xxi
LAMPIRAN A: LEMBAR BIMBINGAN
xxii
xxiii
LAMPIRAN B: HASIL KUESIONER KUANTITATIF I
Kuesioner Daring terhadap Kesadaran Masyarakat terhadap Media Promosi Sekolah
Grafik 3.1. Hasil Angket 1 Data Diri 1
Grafik 3.2. Hasil Angket 1 Data Diri 2
xxiv
Grafik 3.3. Hasil Angket 1 Data Diri 3
Grafik 3.4. Hasil Angket 1 Data Diri 4
Grafik 3.5. Hasil Angket 1 Pertanyaan 1
xxv
Grafik 3.6. Hasil Angket 1 Pertanyaan 2
Grafik 3.7. Hasil Angket 1 Pertanyaan 3
xxvi
Grafik 3.8. Hasil Angket 1 Pertanyaan 4
Grafik 3.9. Hasil Angket 1 Pertanyaan 5
xxvii
Grafik 3.10. Hasil Angket 1 Pertanyaan 6
Grafik 3.11. Hasil Angket 1 Pertanyaan 7
xxviii
LAMPIRAN C: HASIL KUESIONER KUANTITATIF II
Kuesioner Daring terhadap Pendapat Masyarakat terhadap Media Promosi Sekolah Permatahati Bogor
Gambar 3.1 Hasil Angket 2 Pertanyaan 1
Grafik 3.12. Hasil Angket 2 Pertanyaan 2
xxix
Grafik 3.13. Hasil Angket 2 Pertanyaan 3
Gambar 3.14. Hasil Angket 2 Pertanyaan 4
xxx
Grafik 3.15. Hasil Angket 2 Pertanyaan 5
Grafik 3.16. Hasil Angket 2 Pertanyaan 6
xxxi
Grafik 3.17. Hasil Angket 2 Pertanyaan 7
Grafik 3.18. Hasil Angket 2 Pertanyaan 8 1-10
1-10 untuk
xxxii
LAMPIRAN C: HASIL REKAP WAWANCARA 1
Pewawancara (P): Ya jadi selamat pagi Ibu Penny. Hari ini saya mau mewawancarai tentang Sekolah Permatahati. Sebenarnya, Sekolah Permatahati itu seperti apa sih? Mungkin seperti latar belakang sekolah, atau gambaran besarnnya bagaimana?
Narasumber (N): Sekolah Permatahati berdiri dari tahun 2004, dengan awalnya hanya memiliki TK. Setelah makin berkembang, kami menemukan metode terbaik yaitu metode sentra yang dikembangkan oleh Dokter Pamela dari California. Sentra itu sangat bagus untuk perkembangan anak dalam pembelajaran. Karena PAUD tidak hanya tulis menulis, melainkan lebih banyak eksplor seperti di Sekolah Permatahati. Tetapi, di lingkungan sekitar sekolah, taunya sekolah itu Cuma perlu calistung. Padahal, PAUD seharusnya tidak boleh seperti itu, namun harus praktek, eksplor, dan lain-lain atau belajar dari pengalaman sendiri dengan guru sebagai fasilitator.
P: Nah, tentang itu, apakah masyarakat sudah tau atau bagaimana cara kalian menginformasikan tentang hal itu?
N: Untuk mempromosikan adalah dating door-to-door, demonstrasi disitu tentang apa pembelajarannya, cara belajarnya, semua praktek, baru target pun paham akan yang disampaikan. Dan hasilnya pun, lingkungan sebetulnya sudah mengakui bahwa sekolah itu bagus. Tetapi, yang mereka menjadi beban adalah biaya. Kalau biaya itu dihitung-hitung dan dikembalikan kepada orangtua
xxxiii
maupun siswa, bahwa biaya-biaya itu cukup dan malah kurang kalau dihitung dari jumlah biaya operasional sekolah.
P: Nah, untuk promosi yang tadi sudah disebut, yaitu door-to-door dan sosialisasi langsung, boleh sebut contohnya nggak satu, pernah melakukan dimana dan seperti apa?
