• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA PENERAPAN KURIKULUM 2013: STUDI KASUS DI KABUPATEN MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROBLEMATIKA PENERAPAN KURIKULUM 2013: STUDI KASUS DI KABUPATEN MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar

Vol. 5, No. 1, Bulan Januari Tahun 2021, Hal. 71-78

E-ISSN: 2598-408X, P-ISSN: 2541-0202 http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jipd

https://doi.org/10.36928/jipd.v5i1.883

71

PROBLEMATIKA PENERAPAN KURIKULUM 2013: STUDI KASUS DI KABUPATEN MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR

Yohanes Wendelinus Dasor Program Studi Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

UNIKA Santu Paulus Ruteng Email: wendidasor@gmail.com

Diterima: 11 September 2020, Direvisi: 7 Desember 2020, Diterbitkan: 31 Januari 2021

Abstract: The 2013 curriculum was born as an answer to the weaknesses and shortcomings of the 2006 KTSP curriculum which is directed to prepare students to have the ability to live as individuals and citizens who are faithful, productive, creative, innovative, and affective and able to contribute to the life of society, nation, state, and world civilization. And the purpose of this study is to determine the problems of implementing the 2013 curriculum in Manggarai region, NTT. This research is a type of qualitative research conducted at educational institutions from elementary to high school levels in Manggarai region, NTT. The data collection techniques used were interviews, observation and documentary studies. The data analysis technique refers to the data analysis model used by B. Mathew Miles and A. Michael Huberman consisting of three activities, namely; data reduction, data presentation, and conclusion / verification. The results showed that there were several opportunities for the implementation of the 2013 curriculum in Manggarai region, NTT, namely the thematic- integrative approach, the scientific approach and authentic assessment. While the challenges are a thematic approach based on local culture, challenges in making lesson plans, challenges in implementing learning and challenges in making assessments.

Keywords: 2013 curriculum, approach, thematic, scientific, authentic

Abstrak: Kurikulum 2013 lahir sebagai jawaban terhadap kelemahan dan kekurangan dari kurikulum KTSP 2006 yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika penerapam kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang dilakukan pada lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Kabupaten Manggarai. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumenter. Teknik analisis data merujuk model analisis data yang digunakan oleh B.

Mathew Miles dan A. Michael Huberman terdiri dari tiga aktivitas yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa peluang dari pemberlakukan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai yaitu pendekatan tematik-integratif, pendekatan saintifik dan penilaian autentik. Sedagkan tantangannya adalah pendekatan tematik berbasis budaya lokal, tantangan dalam membuat RPP, tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran dan tantangan dalam membuat penilaian

Kata Kunci: kurikulum 2013, pendekatan, tematik, saintifik, autentik PENDAHULUAN

Kurikulum selalu mengalami perubahan agar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Ber

kaitan dengan perubahan kurikulum di Indonesia telah menerapkan tujuh kurikulum yaitu 1968, 1975, 1984, 1994, kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis

(2)

Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dan kurikulum 2013 yang menekankan pada pendidikan karakter. Kurikulum 2013 yang ditetapkan berbasis karakter dan kompetensi (competency and character), dimaksudkan agar dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan dan sikap yang sesuai dengan tantangan arus globalisasi terutama perkembangan teknologi yang kian pesat.

Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah berlaku pada tahun 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan terutama pada jalur pendidikan luar sekolah.

Kompetensi pada hakikatnya adalah perpaduan dari berbagai aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang kemudian direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Nasution, 2013).

Keterpaduan kompetensi ini selaras dengan amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35 yakni kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan.

Menurut Mulyasa (2013), “Kurikulum 2013 lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kekurangan dan kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 agar sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja yang berbasis karakter dan kompetensi. Oleh Karena itu kurikulum 2013 menekankan pada pencapaian dan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Kurikulum ini melingkupi sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran, sehingga pencapaiannya dapat dilihat dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria pencapaian keberhasilan. Dalam Permendiknas Nomor 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa kurikulum 2013 diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,ver negara, dan peradaban dunia.

Kurikulum 2013 juga menekankan pada pendidikan berbasis karakter. Karakter adalah sekumpulan nilai yang menuju pada sistem yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditunjukkan”. Menurut Muslich (2011) Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani berarti “to mark”

(menandai) lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua pengertian tentang karakter. Pertama karakter menunjukkan bagaimana kita berperilaku tidak baik, tidak jujur dan kejam, dan tentu orang tersebut memanifestasikan atau menunjukkan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku

sebaliknya yaitu jujur, suka menolong tentu orang tersebut memanifestasikan karakter baik dan mulia.

