• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DILAKUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DILAKUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB IV

LANGKAH-LANGKAH

YANG DAPAT DILAKUKAN

PEMERINTAH DAERAH DALAM

MENGHADAPI DAMPAK KRISIS

KEUANGAN GLOBAL

Dalam paparan bab-bab terdahulu telah disampaikan bahwa dampak krisis keuangan global sudah mulai dirasakan oleh perekonomian Indonesia. Segala upaya dari sisi moneter dan fiskal nasional, serta upaya untuk memperkuat sektor riil sudah mulai dikerahkan untuk mengantisipasi dampak krisis terhadap ketahanan ekonomi Indonesia. Dana APBN 2009, bersama konsumsi masyarakat, bahkan sangat diharapkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 ini sehingga keberhasilan pelaksanaan APBN itu akan berperan penting bagi Pemerintah dan perekonomian Indonesia, yang disisi lain ekspor dan investasi diperkirakan akan mengalami perlemahan. Dalam sistem pemerintahan yang sudah terdesentralisasi, segala upaya pemerintah pusat melalui kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil tidak banyak berarti kalau tidak disertai dengan upaya yang sama kerasnya dan seriusnya dari Pemerintah Daerah. Dengan sistem yang ada saat ini serta mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, praktis sebagian besar kewenangan pemerintahan sudah berada di tangan Pemerintah Daerah. Dari segi hubungan keuangan pusat dan daerah, banyak hal yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah untuk memperkuat fiskal nasional dan menciptakan stimulus pertumbuhan dari APBD mereka sendiri, serta memperkuat sektor riil di daerahnya. Bab ini berupaya menjelaskan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan panduan atau acuan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan koordinasi dan konsultasi publik untuk merespon kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah Pusat dalam mengurangi dampak krisis keuangan global.

(3)

Dalam upaya menghadapi dampak krisis ekonomi global, pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah untuk : (1) Mengamankan pelaksanaan APBD 2009; (2) Mendukung penguatan pada sektor moneter dan sektor keuangan; (3) Mendukung penguatan sektor riil didaerah

4.1 Pengamanan Pelaksanaaan APBD 2009

Langkah strategis untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah dapat dilakukan melalui optimalisasi penyiapan APBD TA 2009, meliputi:

1. Efektifitas anggaran (alokasi, distribusi dan stabilisasi), dalam hal: a. Pemberdayaan ekonomi masyarakat (empati pada kaum miskin). b. Pembangunan infrastruktur.

c. Rasionalisasi pajak dan restribusi. d. Penggunaan produk dalam Negeri.

e. Pembatasan atau penundaan belanja pada jenis belanja tertentu. 2. Peningkatan daya serap anggaran, melalui:

a. Percepatan proses penetapan APBD dan DIPA. b. Percepatan proses penggadaan.

c. Penyusunan rencana penyerapan dana untuk setiap kegiatan (cash flow) dan peningkatan kapasitas aparatur keuangan daerah.

d. Hindari adanya SILPA di akhir tahun anggaran (khususnya sisa belanja).

e. Belanja Hibah dan Bantuan harus betul-betul di efektifkan dan akuntabilitasnya perlu ditingkatkan.

f. Buat klausal kondisi darurat dalam PERDA penetapan APBD untuk meningkatkan fleksibilitas anggaran dan menghindari implikasi hukum.

3. Mengembangkan kebijakan atau kegiatan yang inovatif (berdasarkan nilai-nilai potensi lokal).

4. Penghematan penggunaan energi.

5. Bangun kerjasama swasta dan pemerintah daerah, antara swasta, dan antar pemerintah daerah (sinergitas sumber daya maupun pasar).

4.2 Penguatan Sektor Moneter dan Sektor Keuangan

4.2.1 Penguatan Sektor Moneter

Upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mengurangi dampak dari krisis keuangan global adalah dengan memperkuat peran tim

pengendalian inflasi daerah. Tim pengendalian inflasi daerah ini

Optimalisasi penyiapan APBD TA 2009 adalah langkah strategis untuk menjaga pertumbuhan di daerah

Perkuatan peran tim pengendali inflasi daerah adalah salah satu upaya di sektor moneter untuk mengurangi dampak krisis keuangan global

(4)

melibatkan Bank Indonesia, BPS, dinas-dinas yang berhubungan dengan sektor perdagangan, Bappeda, Dinas Perhubungan, dan dinas-dinas yang terkait dengan pungutan. Dinas-dinas yang terkait dengan sektor perdagangan diperlukan perannya dalam hal menjaga kelancaran distribusi barang. Dinas Perhubungan berperan dalam memastikan ketersediaan infrastruktur untuk dapat mendukung distribusi barang. Sementara, dinas yang terkait dengan pungutan perlu disertakan untuk mencegah terjadinya pungutan-pungutan liar yang menjadi salah satu faktor penyebab inflasi di daerah. Peran serta aktif dari masing-masing pihak tersebut sangat diperlukan untuk dapat menjaga stabilisasi inflasi daerah agar target inflasi nasional dapat tercapai.