N: Okay. Kita biasanya membuka praktek saat kegiatan sosialisasi door-to-door itu. Jadi, ada beberapa guru dibagi tugas. Yang satu menjelaskan tentang metode , yang satu praktek. Langsung dengan anak-anak sehingga orangtua langsung melihat. Contohnya 7 metode sentra yang salah satunya kami ambil, yaitu matematika. Disitu belajar dimana 1+1=2 tidak hanya dengan melihat tulisan, tapi ada benda-benda dengan menggunakan contoh biji-bijian untuk menghitung sehingga anak bisa praktek langsung. Contoh lain adalah membaca.
Membaca buka dengan mengeja, namun praktek Latihan menggunakan flash card. Sehingga, orangtua akan melihat bawa ternyata dengan praktek anak-anak akan menjadi lebih aktif dan lebih tertarik.
P: Berarti ketika promosi itu melibatkan orangtua dan ada guru-gurunya juga?
N: Iya. Justru disitu, yang mulai tertarik berasal dari lingkungan diluar lokasi tempat sosialisasi, yang kira-kira radiusnya berjarak sekitar 5-10 km.
P: Kira-kira, yang berminat untuk daftar itu dair semua nya berapa dari berapa?
xxxiv
N: Sampai saat ini sudah sampa lima puluh persen-lima puluh persen. SUdah lebih mulai mengenal lagi. Ternyata, kurikulum yang kami pakai menghasilkan keberhasilan yang lebih banyak lagi.
P: Terus, apakah menurut ibu metode ini sudah menjadi metode yang paling efektif dalam menggaet para calon orangtua murid?
N: Ya, betul.
P: Berarti, sosialisasi ya?
N: Ya, benar.
P: Menurut kalian, apakah diperlukan media promosi lain?
N: Nah, sekarang, karena mulai semakin mengenal dari orangtua ke orangtua, yaitu melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, atau melalui brosur, serta spanduk. Namun, yang paling efektif yaitu melalui media sosial.
P: Media sosial itu kira-kira apasih yang mau disampaikan ke masyarakat supaya mereka tertarik?
N: Isinya yang tentang penawaran, ada gambarnya, ada kata-kata yang menarik mengenai kegiatan sekolah disitu yang sesuai dengan kurikulum nasional.
P: Okay. Nah, tadi sempat bilang kalau masyarakat hanya tertarik dengan sekolah yang berkurikulum nasional saja. Padahal, Permatahati punya metode sentra dan Experiential Learning.
xxxv
N: Karena, banyak yang belum paham karena mereka yang tidak banyak tanya.
Maka dari itu, kita yang harus banyak bicara bahwa metode ini seperti ini, dipraktekkan, baru mereka paham ketika melihat langsung.
P: Berarti penjelasan itu selalu dilakukan? Namun, apakah menurut ibu ini sudah efektif?
N: Ya, harus lebih sering ya dan lebih konsisten. Selain itu juga butuh dukungan lain seperti testimoni orangtua murid.
P: Jadi, masyarakat tersebut teryakinkan tidak hanya dari pihak sekolah tapi juga dari orang lain ya?
N: Iya, betul sekali.
P: Kemudian, bagaimana cara Sekolah Permatahati membedakan diri dari sekolah lain?
N: Selalu mendapatkan akreditasi yang terbaik. Dimana sekolah, adminitrasi, kurikulum, semuanya sesuai yang dikehendaki kurikulum nasional dan didukung pengembangan dari sentra. Sehingga, mendapatkan yang terbaik.
Nah, mudah-mudahan lingkungan akan lebih melihat.
P: Berarti mengandalkan prestasi dari sekolah secara keseluruhan ya?
