1 BAB 1 PENDAHULUAN
Bagian ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup, metode studi, manfaat studi, serta sistematika penulisan yang akan digunakan dalam studi ini.
1.1 Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan yang terjadi di Kota Bandung telah mengakibatkan bertambahnya kebutuhan penduduk akan ruang dan meningkatnya kebutuhan akan lahan sebagai tempat berlangsungnya berbagai aktivitas. Terbatasnya lahan yang ada di Kota Bandung kemudian mendorong pemerintah untuk melakukan pemecahan aktivitas ke daerah pinggiran kota, atau sering disebut dengan istilah peri-urban.
Pada tahun 1980, Kota Bandung mempunyai lima fungsi utama yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan lokal dan regional, perindustrian, pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta pariwisata dan kebudayaan. Kelima fungsi yang diemban tersebut, terutama fungsi pendidikan, menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang pesat di Kota Bandung. Pada tahun 1977, di Kota Bandung terdapat 36.000 mahasiswa dan pada tahun 1982 jumlah mahasiswa tersebut telah mencapai 80.518 orang dengan 40 lembaga perguruan tinggi (Theresia, 1998:29).
Jumlah mahasiswa ini terus mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun.
Peningkatan jumlah mahasiswa dan adanya keterbatasan lahan di Kota
Bandung kemudian menyebabkan Pemerintah Daerah mengambil keputusan untuk
memindahkan sebagian aktivitas pendidikan tinggi yang ada di Kota Bandung ke
wilayah pinggiran kota. Hal itu ditempuh dengan cara mengeluarkan kebijakan untuk
memindahkan beberapa perguruan tinggi (4 kampus) ke Jatinangor, yaitu Universitas
Padjajaran (Unpad), Universitas Winaya Mukti (Unwim), Institut Manajemen
Koperasi Indonesia (IKOPIN), dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada
tahun 1982. Kebijakan ini dipertegas dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat
3
1.2 Rumusan Masalah
Penetapan suatu wilayah menjadi suatu kawasan fungsional tertentu akan membawa berbagai dampak bagi wilayah tersebut. Perkembangan perguruan tinggi di Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) Jatinangor telah mengakibatkan tumbuhnya kegiatan-kegiatan penunjang yang merespons kebutuhan mahasiswa. Kegiatan- kegiatan tersebut terutama tumbuh di Kecamatan Jatinangor yang sebagian besar wilayahnya secara administratif tergabung ke dalam KPT Jatinangor. Hal ini mengubah kecamatan tersebut dari yang semula merupakan perkebunan karet dan persawahan menjadi sebuah kawasan padat. Perubahan tersebut tentunya mengakibatkan berbagai dampak, salah satunya terhadap perubahan harga lahan di wilayah Kecamatan Jatinangor.
Dikaitkan dengan hal di atas, yang menjadi masalah penelitian ini adalah tidak diketahuinya dinamika harga lahan di Kecamatan Jatinangor akibat perkembangan perguruan tinggi yang tergabung dalam Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) tersebut.
Informasi harga lahan berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), yang dijadikan acuan untuk menetapkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tidaklah mencerminkan harga lahan yang sebenarnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seringkali besar harga lahan yang sebenarnya, atau harga berdasarkan pasar lahan, dapat mencapai beberapa kali lipat dari besar harga lahan yang tercantum dalam NJOP. Informasi harga lahan tersebut juga belum digunakan secara optimal untuk kepentingan perencanaan. Padahal menurut Siembieda (1991, dalam Jones, 1994), ada beberapa kegunaan penting dari informasi mengenai harga lahan.
Kegunaan tersebut antara lain adalah sebagai masukan utama untuk keperluan
perencanaan infrastruktur, manajemen pertumbuhan kota dan wilayah, serta untuk
mengidentifikasi kebutuhan jangka panjang akan lahan perkotaan. Sementara
menurut Dowall dan Leaf (1991), informasi mengenai harga lahan sangat dibutuhkan
terutama dalam konteks pengambilan keputusan perencanaan, evaluasi kebijakan
pemerintah, pengaturan investasi sektor swasta, serta penstrukturan pajak yang
dikenakan pada lahan.