Upaya kedua yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam sektor moneter adalah melakukan operasi pasar untuk memantau stabilitas harga bahan-bahan kebutuhan pokok. Mengingat bahwa inflasi daerah memberikan kontribusi yang relatif besar yakni 73 persen dari inflasi nasional, pemantauan yang seksama dari pergerakan harga bahan-bahan kebutuhan pokok di daerah melalui operasi pasar menjadi sangat penting agar inflasi daerah dapat tetap terkendali.

4.2.2 Penguatan Sektor Keuangan

Sektor Perbankan. Di dalam sektor perbankan, Bank

Pembangunan Daerah diharapkan dapat diperkuat perannya melalui

reorientasi strategi bisnis dalam rangka mengembangkan perekonomian

di daerahnya. Dengan strategi bisnis yang diarahkan pada pengembangan perekonomian daerah, maka diharapkan Bank Pembangunan Daerah dapat berperan lebih optimal dalam mendukung pembangunan di daerah.

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperkuat sektor perbankan di daerah adalah melalui pengembangan alternatif

pembiayaan lain seperti melalui sistem bagi hasil (pembiayaan syariah).

Karakteristik pembiayaan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, pembiayaan syariah akan menjadi alternatif sistem perbankan di daerah yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Salah satu penyebab dari kurang berkembangnya sektor perbankan dan lembaga keuangan non bank di daerah adalah terbatasnya

Melakukan operasi pasar adalah bentuk upaya lain di sektor moneter untuk memantau stabilitas harga bahan-bahan kebutuhan pokok Penguatan sektor keuangan dilakukan melalui reorientasi strategi bisnis, pengembangan alternatif pembiayaan lain, perkuatan Biro Informasi Kredit daerah, lembaga keuangan non bank dan memperluas layanan lembaga keuangan

(5)

informasi mengenai kondisi perusahaan-perusahaan dan calon-calon debitur di daerah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penguatan dalam

Biro Informasi Kredit di daerah. Tugas dari Biro Informasi Kredit adalah

menghimpun dan menyimpan data debitur, kemudian mengolah, mempertukarkan dan mendistribusikan data tersebut sebagai informasi debitur dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi lembaga keuangan. Dengan kuatnya peran Biro Informasi Kredit di daerah, terutama untuk sektor UMKM, diharapkan lembaga-lembaga keuangan tersebut bersedia memperluas jangkauan pelayanannya hingga ke daerah-daerah yang saat ini belum terjangkau karena dapat memperoleh informasi mengenai calon-calon debitur yang sebelumnya tidak dapat diketahui perilaku kreditnya.

Lembaga Keuangan Non Bank termasuk Pembiayaan Mikro. Salah satu keterbatasan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga keuangan non bank di daerah adalah keterbatasan modal. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikembangkan kerja sama antara lembaga-lembaga

keuangan non bank di daerah agar lembaga-lembaga tersebut dapat

saling membantu dalam hal penyediaan modal. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, melalui pengembangan sistem dana bergulir antar lembaga-lembaga tersebut.

Pelayanan lembaga keuangan sebagian besar masih hanya dilakukan di daerah perkotaan. Untuk memperkuat sektor keuangan non bank di daerah, pemerintah daerah perlu memperluas jangkauan

pelayanan dari lembaga-lembaga keuangan di daerah agar jasa

pembiayaan lembaga-lembaga ini dapat juga dinikmati oleh dareah-daerah yang relatif lebih tertinggal. Perluasan jangkauan pelayanan ini dapat dilakukan sejalan dengan perkuatan Biro Informasi Kredit di daerah, sebagaimana telah dijelaskan di bagian sebelumnya.

Selain melalui kerja sama antara lembaga-lembaga keuangan dalam hal penguatan modal, lembaga keuangan non bank juga perlu

meningkatkan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk dapat

memperkuat permodalannya. Kerja sama dengan pemerintah daerah ini juga dapat membantu lembaga-lembaga keuangan non bank ini dalam hal legalitas, mengingat banyaknya lembaga keuangan yang pelayanannya menjadi terhambat karena belum memiliki status hukum. Dengan adanya kerja sama dengan pemerintah daerah setempat, diharapkan lembaga-lembaga keuangan ini dapat memperoleh kepastian dalam hal status hukumnya.

Untuk mendukung tumbuhnya wirausaha-wirausaha baru (new start-up enterpreneurs) maka perlu dikembangkan perusahaan modal ventura daerah yang bekerja sama dengan lembaga- lembaga pendukung

(6)

lainnya, terutama pusat inovasi daerah. Dalam rangka mitigasi di daerah-daerah yang rawan bencana, perlu dikembangkan skim-skim asuransi mikro yang terutama ditujukan bagi rumah tangga miskin. Perusahaan sewa guna usaha (leasing) juga perlu dikembangkan di daerah, terutama untuk mendukung petani, nelayan dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam pengadaan peralatan usahanya, seperti traktor mini, perahu bermesin, mesin bubut dan mesin pengolah lainnya.

