• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI B. Penetapan Kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI B. Penetapan Kinerja"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Isi

PENGANTAR ...………...……...…….. i

RINGKASAN EKSEKUTIF ………...…...………. ii

DAFTAR ISI ………...………...….……...……... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..………...……..…….……….….…..…....….. 1

B. Tugas dan Fungsi …………...……….………..…. 2

C. Peran Strategis Sektor Pertanahan Dalam Pembangunan…. 4

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI 2010-2014 …….………... 8

B. Penetapan Kinerja 2012 .………...………. .….. 13

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Pengukuran Kinerja …………...……..………...…… ……. 15

B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja ………...…………... 17

C. Akuntabilitas Keuangan ……….. 36

BAB IV PENUTUP ……… 40

LAMPIRAN - LAMPIRAN

(2)

Ringkasan Eksekutif

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) merupakan lembaga pemerintah yang mengelola urusan pemerintahan di bidang pertanahan, hingga saat ini telah menjalankan penataan dalam berbagai hal, baik kelembagaan, kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan nyata. Disadari sudah ada sejumlah kemajuan dan capaian-capaian penting dalam lima tahun terakhir, sehingga hal ini perlu dilanjutkan dan dikembangkan. Namun, mesti diakui masih banyak yang perlu ditata dan disempurnakan untuk kebaikan di masa depan sejalan dengan semangat Reformasi Birokrasi yang kini digalakkan.

Di sisi lain, kompleksitas tantangan yang sedang dihadapi bangsa dan negara RI di bidang pertanahan dan keagrariaan, maka diperlukan penataan kelembagaan secara lebih kuat, mendasar, strategis dan menyeluruh. Penataan yang bersifat penyegaran dan pemantapan kelembagaan ini mestilah diorientasikan untuk meningkatkan kapasitas lembaga pertanahan sejalan dengan tuntutan peningkatan kompetensi dan kapbilitas personel BPN RI agar mampu menuntaskan masalah-masalah di masa lampau, menangani masalah yang aktual sedang berlangsung, serta mengurangi timbulnya masalah di masa mendatang, sekaligus mengantisipasi perkembangan di masa depan terkait berbagai aspek di bidang pertanahan.

Dengan telah diterbitkannya RPJM Nasional Tahun 2010–2014 sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, serta Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, saat ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia diberi mandat untuk melaksanakan beberapa kegiatan prioritas nasional dalam rangka mewujudkan prioritas nasional yang menjadi visi dan misi Kabinet Indonesia Bersatu II. Hal ini sebagaimana diuraikan di dalam Buku I RPJM Nasional Tahun 2010–2014, di samping kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan pendukung prioritas nasional dan kegiatan dasar sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi BPN RI dalam penyelenggaraan pembangunan.

Sebagai wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan misi organisasi sepanjang tahun 2012 dalam penanganan tugas pemerintah di bidang pertanahan, disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2012. Dalam pengelolaan pertanahan, BPN RI juga secara terus-menerus melakukan penataan pelaksanaan tugas pemerintah di bidang pertanahan dan berkomitmen untuk membangun sistem yang baik bagi pelayanan publik. Hal itu dilaksanakan dengan pendekatan secara sistematik terhadap sistem pelayanan publik yang baik dengan memperhatikan faktor internal di lingkungan BPN RI dan eksternal di luar jajaran BPN RI.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional RI, pada tahun 2012 dialokasikan anggaran yang didistribusikan pada lima program:

Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya, Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, Program

(3)

Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara, Program Pengelolaan Pertanahan, serta Program Pendidikan Tinggi dengan jumlah total dana sebesar Rp3.881.135.536.000,- Realisasi yang telah dicapai sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp2.986.260.428.000,- atau 76,76%.

Rincian realisasi anggaran Badan Pertanahan Nasional RI tahun 2012 tersebut menghasilkan capaian-capaian kegiatan prioritas yang terdiri antara lain:

a. Terpenuhinya infrastruktur pertanahan secara nasional, regional dan sektoral di seluruh Indonesia berupa Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi di seluruh Indonesia masing-masing seluas 3.160.000 Ha (100%), 15.237.394 Ha (100%), dan 2.378.193 Ha (87,77%);

b. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah melalui kegiatan Legalisasi Aset Tanah yang terealisasi sebanyak 844.517 bidang (92,95%);

c. Terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) secara optimal dan berkeadilan melalui peningkatan persentase jumlah wilayah/bidang/ luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta Redistribusi Tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan seluas 122.519 bidang (81,89%);

d. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) secara berkeadilan melalui penerbitan Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang ditetapkan sebanyak 22 SK, jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat, program strategis dan pemerintah sebanyak 31 Paket dan bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat sebanyak 100 SK;

e. Berkurangnya sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia melalui peningkatan jumlah sengketa, konflik dan perkara, yang telah dapat diselesaikan masing-masing sebanyak 168 Kasus, 237 Kasus, dan 117 Kasus.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disusun oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) Tahun 2012 ini merupakan pertangung-jawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang diemban BPN RI dalam kurun waktu satu tahun, yani di tahun 2012 ini.

-oOo-

BAB I PENDAHULUAN

(4)

A. LATAR BELAKANG

Tanah dan pertanahan merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena menjadi sumber-sumber keadilan dan kemakmuran masyarakat. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah mencirikan hubungan yang bersifat abadi, sebagaimana ungkapan “Sadumuk bathuk, sanyari bumi; yen perlu ditohi pati”. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kesatuan tanah-air dari keseluruhan Bangsa Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dari Talaud sampe Rote. Tanah menjadi perekat Negara Kesatuan; oleh karena itu, tanah perlu dikelola dan diatur serta ditata secara nasional, regional dan sektoral untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang didukung keberhasilan tanah mewujudkan kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, dan pemerataan hasil pembangunan.