4
1.3 Tujuan dan Sasaran Studi
Tujuan dari studi ini adalah untuk menjelaskan dinamika harga lahan di sekitar wilayah perguruan tinggi di Kecamatan Jatinangor. Tujuan tersebut dicapai melalui pemenuhan sasaran studi sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perubahan harga lahan yang terjadi di Kecamatan Jatinangor sejak sebelum dilakukannya relokasi universitas yang tergabung dalam KPT, yaitu pada tahun 1980,
2. Mengidentifikasi jumlah dan perkembangan mahasiswa di Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor,
3. Mengidentifikasi jumlah dan perkembangan kamar sewa yang tersedia,
4. Mencari keterkaitan antara harga lahan dengan aktivitas penunjang pendidikan tinggi yang muncul, yaitu pondokan/kamar sewa.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam studi ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan perkembangan harga lahan yang terjadi di Kecamatan Jatinangor.
Harga lahan mempunyai pengertian yaitu penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas persil (Drabkin, 1977). Harga lahan yang diidentifikasi dalam studi ini adalah harga lahan tanpa memasukkan nilai bangunan yang ada di lahan tersebut.
2. Menjelaskan keterkaitan antara perkembangan perguruan tinggi dengan
perkembangan harga lahan yang terjadi di wilayah sekitarnya, melalui
keterkaitan dengan salah satu aktivitas penunjang yang muncul karena adanya
kegiatan pendidikan tinggi, yaitu pondokan/rumah sewa dengan harga lahan.
5
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah Studi
Wilayah studi yang digunakan dalam penelitian ini mencakup wilayah di sekitar Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) Jatinangor yang mengalami perubahan harga lahan sebagai akibat dari adanya KPT tersebut. Wilayah tersebut sebenarnya tidak dapat didelineasi berdasarkan batasan administratif, karena wilayah yang mengalami perubahan harga lahan tersebut tidaklah dipengaruhi oleh batasan administratifnya, melainkan dipengarui oleh faktor jarak dan batasan-batasan fisik seperti jalan, sungai, dan lain lain. Namun, untuk mempermudah melakukan penelitian, delineasi wilayah yang digunakan di dalam studi ini menggunakan batasan administratif Kecamatan Jatinangor, yang terdiri dari 12 desa seperti dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
TABEL I.1
DESA DI KECAMATAN JATINANGOR No Desa Luas (Km
2)
1 Cipacing 1,79 2 Sayang 2,32 3 Mekargalih 1,20 4 Cintamulya 1,34 5 Cisempur 1,60 6 Jatimukti 1,90
7 Jatiroke 2,09 8 Hegarmanah 3,31 9 Cikeruh 2,13 10 Cibeusi 1,84 11 Cileles 3,20 12 Cilayung 3,48
TOTAL 26,20
Adapun skala unit terkecil yang digunakan adalah Rukun Warga (RW). Objek
penelitian adalah harga lahan di Kecamatan Jatinangor tanpa memasukkan nilai
bangunan yang ada di lahan tersebut. Peta wilayah studi dapat dilihat pada Gambar
1.1, sementara peta guna lahan di wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 1.2.