4.3 Penguatan Sektor Riil

4.3.1 Bidang Perindustrian

Implementasi pembangunan industri nasional dilakukan secara sinergi dan terintegrasi di seluruh daerah, dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu:

1. Pengembangan 32 Klaster Industri Prioritas yang dipilih berdasarkan kemampuan nasional untuk bersaing di pasar domestik dan internasional.

2. Pengembangan industri pengolahan komoditi unggulan daerah menuju Kompetensi Inti Industri Daerah (pemberdayaan produk industri unggulan daerah).

Dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan kompetensi

inti industri dapat diberikan dalam bentuk:

a) Pemerintah daerah bertanggung jawab sepenuhnya untuk membangun perekonomian daerah, termasuk sektor industri;

b) Sebagai langkah awal diperlukan perencanaan ekonomi makro daerah yang mampu meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan, yang bertumpu pada pertumbuhan investasi dan ekspor;

c) Prinsip dasar kebijakan ekonomi daerah: reformasi perekonomian, inovasi lokal dan efisiensi;

d) Dalam membangun sektor industri daerah harus selaras dengan Kebijakan Industri Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Perpres 28 Tahun 2008, yaitu dengan pendekatan Kompetensi Inti Industri Daerah;

e) Pemda harus berani memberikan insentif yang memadai untuk menarik investor, dan khusus untuk industri manufaktur perlu diberikan perhatian lebih kepada perizinan, AMDAL, pertanahan dan infrastruktur.

4.3.2 Bidang Pertanian dan Perkebunan

Langkah pengurangan dampak krisis ekonomi terhadap ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga maupun di tingkat individu dilakukan

Di bidang Perindustrian, perkuatan dilakukan dengan pengembangan klaster industri prioritas dan pengembangan kompetensi inti industri Di bidang pertanian dan perkebunan, penguatan dilakukan melalui kebijakan pemantapan ketahanan pangan, pengembangan komoditas perkebunan dan tanaman holtikultura

(7)

secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui langkah-langkah pemantapan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan nasional yang telah ada, diharapkan dapat diperkuat di tingkat daerah. Kebijakan nasional tersebut meliputi peningkatan produksi dan produktivitas pangan; penguatan kelembagaan pertanian, khususnya permodalan dan penelitian; perlindungan kepada petani; penguatan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; peningkatan manajemen distribusi pangan; stabilisasi harga pangan nasional; serta peningkatan diversifikasi pangan. Sementara itu, di tingkat daerah penguatan kebijakan ketahanan pangan dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

(i) Memperkuat kelembagaan pertanian lokal,

(ii) Memfasilitasi petani dalam mengakses sumberdaya produktif, misalnya permodalan dan sarana prasarana pertanian,

(iii) Memperkuat cadangan pangan di tingkat daerah dan masyarakat, (iv) Penyediaan infrastruktur yang mendukung distribusi pangan, dan (v) Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal.

Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah daerah terkait dengan upaya untuk mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap

pengembangan komoditas perkebunan antara lain:

(i) Dalam kerangka otonomi daerah, dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan investasi di daerahnya, maka perlu adanya langkah-langkah untuk menarik para investor untuk masuk ke dalam bidang perkebunan di daerahnya. Dalam mendukung hal tersebut, maka perlu adanya kemudahan ijin bagi investasi tersebut,

(ii) Pemanfaatan dan penyediaan sumber daya, khususnya sumber daya lahan,

(iii) Memfasilitasi pembiayaan bagi usaha perkebunan, khususnya perkebunan rakyat, melalui skim-skim pembiayaan yang menguntungkan,

(iv) Mendorong terbangunnya pabrik pengolahan produk perkebunan di daerahnya sehingga dapat meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan, serta

(v) Mendorong terciptanya diversifikasi pasar.

Pengembangan tanaman hortikultura yang dapat dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam rangka mengurangi dampak krisis ekonomi adalah:

(i) Meningkatkan mutu dan daya saing produk hortikultura yang berbasis komoditas lokal,

(ii) Diversifikasi pasar komoditas hortikultura dan meningkatkan akses petani ke pasar,

(8)

(iii) Mendorong investasi melalui peran swasta daerah, khususnya melalui perluasan areal tanam,

(iv) Mendorong industri benih lokal,

(v) Meningkatkan pemanfaatan lahan tidur, serta

(vi) Memfasilitasi terciptanya kemitraan yang saling menguntungkan antara pelaku bisnis dengan petani.

4.3.3 Bidang Peternakan

Peran pemerintah daerah dalam rangka memperkuat pembangunan peternakan untuk mengurangi dampak krisis ekonomi

antara lain:

(i) Mendorong produksi bahan baku pakan ternak khususnya jagung sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan impor, (ii) Mendorong terciptanya integrasi vertikal dengan menerapkan

pola-pola kemitraan (contract farming) dimana para peternak bergabung dengan perusahaan inti sehingga dapat meningkatkan jumlah dan kualitas komoditas peternakan tersebut, serta

(iii) Memperkuat fungsi-fungsi pengawasan penyakit yang berhubungan dengan hewan seperti flu burung, anthrax, dan penyakit lainnya.