N: Iya, prestasi sekolah.
xxxvi
P: Baik kalau begitu. Terimakasih atas kesempatan wawancaranya. Selamat pagi.
xxxvii
LAMPIRAN D: HASIL REKAP WAWANCARA 2
Pewawancara (P): Selamat pagi tante. Maaf merepotkan, nih. Mau ganggu waktunya sebentar untuk wawancara. Jadi kan sekarang aku sedang menggarap skripsi tugas akhir dengan topik perancangan media promosi untuk Sekolah Permatahati. Salah satu data pendukung yang aku butuhkan sekarang adalah testimoni atau pendapat orang tua murid mengenai pengalaman menyekolahkan anaknya di Sekolah Permatahati ini.
Narasumber (N): Selamat pagi. Oh, iya, silahkan.
P: Sebelumnya, boleh tau nama tante?
N: Iya, saya Leni.
P: Orangtua dari Yasmine ya?
N: Iya, betul.
P: Yasmine sekolah di Sekolah Permatahati sudah sejak tahun berapa?
N: 2019.
P: 2019 berarti dari sejak TK?
N: Iya, sejak TK.
P: Oh. Dulu bagaimana prosesnya sampai akhirnya tahu keberadaan Sekolah Permatahati?
xxxviii
N: Tahu keberadaan karena tetangga kebetulan kepala sekolah TK di perumahan.
Jadi, sebenarnya mau ke Permatahati itu untuk memasukkan anak saya ke SD.
Karena, baru tau ternyata Yasmine itu kinestetik dan tidak tahu kinestetik itu seperti itu. Nah, kemudian bingung sekolah mana sih yang akan menerima anak saya ini.
Sedangkan, sebelumnya Yasmine sudah sekolah TK di tempat lain selama 2 tahun.
Namun, masih belum maksimal. Kok sekolah seperti ini, karakternya pun jadi seperti ini. Lalu, kemudian saya bertanya kepada tetangga saya sambil mencari juga lewat Google. “Bunda, sekolah kinestetik dimana sih?” Kemudian beliau menyarankan di Sekolah Permatahati. Kemudian saya mencoba cari tentang sekolah tersebut tanpa menanyakan dimana. Kemudian, menunggu hari Senin depannya setelah Yasmine pulang sekolah dari TK nya yang lama, langsung mendatangi Sekolah Permatahati dan bertemu pihak sekolah. Saat bertemu, kesannya itu antara senang dan terharu, karena ini yang saya cari. Namun, saat itu belum tahu konsep belajarnya. Langsung datang, lalu bertemu semua guru-guru di sana. Mulailah cerita sama guru-guru disana. Ditanyakan sekarang sekolah dimana?
“Di TK ini,” saya jawab. “Oh iya, saya mau masukkin Yasmine ke SD nih.
Sekarang baru saya Bimba-in.” Lalu, guru Permatahati bilang lebih baik jangan di Bimba. Dulu saya Bimba-in Yasmine karena ingin dia bisa baca tulis agar mudah masuk SD. Guru di Permatahati lalu bilang bahwa konsep pembelajaran di kita berbeda. Saya pun juga lihat, memang berbeda. Tapi melihat kemampuan anak saya yang belum bisa baca dan moody, saya bingung harus gimana. Lalu, atas saran guru Permatahati tersebut, Yasmine saya keluarin dari Bimba agar otak Yasmine bisa refreshing. Karena otak Yasmine ini tipe yang luber. Setelah itu, saya jadi bisa
xxxix
bedain antara sekolah yang dulu dengan sekolah sini (Sekolah Permatahati). Guru
Permatahati pun menyarankan agar Yasmine mengulang TK kembali, dengan catatan karena beberapa hal, yaitu Yasmine masih mengerjakan segala sesuatu dengan cara seperti anak seumuran TK lainnya. Kalau di Bimba, versi anak- anaknya itu tidak ada. Kalau disini, anak-anak ketika datang itu langsung, “Wah, mainannnya banyak.” Mereka itu senang, jiwa anak-anaknya keluar. Padahal, itu tuh belajar (dengan bermain). Jadi, saya kesini tuh juga ikut teman, dimana teman saya dulu mengajar di sekolah alam. Jadi, pas dia tanya ke Sekolah Permatahati,