Dalam kerangka ini, amanat konstitusi menegaskan agar politik dan kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat” menjadi tuntutan utama instansi Badan Pertanahan Nasional R.I.

Hasil pelaksanaan kegiatan tahun 2012 yang bersumber dari kebijakan dan program pertanahan, maka wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan misi organisasi BPN-RI dalam mencapai tujuan dan sasaran tahun 2012 bagi pelaksanaan tugas pemerintahan di bidang pertanahan dan umpan balik peningkatan kinerja tahun 2013, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BPN-RI Tahun 2012 dengan berpedoman pada Rencana Strategis (Renstra) Badan Pertanahan Nasional R.I. Tahun 2010-2014 dan Rencana Kinerja Tahunan 2012.

LAKIP BPN-RI Tahun 2012 ini merupakan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang teknis penyusunannya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dengan tersusunnya LAKIP ini, diharapkan sasaran Sistem Akuntabilitas Kinerja Badan Pertanahan Nasional R.I. dapat tercapai, yaitu terwujudnya instansi yang akuntabel serta melaksanakan tugas dan fungsi secara efisien, efektif, responsif, dan transparan serta partisipatif.

B. TUGAS DAN FUNGSI 1. Tugas

Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional R.I. yang diperbaharui dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2012; Kedudukan, Tugas dan Fungsi BPN-RI adalah sebagai berikut:

(5)

a. Badan Pertanahan Nasional R.I. adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden; dan

b. Badan Pertanahan Nasional R.I. mengemban amanat melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

2. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 juncto Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2012, Badan Pertanahan Nasional R.I. melaksanakan fungsi:

a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;

b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

c. koordinasi kebijakan, perencanaan, dan program bidang pertanahan;

d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;

f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;

g. pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reforma agraria dan penataan wilayah- wilayah khusus;

i. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerjasama dengan Departemen Keuangan;

j. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

k. kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;

l. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

m. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

n. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan;

o. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;

p. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

q. pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan;

r. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

s. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

t. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

u. fungsi di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun struktur Badan Pertanahan Nasional terdiri dari:

a. Kepala;

(6)

b. Sekretariat Utama;

c. Deputi Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan;

d. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;

e. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

f. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;

g. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;

h. Inspektorat Utama.

STRUKTUR ORGANISASI BPN-RI

C. Peran Strategis Sektor Pertanahan Dalam Pembangunan

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa memiliki nilai yang tinggi dilihat dari kacamata apapun, termasuk kacamata sosiologi, antropologi, politik, militer dan ekonomi. Selain itu, tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk kehidupannya seperti untuk bercocok tanam atau tempat tinggal, maupun untuk melaksanakan usaha, seperti untuk tempat perdagangan, industri, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan pembangunan sarana dan prasarana lainnya.

Kondisi sumber daya alam yang sangat terbatas harus dapat mengimbangi tingkat pertumbuhan kelahiran manusia yang sedemikian pesat karena seluruh sumber daya alam khususnya tanah bersifat unrenewable (tidak dapat

(7)

diperbaharui). Begitu bernilainya tanah sehingga manusia yang merupakan makhluk sosial akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun.

Demikian pentingnya tanah bagi kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia sehingga diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan konstitusi Negara RI. Pasal ini secara prinsip memberi landasan hukum bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Lebih lanjut tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 2 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa “Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Berdasarkan aturan tersebut Negara berwenang untuk mengatur tentang hak-hak atas tanah dan melayani rakyat di bidang pertanahan. Kewenangan di bidang pertanahan tersebut dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) yang mempunyai kantor pusat di Jakarta, kantor wilayah di setiap provinsi dan kantor-kantor pertanahan di setiap kabupaten/kota.

Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah ketidakadilan sosial. Persoalan ini mewujud dalam bentuk: tingginya tingkat kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, tingginya konsentrasi aset agraria pada sebagian kecil masyarakat, tingginya sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia, rentannya ketahanan pangan dan ketahanan energi rumah tangga dari sebagian besar masyarakat kita, semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup, dan lemahnya akses sebagian terbesar masyarakat terhadap hak-hak dasar rakyat termasuk terhadap sumber-sumber ekonomi keluarga.

Oleh karena itu, diperlukan Reforma Agraria untuk mengatasi persoalan mendasar tersebut di atas, sekaligus merupakan implementasi dari mandat Ketetapan MPR-RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, dan Keputusan MPR-RI Nomor 5/MPR/2003 yang menekankan perlunya penataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih adil, terselesaikannya sengketa pertanahan dan berkembangnya akses masyarakat terhadap tanah.

Tujuan kebijakan pertanahan nasional yang meliputi kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan keberlanjutan berbangsa dan bernegara merupakan penjabaran dari konstitusi yang mengamanatkan bahwa “bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” perlu segera diwujudkan, mengingat: Pertama, sebagai upaya mencegah timbulnya konflik, sengketa, dan perkara pertanahan yang baru. Secara umum, persoalan pertanahan merupakan bagian dari permasalahan, konflik, sengketa dan perkara

(8)

pengelolaan sumberdaya agraria pada umumnya, dan tanah pada khususnya.

Persoalan konflik sengketa dan perkara pertanahan menunjukkan karakteristik yang hampir identik di semua wilayah Indonesia. Oleh karena itu, dengan kebijakan pertanahan nasional yang komprehensif, holistik, terintegrasi dan lintas sektor, maka munculnya konflik, sengketa dan perkara pertanahan dapat dikurangi dan konflik, sengketa dan perkara pertanahan yang sudah terjadi dapat ditemukan alternatif solusinya untuk penanganan secara tuntas.