Kedua, karakter erat ikatannya juga dengan personality. Seseorang disebut berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah nilai-nilai moral.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter berkaitan dengan kekuatan moral. Orang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral yang baik dan positif. Dan kurikulum 2013 yang dengan berfokus pada pembentukan kompetensi dan karakter akan memberi peluang untuk menghasilkan manusia Indonesia yang produktif, inovatif dan afektif, melalui penguatan sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif) yang terintegrasi.

Kurkulum 2013 mewujudkan keterpaduan pembelajaran melalui penerapan pendekatan tematik- integratif dalam proses pembelajaran untuk setiap jenjang pendidikan. Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan suatu tema tertentu. Pembelajaran tematik melibatkan beberapa bidang studi yang dikaitkan dengan tujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Dalam suatu kajian materi tertentu, suatu bidang studi dikaitkan dengan muatan- muatan pelajaran yang beragam (Wardana, 2017).

Menurut Poerwadarminta (dalam Majid, 2014:80) pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang memfasilitasi peserta didik untuk mencari dan menemukan pengetahuannya secara holistik, bermakna dan otentik (Wardana, 2017).

Dalam pendekatan tematik-integratif kurikulum 2013, salah satu pendekatan pembelajaran untuk mengintegrasikan berbagai tema serta ketercapaian kompetensi baik sikap, pengetahuan dan katerampilan adalah dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan melalui beberapa proses yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan menginformasikan (Fadlillah, 2014:

175).

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk memiliki ketrampilan ilmiah. Hal tersebut karena pembelajaran dilakukan mulai dari tahapan mengidentifikasi masalah, menyususun rumusan masalah, menyusun dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, mengolah dan menganasisi data, menyususn laporan hingga mempresentasikannya. Disamping itu pendekatan saintifik mendorong peserta didik untuk berjiwa investigatif dan memiliki rasa curiosity ( ingin tahu) yang tinggi, sehingga peserta didik dapat menumbuhkan konsep sendiri melalui pengalaman

(3)

belajar yang dialaminya. Oleh karena itu dia bisa mendapatkan pembelajaran yang menantang, menyenangkan dan bertmakna.

Selain pendekatan pembelajaran, untuk menunjang ketercapaian kompetensi kurikulum 2013, dikembangkan suatu proses penilaian yang disebut penilaian autentik. Penilaian autentik menurut Kemdikbud (2013:246) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kemdikbud (2013:7) juga menyatakan bahwa penilaian autentik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang sudah ditetapkan, yang sudah tertuang dalam Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan di Kabupaten Manggarai sejak ditetapkannnya tahun 2013 lalu. Karena itu penelitian ini sesungguhnya adalah untuk mengetahui sejauhmana problematika pemberlakuannya di Kabupaten Manggarai NTT.

Penelitian tentang kurikulum 2013 memang sudah banyak dilakukan, akan tetapi dengan lokus yang berbeda. Mastur (2017, 50-64) misalnya meneliti tentang implementasi kurikulum 2013 dalam pelaksanaan pembelajaran di SMP. Kurniawan &

Noviana (2017, 389-396) meneliti tentang penerapan kurikulum 2013 dalam meningkatkan, keterampilan, sikap dan pengetahuan. Jumadi & Rahmatullah (2020, 210-221) juga meneliti tentang evaluasi keterlaksanaan kurikulum 2013 pada sekolah menengah atas di Kota Mataram. Masing-masing penelitian ini dengan fokus yang berbeda.

Dalam penelitian ini tentang problematika penerapan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai NTT selain lokus yang berbeda dengan penelitian sebelumnya juga ditonjolkan apa yang menjadi permasalahan atau tantangan di dalam perberlakuan kurikulum 2013. Masing-masing daerah di seluruh Indonesia memiliki karakteristiknya sendiri yang tentunya berbeda satu dengan yang lain. Dan ini pula yang menentukkan kesiapan daerah dalam pemberlakuan kurikulum 2013. Apalagi posisi Manggarai, NTT yang dianggap masih tertinggal dari daerah lainnya di Indonesia. Oleh Karena itu penelitian ini penting dilakukan sekaligus melihat bagaimana problematika pemberlakuan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai NTT. Sekiranya hasil penelitian ini membuka mata para pemangku kebijakan agar selalu juga memperhatikan kebutuhan lembaga pendidikan pada masing-masing daerah sesuai dengan potensi dan karakteristiknya masing- masing.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain kualitatif.