“Metode pembelajaran disini apa?” “Metode Sentra, bu.” “Wah, apa lagi nih Metode Sentra? Saya nggak ngerti”. Dijelasin lah sama Teacher Mei (salah satu guru TK Permatahati), jumlah Metode Sentra yang ada. Lalu, teman saya menjelaskan bahwa di TK Permatahati wastafel nya dibuat pendek. Lho, ada apa dengan wastafel? Hal sekecil itu sampai diperhatikan. Jadi, wastafel dibuat seukuran anak-anak untuk mempermudah mereka. Saya menimpal, “Oh, begitu ya?” Nah, saya jadi yakin kalau mau mengulang lagi TK. Saya juga komunikasikan dengan abi nya (suami narasumber). Beliau juga berpendapat bahwa lebih baik mengulang. Karena, membuat kuat dari akar kaki nya. Kalau sebelumnya kami dan di sekolah sebelumnya terlalu nge-push anak untuk belajar, belajar, dan belajar untuk bisa baca. Padahal, jiwa anak jadi menolak. Saya belum mengenal karakter anak saya seperti apa. Jadi, sedih nya itu terlalu nge-push anak ketika karakter anak belum ketahuan. Ya, seperti itu. Jadi, karakternya itu kinestetik. Ke sini itu (Sekolah Permatahati) nggak pernah mau pulang. Karena mungkin, ya itu, jiwa anak-anaknya ingin bermain.
xl P: Bermain di sekolah ya.
N: Iya, begitu. Kalau seandainya waktu bisa diputar, saya merasa nggak akan rugi bila sejak awal pas umur 2 sampai 4 tahun menyekolahkan Yasmine disini, supaya matang. Kalau dari awal nggak menegerti karakter anak saya, alhasil anak jadi merasa seperti di push orang tuanya. Padahal, aslinya saya juga nggak mau seperti.
Ya, sedih juga. Ibaratnya, Yasmine itu tipe cangkir yang luber dengan ketidaktahuan orangtua nya. Makanya, saya bilang ke anak saya, “Yah, Mine, kalau tau dari dulu kita disini saja.” Karena, sedihnya setiap pulang sekolah—bukannya saya mau membanding-bandingkan, tapi memang kata teman saya untuk melihat nilai sebuah sekolah itu harus mencari perbandingannya—kalau Yasmine nggak mau menulis dan membaca, tugas itu lalu suka dijadikan PR. Nah, kebetulan tetangga saya ada yang guru TK senior di Jakarta. Miss (guru Permatahati) kenal.
Dia bilang ke saya, “Ummi, kalau anaknya tidak bisa membaca, jangan dijadikan PR. Masih TK, lho.” Saya juga menolak untuk dijadikan PR, tapi saya juga nggak ngerti solusi lainnya apa untuk menangani anak seperti ini (Yasmine). Jadi, misalkan ada PR, Yasmine nggak mau. Jadi dia lari dulu. Untuk menaruh buku di tas dia itu harus lari dulu. Aduh, saya bilang ke gurunya, “Bu, maaf, Yasmine nggak usah dikasih PR. Tugasnya dikerjakan aja sebisa dia.” Dari situ, misal Yasmine sudah nggak niat belajar, udah tuh, dia sendiri.
P: Bermain, ya?
N: Iya, main. Melihat itu, mungkin hanya satu guru saja yang mengerti karakter anaknya. Jadinya, hanya satu guru saja yang pintar. Kalau disini (Sekolah
xli
Permatahati), semuanya—istilahnya jadi pintar bersama—mengerti sifat-sifat anak dan semuanya sama kompak bersama. Makanya, alhamdulillah, sewaktu bertemu disini—di TK setahun—berarti sekali untuk anaknya yang seperti moody, baperan, suka marah. Ya, intinya, komplit lah.
P: Berarti, kalau misal melihat dari sekolah lain, udah paling sreg disini lah, ya?
N: Iya, alhamdulillah.