Kedua, kebijakan pertanahan nasional harus menjadi bagian utama dalam rangka penguat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pengelolaan pertanahan bukan merupakan sesuatu yang sederhana, tetapi merupakan keseluruhan proses yang berhubungan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, yang melibatkan banyak pihak yang berkepentingan terhadap tanah, baik perorangan, badan hukum, masyarakat hukum adat maupun pemerintah. Dengan demikian, administrasi pertanahan menjadi hal yang sangat penting dan mendesak untuk segera diselesaikan, ketika secara faktual masih terdapat berbagai konflik dan sengketa berhubungan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).

Ketiga, kebijakan pertanahan nasional akan memberikan kontribusi pada pengentasan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini penting untuk dikedepankan karena makna filosofi dari tanah dan sumberdaya agraria bukan hanya untuk memberikan kesejahteraan bagi negara dan pemodal melainkan harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Keempat, dinamika kelembagaan pertanahan yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa sejatinya kelembagaan pertanahan belum menempati posisi yang tepat. Regulasi yang mengatur kelembagaan pertanahan selama ini belum berada pada level undang-undang, sehingga tugas pokok dan fungsi yang diembannya belum mampu mengikat tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga lain. Penguatan kelembagaan pertanahan yang sejalan dengan sifat persoalan pertanahan yang multidisiplin, multisektor dan multi- stakeholder perlu dilakukan melalui regulasi pada level undang-undang.

Kelima, substansi pengelolaan pertanahan melingkupi tiga unsur utama yang meliputi registrasi, valuasi, dan perencanaan. Ketiga urusan ini mestinya mendapatkan porsi yang sama, mengingat ketiganya bekerja secara simultan dan saling mempengaruhi. Penguatan ketiga unsur ini merupakan hal yang mendesak untuk segera dilakukan.

Reforma Agraria secara operasional didefinisikan sebagai Asset Reform dan Access Reform. Asset reform melalui Land Reform (asset reform) merupakan

(9)

penataan kembali penguasaan, pemilikan, pengguna-an dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundang-perundangan pertanahan;

sedangkan access reform merupakan proses penyediaan akses bagi penerima manfaat (beneficiaries) terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik, seperti:

partisipasi ekonomi-politik, permodalan, pemasaran, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan sumber daya tanahnya sebagai sumber penghidupan.

BPN-RI juga tengah giat melakukan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Hasil dari penertiban tanah terlantar ini akan diredistribusikan kepada petani-petani miskin dan rakyat yang tidak mempunyai tanah demi pemberdayaan mereka. Kemudian, melalui program pendaftaran hak atas tanah, maka akan diperoleh kepastian akan hak atas tanah dan juga mencegah terjadinya sengketa. Sengketa, perkara dan konflik pertanahan merupakan masalah yang kompleks dan laten yang harus diselesaikan. Sengketa pertanahan yang berlarut-larut sudah pasti akan merugikan semua pihak. Tanah akan menjadi tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Untuk itu dalam rangka percepatan penyelesaian masalah-masalah pertanahan dan kasus-kasus yang strategis serta mencuat, Kepala BPN-RI telah membentuk Tim 11 (sebelas) dan Ad-hoc. Tim ini selalu memonitor setiap saat tingkat kecepatan penyelesaian kasus yang telah ditugaskan. Tim serupa juga akan dibentuk pada tingkat Kantor Wilayah Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk menyelesaikan kasus-kasus di wilayahnya dengan pola penyelesaian yang sama. Dengan demikian, BPN-RI akan pro-aktif mengambil inisiatif untuk menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan berdasarkan prinsip Win-Win Solution, tidak hanya berdasarkan hukum tertulis, tapi lebih pada prinsip keadilan dan prinsip tanah untuk kemakmuran rakyat. Sementara itu, terhadap perkara pertanahan yang telah masuk di lembaga peradilan akan secepatnya diselesaikan manakala telah berkekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde).

BPN-RI telah menandatangani kerjasama dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait untuk mendukung berbagai kegiatan dan program pembangunan sektoral dan sertipikasi hak atas tanah. Terdapat beberapa program sertipikasi hak atas tanah transmigran, petani, nelayan, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan perumahan rakyat untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sebagai bentuk dukungan BPN-RI terhadap program pembangunan Kementerian/Lembaga terkait.

Untuk menjangkau dan mendatangi masyarakat yang tinggal jauh dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, BPN-RI melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjalankan program LARASITA yaitu kantor pertanahan bergerak untuk melaksanakan pelayanan pertanahan. Pelaksanaan LARASITA di lapangan didukung prasarana mobil dan/atau sepeda motor atau perahu motor

(10)

di DKI Jakarta, sedangkan teknologi komunikasi dan informasi didukung oleh komputer nirkabel melalui jaringan; bahkan dalam pemetaannya di beberapa kantor pertanahan telah didukung oleh teknologi terkini dengan pemanfaatan CORS (Continously Operating Reference Stations) sehingga hasil pengukuran dapat diperoleh secara langsung (realtime) sebagai peta yang siap menjadi lampiran produk sertipikat tanah.

BAB II

RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA

A. Rencana Strategis BPN RI 2010-2014 1. Visi dan Misi

(11)

Dalam upaya mewujudkan agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun 2010-2014, yaitu: 1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; 2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis;

dan 3) Menciptakan Kesejahteraan Rakyat Indonesia, maka dalam rangka pembangunan di bidang pertanahan telah ditetapkan visi pembangunan pertanahan, yaitu:

Berdasarkan visi dimaksud ditetapkan misi pembangunan pertanahan yang akan dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam tahun 2010-2014, sebagai berikut:

2. Tujuan

Tujuan utama (ultimate goal) pembangunan bidang pertanahan pada dasarnya adalah:

Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan

keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Republik Indonesia ”.

Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan

kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;

2. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);

3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari;

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan

kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat; dan

5. Penguatan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.

(12)

Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan utama tersebut dan mengacu pada Visi dan Misi Pembangunan Pertanahan 2010-2014, tujuan yang akan dicapai pada masa perencanaan jangka menengah tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:

a) Melanjutkan pengembangan infrastruktur pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, yang diperlukan bagi seluruh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia;

b) Tetap berupaya mewujudkan suatu kondisi yang mampu menstimulasi, mendinamisasi dan memfasilitasi terselenggaranya survei dan pemetaan tanah secara cepat, modern dan lengkap serta tetap menjamin akurasi di seluruh wilayah Indonesia khususnya wilayah yang memiliki potensi ekonomi tinggi serta rawan masalah pertanahan;

c) Melanjutkan percepatan pendaftaran tanah dan penguatan hak atas tanah melalui program legalisasi aset pertanahan dengan biaya yang lebih murah, dengan waktu yang terukur, dan prosedur yang mudah;

d) Melanjutkan penataan dan mengendalikan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sehingga mengokohkan keadilan di bidang sumberdaya agraria, mengurangi kemiskinan, serta membuka lapangan kerja melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (Reforma Agraria);

e) Tetap mengupayakan pengurangan jumlah konflik, sengketa dan perkara pertanahan serta mencegah terciptanya konflik, sengketa dan perkara pertanahan baru;

f) Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas pada semua unit kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; dan

g) Melanjutkan peningkatan mutu pelayanan publik di bidang pertanahan agar lebih berkualitas, cepat, teliti, tepat, transparan dan akuntabel yang tetap menjaga kepastian hukum serta partisipatif.

3. Sasaran Strategis

Sasaran strategis merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis dan merupkan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia serta menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh, yang berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(13)

Sasaran-sasaran strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah:

1. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah;

2. Terwujudnya pengendalian, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan akses terhadap sumber ekonomi;

3. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan;

4. Berkurangnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia;

5. Terpenuhinya infrastruktur pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral, di seluruh Indonesia.

4. Indikator Kinerja Utama

Dalam rangka mengukur dan meningkatkan kinerja serta untuk lebih meningkatkan akuntabilitas kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia perlu ditetapkan indikator kinerja utama. Indikator Kinerja Utama Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Berikut ini adalah indikator kinerja utama Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai Peraturan Kepala BPN RI Nomor 6 Tahun 2012 tersebut:

Tabel 2.1

Rincian Indikator Kinerja Utama BPN RI

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja 1. Terwujudnya jaminan kepastian

hukum hak atas tanah

a. Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi

b. Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

2. Terwujudnya pengendalian,

penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan

pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan akses terhadap sumber ekonomi

a. Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

b. Meningkatnya jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat, program strategis

(14)

dan pemerintah

c. Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

3. Terciptanya pengaturan,

penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara optimal dan berkeadilan

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/ bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah.

4. Berkurangnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia

a. Meningkatnya jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan b. Meningkatnya jumlah konflik

pertanahan yang diselesaikan c. Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan 5. Terpenuhinya infrastruktur

pertanahan secara nasional, regional dan sektoral di seluruh Indonesia

Bertambahnya persentase cakupan peta dasar, peta tematik, peta potensi di seluruh Indonesia

Secara khusus, Rencana Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tahun 2012 yang merupakan tahun ketiga secara rinci tertuang dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2

Rincian Rencana Kinerja BPN RI Tahun 2012

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2012

1. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah

a. Bertambahnya persentase jumlah

bidang tanah yang dilegalisasi 1.077.655 Bidang

b. Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

4,00

2. Terwujudnya pengen-dalian, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan pemberdayaan ma-syarakat dalam rangka peningkatan akses ter-hadap sumber ekonomi

a. Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

459 SK

b. Meningkatnya jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat, program strategis dan pemerintah

4 Paket

(15)

c. Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

100 SK

3. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan peman- faatan tanah secara berkeadilan

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah.

149.600 Bidang

4. Berkurangnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia

a. Meningkatnya jumlah sengketa

pertanahan yang diselesaikan 229 kasus

b. Meningkatnya jumlah konflik

pertanahan yang diselesaikan 365 kasus

c. Meningkatnya jumlah perkara

pertanahan yang diselesaikan 200 kasus 5. Terpenuhinya infrastruk- tur

pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, di seluruh Indonesia

Bertambahnya persentase cakupan peta dasar di seluruh Indonesia

3,160.000 Ha

Bertambahnya prosentase cakupan Peta

Tematik di seluruh Indonesia 15.237.394 Ha Bertambahnya persentase cakupan Peta

Potensi diseluruh Indoesia di seluruh Indonesia

2.709.603 Ha

B. Penetapan Kinerja 2012

Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang disusun berdasarkan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dan mempertimbangkan sumberdaya yang dikelolanya. Tujuan khusus Penetapan Kinerja antara lain adalah untuk:

a. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;

b. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah;

c. Sebagai dasar penilaian keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;

d. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan e. Sebagai dasar pemberian reward (penghargaan) dan punishment (sanksi).

Penetapan Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2012 telah disusun secara berjenjang sesuai dengan kedudukan tugas dan fungsi unit organisasi yang ada. Penetapan Kinerja ini merupakan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun 2012, disusun berdasarkan Rencana Kinerja Tahun 2012 yang telah ditetapkan, sehingga secara substansi Penetapan Kinerja Tahun 2012 tidak ada perbedaan dengan Rencana Kinerja Badan Pertanahan Nasional RI Tahun 2012. Penetapan Kinerja Badan Pertanahan

(16)

Nasional Republik Indonesia Tahun 2012 selengkapnya terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3

Penetapan Kinerja BPN RI Tahun 2012

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

1. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah

a. Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi

1.077.