Penekanannya adalah mendeskripsikan problematika penerapan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah para guru dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Data-data

tersebut dicatat dalam catatan tertulis maupun melalui rekaman dan pengambilan foto. Selain itu ada beberapa data pendukung yang dipakai sebagai sumber data adalah dokumen tertulis berupa notulen rapat, arsip, laporan-laporan, surat-menyurat dan rekaman gambar yang berhubungan dengan rencana penelitian.

Lokasi penelitian ini di Kabupaten Manggarai dengan lokus pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

Lembaga pendidikan adat yang dipilih sebagai sampel dengan menggunakan metode purpose sample yaitu berdasarkan pertimbangan khusus peneliti yang dilihat dari keterwakilan dari sepuluh kecamatan yang tersebar diseluruh Kabupaten Manggarai.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumenter.

Wawancara yang dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan problematikan penerapan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai. Analisis data dengan merujuk model analisis data yang dikembangkan oleh B. Mathew Miles dan A. Michael Huberman terdiri dari tiga aktivitas yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/

verifikasi (Miles dan Huberman, 1994). Pengujian keabsahan data dengan metode triangulasi yaitu pernyataan dari satu informan akan diteruskan dengan informan lain secara terus-menerus sampai terjadinya kejenuhan informasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELUANG PEMBERLAKUAN KURIKULUM 2013 DI KABUPATEN MANGGARAI

Pemberlakuan kurikulum 2013 memberikan banyak peluang dan kesempatan kepada para guru dan peserta didik untuk terus berkembang dalam proses pembelajaran dan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Di Kabupaten Manggarai, ada beberapa peluang dari adanya pemberlakuan kurikulum 2013 yaitu:

Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam suatu tema (Majid, 2014:49). Hal tersebut seturut karakterisitik dari kurikulum 2013 sebagaimana tertuang dalam Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang KD dan Struktur Kurikulum SD-MI, dijelaskan bahwa karakteristik dari Kurikulum 2013 diantaranya yaitu ditandai dengan pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik dipandang mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Menurut penuturan yang disampaikan oleh para guru di Kabupaten Manggarai bahwa pembelajaran tematik dilaksanakan berdasarkan suatu tema tertentu dengan melibatkan beberapa bidang studi yang dikaitkan dengan tujuan tertentu, memberikan pengalaman belajar yang bermakna

(4)

kepada siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Poerwadarminta (dalam Majid, 2014:80) bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada murid.

Menurut Para Guru bahwa dengan model pembelajaran terpadu (integrated instruction) dapat memfasilitasi peserta didik untuk mencari dan menemukan pengetahuannya secara holistik, bermakna dan otentik. Pada pembelajaran tematik, peserta didik akan memperoleh pengetahuannya secara utuh.

Lebih lanjut pembelajaran tematik memberikan suatu sensasi tersendiri yaitu guru hanya sebagai fasilitator dan motivator. Dalam arti siswa adalah sebagai subyek belajar yang utama.

Pembelajaran sudah tidak lagi berpusat pada guru tetapi menjadi berpusat pada siswa. Siswa memadukan dan mengaitkan beberapa aspek pengetahuan kedalam suatu tema, yang kemudian akan digali secara mandiri oleh siswa. Sehingga dengan semikian pembelajaran tematik akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Mereka juga akan memahami konsep-konsep melalui pengalaman belajar langsung melalui interaksi dengan lingkungan belajarnya.

Tema-tema yang dipilih dan digunakan dalam pembelajaran juga adalah tema-tema yang aktual dan dekat dengan kehidupan siswa sendiri.

Karena tema yang dekat dengan kehidupan siswa membuat minat dan semanngat siswa dalam belajar semakin tinggi. Juga bahwa satu tema yang mempersatukan materi dari berbagai matapelajaran sangat memudahkan siswa untuk mendalami dan memahami serta memaknai tema yang dipilih.

Juga menurut para guru bahwa pembelajaran seturut kurikulum 2013 pada prinsipnya adalah belajar sambil bermain, dan dengan demikian sesungguhnya lebih fleksibel. Dengan belajar sambil bermain memberi peluang kepada siswa untuk semakin aktif dan tentunya menyenangkan.

Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik merupakan unsur atau ciri khas dalam pelaksanaan Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik memiliki beberapa tahap-tahap dalam langkah-langkah pelaksanaannya yang dikenal dengan 5 M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasikan dan mengkomunikasikan. Selain itu, pendekatan saintifik tidak berarti hanya dapat diterapkan dalam salah satu mata pelajaran tetapi dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran tergantung guru dalam mengemas tahap-tahapnya. Kemendikbud (2013:8) menjelaskan bahwa pendekatan saintifik meliputi: kemampuan dalam hal mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Manggarai bahwa pendekatan saintifik dalam

pembelajaran telah mendorong siswa untuk memiliki ketrampilan ilmiah. Hal ini oleh karena pembelajaran dilakukan mulai dari tahapan mengidentifikasi masalah, menyususun rumusan masalah, menyusun dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, mengolah dan menganasisi data, menyususun laporan hingga mempresentasikannya. Ketrampilan ilmiah ini membuat semakin bermaknanya proses pembelajaran.

Peserta didik didorong untuk berjiwa investigatif, memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, hingga dia bisa membangun konsep sendiri melalui pengalaman belajar yang dialaminya. Oleh karena itu dia bisa mendapatkan pembelajaran yang menantang, menyenangkan dan bertmakna.

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut para guru membuat siswa merasa bahwa materi yang diajarkan berbasis pada fakta atau fenomena bukan sebatas pada teori belaka. Selain itu pendekatan saintifik mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami dan memecahkan masalah serta mengaplikasikan teori atau substansi materi pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Majid (Wardana, 2017) bahwa hasil penelitian membuktikan pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi dua informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.

Penilaian Autentik

Penilaian autentik juga merupakan salah satu ciri dalam Kurikulum 2013. Penilaian autentik merupakan penilaian yang membutuhkan proses dalam mengambil kompetensi-kompetensi siswa.

Kemdikbud (2013:246) menjelaskan bahwa penilaian autentik (authentic assesment ) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kemdikbud (2013:7) juga menyatakan bahwa penilaian autentik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang sudah ditetapkan.

Bersadasarkan hasil penelitian di Kabupaten Manggarai dengan penilaian yang berbasis autentik membuat proses penilaian itu benar-benar obyektif dan terlepas dari unsur subyektivitas. Terlepas dari sistemnya yang memberatkan dan menyusahkan para guru penilaian autentik telah mengganti sistem tradisional yang telah mengabaikan konteks dunia nyata dan tidak menggambarkan kemampuan siswa secara holistik atau keseluruhan. Dengan penilaian yang berbasis proses yaitu sejak pembelajaran berlangsung membuat penilaian itu benar-benar obyektif dan holistik.

TANTANGAN PEMBERLAKUAN

KURIKULUM 2013

(5)

Pemberlakuan kurikulum 2013 disamping membawa peluang atau kebermanfaatan bagi proses pendidikan di Kabupaten Manggarai, akan tetapi sesungguhnya sekaligus juga memberi tantangan didalam penerapannya. Berikut adalah beberapa tantangan pemberlakuan kurikulum 2013 di Kabupaten Manggarai:

Pendekatan Tematik berbasis Budaya Lokal Dalam pembelajaran K-13, tema-tema yang dipilih seiogianya adalah tema-tema yang kontekstual dan dekat dengan kehidupan siswa. Artinya tema- tema dalam pembelajaran dimungkinkan berbasis budaya lokal. Berdasarkan hasil penelitian secara umum para guru di kabupaten Manggarai memahami konsep tematik tersebut dalam pembelajaran K-13.

Akan tetapi para guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan tema berbasis budaya lokal, sesuai dengan kondisi lingkungan belajar siswa sehingga bahan ajar tematik yang berlaku masih bersifat nasional. Guru juga kesulitan dalam merumuskan keterpaduan tema berbagai matapelajaran dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Kebanyakan para guru mengeluh bahwa dalam perencanaan pembelajaran tematik membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak mulai dari saat penyusunan matriks tematik, jaring laba-laba, program semesteral, penyusunan silabus dan RPP sekaligus dibuat untuk satu semester.