RW 5
RW 7 RW 4 RW 3 RW 2 RW 1
RW 8
RW 9 RW 16
RW 10
RW 12
RW 11 RW 13
RW 14
RW 6
RW 15
RW 17
RW 1 RW 2
RW 5 RW 6 RW 7 RW 2
RW 10 RW 8
RW 9 RW 12
RW 4 RW 5
RW 6 RW 1
RW 3 RW 11
RW 10 RW 9 RW 7 RW 8 RW 5
RW 6 RW 1
RW 4
RW 2 RW 3
BRIMOB
RW 1 RW 2
RW 7 RW 6 RW 5 RW 3 RW 4
RW 11 RW 10
RW 12
RW 9 RW 8 RW 2
RW 3
RW 13
RW 4 RW 5 RW 6 RW 1
RW 7
RW 8 RW 9 RW 11
RW 10 RW 12
RW 7
RW 5
RW 6 RW 8 RW 4 RW 3
RW 2
RW 1 GI PLN
RW 2 RW 1
RW 4 RW 3
RW 7
RW 6 RW 5
PERHUTANI RW 5
RW 4 RW 3
RW 2 RW 1
PERHUTANI RW 4
RW 1 RW 5 RW 6 RW 7
RW 2 RW 3 RW 8 RW 9 RW 4
RW 3
RW 1
RW 2
RW 7 RW 5
RW 6
RW 8 RW 9
RW 10
RW 9
RW 4
RW 3 RW 11
RW 12
RW 10
(KLS 2) RW 13
RW 8
Desa Cibeusi
Desa Cipacing
Desa Sayang
Desa Cikeruh Desa Hegarmanah
Desa Jatiroke
Desa Cisempur
Desa Mekargalih Desa Cintamulya
Desa Jatimukti Desa Cileles
Desa Cilayung
Batas Desa Batas Kecamatan Jalan Arteri
0 0,5 1 1,5 2 Km
GAMBAR 1.1 PETA ADMINISTRASI
Sumber: Bappeda Kab. Sumedang
U
B T
S
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan
Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung
2007
KECAMATAN JATINANGOR
PL 40Z1 TUGAS AKHIR
Legenda
Jalan Tol
0 0,5 1 1,5 2 Km
GAMBAR 1.2 PETA GUNA LAHAN
TAHUN 2003
KECAMATAN JATINANGOR
PL 40Z1 TUGAS AKHIR
Legenda
Gedung, Bangunan Belukar
Sawah Tadah Hujan Rumput Kebun Sawah Permukiman Industri Genangan Air Sungai dan Saluran Air Jalan Kolektor Jalan Arteri Jalan Tol
Bappeda Kab. Sumedang Sumber:
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan
Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung
2007
8
1.5. Metode Studi
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian analisis deskriptif yang dilakukan dengan cara memaparkan perkembangan harga lahan di Kecamatan Jatinangor dan metode kuantitatif yang dilakukan untuk mencari keterkaitan antara harga lahan dan kamar sewa.
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, metode yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur untuk memperoleh kajian pustaka yang berkaitan dengan kawasan pendidikan tinggi dan harga lahan.
2. Pencarian data sekunder di instansi-instansi seperti Bappeda Jawa Barat, Bappeda Kabupaten Sumedang, Badan Pusat Satistik (BPS), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, serta Kantor Kecamatan Jatinangor.
3. Survei primer kepada masyarakat setempat untuk memperoleh informasi
mengenai perkembangan harga lahan dan jumlah kamar sewa dalam kurun
waktu 1980 hingga 2007, dengan rentang waktu 10 tahun.
9
TABEL 1.2
SASARAN, DATA, DAN ANALISIS YANG AKAN DILAKUKAN DALAM STUDI
Sasaran Data yang
Dibutuhkan Sumber Data Cara Memperoleh
Data Analisis Data 1. Mengidentifikasi perubahan harga lahan yang
terjadi di Kecamatan Jatinangor sejak sebelum ditetapkannya KPT, yaitu pada tahun 1980
- Peta detail Kecamatan Jatinangor - Data harga lahan
tahun 1980- 2007
- KP PBB Garut - Mayarakat
Wawancara semi-terstruktur
Kualitatif dan Kuantitatif
2. Mengidentifikasi jumlah dan perkembangan mahasiswa di Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor
- Sejarah dan perkembangan KPT
- Data luas universitas - Data jumlah
mahasiswa
- RTR KPT Jatinangor - Kopertis
Wilayah IV Jawa Barat - Biro Akademik
Masing- Masing Universitas
‐ Pencarian data sekunder di
Bappeda Sumedang dan Jawa Barat
‐ Pencarian data sekunder di Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan masing-masing Universitas
Kualitatif
3. Mengidentifikasi jumlah dan perkembangan kamar sewa yang tersedia,
Data jumlah kamar sewa tahun 1980 - 2007
Masyarakat Wawancara semi-terstruktur
Kualitatif dan Kuantitatif
4. Mencari keterkaitan antara harga lahan dengan aktivitas penunjang pendidikan tinggi yang muncul, yaitu pondokan/kamar sewa.