655 Bidang b. Meningkatnya Indeks

Kepuasan Masyarakat

terhadap pe-layanan legalisasi aset tanah

4,00

2. Terwujudnya pengen dalian, penguasaan, pemilikan,

pengguna-an dan pemanfaatan tanah dan pemberda-yaan masyarakat dlm rangka peningkatan akses terhadap sumber ekonomi

Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah

terlantar yang ditetapkan 459 SK Meningkatnya jumlah tanah

yang dapat didayagunakan bagi masyarakat, program strategis dan pemerintah

4 Paket

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

100 SK

3. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, &

pemanfaatan tanah secara berkeadilan

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan

pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah

149.600 Bidang

(17)

4. Berkurangnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia

a. Meningkatnya jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan

229 kasus b. Meningkatnya jumlah konflik

pertanahan yang diselesaikan 365 kasus c. Meningkatnya jumlah perkara

pertanahan yang diselesaikan 200 kasus 5. Terpenuhinya infra-

struktur pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, di seluruh Indonesia

Bertambahnya persentase cakupan peta dasar di seluruh Indonesia

3,160.000 Ha

Bertambahnya prosentase cakupan Peta Tematik di

seluruh Indonesia 15.237.394 Ha Bertambahnya persentase

cakupan Peta Potensi diseluruh Indoesia di seluruh Indonesia

2.709.603 Ha

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Pengukuran Kinerja

Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator tersebut diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Capaian Indikator Kinerja Tahun 2012

NO. SASARAN STRATEGIS

INDIKATOR

KINERJA TARGET REALISASI %

(18)

1 2 3 4 5 6 1. Terwujudnya

jaminan kepastian hukum hak atas tanah

Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi

1.077.655 Bidang

933.821

Bidang 86,65

Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

4,00 2,99 74,75

2. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan

Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

459 Lokasi

285

Lokasi 62,09

Meningkatnya jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat , program

strategis dan pemerintah

4 Paket

4

Paket 100,00

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

100 Lokasi

100

Lokasi 100,00

3. Terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal dan berkeadilan

Meningkatnya prosentase jumlah

wilayah/bidang/l uas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan

pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan

149.600 Bidang

122.519

Bidang 81,89

4. Berkurangnya sengketa, konflik

Meningkatnya

jumlah sengketa 229 kasus 168 kasus 73,36

(19)

dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia

pertanahan yang diselesaikan Meningkatnya jumlah konflik pertanahan yang diselesaikan

365 kasus 287 kasus 78,63

Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan

200 kasus 157 kasus 78,50

5. Terpenuhinya infrastruktur pertanahan secara nasional, regional dan sektoral di seluruh Indonesia

Bertambahnya prosentase cakupan Peta Dasar di seluruh Indonesia

3,160.000 Ha

3,160.000

Ha 100,00

Bertambahnya prosentase cakupan Peta Tematik di seluruh Indonesia

15.237.394 Ha

15.237.394

Ha 100,00

Bertambahnya persentase cakupan Peta Potensi diseluruh Indoesia di seluruh Indonesia

2.709.603 Ha

2.378.193

Ha 87,77

B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja

Analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2012 dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sasaran 1 Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan terjaminnya kepemilikan hak atas tanah dari individu atau badan hukum. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR KINERJA

CAPAIAN 2012

TARGET REALISASI %

Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang

1.077.655 Bidang

933.821

Bidang 86,65

(20)

dilegalisasi Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

4,00 2,99 74,75

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi

Salah satu indikator kinerja yang dijadikan dasar untuk mengukur keberhasilan sasaran terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah adalah bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi pada tahun anggaran 2012 dengan capaian 86,65 %. Secara umum, mayoritas capaian kinerja telah tercapai di atas 50%, namun ada satu kegiatan yang rendah tingkat capaiannya yakni sebesar 18,85% dalam hal penerbitan HPL Transmigrasi karena prasyarat dari proses penerbitan HPL tidak berada pada instansi BPN-RI melainkan pada instansi lain seperti Dinas Transmigrasi di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing yang berada di luar kendali jajaran BPN-RI, baik pusat, wilayah maupun kabupaten/kota.

Rendahnya capaian tersebut karena subjek dan objek kegiatan transmigrasi ditentukan oleh instansi lain atau pihak ketiga baik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Provinsi atau Kabupaten/Kota, diantaranya ada rencana lokasi transmigrasi yang masuk kawasan hutan seperti di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Faktor-faktor yang mendukung capaian kinerja dengan persentase yang tinggi tersebut antara lain adanya:

1. Sumber-daya manusia (SDM) serta sarana dan prasarana yang pada kondisi kurang maupun terbatas, namun dapat dimaksimalkan sehingga dicapai hasil yang optimal. Permasalahan dan kendala masih terus menjadi tantangan sebagai dampak dari terus bertambahnya unit kerja (satuan kerja) terutama di daerah seiring dengan pemekaran wilayah (pertambahan) provinsi dan kabupaten/kota;

2. Kondisi lingkungan eksternal yang sangat berpengaruh pada capaian kinerja pembangunan bidang pertanahan yang berada di luar kendali BPN

(21)

RI seperti, kondisi geografis dan minimnya sarana transportasi maupun administrasi yang ada di instansi lain;

3. Belum selesainya penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota. Belum selesainya penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), berdampak langsung pada kinerja legalisasi aset;

4. Tingginya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Biaya Operasional yang disyaratkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pajak dan biaya yang masih relatif tinggi mengakibatkan pemilik tanah mengurungkan niatnya untuk mensertipikatkan tanahnya.