4.3.4 Bidang Kelautan dan Perikanan

Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah daerah terkait dengan upaya untuk memperkuat pasar domestik antara lain:

(1) Pembenahan peraturan dan sistem perijinan yang menjadi kewenangan daerah dalam rangka peningkatan investasi daerah; (2) Penguatan pasar ikan tradisional;

(3) Pengembangan sarana dan prasarana pengolah dan pemasaran ikan yang menjadi kewenangan daerah;

(4) Mengembangkan pola kemitraan usaha perikanan;

(5) Pembinaan dan penyuluhan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan;

(6) Mengembangkan alternatif pekerjaan berbasis perikanan; dan (7) Meningkatkan sistem kelembagaan nelayan, pembudidaya dan

pengolah ikan.

Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain:

(1) Meningkatkan produksi perikanan tangkap dan budidaya skala kecil melalui pengembangan sarana dan prasarana perikanan termasuk di pulau-pulau kecil, antara lain saluran tambak tersier, pangkalan pendaratan ikan, dan input yang terjangkau dan tepat waktu, serta penyediaan modal usaha;

Upaya memperkuat pasar domestic dan ketahanan pangan adalah langkah-langkah untuk perkuatan bidang kelautan dan perikanan

(9)

(2) peningkatan diversifikasi produk olahan ikan melalui pengembangan industri pengolahan tingkat rumah tangga;

(3) menjamin keamanan produk pangan bersumber ikan melalui pengawasan dan pengendalian penggunaan bahan berbahaya dalam proses produksi, seperti formalin.

4.3.5 Bidang Kehutanan

Pemerintah daerah sangat dipengaruhi oleh para pemangku kepentingan lain dalam pengelolaan yang berkaitan dengan hutan, yang sistem produksinya cenderung merusak hutan. Oleh karena itu,

penguatan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan dapat

mengarah pada keadilan (equity) yang lebih baik dan pemanfaatan sumber daya yang lebih berkelanjutan. Pemerintah daerah akan memerlukan dukungan dan pengawasan dari lembaga luar untuk mengelola sumber daya secara tepat (Kaimowitz, 1998 dalam Resosudarmo dan Colfer, 2003). Selain itu, desentralisasi telah menciptakan sejumlah peluang baru bagi masyarakat dan produsen kayu skala kecil untuk memperoleh kendali langsung atas sebagian royalti kayu.

Sejauh ini temuan berkaitan dengan proses desentralisasi di Indonesia menunjukkan bahwa kawasan lindung dan konservasi berpotensi menghadapi kemungkinan resiko yang lebih tinggi pada masa otonomi daerah. Akan bijaksana apabila semua pemangku kepentingan yang terlibat memandang otonomi daerah tidak hanya sebagai kekuasaan atas sumber daya, tetapi juga sebagai tanggung jawab.

4.3.6 Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi dampak krisis keuangan global di bidang energi dan sumberdaya mineral adalah:

(i) Pemerintah daerah ikut memantau ketersediaan dan distribusi BBM di wilayahnya, melaporkan kelangkaan serta masalah-masalah yang berkaitan dengan distribusi BBM;

(ii) Pemerintah daerah memantau pelayanan listrik, serta terjadinya kasus-kasus pemadaman listrik dan kekurangan pasokan listrik di wilayahnya;

(iii) Pemerintah daerah bekerjasama dengan PT PLN dan PT Pertamina membicarakan mutu pelayanan BBM dan listrik di wilayahnya serta berusaha bersama merumuskan langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pelayanan energi yang diberikan oleh kedua BUMN tersebut;

(10)

(iv) Dalam hal di wilayahnya terdapat sumber-sumber gas bumi atau infrastuktur pemrosesan dan penyaluran gas bumi yang telah dikembangkan, Pemerintah Daerah meminta kepada PT PGN, produsen/transporter gas bumi yang bersangkutan atau Pemerintah Pusat agar di wilayahnya juga diadakan pelayanan gas bumi;

(v) Pemerintah daerah melakukan persiapan untuk mampu menyiapkan RUED (Rencana Umum Energi Daerah), yang telah diamanatkan oleh UU 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Agar dapat melakukan tugas ini, Pemerintah Daerah segera melakukan usaha meningkatkan kapasitas institusinya, terutama kemampuan sumberdaya manusia aparatnya;

(vi) Pemerintah daerah mengajak penduduk di wilayahnya untuk dapat mengkonsumsi energi secara hemat dan membudayakan kebiasaan ini;

(vii) Pemerintah daerah ikut mempromosikan agar penyediaan energi dilakukan dengan mengutamakan sumber-sumber daya energi yang tersedia lokal di wilayahnya, bukan dengan memperbesar “impor.”; (viii) Pemerintah daerah berhati-hati dan berkoordinasi lebih baik

dengan instansi lainnya yang terkait dalam pemberian izin WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) di wilayahnya, baik untuk penambangan batubara maupun bahan-bahan mineral golongan C; (ix) Pemerintah Daerah menjalin kerjasama dengan

perusahaan-perusahaan pertambangan dan energi di wilayahnya dalam rangka mendukung upaya mereka melakukan kegiatan pengembangan masyarakat (community development) dan corporate social responsibility; serta

(x) Pemerintah daerah ikut mengawasai agar kegiatan penambangan di wilayahnya tidak menimbulkan dampak negatif kepada lingkungan di wilayahnya; termasuk mengawasi agar di daerahnya tidak berkembang kegiatan-kegiatan pertambangan liar (PELI).

4.3.7 Bidang Lingkungan Hidup

Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap bidang lingkungan hidup adalah:

(i) Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan pengembangan jasa lingkungan, misalnya ekowisata;

(ii) Pengembangan Debt for Nature Swaps (DNS) Bidang Lingkungan Hidup;

(iii) Pengembangan Perangkat Ekonomi dan Pendanaan Lingkungan; (iv) Menerapkan instrumen ekonomi dalam kebijakan lingkungan, yaitu

menerapkan biaya progresif terhadap konsumen untuk SDA yang digunakan, melakukan retribusi limbah/emisi, melakukan deposit-refund, yaitu membeli sisa produk dari konsumen untuk didaur

(11)

ulang, mewajibkan suatu kegiatan usaha untuk menyerahkan dana kinerja lingkungan sebagai penjamin bahwa pelaku kegiatan/usaha akan melaksanakan reklamasi/konservasi lingkungan akibat dari kegiatan/usaha mereka; serta

(v) Pengembangan hutan kemasyarakatan & akses pemanfaatan sumber daya hayati hutan di kawasan konservasi untuk mencegah penjarahan hasil hutan dan illegal logging; budidaya terumbu karang dan ikan hias (mencegah illegal fishing); dan pengembangan ekowisata yang berbasis masyarakat untuk memberikan tambahan penghasilan.

4.3.8 Bidang Perdagangan

Dalam rangka penguatan ekonomi daerah, langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah daerah di bidang perdagangan antara lain: 1. Menjaga daya saing ekspor, dengan memastikan kelancaran arus

barang, trade financing, pengelolaan pasokan listrik, UMR, membangun citra dan identitas bangsa, negosiasi dan promosi produk dalam negeri.

2. Penguatan pasar dalam negeri, dengan menindak tegas penyelundupan, pengawasan barang beredar, promosi P3DN, Tarif, TTN, anti dumping dan safeguard, dan Belanja Pemerintah/BUMN. 3. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memberikan insentif.

Hal ini merupakan Implementasi dari PP 62/2008 tentang Fasilitas PPh, Inpres 5/2008, Penyempurnaan Perpres 111/2008, dimana PPh Badan turun dari 30 persen menjadi 28 persen pada 2009 dan 25 persen pada 2010.

Dalam upaya meningkatkan daya saing produk dalam negeri, salah satu sektor industri yang perlu dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah sektor industri kreatif. Pekerja-pekerja kreatif di dalam industri film, musik, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, arsitek, riset dan pengembangan memiliki penghasilan di atas rata-rata penghasilkan pekerja di sektor industri lain. Konsentrasi pekerja-pekerja kreatif yang tinggi ini menandakan dinamika dan ekonomi yang sehat, serta menjadi magnet investasi dan peluang kerja yang lebih baik. Secara umum, industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, menciptakan Iklim bisnis yang positif, membangun citra dan identitas bangsa, berbasis kepada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreatifitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa, serta memberikan dampak sosial yang positif.

Dalam upaya meningkatkan daya saing produk dalam negeri, salah satu sektor industri yang perlu dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah sektor industri kreatif

(12)

4.3.9 Bidang Investasi

Upaya yang dilakukan dalam mendorong tumbuhnya investasi di

daerah antara lain:

• Promosi bersama antara BKPM dan Daerah baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri;

• Sosialisasi Undang-Undang Penanaman Modal kepada aparatur Pusat dan Daerah, para pengusaha, masyarakat non dunia usaha, dan pejabat perwakilan RI di Luar Negeri;

• Konsolidasi Perencanaan Pelaksanaan Penanaman Modal regional; • Workshop pemahaman PP No.1/2007 Jo. No.62/2008 Tentang Fasilitas

Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu;

• Workshop Pengembangan Potensi Daerah dalam rangka upaya peningkatan investasi;

• Matchmaking antara UMKMK dengan pengusaha besar baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri;

• Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam meningkatkan Investasi;

• Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang pemberian fasilitas dan kemudahan investasi di daerah.

4.3.10 Bidang Infrastruktur

Sektor Transportasi. Sejalan dengan diberlakukannya program desentralisasi, pembangunan infrastruktur transportasi darat, laut dan udara menghadapi beberapa kendala, terutama dalam program pembangunan dan pemeliharaan asset yang ada. Hal ini terjadi bukan saja pada infrastruktur yang secara administratif di bawah pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota, tetapi juga pada infrastruktur yang sudah dikelola oleh BUMN tertentu yang berada di wilayah propinsi dan kabupaten/kota. Penyebabnya adalah belum adanya pengertian yang sama antara pihak terkait tentang sumber pendanaan program pembangunan dan pemeliharaan. Untuk asset yang secara hukum telah menjadi tanggung jawab propinsi dan kabupaten/kota seperti prasarana jalan hampir semua pemerintah daerah tidak mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program pembangunan dan pemeliharaan.