- - -
Kuantitatif
(crosstabulation)
10
Teknik Pengumpulan Data
Adanya universitas akan mempengaruhi harga lahan di wilayah sekitarnya melalui berbagai explanatory variables atau variabel penyebab langsung yang ditimbulkannya, seperti dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
GAMBAR 1.3
GAMBARAN KETERKAITAN ANTARA ADANYA UNIVERSITAS DENGAN KENAIKAN HARGA LAHAN
Sumber: Hasil Analisis, 2007.
Salah satu explanatory variable yang akan dibahas dalam studi ini adalah
kegiatan penunjang pendidikan tinggi. Aktivitas pendidikan tinggi yang ada karena
ditetapkannya Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) di Kecamatan Jatinangor
memunculkan kebutuhan mahasiswa akan tempat tinggal dan kebutuhan akan berbagai
kegiatan penunjang lainnya. Sebagai bentuk responsif pasar dari kebutuhan tersebut,
permintaan terhadap lahan menjadi meningkat karena dibutuhkannya ruang sebagai
tempat berlangsungnya berbagai aktivitas penunjang kegiatan pendidikan tinggi tersebut,
sehingga kemudian harga lahan akan ikut meningkat. Gambaran mengenai keterkaitan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.3 sebagai berikut.
11
GAMBAR 1.4
GAMBARAN KETERKAITAN ANTARA ADANYA UNIVERSITAS DENGAN MUNCULNYA KEGIATAN PENUNJANG DAN KENAIKAN HARGA LAHAN
Sumber: Hasil Analisis, 2007.
Aktivitas penunjang kegiatan pendidikan tinggi yang muncul dari adanya KPT sangat beragam. Di dalam penelitian Mardianta (2001), disebutkan bahwa kegiatan pendidikan tinggi yang muncul di Jatinangor adalah pondokan/kamar sewa, kegiatan yang menyediakan kebutuhan sehari-hari (rumah makan, warung, toko kelontong), dan kegiatan yang menyediakan jasa (rental komputer dan internet, fotocopy, wartel, dan rental VCD).
Dari sekian banyak aktivitas tersebut, aktivitas yang paling utama adalah pondokan/kamar sewa karena kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan paling primer dari mahasiswa, sebagai akibat dari tidak disediakannya fasilitas tersebut oleh pihak universitas. Oleh karena itu, dalam studi ini identifikasi kegiatan penunjang pendidikan tinggi dibatasi hanya pada pondokan/kamar sewa.
Dengan demikian, dalam studi ini ada dua jenis data primer yang dikumpulkan
dari masyarakat, yaitu data harga lahan dan data jumlah kamar sewa. Data harga lahan
digunakan untuk menjelaskan perkembangan harga lahan di Kecamatan Jatinangor,
sementara data jumlah kamar sewa digunakan untuk menjelaskan penyebab dari kenaikan
harga lahan terutama di wilayah sekitar perguruan-perguruan tinggi yang tergabung
dalam KPT Jatinangor, melalui keterkaitan antara harga lahan dan jumlah kamar sewa.
12
1. Data Harga Lahan
Harga lahan yang diidentifikasi dalam studi ini merupakan harga lahan berdasarkan pasar lahan, bukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan untuk menetapkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena dari observasi terdapat perbedaan antara harga lahan berdasarkan NJOP dengan harga lahan yang sebenarnya.