Disamping itu pula guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan media yang perlu disesuaikan dengan tema budaya lokal. Permasalahan ini didukung pula oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas terutama panduan bahan ajar berbasis budaya lokal. Di Kabupaten Manggarai referensi-referensi yang didapat dipakai sebagai tambahan dalam pengembangan materi ajar masih sangat terbatas.

Tantangan dalam Membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

1) RPP: Hasil Copy Paste

Menurut Muslich (2011), “RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Di kabupaten Manggarai sebagian besar RPP merupakan hasil copy paste. Selengkapnya dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Copy paste sesungguhnya bukan merupakan suatu kesalahan terutama dalam kerangka kesamaan dan kesetaraan model dan outpun pendidikan. Akan tetapi ketika kembali kepada prinsip pengembangan tema sesuai lingkungan siswa maka prinsip copy paste perlu ditinjau lagi.

Dari hasil kajian memang sebagian besar RPP dimodifikasi setelah copy paste dlam arti di rubah sesuai dengan kepentingan pembelajaran di sekolah. Akan tetapi masih ada yang tidak melakukan perubahan. Selengkapnya dapat dilihat pada diagram berikut:

2) Sumber belajar: Buku Siswa dan Guru

Sumber belajar merupakan segala macam bahan yang dipakai sebagai sumber informasi baik pengetahuan maupun berbagai keterampilan kepada para guru dan peserta didik. Sumber belajar yang dimaksud antara lain buku referensi, buku cerita, gambar-gambar, narasumber, situs atau tempat bersejarah, internet dan sebaginya. Sumber pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: pertama, sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal contoh buku guru dan buku siswa. Kedua, Sumber belajar yang dimanfaatkan yaitu sumber belajar yang secara khusus tidak didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat dipakai dan diaplikasikan serta dimanfaatkan

Data RPP

Karya Sendiri (3%)

Hasil Copy Paste (97%)

Data RPP

Copy Paste disertai

perubahan (82%) Tanpa

Perubahan (18%)

(6)

untuk keperluan belajar. Sebagai contoh contoh media massa, internet dan sebaginya.

Di Kabupaten Manggarai ditemukan bahwa para guru dan siswa mengalami banyak keterbatasan terkait dengan sumber belajar siswa. Oleh karena keterbatasan sumber belajar, kebanyakan para guru hanya mengandalkan buku siswa dan guru yang diterbitkan oleh kemendikbud dalam mengembangkan bahan ajarnya. Hal ini berdampak pada keluasan dan tidak dikembangkannya materi ajar.

.

Tantangan dalam Pelaksanaan Pembelajaran 1) Materi Ajar

Materi ajar dalam pembelajaran seturut tuntutan dalam kurikulum 2013 merupakan hasil perpaduan dari beragam sumber belajar. Berdasarkan kajian penulis di Kabupaten Manggarai dalam pelaksanaan pembelajaran dimana materi ajar guru masih beracuan pada materi yang ada di buku guru dan siswa. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Khoiru & Amri (2010:2) yang menjelaskan bahwa guru memiliki tugas memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik dengan cara mengembangkan sesuai kebutuhan.

Materi ajar adalah sesuatu yang urgen dalam pembelajaran. Bahkan kaum perenial menghendaki kurikulum pendidikan bersifat subject centered, berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal dan abadi, selain itu materi pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang memiliki status tertinggi mempunyai “rational content” yang lebih besar.

2) Ceramah Rasa Saintifik K-13

Metode ceramah bukannya tidak boleh dilakukan dalam pembelajaran, karena dalam penerapan model pembelajaran apapun, ceramah pasti dilakukan oleh guru, minimal sebagai pengantar pada awal pembelajaran, ketika menjawab pertanyaan siswa atau saat memberi penguatan di akhir.

Di Kabupaten Manggarai dalam pelakasanaan pembelajaran, inovasi pembelajaran sebagaimana tuntutan kurikulum 2013 kurang maksimal diterapkan. Apalagi dengan pemberlakuan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Ada beberapa alasan para guru terkait pelaksanaan pendekatan saintiifk dalam pembelajaran dianatranya

a. waktu yang terbatas membuat kurang optimalnya pembelajaran

b. Anggapan guru terkait keterbatasan kemampuan siswa dalam mengikuti langkah- langkah pendekatan saintifik

c. Guru yang resisten terhadap perubahan meotde pembelajaran. Akibatnya pola konvensional tetap menjadi pilihan utama dalam pembelajaran.