Beruntunglah kini karena semenjak tahun 2011 kewenangan dalam pengelolaan BPHTB telah berada pada pemerintah kabupaten/kota, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan/Pedesaan yang akan dikelola pemerintah kabupaten/kota mulai tahun 2014 mendatang.

Untuk pelaksanaan program Legalisasi asset yang terdiri dari Prona, Sertipikasi Tanah UKM, Sertipikasi Tanah Petani, Sertipikasi Tanah Nelayan, Sertipikasi Tanah Transmigrasi, Sertipikasi Tanah MBR- Menpera tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Realisasi kegiatan Legalisasi Aset Masyarakat

No. Kegiatan Target

(Bidang)

Realisasi

(Bidang) %

1. Prona 787.620 772.369 98,06

2. UKM 20.463 17.692 86,46

3. Petani 30.000 28.743 95,81

4. Nelayan 15.000 13.741 91,61

5. Transmigrasi 47.700 28.805 60,39

6. MBR 7.500 6.508 86,77

7. HPL 127.422 24.013 18,85

8. Penanganan

Pasca Bencana 41.950 41.950 100,00

TOTAL 1.077.960 933.821 86,65

Dari data diatas digambarkan bahwa untuk capaian program pensertipikatan tanah realisasi fisiknya 86,65 %. Realisasi Fisik dan Anggaran untuk masing-masing kegiatan tiap provinsi tersajikan dalam lampiran.

Terwujudnya percepatan legalisasi aset pertanahan, ketertiban administrasi pertanahan dan kelengkapan informasi pertanahan dan kelengkapan informasi legalisasi aset tanah dengan melalui kegiatan Legalisasi Aset Tanah, yang meliputi Prona, Transmigrasi, UKM, Tanah Nelayan, Menpera (MBR), Tanah Pertanian, Redistribusi Tanah,

(22)

Konsolidasi Tanah, Konsolidasi Tanah Swadaya, dan Pendaftaran Tanah Pertama Kali.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan dapat dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan bidang-bidang tanah yang dilegalisasi/disertipikatkan dan peningkatan kinerja sasaran di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

a) Pengelolaan Sumber-daya Manusia perlu ditingkatkan dengan pemanfaatan secara maksimal semua pegawai organis (PNS) dan tenaga bantu (alih-daya/outsourcing);

b) Koordinasi antara unit tata usaha sebagai satuan pendukung (supporting unit) dan unit teknis sangat signifikan dalam pencapaian sasaran kinerja;

c) Ketersediaan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang mudah penerapannya sangat mempengaruhi percepatan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran kegiatan dan kinerja;

d) Revisi kegiatan dan anggaran sebagai akibat kebijakan pemerintah dalam rangka penghematan anggaran secara nasional, pemblokiran (bintang) maupun ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasi kegiatan dan anggaran.

Beberapa strategi pelaksanaan kinerja yang perlu diperhatikan di masa mendatang sebagai berikut:

a) Percepatan penelitian dokumen DIPA untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi hambatan dalam implementasi kegiatan, jika diperlukan revisi DIPA agar secepatnya disampaikan;

b) Terhadap ketidaksesuaian dokumen sebagaimana yang seharusnya, secepatnya dilakukan penyesuaian melalui mekanisme revisi sesuai dengan kewenangannya;

c) Percepatan penyusunan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran (RPKA);

d) Percepatan penunjukan pengelola APBN, panitia dan pejabat pengadaan serta pelaksana kegiatan;

e) Berkoordinasi dengan unit teknis dan pihak-pihak terkait yang diperlukan (Pemerintah Daerah, dinas terkait, Camat, Kepala Desa dan tokoh masyarakat);

f) Untuk mengatasi keterbatasan sumber-daya yang tersedia, perlu dilakukan beberapa upaya sebagai berikut:

1) Peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan nyata;

2) Optimalisasi pendayagunaan pegawai (staf administrasi dididik untuk dapat mengerjakan tugas-tugas teknis di kantor);

(23)

3) Mobilisasi petugas ukur sesuai dengan batas kewenangannya;

4) Pendayagunaan lulusan Program Diploma I STPN yang belum diangkat menjadi PNS;

5) Memanfaatkan jasa surveyor berlisensi pihak ketiga sesuai dengan ketentuan.

g) Menginventarisasi masalah dan melaporkan kepada pimpinan dalam bentuk Laporan khusus;

h) Peningkatan kedisiplinan pelaporan, termasuk penyampaian hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan;

i) Terus mengupayakan pengadaan pegawai dengan fokus pada tenaga penunjang kegiatan operasional dengan kompetensi yang telah terpetakan sesuai kebutuhan riil. Optimalisasi kinerja SDM ditingkatkan dengan strategi pendidikan dan pelatihan yang intensif serta penyediaan teknologi penunjang kerja;

j) Kendala geografis dan minimnya transportasi akan diatasi dengan terus mengoptimalkan kinerja LARASITA serta perluasan cakupan teknologi Continuously Operating Reference Station (CORS) sebagai penunjang kegiatan survei dan pemetaan;

k) Kendala ketersediaan Rencana Tata Ruang Wilayah akan diatasi dengan mengintensifkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mendorong penyelesaian penyusunan Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Peraturan Daerah;

l) Sementara kendala PNBP dan BPHTB, diharapkan akan dapat diatasi dalam tahun-tahun yang akan datang dengan telah terbitnya Undang- undang tentang BPHTB dan Peraturan Pemerintah tentang PNBP bidang Pertanahan pada tahun 2010.

Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

Berdasarkan hasil survey melalui kuisoner hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Biro Organisasi dan Kepegawaian pada tahun 2012 terhadap responden sejumlah 441 orang di 48 Kantor Pertanahan diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat yang menyatakan puas terhadap pelayanan pertanahan adalah 2,99 % (cukup).

Sasaran 2 Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan

Sasaran ini dimaksudkan dalam rangka untuk memastikan pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan atas tanah sesuai

(24)

dengan sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR KINERJA

CAPAIAN 2012

TARGET REALISASI %

Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

459 Lokasi 285 Lokasi 62,09

Meningkatnya jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat , program strategis dan pemerintah (Jumlah tanah negara, tanah terlantar, tanah kritis yang dikelola)

4 Paket 4 Paket 100,00

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

100 Lokasi 100 Lokasi 100,00

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Dalam hal tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak, maka penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Langkah-langkah penertiban tanah terlantar meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut:

a. inventarisasi terhadap bidang-bidang tanah yang terindikasi terlantar.

b. identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar, c. peringatan terhadap pemegang hak,

d. usulan penetapan tanah terlantar, e. penetapan tanah terlantar.

(25)

Tanah yang sudah ditetapkan menjadi tanah terlantar oleh Kepala BPN RI, selanjutnya disebut Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Terhadap tanah tersebut dilakukan pendayagunaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2011. Tanah negara bekas tanah terlantar tersebut akan dialokasikan secara nasional untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui:

a. Reforma Agraria;

b. Program Strategis Negara,

Dimanfaatkan antara lain untuk pengembangan sektor pangan, energi, perumahan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. Cadangan Negara Lainnya,

Dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tanah guna kepentingan pemerintah, pertahanan dan keamanan, kebutuhan tanah akibat adanya bencana alam, relokasi dan pemukiman kembali masyarakat yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum serta untuk masyarakat bagi kepentingan sosial, pendidikan, penelitian dan keagamaan.

Dari 459 obyek penertiban tanah terindikasi terlantar yang sudah dilakukan tahapan penertiban sebanyak 285 obyek (62,09%). Sampai dengan tahun 2012 diajukan sebanyak 94 SK dan yang telah ditetapkan sebanyak 80 SK (85,11%) atau seluas 54.123,2436 Ha. Namun dari 80 Surat Keputusan tersebut, sebanyak 11 SK digugat di pengadilan (seluas 34.368 Ha). Adapun sebaran 80 SK tanah terlantar dapat dilihat pada lampiran 3.

Penilaian atas kondisi pelaksanaan tugas dan fungsi pengendalian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setelah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2011, diharapkan pelaksanaan penertiban tanah terlantar yang menjadi kegiatan prioritas dapat berjalan sesuai rencana; dan

2. Pengolahan data usulan penetapan tanah terlantar dalam rangka penyiapan konsep Risalah Pengolahan Data (RPD), Nota Dinas (ND) dan Surat Keputusan (SK) Penetapan Tanah Terlantar sangat bergantung pada kelengkapan dan akurasi data pendukung usulan penetapan tanah terlantar.

Jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat , program strategis dan pemerintah

Yang dimaksud tanah yang dapat didayagunakan disini adalah Tanah Negara bekas hak, bekas kawasan, bekas tanah terlantar yang telah ditetapkan menjadi Tanah Negara dan dikuasai langsung oleh negara.

(26)

Dalam rangka pendayagunaan tanah negara bekas hak, bekas kawasan, bekas tanah terlantar yang telah ditetapkan menjadi tanah negara dan dikuasai langsung oleh negara dilakukan tahapan identifikasi, penyusunan analisa ketersediaan tanah dan selanjutnya diusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI untuk ditetapkan peruntukannya.

Pada tahun 2012 tanah yang dikelola untuk didayagunakan ditargetkan sebanyak 4 paket/bidang, namun dalam rangka mendukung kegiatan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar maka pada tahun 2012 dilakukan identifikasi/pendataan dalam rangka penyusunan analisa ketersediaan tanah sebanyak 4 paket.

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

Penataan aset masyarakat pada tanah negara bekas tanah terlantar, dilaksanakan melalui distribusi tanah dan redistribusi tanah melalui kegiatan Reforma Agraria. Penataan akses masyarakat pada tanah negara bekas tanah terlantar, melalui kerjasama dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan/atau kemitraan dengan pihak ketiga, antara lain dalam bentuk fasilitasi akses permodalan, penyediaan sarana produksi, pasar, dan infrastruktur.

Pada tahun 2012 jumlah sumber ekonomi yang dapat diakses oleh masyarakat penerima manfaat sebanyak 100 Lokasi.

Sasaran 3 Terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal dan berkeadilan

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan upaya penataan dan pengaturan pertanahan yang lebih berkeadilan dengan melaksanakan pendataan bidang-bidang tanah dalam hal penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(27)

INDIKATOR KINERJA

CAPAIAN 2012

TARGET REALISASI %

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang

dilakukan pengaturan dan penataan

pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan

149.600 Bidang

122.519 Bidang

81,89

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan

Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran Terciptanya Pengaturan dan Penataan, Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah secara optimal dan berkeadilan adalah: Prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dengan capaian 81,89 %.

Sasaran 4 Berkurangnya sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan jumlah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang diselesaikan. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR CAPAIAN 2012

(28)

KINERJA TARGET REALISASI % Meningkatnya

jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan

229 kasus 168 kasus 73,36

Meningkatnya jumlah konflik pertanahan yang diselesaikan

365 kasus 287 kasus 78,63

Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan

200 kasus 157 kasus 78,50

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Meningkatnya jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.