Unit terkecil yang digunakan dalam studi ini adalah Rukun Warga (RW). Unit ini dipilih dengan pertimbangan unit ini telah dapat mewakili harga lahan di Kecamatan Jatinangor karena lebih detail daripada unit kelurahan, serta adanya keterbatasan tenaga dan waktu dari peneliti.
Cara mengumpulkan data harga lahan yang dilakukan pertama-tama adalah mencari peta detail dari Kecamatan Jatinangor dengan tujuan untuk mempermudah proses survei di lapangan. Peta detail tersebut berupa peta plot yang didapatkan dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Garut
1.
Langkah kedua adalah mendelineasi peta tersebut menjadi unit terkecil analisis dalam studi ini, yaitu Rukun Warga (RW). Informasi delineasi wilayah menjadi Rukun Warga didapatkan dari kantor-kantor desa di Kecamatan Jatinangor.
Kecamatan Jatinangor terdiri atas 12 desa, sementara setiap desa terbagi lagi menjadi 5 hingga 17 RW. Jumlah keseluruhan RW dalam Kecamatan Jatinangor adalah 128 RW. Jumlah RW tersebut dapat dilihat lebih jelas pada tabel sebagai berikut.
1
Sampai dengan bulan September 2007 pelayanan PBB Kabupaten Sumedang masih tercakup dalam area
pelayanan KP PBB Kabupaten Garut.
13
TABEL I.3
JUMLAH RW DI KECAMATAN JATINANGOR
No Desa Jumlah RW
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cipacing Mekargalih Cikeruh Sayang Jatimukti Cisempur Jatiroke Cintamulya Cibeusi Hegarmanah Cileles Cilayung
17 12 11 13 7 10
5 8 12 13 9 11 Jumlah Total 128
Kemudian, pemilihan responden dalam pengumpulan harga lahan dilakukan dengan teknik purposive/judgemental, yang merupakan salah satu bentuk dari non- probability sampling. Dalam teknik ini, peneliti memilih responden yang akan dijadikan sampel berdasarkan subjektivitas peneliti (Nachmias, 1981). Teknik ini digunakan karena tidak semua orang dapat memberikan informasi harga lahan, apalagi informasi harga lahan yang akan ditanyakan mencakup kurun waktu yang lama. Informasi harga lahan harus diberikan oleh orang-orang yang kompeten, yaitu orang-orang yang terbiasa melakukan jual-beli lahan atau orang yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dari Kantor Desa tersebut juga diminta informasi mengenai nama-nama Kepala RW serta rekomendasi orang-orang yang mengetahui harga lahan di wilayah tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menemui orang-orang yang direkomendasikan oleh
Kantor Desa di wilayah studi. Dowall (1991) melalui metode Land Market
Assessment menjelaskan bahwa untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai
harga lahan, perlu dilakukan wawancara lapangan terhadap paling sedikit tiga orang
yang mengetahui harga lahan di unit wilayah terkecil yang digunakan. Kemudian,
dari informasi dari tiga orang tersebut diambil median atau nilai tengahnya, sehingga
14
didapatkan hasil yang representatif. Karena Kecamatan Jatinangor terdiri dari 128 RW, jumlah responden yang diambil adalah 384 responden.
Orang-orang yang pertama ditemui untuk dimintai informasi mengenai harga lahan adalah para Kepala RW dan orang-orang yang telah direkomendasikan oleh Kantor Desa. Kemudian, apabila pada sebuah RW jumlah orang yang memberikan informasi harga lahan belum mencapai tiga orang, informasi mengenai orang-orang yang dapat memberikan informasi harga lahan tersebut kembali ditanyakan pada Kepala RW. Langkah selanjutnya adalah menemui orang-orang yang direkomendasikan oleh Kepala RW sehingga jumlah orang yang memberikan informasi harga lahan di RW tersebut mencapai tiga orang.