Inovasi dalam pembelajaran sudah seharus dilakukan oleh para guru ditengah arus perubahan

dunia yang sangat pesat seperti sekarang ini.

Penggunaan pendekatan saintifik adalah salah satu motode yang dianggap efektif utuk digunakan.

Pendekatan saintifk dapat mendukung pembentukan keterampilan abad 21 yang dikenal 4C yang meliputi (1) Communation (2) cillaboration (3) critical thinking and problem solving dan (4) creative and innovative.

Adanya anggapan guru terkait dengan keterbatasan kemampuan siswa dalam mengikuti langkah-langkah pendekatan saintifik dianggap sangat keliru. Kaum progresif menegaskan bahwa sekolah ditujukan untuk kepentingan anak oleh karena itu pendidikan harus dipandang dari sudut pandang anak didik, bukan sudut orang dewasa. Anak didik bukan manusia dewasa dalam tubuh kecil, anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri, di mana kehidupannya berbeda dengan orang dewasa. Karena itu pula sangatlah tidak adil dengan mensamakan kematangan berpikir antara guru dan siswa. Siswa membutuhkan guru sebagai pengayom, pengajar dan pendidik unuk suatu saat siswa mampu berpikir sama seperti gurunya.

Tantangan dalam Penilaian

Berdasarkan hasil kajian praktik pembelajaran di Kabupaten Manggarai, guru belum melaksanakan semua jenis penilaian autentik secara keseluruhan selama kegiatan pembelajaran. Alasannya adalah karena jenis penilaian yang cukup banyak membuat semua proses atau aktivitas peserta didik mulai dari sebelum pembelajaran dimulai hingga pembelajaran selesai belum mampu direkam oleh guru. Dari hasil pengamatan juga diperoleh bahawa guru tidak selalu merekam proses belajar peserta didik, hal itu terbukti selama pembelajaran berlangsung guru tidak memegang format penilaian proses pembelajaran. Para guru sulit melakukan penilaian individual terutama ketika pembelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut karena guru sulit melakukan dua pekerjaan dalam waktu yang bersamaan, antara fokus mengajar dan penilaian.

Demikian juga terkait penilain karakter atau kepribadian dalam pembelajaran. Para guru sulit membuat penilaian antara ranah kognitif dalam penilaian dengan aspek karakter. Yang terjadi dalam pembelajaran adalah bahwa yang dinilai aspek pengetahuan siswa. Penilaian karakter baru dilakukan hanya terkait kegiatan-kegoiatan diluar kelas. Itu pun tidak selalu efektif dan efisien para guru yang sulit menjangkau seluruh aktivitas siswa di luar kelas.

STRATEGI MENGHADAPI PROBLEMATIKA KURIKULUM 2013

Perubahan Paradigma berpikir Guru

Peserta didik adalah insan yang sedang belajar, memantapkan diri menuju kematangan dalam berbagai aspek (fisik, psikis, kognitif dan sosial).

Ketercapaian kematangan diri siswa sesungguhnya

(7)

sangat ditentukan oleh proses pendidikan yang sedang dijalaninya. Karena itu pula peran guru menjadi sangat urgen terutama dalam penyelenggaran pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang selalu inovatif dapat mendorong semangat peserta didik dalam belajar.

Dalam proses pembelajaran, masih banyak guru menggunakan paradigma lama yang cenderung dengan prinsip pengajaran dengan mana guru adalah pusat pengetahuan sedangkan siswa sebagai obyek pengajaran. Kurikulum 2013 sesungguhnya menawarkan suatu konsep pendidikan sebagaimana prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh kaum progresif dimana pendidikan harus berpusat pada siswa. Akan tetapi kadang kala guru resisten terhadap perubahan. Karena itu sangat dubutuhkan sebuah perubahan paradigma berpikir guru dari pengajaran ke Pembelajaran. Paradigma pembelajaran dengan menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran.

Dalam paradigma ini siswa tidak hanya sebagai pendengar pasif tetapi juga akif dalam keseliuruhan proses pembelajaran. Dengan adanya perubahan paradigma berpikir seperti ini setidaknya guru menyadari akan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan dalam pembelajaran.

Peningkatan Profesionalisme Guru

Aliran filsafat perenialisme menegaskan bahwa peran guru bukan hanya sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar serta mengajar. Guru harus selalu mengembangkan potensi- potensi self-discovery, dan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang propesional yang qualifiet dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan perfect knowladge. Karena itu peningkatan profesionalisme menjadi sesuatu yang terus menerus dilakukan.