Di sisi lain untuk infrastruktur transportasi yang sudah dikelola oleh BUMN penyelenggara jasa kepelabuhanan; kebandarudaraan; dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdapat kecenderungan masing-masing pemerintah daerah ingin mengambil alih, atau paling tidak meminta bagian keuntungan sebagai sumber pendapatan daerah. Selain itu, sering juga ditemukan berbagai peraturan daerah (Perda) baru yang

(13)

mengenakan pungutan tambahan kepada pengguna jasa. Kondisi ini sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah daerah, sebab memang belum adanya kesamaan pengertian tentang hak dan kewajiban antarpihak yang berkepentingan (stakeholders).

Untuk mengatasi kesenjangan pemahaman tersebut, sudah saatnya segera diupayakan langkah-langkah pembenahan secara menyeluruh. Upaya ini harus dimulai dari proses perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan pengoperasiannya yang dituangkan dalam peraturan perundangan, sehingga masing-masing pihak yang terkait mengetahui hak dan kewajibannya. Mekanisme proses perencanaan sampai dengan pengoperasiannya sebaiknya menggunakan pendekatan dari bawah (bottom up), yang dimulai dari kabupaten/kota diteruskan ke propinsi dan selanjutnya ke pusat. Dengan demikian usulan tersebut benar-benar merupakan keinginan/kebutuhan daerah. Proses ini tentunya harus mempertimbangkan kemampuan daerah untuk ikut membangun, memelihara dan mengoperasikannya, sehingga memperjelas subsidi/bantuan pemerintah pusat kepada propinsi atau kabupaten/kota yang memang memerlukannya. Demikian pula bila pemerintah daerah akan bekerjasama dengan pihak ketiga, apakah itu BUMN ataupun swasta nasional dan asing. Bila mekanisme tersebut dapat dilaksanakan dijamin akan terjadi saling pengertian dan memperjelas tingkat tanggung jawab masing-masing. Langkah-langkah lain yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam penguatan sektor riil melalui pembangunan infrastruktur transportasi antara lain adalah:

· Pembangunan transportasi berbasis kewilayahan dengan memanfaatkan kondisi spesifik daerah;

· Pengembangan pelayanan keperintisan dan kelas ekonomi oleh pemerintah daerah;

· Mempercepat pelaksanaan kegiatan yang telah menjadi urusan daerah. Pemerintah memberikan bantuan kepada daerah berupa DAK dengan tujuan agar daerah dapat melaksanakan urusan-urusan yang telah menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;

· Menghapuskan restribusi daerah dan pungutan-pungutan baik resmi maupun tidak resmi di bandar udara, pelabuhan, dan terminal;

· Pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama operasional dan investasi dengan BUMN atau badan usaha yang bergerak di bidang transportasi untuk melayani masyarakat di daerahnya;

· Melakukan kerjasama antar pemerintah daerah untuk memanfaatkan prasarana transportasi secara bersama agar penggunaan dana investasi pemerintah dapat lebih efisien dan efektif. Demikian pula dapat menarik investasi swasta di bidang infrastruktur karena lebih ada jaminan terhadap demand. Masing-masing pemerintah daerah tidak perlu memiliki bandar udara maupun pelabuhan internasional sendiri;

(14)

· Menghapuskan monopoli operator sarana dan prasarana transportasi. Sektor Sumber Daya Air. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam penguatan sektor riil melalui pembangunan infrastruktur pengairan antara lain adalah mendorong kinerja infrastruktur irigasi dengan memprioritaskan kegiatan operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Irigasi merupakan salah satu penyokong sektor pertanian sehingga keandalan air irigasi perlu mendapat perhatian bersama, ditambah lagi trend harga pangan dunia yang semakin meningkat. Dalam hal ini optimalisasi pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk irigasi menjadi isu yang sangat penting.

Selain infrastruktur irigasi, hal lain yang tidak kalah penting adalah infrastruktur penyediaan air baku untuk kebutuhan industri dan domestik. Walaupun hanya sebagai prasarana pendukung, tapi penyediaan air baku menjadi hal yang sangat penting jika dilihat bahwa air merupakan suatu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.

Sektor Perumahan. Dalam rangka implementasi kebijakan pencegahan dan pengurangan dampak krisis ekonomi, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah pada sektor perumahan adalah terutama untuk mendorong sisi pasokan, yaitu sebagai berikut:

· Memanfaatkan tanah daerah bagi pembangunan rusunami;

· Reformasi bidang administrasi perijinan, terutama pertanahan, guna mempercepat pembangunan rusunami;

· Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan terkait dengan industri/perdagangan bahan bangunan lokal;

· Pemanfaatan dana SILPA bagi pembangunan perumahan pegawai negeri.