Informasi harga lahan yang diminta dari responden adalah harga lahan tanpa memasukkan nilai bangunan yang ada di lahan tersebut. Informasi harga lahan yang diminta juga mencakup variasi harga lahan di RW tersebut, sehingga harga lahan di sebuah RW terbagi lagi menjadi dua hingga tiga lapisan harga. Hal ini dilakukan karena beragamnya jenis dan letak lahan yang ada di setiap RW, sehingga setiap RW tidak cukup diwakili oleh satu harga saja. Berdasarkan observasi, jalan merupakan faktor utama yang membedakan harga lahan di sebuah RW.
Wawancara yang dilakukan terhadap responden adalah wawancara semi- terstruktur, yaitu wawancara terhadap responden yang bersifat bebas, tetapi tetap berpegangan pada outline atau panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Outline atau panduan wawancara tersebut berguna untuk memastikan bahwa seluruh materi yang ingin didapatkan telah ditanyakan kepada responden (Patton, 2002).
Adapun rentang waktu yang digunakan adalah 10 tahun, sehingga informasi mengenai harga lahan yang didapat mencakup tahun 1980, 1990, 2000, dan saat ini yaitu 2007. Tahun 1980 dipilih sebagai tahun awal karena pada tahun tersebut relokasi 4 perguruan tinggi yang tergabung dalam Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) Jatinangor belum dilakukan.
Rentang waktu 10 tahun dipilih karena sumber utama yang digunakan dalam
pengumpulan informasi harga lahan adalah survei primer berupa wawancara semi-
15
terstruktur terhadap responden yang kompeten. Rentang waktu 10 tahun merupakan rentang yang dirasakan paling sesuai untuk ditanyakan, karena berdasarkan observasi yang dilakukan responden mengalami kesulitan untuk menjawab apabila rentang waktu yang ditanyakan lebih kecil dari 10 tahun. Selain itu, rentang waktu ini dianggap telah cukup untuk dapat diolah secara time-series, karena metode time- series membutuhkan minimal 3 periode waktu untuk dapat dibandingkan.
2. Data Jumlah Kamar Sewa
Identifikasi jumlah kamar sewa tidak memungkinkan untuk dilakukan di seluruh RW di Kecamatan Jatinangor karena adanya keterbatasan tenaga, dana, dan waktu, serta kenyataan bahwa informasi jumlah kamar sewa tidak tersedia di tingkat RW melainkan di tingkat RT (1 RW terbagi lagi menjadi 4–5 RT). Oleh karena itu, dilakukan proses sampling untuk menentukan RW yang akan diidentifikasi jumlah kamar sewanya.
Jumlah RW yang dijadikan sampel adalah 30 dari 128 RW. Jumlah ini dipilih karena berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, 30 merupakan suatu jumlah minimal yang dapat memberikan suatu distribusi normal (Kachigan, 1986).
Kemudian, pemilihan RW dilakukan dengan cara purposive sampling dengan mengambil radius tertentu dari Kawasan Pendidikan Tinggi. Teknik purposive sampling ini dipilih karena berdasarkan observasi terjadi perbedaan kepadatan tempat tinggal mahasiswa pada jarak tertentu dari KPT. 30 sampel yang diambil tersebut disebar pada 3 wilayah, yaitu:
1. Wilayah yang berjarak sampai dengan 0,75 Km dari Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT). Berdasarkan hasil observasi, wilayah ini merupakan pusat tempat tinggal mahasiswa dari universitas-universitas yang tergabung di KPT yang paling padat. Jumlah sampel yang diambil dari wilayah ini adalah 12.
2. Wilayah yang berjarak sekitar 0,75 Km hingga 1,4 Km dari Kawasan
Pendidikan Tinggi (KPT). Berdasarkan hasil observasi, jumlah kamar sewa
16
yang ada di wilayah ini tidak sepadat wilayah sebelumnya. Jumlah sampel yang diambil dari wilayah ini adalah 7.