P: Misalkan ada pilihan lain yang lebih bagus, tetap lebih sreg disini, kah?
N: Iya, lebih sreg di sini, satu. Karena, sekolah pun melihat kemampuan kita juga.
Kemudian, setelah saya baca-baca, metode yang digunakan ada metode sentra dan Experiential Learning. Tapi, memang itu pun tergantung kualitas gurunya juga.
Walaupun metodenya sudah bagus namun guru nya kurang kompeten juga sama saja. Saya sih alhamdulillah, selama ini selalu dibuat terharu sama Permatahati selama setahun ini.
P: Wah, iya iya.
N: Ya, intinya, saya terharu sih. Ya Allah, seandainya saya tahu lebih awal gitu. Tuh kan, selalu berkaca-kaca kalau saya cerita. Kalau direkomendasikan ke Mama Leta (salah satu orangtua murid Sekolah Permatahati) juga sama pendapatnya.
P: Nah, misalkan nih tante. Kan, banyak juga nih disini (daerah tempat tinggal sekitar Sekolah Permatahati) yang belum memilih Sekolah Permatahati karena kesan mahal, atau apa, belum mengenal mungkin. Mungkin, pesan dari tante ke
xlii
orangtua murid lain untuk melihat, menjadikan Sekolah Permatahati sebagai salah satu pilihan, itu bagaimana?
N: Kalau saya, kalau orang tua yang memikirkan benar tentang anaknya, biaya itu sebenarnya urutan kesekian. Tapi kan, di Permatahati ini nggak saklek sebenarnya.
Ada kebijaksanaan. Dan saya lihat kebijaksanaannya juga manusiawi—nggak saklek banget. Hm, jangan korbankan masa depan akar nya anak dengan keegoisan
orang tua juga. Seperti saya, karena keegoisan saya akhirnya menyekolahkan anak di Bimba untuk menuntut dia supaya bisa baca tulis. Tapi, jiwa anaknya diam, tapi ternyata sedih dan menderita. Tidak bisa ngomong. Jadi, ibaratnya jangan korbankan akar masa depan anak. Sayang, gitu, lho. Saya pun, misalkan waktu bisa diputar, saya nggak mau melakukan yang kemarin. Itu, berapa tahun ya? Dari umur empat, lima, ketahuan karakternya baru setelah dua tahun itu. Dan untuk menghapus memori (jelek) itu tidak bisa cepat. Jadi, metode belajar mana yang pertama kali didapat, itu yang dia pegang. Kalau disini kan banyak. Umi ngajarin seperti ini, sekolah mengajar seperti ini, Bimba, mengajar seperti ini. Jadi, yang paling cocok untuk dia itu yang seperti apa dan perlu bagaimana. Jadi, sekali lagi, jangan korbankan masa depan anak. Akarnya ya, akar anak, dengan keegoisan orang tua. Seandainya tidak tahu karakter anak, cari tahu. Misal, saya nggak mampu nih, bayar sini. Tapi, sebenarnya ingin anaknya maju nggak, sih? Akarnya dulu deh kuatin. Dan di sekolah ini tuh, mau anaknya tipe kinestetik maupun tipe akademik itu kena semua. Seperti cerita temen saya, dia cerita anaknya di sekolah sebelumnya pemberani dan pernah juara baca puisi. Tapi, setelah pindah sekolah, malah jadi pemalu. Kenapa? Karena metode pengajar membimbing anak tidak cocok dengan
xliii
karakter anaknya. Pematangan anak memang harus dari kecil. Jadi, kalau misalkan dari kecil kurang bermain, jadi..
P: Akan pengaruh ke saat besarnya, ya?
N: Iya, betul. Pengaruh ke dewasanya yang kekanak-kanakan. Jadi, puasin pengalamannya sewaktu kecil.
P: Okey kalau begitu. Sepertinya sudah cukup wawancara saya sih, Tante. Sudah terjawab semua dengan sangat lengkap jawabannya. Terimakasih banyak sekali lagi.
N: Iya, mbak. Sama-sama.