4.1. Nilai Kekerasan
Hasil pengujian kekerasan Rockwell B pada spesimen yang diaduk dengan kecepatan putaran 320 rpm menghasilkan data seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Hasil Uji Kekerasan Spesimen Hasil Putaran 320 rpm
KodeSpesimen Pusat
(HRB) Tengah
(HRB) Tepi (HRB)
Rata- rata (HRB)
N 33.8 34 34 33.93 M1 34.2 34.4 34.5 34.37 M2 34 34.3 34.4 34.23 M3 34.2 34.5 34.7 34.47 M4 34.02 34.38 34.6 34.33 M5 34.01 34.5 34.4 34.30 rata-rata 34.09 34.42 34.52 34.34
Hasil uji kekerasan pada spesimen putaran 500 rpm ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Hasil Uji Kekerasan Spesimen Hasil Putaran 500 rpm
KodeSpesimen Pusat
(HRB) Tengah
(HRB) Tepi (HRB)
Rata- rata (HRB)
M6 35.2 35.4 35.5 35.37 M7 35.5 35.5 35.5 35.50 M8 35.4 35.7 35.7 35.60 M9 35.6 35.5 35.8 35.63 M10 35.7 35.7 35.8 35.73 rata-rata 35.48 35.56 35.66 35.56
Hasil uji kekerasan pada spesimen putaran 700 rpm ditunjukkan pada tabel 4.3.
Kode
Spesimen Pusat
(HRB) Tengah
(HRB) Tepi (HRB)
Rata- rata (HRB) M11 35.9 36.1 36.3 36.17 M12 36.2 36.2 36.5 36.4 M13 36.1 36.4 36.4 36.3 M14 36 36.2 36.3 36.2 M15 35.9 36.3 36.3 36.17 Rata-rata 36.02 36.24 36.36 36.20
Tabel 4.3. Data Hasil Uji Kekerasan Spesimen Hasil Putaran 700 rpm
34.34
35.56
36.2
34 34.5 35 35.5 36 36.5
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Kekerasan (HRB)
Kekerasan rata-rata
Gambar 4.1. Grafik tabel kekerasan rata-rata tiap kecepatan adukan
Setelah pengambilan data kekerasan maka diadakan uji hipotesa untuk mengetahui apakah kenaikan kekerasan signifikan atau tidak. Dibawah ini adalah contoh perhitungan uji hipotesa antara spesimen kecepatan putaran pengadukan pertama dengan ingot. (H
0: kekerasan sama dengan 33.93 HRB ; H
1: kekerasan tidak sama dengan 33.93 HRB)
H
0= µ = 33.93 H
1= µ ≠ 33.93
1 1
1 1
2
−
−
= ∑ ∑
= =
n n x x S
n i
n i
i i
( ) ( )
1 5
5
3 . 34 33 . 34 47 . 34 23 . 34 37 . 3 34 . 34 33 . 34 47 . 34 23 . 34 37 . 34
2 2
2 2 2
2
−
+ + +
− + +
+ + +
=
S4
178 . 5896 21 . 5896 −
=
S0079 .
= 0
SS n t0 x
− µ
0=
0079 5 . 0
93 . 33 341 . 34
0
= −
t0
=
t
116.3321
776 .
4
2
, 025 . 0 1 ,
2 −
=
t=
tα n
1 , 2 0
>
t n−t α →
tolak Ho
8.57 > 2.776 →tolak Ho
Jadi pada perhitungan diatas dapat diketahui bahwa µ (320 rpm) ≠ 33.93 atau nilai kekerasan berbeda signifikan antara ingot dengan spesimen hasil pengadukan 320 rpm. Pada tabel 4.4. dibawah ini akan ditunjukkan hipotesa kenaikan kekerasan antar kecepatan pengadukan.
Tabel 4.4. Hasil Uji Hipotesa
Perbandingankekerasan Hasil uji hipotesa 320 rpm-N Signifikan 500 rpm-320 rpm Signifikan 700 rpm-500 rpm Signifikan
Catatan: Signifikan jika µ≠33.93 ; Tidak signifikan jika µ=33.9
Untuk hasil uji hipotesa tiap lokasi spesimen ditampilkan dalam tabel 4.5.
dibawah ini.