Selama tahun 2012 jumlah sengketa pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 168 Kasus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian sengketa pertanahan tersebut antara lain disebabkan masih terbatasnya jumlah sumber- daya manusia ditinjau dari beban tugas rutin dan tugas lainnya. Adapun strategi pemecahan masalah dari kendala tersebut melalui permintaan tambahan SDM dari Biro Kepegawaian serta peningkatan hubungan kerja dan koordinasi, membentuk tim terpadu pelaksanaan kegiatan, melaksanakan evaluasi kinerja secara berkala serta melaksanakan rapat koordinasi secara berkala dan melakukan efektivitas dan efisiensi kerja.

Meningkatnya jumlah konflik pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, konflik pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.

(29)

Selama tahun 2012 jumlah konflik pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 287 Kasus

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian konflik pertanahan tersebut antara lain:

1. Memberikan bimbingan teknis kepada staf/pelaksana mengenai Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2013;

2. Memberikan kesempatan kepada pegawai melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi;

3. Perlu dipertimbangkan perbandingan jumlah pegawai wanita dengan pria.

Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Selama tahun 2012 jumlah perkara pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 157 kasus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian perkara pertanahan tersebut antara lain:

1. Anggaran sidang dari dana rupiah murni yang tidak mencukupi, sedangkan dana APBN yang telah dialokasikan menunggu masuknya dana dari pihak ketiga.

2. Penyusunan RKAKL yang waktu perbaikannya sering hanya diberi waktu sedikit sehingga menghasilkan Rencana Kerja Anggaran dan Kegiatan yang tidak sempurna dan kurang cermat.

3. Terbatasnya jumlah sumber-daya manusia pada Direktorat Perkara Pertanahan ditinjau dari beban tugas rutin dan tugas lainnya.

Untuk mempercepat penyelesaian kasus-kasus pertanahan di tanah air, Kepala BPN RI membentuk Tim 11. Selama tahun 2012 Tim 11 menangani sebanyak 38 kasus pertanahan.

Tabel 3.3

Beberapa Contoh kasus yang ditangani antara lain:

No Kasus Perkembangan Proses Penyelesaian

(30)

No Kasus Perkembangan Proses Penyelesaian

1 Permasalahan tanah antara masyarakat Kec. Ngancar dan PT.

Sumber Sari Petung, di Kab.

Kediri, Provinsi Jawa Timur.

Tanah atas nama PT. Sumber Sari Petung semula luasnya 600 ha, 250 ha diantaranya diduduki oleh warga masyarakat. Terhadap tanah seluas ± 250 Ha tersebut, yang digarap warga 1.766 bidang tanah (100 %) telah diterbitkan Sertipikat Hak Milik melalui redistribusi tanah dan sudah diserahkan kepada penerima tanah redistribusi tanah/warga. Pada saat ini telah dilaksanakan akses reform berupa penanaman nilam dan pembuatan pengolahan penyulingan minyak asiri bantuan pihak ketiga.

2 Permasalahan tanah Curah Nongko, Perkebunan Kali Senan PTPN XII dengan warga

masyarakat yang terletak di Desa Curah Nongko, Kec. Tempurejo, Kab. Jember, Prov. Jawa Timur

Luas yang diminta untuk diperpanjang seluas 2.709,49 Ha dimana dalam HGU tersebut terdapat klaim dari masyarakat seluas 300 ha. Dari 300 ha areal yang diklaim tersebut, 125 ha ditanami (okupasi) oleh warga. Sedangkan sisa seluas 175 ha dituntut warga.

Penyelesaian telah dilaksanakan mediasi pada tanggal 23 Januari 2013 bertempat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) antara BPN, PTPN XII dan Kementerian BUMN. Prinsip BUMN akan melepas sejauh untuk kepentingan petani dan dalam waktu dekat akan diadakan peninjauan lapang.

3 Permasalahan tanah Hak Pakai No. 1/Alastlogo atas nama Dephankam cq. TNI AL antara masyarakat Desa Alaslogo dengan TNI AL terletak di Grati, Kab. Pasuruan, Prov. Jawa Timur

Dari luas keseluruhan tanah dengan Hak Pakai (HP) atas nama Departemen Pertanahan (DEPHAN) cq. TNI-AL di Pasuruan 3.476 ha di dua bidang Hak Pakai di Alastlogo dan Sumberanyar seluas 1.083 ha ada klaim dari warga masyarakat. Sementara itu, hasil rapat dengan Komandan Armada Maritim Kawasan Timur (DanArmatim) telah disimpulkan bahwa persoalan ini sepenuhnya diserahkan ke Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan DEPHAN (Kementerian Pertahanan); untuk itu kiranya Komisi-II DPR RI dapat memfasilitasi Rapat Koordinasi yang

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini Tapai Beras Ketan Hitam di tambahkan dengan bawang merah dengan konsentrasi 0,3, 0,6, 0,9 gr Bawang Merah karena bawang merah

Bahan ajar tematik berbasis edutainment ini dikembangkan sesuai dengan karakteristik edutainment yang mengacu pada langkah-langkah dari quantum teaching, yaitu TANDUR

Menurut Sofyandi (2008) manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planing, organizing,

Dengan menggunakan E-Commerce dalam kegiatan pemasaran sepatu bunut oleh masyarakat Kisaran, Kabupaten Asahan diharapkan dapat meningkatkan penjualan sepatu bunut

menggunakan bahasa Jawa, Amira berusaha untuk menjawabnya. Namun, pada pertanyaan terakhir Amira kurang mengerti apa yang dituturkan Chega , terlihat dari

Syukur pada taraf ini menunjukkan bahwa sebagian kecil penyandang cacat netra di UPT Rehabilitasi Cacat Netra Malang belum mampu mengakui bahwa segala yang

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan