoditi karet juga mengalami penurunan indeks daya saing ekspor dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahim ini komoditi karet Riau memang mengalami penurunan luas areal tetapi produksi tetap mengalami peningkatan.
Dalam hal volume ekspor hasil perkebunan karet Riau mengalami penurunan namun nilainya mengalami peningkatan. Tetapi peningkatan-peningkatan tersebut belum mainpu mempengaruhi daya saii^ ekspor komoditi karet secara keseluruhan karena indeks daya saing ekspor hasil perkebunan karet masih lemah atau rendah. Hal ini jt^a disebabkan sistem pemasaran yang kurang menguasai, masalah mutu dan masalah banyaknya petani karet yang berpindah menjadi petani kelapa sawit disebabkan karena kelapa sawit lebih memiliki keunggulan absolut dan komperatif yang tinggi sehingga mampu bersaing di pasar ekspor.
Begitu pula dengan komoditi kelapa yang turut mengalami penurunan
indeks daya saing ekspor dibandingkan pada tahun sebelumnya walaupun pada
tahun ini luas areal dan produksi perkebunan kelapa di Riau mengalami
peningkatan. Perkembangan baik ini juga diikuti oleh volume ekspor hasil
perkebunan kelapa yang mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut
tidak diikuti memngkatnya nilai ekspor hasil perkebunan kelapa yang pada tahun
2006 ini mengalami penurunan sehingga mengakibatkan indeks daya saing ekspor
hasil perkebunan kelapa Riau mengalami penurunan dan tetap memiliki daya
saing rendah. Penurunan indeks daya saing dipengaruhi oleh banyaknya petani
kelapa yang berpindah menjadi petani kelapa sawit karena keunggulan komperatif
kelapa dari segi mutu, nilai tambah serta harga masih belum mampu bersaing dengan produk minyak kelapa sawit.
Pada tahun 2007 total ekspor non migas Provinsi Riau tetap mengalami peningkatan menjadi sebesar 6.417,67 juta US$ dan total ekspor non migas Indonesia juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 92.012,30 juta US$.
Namun pada tahun ini analisis EPR masing-masing komoditi unggulan peikebunan Provinsi Riau mengalami penurunan. Indeks daya saing ekspor komoditi kelapa sav«dt 14,37, komoditi karet sebesar 0,04 dan kelapa menjadi sebesar 0,06 persen.
Indeks daya saing ekspor hasil peikebiman kelapa sawit Riau mengalami penurun kembali pada tahun ini, meskipun dalam hal luas areal dan produksi serta volume dan nilai ekspor hasil perkebunan kelapa samt mengalami pemngkatan.
Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya produksi komoditi j^ung dan
kedelai di Amerika Serikat sehingga banyak negara Eropa yang menggunakan
produk-produk hasil komoditi tersebut sebagai pengganti minyak sawit. Hal ini
mengakibatkan menurunnya permintaan dunia sehingga indeks daya saing
menurun. Hal ini berarti keimggulan absolut dan kompertaif kelapa sawit tetjq)
tinggi namun produk ekspor kelapa sawit tidak mampu bersamg dengan produk-
produk lain disebabkan bersaingnya harga di pasar ekspor dunia Artinya
keunggulan kompetitif kelapa sawit turun akibat persaingan harga dengan produk-
produk seperti jagung dan kedelai. Namim ekspor hasil perkebunan kelapa sawit
Riau tetap memiliki mdeks daya saing yang tinggi dilihat dari perkembangan
indeks RCA nya.
Komoditi karet dan kelapa juga mengalami penurunan indeks daya saing dibandingkan tahun sebelumnya. Lideks daya saing komoditi-komoditi tersebut tetap rendah karena memiliki indeks daya samg ekspor yang kurang dari pada satu (<1). Perkembangan dari luas areal dan produksi serta volume ekspor dan nilai masing-masing komoditi turut mempengaruhi rendahnya indeks daya saing ekspor komoditi-komoditi tersebut. Penurunan indeks daya saing komoditi unggulan perkebunan juga dipengaruhi oleh teijadiaya impor yang ditandai dengan masuknya produk karet dari luar dan juga banyaknya petani karet dan kelapa yang berpindah menjadi petani kelapa sawit sehingga menyebabkan melemahnya daya samg komoditi-komoditi tersebut.
b. Net Export/Total Trade Ratio (NE/TT)
Pada Tabel 8, terlihat bahwa pada tahun 2004 NE/TT masing-masing komoditi unggulan perkebunan Provinsi Riau mengalami perkembangan yang baik. Ratio NE/TT komoditi kelapa sawit Provinsi Riau pada tahun ini sebesar 99,85. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2004 terjadi impor hasil perkebiman kelapa sawit dalam bentuk minyak biji kelapa sawit sebesar 2.850,00 ton ke Provinsi Riau. Namun rasio NE/TT perkebunan kelapa sawit tetap besar yang berarti semakin kuat tingkat daya saing perkebunan kelapa saviit dibandingkan dengan komoditi perkebunan laiimya di Provinsi Riau.
Untuk komoditi karet dan kelapa memiliki ratio masing-masing 100,
sehingga bisa dikatakan bahwa komoditi-komoditi tersebut memiliki daya saing
yang tinggi karena mampu mencukupi kebutuhan daerah dan memiliki tingkat
daya saing yang tinggi karena tidak teijadinya impor komoditi karet dan kelapa.
Tabel.8 Net Export/Total Trade Ratio (NE/TT) Provinsi Riau Taiiun 2004-2007
Komoditi Net Export/Total Trade Ratio (NE/TT) Provinsi Riau
Komoditi 2004 2005 2006 2007
Kelapa Sawit 99,85 100 100 100
Karet 100 77,17 92,69 99,99
Kelapa 100 100 100 100