Tabel 4.5. Hipotesa Perbandingan Kekerasan Tiap Lokasi
putaran(rpm)
Tengah-
pusat tepi- tengah 320 TS TS 500 TS TS 700 TS TS
Catatan: S : Signifikan; TS : Tidak signifikan
Jika melihat hasil yang ditunjukkan oleh tabel 4.5. maka dapat diambil kesimpulan bahwa variasi lokasi pada pengujian kekerasan spesimen tidak berpengaruh, atau kekerasan pada tiap lokasi spesimen adalah homogen.
Kekerasan pada tiap lokasi spesimen yang homogen dapat terjadi dikarenakan oleh proses pengadukan yang dialami yang menyebabkan lebih homogen sehingga struktur mikro jika dilihat terhadap lokasi tidak jauh berbeda.
4.2. Pengamatan Struktur Mikro
4.2.1. Struktur Mikro Logam Induk
Sebelum membahas tentang hasil pengujian spesimen produk stir casting maka penting untuk mempelajari bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini.
Bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini adalah Al seri ADC-12 (SAE 383).
ADC-12 adalah suatu paduan Al-Si-Cu dengan perbandingan persentase berat
84,53 : 10,8 : 2,53. Nilai kekerasan dari ADC 12 adalah 75 HB atau sekitar 33.6
HRB (Davis, 1993). Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian kekerasan
ingot dan dihasilkan nilai kekerasan 33.93 HRB Dengan melihat kandungan Si
dalam paduan ADC-12 yang hanya 10,8% maka paduan ini merupakan paduan
Al-Si hipoeutektik. Pada gambar 4.2. diperlihatkan diagram fasa Al-Si serta foto
struktur mikro pada masing-masing tingkat paduan Al-Si.
Gambar 4.2. Diagram fasa Al-Si (Kathleen Mills, 2000)
Pada pengamatan metalografi dilakukan pengambilan foto struktur mikro ingot dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran berturut-turut 200x dan 400x. Foto yang diperoleh menunjukkan struktur mikro ingot memiliki bentuk struktur mikro Al-Si paduan hipoeutektik. (Bandingkan gambar 4.2.
dengan gambar 4.1. foto 8% Si)
(a)
(b)
Gambar 4.3. Foto ingot struktur mikro ADC-12
Karakteristik paduan Al-Si hipoeutektik adalah terdapatnya Si yang mengendap diantara batas butir Al. Pada foto struktur mikro ingot tersebut, struktur mikro ingot terdiri dari butir berwarna terang dan batas butir, dimana Si mengendap diantara batas butir Al. Dengan mengamati fasa diatas maka fasa yang terbentuk dalam logam induk ADC-12 adalah dua fasa yaitu larutan padat α yang berwarna terang, dan fase yang berwarna gelap. Fase yang berwarna gelap adalah fasa eutektik yang terdiri dari Si dan α.
Ingot inilah yang kemudian dilebur dan dibuat spesimen dengan menambahkan serbuk AG dengan menggunakan metode stir casting.Dalam proses pembuatan spesimen dengan stir casting dilakukan pengadukan dan kemudian perubahan dalam struktur mikronya diamati. Perubahan yang terjadi dapat diidentifikasi dengan mikroskop optik. Pada bagian selanjutnya dibahas perubahan struktur mikro yang terjadi pada setiap kecepatan pengadukan.
4.2.2. Struktur Mikro Hasil Kecepatan Pengadukan 320 rpm
Pembuatan spesimen pada penelitian ini pertama-tama divariasi pada
kecepatan pengadukan 320 rpm. Pada kecepatan pengadukan ini menghasilkan
perubahan struktur mikro Al. Foto struktur mikro spesimen hasil kecepatan
pengadukan 320 rpm dapat dilihat pada gambar 4.4.
A
Lengan dendrit Al
(a)
Si diantara batas butir
(b)
Struktur eutektik Si - α
(c)
Gambar 4.4. (a) Foto struktur mikro spesimen kecepatan pengadukan 320 rpm.
(a) lokasi tepi (b) lokasi tengah (c) lokasi pusat.