Guru digolongkan sebagai kalangan profesional. Profesionalitas seorang guru ditunjukkan oleh segala macam potensi yang dimlikinya diantaranya kompetensi, pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Perubahan kurikulum karena itu seharusnya dilihat sebagai bagian dari pengembangan profesionalitas. Sikap resisten terhadap perubahan termasuk tidak mau tahu dengan segala tetek bengek kurikulum 2013 adalah tidak menunjukkan profesionalitas sebagai seorang guru.

Peningkatan Kualitas dan Kuantittas Sarana dan Prasarana Belajar

Salah satu yang menunjang keberhasilan penerapan kurikulum 2013 adalah tersedianya sarana dan prasarana. Walaupun sesungguhnya sumber belajar guru memungkinkan segala potensi yang ada dilingkungan sekitar, yang mana guru tidak hanya terpaku pada buku-buku saja. Akan tetapi sesungguhnya tetap disediakan sarana dan sarana belajar yang memadai oleh pihak yang berwenang.

Sarana dan prasarana tersebut tentunya memudahkan bagi guru dalam menemukan sumber belajar. Karena salah satu alasan mandeknya penerapan kurikulum 2013 dari kajian data penelitian adalah terbatasnya sarana dan ptrasarana, seiogianya pula dengan sarana dan prasarana yang memadai dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.

KESIMPULAN

Waktu itu terus berubah dan kita pun turut berubah didalamnya. Perubahan kurikulum pada periode tertentu adalah suatu keharusan. Tentunya perubahan tersebut dimaksudkan agar perkembangan ilmu dan pengetahuan sesuai dengan konteks zaman.

Kurikulum 2013 adalah salah satu strategi dalam dunia pendidikan agar pendidikan kita tetap sesuai dengan kebutuhan zaman. Segala tantangan didalam pemberlakuan kurikulum 2013 tidak serta merta menyurutkan niat dan tekat untuk secara maksimal mengimplementasikannya. Tetapi jadikan tantangan tersebut sebagai modal untuk selalu berusaha maksimal demi tercapainya profesionalisme sebagai pendidik untuk generasi emas Indonesia yang dicita- citakan.

DAFTAR RUJUKAN

Fadlillah. 2014. Fadlillah, M. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Khoiru & Amri. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya.

Kurniaman, Otang & Noviana, Eddy. 2017.

Penerapan Kurikulum 2013 Dalam Meningkatkan Keterampilan, Sikap, Dan Pengetahuan. Jurnal Primary, 6(2), 389- 396

Majid. Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Mansur, Muslich. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta:

Bumi Aksara.

Mastur . 2017. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Di SMP. Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, 4 (1), 50-64.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosda Karya

Nasution, Sridayani.

jurnalpaistaita.blogspot.com/2015/02/pelua ng-dan-tantangan-kurikulum-2013.html Permendiknas Nomor 67 Tahun 2013 tentang

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Rahmatullah & Jumadi. 2020. Evaluasi

Keterlaksanaan Kurikulum 2013 pada

(8)

Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram, Jurnal Pendidikan dan Kebuadayaa, 5 (2),

210-221. https:// DOI :

10.24832/jpnk.v5i2.1697

Wardana, Ludfi Arya. 2017. Pembelajaran IPS SD:

Teori dan Praktek.Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

Referensi

Dokumen terkait

Cipto memiliki pelayanan yang cukup memenuhi standar pelayanan rumah sakit kelas C khususnya pada proses pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, baik medik

[r]

pembayaran uang logam lain dari yang tersebut dalam Pasal 5, jika perlu. dengan menyampingkan uang logam dan uang kertas

Remote Authentication Dial in User Service (RADIUS) untuk Autentikasi Pengguna Wireless LAN.. Desain dan Implementasi Autentikasi Jaringan Hotspot Menggunakan Pfsense

5.. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya kasus kesehatan gigi dan mulut, salah satunya adalah perilaku menyikat gigi yang belum tepat. Terkait hal tersebut,

[r]

100 = tingkat keberhasilan yang dicapai Analisis Korelasi Product Moment untuk menjawab pertanyaan nomor tiga yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel

Hasil lain dari penelitian ini adalah umpan balik anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Kata kunci : Kinerja