3. Wilayah yang berjarak lebih jauh dari 1,4 Km dari Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT). Berdasarkan hasil observasi, kamar sewa yang ada di wilayah ini sebagian besar digunakan oleh pegawai/buruh. Jumlah sampel yang diambil dari wilyah ini adalah 11.
RW-RW yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel I.4 sebagai berikut.
TABEL I.4
SAMPEL IDENTIFIKASI JUMLAH KAMAR SEWA
Jarak Desa RW Jumlah
< 0,75 Km
Cibeusi 3, 4
12
Sayang 12, 13
Cikeruh 3, 5
Hegarmanah 1, 3, 6, 8, 11, 13
0,75 – 1,4 Km
Cipacing 1, 9
7
Cibeusi 9
Sayang 7, 9
Jatiroke 1
Cileles 1
> 1,4 Km
Cipacing 6, 7, 12, 15 Mekargalih 1, 2, 11 11 Cintamulya 1, 2, 3, 4
TOTAL 30
Sementara letak dari RW-RW yang menjadi sampel tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1.5. Kemudian, data mengenai jumlah kamar sewa didapatkan dengan
melakukan wawancara dengan masyarakat atau tokoh RT di RW-RW yang dijadikan
sampel.
Batas Desa Batas Kecamatan Jalan Arteri
0 0,5 1 1,5 2 Km
GAMBAR 1.5 PETA WILAYAH PENGAMBILAN SAMPEL
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan
Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung
2007
KECAMATAN JATINANGOR
PL 40Z1 TUGAS AKHIR
Legenda
Jalan Tol
Sampel Wilayah I Sampel Wilayah II Sampel Wilayah III + 0,75 Km
+ 1,4 Km
18
1.5.2 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis kualitatif
Analisis kualitatif berupa deskripsi akan digunakan untuk memaparkan perkembangan harga lahan yang terjadi di wilayah studi. Penjelasan mengenai perkembangan harga lahan tersebut juga akan dilengkapi oleh pemetaan perkembangan harga lahan untuk mempermudah visualisasi. Pemetaan harga lahan dalam studi ini menggunakan software bernama SurfDem (DEM: digital elevation model), yaitu sebuah software yang biasa digunakan untuk memetakan ketinggian tanah. Dalam pemetaan tersebut, variabel ketinggian tanah diganti oleh harga lahan, sehingga dapat diketahui isovalue dari harga lahan tersebut. Isovalue ini memetakan harga lahan secara tiga dimensi, sehingga bukit-bukit harga lahan yang ada di Kecamatan Jatinangor akan dapat terlihat dengan jelas.
2. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mencari keterkaitan antara jumlah kamar sewa dan harga lahan. Untuk mencari keterkaitan tersebut, digunakan tes signifikansi dengan menggunakan chi-square. Chi-square (χ
2) merupakan suatu tes signifikansi yang menggunakan hipotesis awal (null hypothesis/Ho), yaitu asumsi bahwa tidak ada keterkaitan antara dua variabel yang diuji (Babie, 1983).
1.6. Manfaat Studi
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari perkembangan perguruan tinggi di Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) Jatinangor terhadap dinamika harga lahan di wilayah sekitarnya, melalui identifikasi perkembangan harga lahan serta keterkaitan antara harga lahan dan jumlah kamar sewa. Studi ini memiliki manfaat baik secara akademis maupun praktis.
Manfaat akademis merupakan manfaat yang berkaitan dengan Perencanaan
Wilayah dan Kota. Manfaat akademis dari studi ini adalah untuk memberikan
pengetahuan mengenai dampak dari kegiatan pendidikan tinggi terhadap dinamika harga
lahan di wilayah sekitarnya. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat memberikan
19
pemahaman bahwa adanya suatu aktivitas baru di suatu wilayah akan memiliki pengaruh terhadap perubahan harga lahan di wilayah sekitarnya. Manfaat akademis berikutnya adalah untuk menambah pengetahuan mengenai teknik mendapatkan informasi harga lahan. Pengetahuan ini penting karena informasi mengenai harga lahan merupakan salah satu input penting bagi perencanaan.