(A) Si yang menyerupai serat mengendap diantara batas butir Al. (B) Bentuk butiran Al berupa dendrit
Hasil foto struktur mikro spesimen ini sama dengan foto yang
ditunjukkan oleh ingot, dimana masih terlihatnya batas butir Al yang berstruktur
dendriktik dan unsur Si yang mengendap diantara batas butir Al tersebut. Namun
sedikit perbedaan adalah ukuran lengan dendrit Al yang lebih kecil dibanding
ingot. Pengecilan lengan dendrit disebabkan oleh waktu pendinginan spesimen
lebih cepat daripada ingot, karena spesimen mengalami proses pengadukan sehingga terjadi perpindahan panas yang lebih besar dibanding ingot. Dari hasil pengujian kekerasan yang menggunakan Rockwell B didapat bahwa kekerasan adalah 34.34 HRB. Berarti ada peningkatan kekerasan sekitar 1.18 % dibanding kekerasan ingot. Faktor penyebab naiknya kekerasan pada spesimen ini salah satunya dikarenakan perbedaan ukuran lengan dendrit yang lebih kecil pada struktur mikro (Kalpakjian, 2001). Pembekuan yang terjadi pada spesimen lebih cepat dapat terjadi karena spesimen mengalami proses pengadukan sehingga perpindahan panas antara logam cair dengan udara lebih besar.
4.2.3. Struktur Mikro Hasil Kecepatan Pengadukan 500 rpm
Variasi kecepatan pengadukan yang kedua adalah 500 rpm. Gambar 4.4.
menunjukkan hasil pengamatan struktur mikrokecepatan pengadukan 500 rpm.
Selain itu juga dilakukan pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop
elektron Scanning Electron Microscope (SEM). Untuk mengidentifikasi
komposisi kimia maka dalam spesimen ini dilakukan analisa titik menggunakan
EDAX.
Al tidak dendritik
(a)
Si terpatah-patah
(b) Al tidak dendritik
Si tersebar
(c)
Gambar 4.5. Foto struktur mikro spesimen kecepatan pengadukan 500 rpm. (a)
Foto lokasi tepi,(b) Foto lokasi tengah.(c) Foto lokasi pusat.
Pada kecepatan pengadukan 500 rpm ini menunjukkan hasil bahwa Si tidak lagi terdapat dalam batas butir Al, dan perubahan struktur butir pada Al yang tidak lagi dendritik. Jika dibandingkan dengan hasil foto struktur mikro kecepatan 320 rpm, hasil foto struktur mikro diatas tidak lagi sama. Jika pada foto putaran 320 rpm struktur mikro Al secara umum berbentuk dendritik dan butiran Si mengendap antara butir, maka pada putaran 500 rpm struktur mikro telah mengalami perubahan seperti yang dijelaskan diatas.
Pengamatan fasa struktur mikro (SEM) dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) Bandung. Gambar 4.5. adalah hasil pengambilan gambar spesimen putaran 500 rpm dengan menggunakan SEM.
Pengambilan gambar berturut-turut dengan perbesaran 150x, 1000x, 2000x.
Al
Si
SiKaya Al
(a) (b)
Si
A
Kaya
Al
(c)
Gambar 4.6. Foto SEM sampel M7. (a) ; (b) ; (c) foto SEM perbesaran 2000x
Dari hasil SEM spesimen 500 rpm ini dapat dilihat semakin jelas pada perbesaran 1000x dan 2000x ini bahwa susunan Si tidak lagi terdapat dalam batas butir Al yang dendritik, melainkan berstruktur patah-patah (needle like) dan tersebar.
Untuk mengidentifikasi kandungan kimia dalam logam maka pada spesimen ini juga dilakukan analisis titik menggunakan EDAX (Energy
Dispersive Analysis X-Ray). Ada 3 (tiga) buah titik dengan lokasi yang berlainanyang dianalisa. Hasil dari analisa berturut-turut akan ditunjukkan pada gambar 4.6.
Si
Logam induk
(a) (b)
Si
(c)
Gambar 4.7. Lokasi analisis EDAX spesimen. (a) Lokasi di logam induk Al (b) Lokasi di serat Si (c) Lokasi di serat Si
Tabel 4.6. Komposisi Kimia Unsur Hasil EDAX
Unsur %massaAl 82,06%
C 9,07%
Pt 8,88%
(a)
Unsur %massa Si 89,25%
Al 0,76%
Pt 9,99%
(b)
Unsur %massa Si 80,85%
C 8,83%
O 0,99%
Pt 9,34%