Sektor Permukiman (air minum, air limbah, persampahan dan drainase). Adapun pada sektor permukiman, langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

· Meningkatkan prioritas pembangunan air minum, air limbah, persampahan dan drainase;

· Meningkatkan alokasi APBD bagi investasi bidang air minum, air limbah, persampahan dan drainase, seperti melalui pemanfaatan dana SILPA;

· Meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pemanfaatan ABPD, khususnya bagi pembangunan air minum, air limbah, persampahan dan drainase;

(15)

· Meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta, melalui skema PPP (public-private-partnership);

· Menciptakan instrumen keuangan yang mampu memobilisasi dana masyarakat untuk membiayai pembangunan prasarana dan sarana air minum, air limbah, persampahan dan drainase;

· Menyediakan prasarana dan sarana air minum dan air limbah khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah;

· Menciptakan skema tarif subsidi silang sehingga kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah dapat terpenuhi;

· Meningkatkan kualitas lembaga pengelola air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Sektor Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Indonesia masih membutuhkan investasi yang sangat besar di bidang infrastruktur. Selama kurun waktu tahun 2004-2009 pemerintah hanya mampu memenuhi sebesar 38 persen saja dari kebutuhan total investasi. Hal ini memberikan peluang besar bagi swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), baik pembangunan infrastruktur baru maupun pengelolaan infrastruktur yang sudah ada. Untuk lebih detailnya bisa dilihat di Gambar 4.1 yang menjelaskan tentang siklus proses Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Siklus ini dirancang berdasarkan Perpres No 67 tahun 2005.

Gambar 4.1. Siklus Kerjasama Pemerintah dengan Swasta

Tahapan yang terdapat dalam siklus diatas adalah :

Seleksi & Prioritisasi Proyek

Studi Kelayakan & Uji Tuntas

Proses

Tender Negosiasi ManajemenKontrak

• Analisis kebutuhan (need analysis) • identifikasi dan penetapan prioritas proyek • Analisis Value for Money • Studi Kelayakan • Identifikasi kebutuhan dukungan Pemerintah • Analisis Resiko • Pemilihan bentuk KPS • Uji Tuntas • Penetapan untuk dapat ditenderkan • Penyiapan dokumen Lelang • Penetapan cara evaluasi • Pembentukan Panitia (Transaction Team) • Proses Lelang • Evaluasi Tender • Penetapan Calon Pemenang • Checklist negosiasi • Pembentukan Tim Negosiasi • Negosiasi draft perjanjian kerjasama • Negosiasi alokasi risiko • Penetapan Pemenang • Financial closing • Konstruksi • Commissioning • Operasi • Monitoring • Pengalihan di akhir masa konsesi (jika ada)

(16)

Tahap 1 Penetapan Prioritas dan Pemilihan Proyek KPS. Pada tahap ini merupakan proses penyaringan awal dari sekian banyak proyek yang bisa berpotensi untuk dikerjasamakan antara Pemerintah dan Swasta. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan Analisis Multi Kriteria (AMK) yakni : (1) Metodologinya dapat diterima; dan (2) Menggunakan tujuan-tujuan yang ditetapkan Pemerintah sebagai kriterianya. Selain itu juga proyek yang diajukan haruslah proyek yang memiliki pendekatan nilai uang (Value for Money) dan keputusan untuk dilanjutkan didasarkan pada kesiapan (readiness) dari proyek.

Tahap 2 Pra Studi Kelayakan/Studi Kelayakan. Proyek-proyek yang sudah lolos pada langkah satu harus dilakukan pra studi kelayakan dan studi kelayakan. Alasan studi ini harus dilakukan adalah sebagai landasan untuk pembuatan dokumen tender sehingga mengurangi biaya-biaya transaksi dan mempercepat implementasi PSP. Selain itu hal tersebut juga menjadi dasar negosiasi dengan Badan Usaha pemenang tender. Termasuk didalamnya adalah negosiasi mengenai alokasi resiko dan dukungan fiskal. Tahap 3 Pengadaan Badan Usaha. Dalam KPS, pengadaan dimaksudkan untuk mendapatkan Badan Usaha yang dianggap mampu sebagai mitra Pemerintah dalam pelaksanaan proyek KPS atau sebagai pemegang konsesi. Pengadaan kontraktor Engineering, Procurement, and Construction (EPC) menjadi tanggung jawab Badan Usaha pemegang konsesi. Proses pengadaan dilakukan melalui 2 tahap yaitu proses prakualifikasi; proses tender dan seleksi. Diperlukan studi yang mencukupi bagi semua peserta untuk mengikuti tender.