Sedangkan manfaat praktis dari studi ini antara lain adalah sebagai pembanding atau referensi penetapan NJOP, karena kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa seringkali nilai NJOP tersebut berada di bawah nilai pasar atau undervalued. Studi ini juga memberikan gambaran mengenai kondisi harga lahan di Kecamatan Jatinangor sejak tahun 1980 hingga sekarang. Informasi harga lahan tersebut dapat digunakan untuk berbagai kepentingan perencanaan, seperti perencanaan infrastruktur, serta manajemen pertumbuhan kota dan wilayah
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan di dalam studi ini adalah sebagai berikut.
Bab 1 Pendahuluan
Bagian ini menerangkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan wilayah studi, metode studi yang terdiri dari metode pengumpulan data dan metode analisis, manfaat studi, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Literatur
Tinjauan literatur memberikan penjelasan mengenai lahan, yang mencakup pengertian lahan, nilai lahan dan harga lahan, peningkatan harga lahan, dan variabel-variabel penentu harga lahan; pengaruh universitas terhadap wilayah di sekitarnya; informasi harga lahan; serta teori mengenai sampling dan uji independen antara dua faktor.
Bab 3 Gambaran Umum Wilayah Studi
Gambaran umum wilayah studi terdiri penjelasan mengenai perkembangan KPT
Jatinangor, yang meliputi kebijaksanaan pembangunan KPT Jatinangor, sejarah
perkembangan kampus, perkembangan kampus dan mahasiswa; serta
20
perkembangan Kecamatan Jatinangor yang meliputi karakteristik kependudukan dan guna lahan Kecamatan Jatinangor.
Bab 4 Analisis
Bagian analisis terdiri dari penjelasan mengenai perkembangan harga lahan di Kecamatan Jatinangor, yang meliputi perkembangan harga lahan di Kecamatan Jatinangor; isovalue harga lahan di Kecamatan Jatinangor; serta keterkaitan antara harga lahan dengan jumlah kamar sewa yang meliputi perkembangan jumlah kamar sewa di wilayah yang berbatasan langsung dengan KPT (Radius I), di wilayah yang tidak berbatasan langsung dengan KPT (Radius II), di wilayah yang tidak berbatasan langsung dengan KPT (Radius III), dan kesimpulan keterkaitan antara harga lahan dan jumlah kamar sewa.
Bab 5 Penutup
Bagian ini memaparkan temuan studi dan kesimpulan yang didapat, kelemahan
studi, rekomendasi, serta saran untuk studi lanjutan.
21
GAMBAR 1.6
KERANGKA PEMIKIRAN
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Bandung
Peningkatan Kebutuhan Akan Lahan Kebijakan Pengembangan Ke Wilayah Eksternal Kota Bandung
Penetapan KPT Jatinangor untuk mengurangi beban Kota Bandung sebagai pusat pendidikan
Perubahan Guna Lahan
Peningkatan Jumlah Mahasiswa Setiap Tahun
Muncul Kebutuhan Terutama Untuk Tempat Tinggal
Permintaan Akan Lahan Meningkat Supply Lahan Bersifat Tetap
Perubahan Harga Lahan
Identifikasi Perkembangan Jumlah Mahasiswa Identifikasi Perkembangan
Pondokan dan Kosan Identifikasi Perubahan
Harga Lahan
Kesimpulan
Masukan untuk Perencanaan Guna Lahan di Jatinangor
Tidak Adanya Informasi Dinamika Harga Lahan Akibat Penetapan KPT
Uji Keterkaitan
Identifikasi Dinamika Harga Lahan di Sekitar Perguruan Tinggi di Kecamatan Jatinangor