Tahap 4 Negosiasi. Pelaksana tender/pemberi kontrak harus memiliki strategi negosiasi. Untuk bernegosiasi dibutuhkan informasi yang memadai agar mampu berinteraksi secara efektif dengan Badan Usaha. Negosiasi sering dianggap sebagai kombinasi antara seni dan keterampilan. Perlu dipahami item-item atau isu-isu yang tidak dapat dinegosiasikan (non-negotiable). Titik awal yang kemungkinan besar menjadi isu utama yang perlu dinegosiasikan dapat diperoleh dari pengalaman; temuan atau hasil yang diperoleh pada waktu melakukan studi kelayakan; dan persyaratan dan kondisi yang dimuat dalam dokumen tender. Beberapa isu kunci yang kemungkinan menjadi topik negosiasi diantaranya: tarif, lahan/tanah, masa konsesi, alokasi resiko, perhitungan biaya modal, klausul-klausul dalam perjanjian yang bersifat spesifik, aspek teknis, spesifikasi output.

Tahap 5 Manajemen Proyek. Sering tidak terpikirkan dan sangat penting untuk dipersiapkan adalah upaya mengatur bagaimana pengelolaan proyek dan interaksi antara instansi pemberi kontrak dan Badan Usaha

(17)

pemegang konsesi selama masa konsesi. Manajemen proyek tersebut harus dipersiapkan dan disepakati sebelum perjanjian/kontrak KPS ditandatangani karena memiliki implikasi biaya dan sumber daya yang besar. Empat tahapan besar dalam Manajemen Kontrak:

i. Setelah kontrak-sebelum konstruksi ii. Masa konstruksi

iii. Masa operasi

iv. Saat penyerahan (atau ditawarkan kembali)

Dalam rangka meningkatkan kerjasama antara sektor swasta dengan pemerintah di bidang infrastruktur, pemerintah Indonesia melaksanakan proyek IRSDP dengan didukung oleh Bank Pembangunan Asia dan Pemerintah Negara Belanda. Salah satu komponen penting dari IRSDP adalah Project Development Facility (PDF) yang bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan proyek KPS. Kegiatan yang akan dilaksanakan PDF antara lain membantu Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam :

(i) Menyiapkan studi kelayakan proyek infrastruktur;

(ii) Melaksanakan proses pelelangan proyek yang terbuka dan transparan;

(iii)Melaksanakan transaksi proyek.

Bappenas akan bertindak sebagai pelaksana (executing agency) dari proyek IRDSP. Melalui PDF diharapkan partisipasi sektor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur di daerah meningkat, pemerintah daerah lebih mampu mempersiapkan proyek KPS dengan baik dan sesuai dengan aturan yang ada, serta kemampuan melaksanakan KPS tersebut di adopsi dengan baik dan digunakan pemerintah daerah dalam melaksanakan proyek-proyek KPS lainnya.

Peran PDF dalam siklus KPS adalah memberikan bantuan pada tahap studi kelayakan, proses tender dan negosiasi. Pada tahap identifikasi, diasumsikan sudah dilakukan oleh pemerintah daerah pengusul. Sedangkan pada tahap manajemen kontrak (pasca penandatanganan perjanjian kerjasama/kontrak konsesi) bukan merupakan ruang lingkup PDF. Namun untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam siklus KPS, PDF juga bertugas untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah yang menangani langsung proses KPS.

Dari program KPS dan PDF diharapkan bisa membantu pemerintah dalam mengisi keterbatasan sumber pendanaan untuk mempercepat proses infrastruktur. Semakin tinggi informasi dan pengetahuan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pengelolaan PKS akan mempercepat keberhasilan dari proyek-proyek KPS tersebut.

(18)

Sektor Energi. Untuk bidang infrastruktur energi dapat dilakukan upaya-upaya dan fasilitasi yang mendorong peranserta para pemangku kepentingan dalam pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif yaitu energi baru terbarukan serta penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan investasi.

Sektor Ketenagalistrikan. Turut serta berpartisipasi membangun sistem ketenagalistrikan di daerahnya khususnya yang bersifat tidak tersambung ke jaringan transmisi nasional terutama bagi daerah-daerah tertinggal dan terisolasi di daerahnya serta turut memfasilitasi penggunaan dana perbankan daerah untuk berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Sektor Pos dan Telematika. Untuk sektor telekomunikasi, pemerintah daerah diharapkan mendukung kebijakan pemerintah pusat dalam upaya menciptakan kompetisi yang sehat dan tidak diskriminasi. Mengingat beberapa peraturan pemerintah pusat, seperti pengaturan menara bersama, memberikan ruang kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaannya sesuai dengan kewenangannya, pemerintah daerah hendaknya menetapkan peraturan daerah yang sejalan dengan semangat kompetisi tersebut. Peraturan daerah yang tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dipastikan akan menjadi insentif bagi keberlanjutan investasi di daerah tersebut yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan pekerjaan yang berlanjut.

4.3.11 Bidang Pariwisata

Dengan mengacu pada UU RI No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah antara lain:

a. Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan;

b. Menetapkan destinasi dan daya tarik pariwisata berbasis alam, sejarah, budaya dan olahraga;

c. Menyelenggarakan pengelolaan/manajemen kepariwisataan di daerah/wilayahnya;

d. Memfasilitasi dan melakukan pemasaran dan promosi terutama promosi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya; e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta penelitian

kepariwisataan;

f. Menyelenggarakan sosialisasi sadar wisata;

g. Memperkuat kemitraan dan jaringan kerja antarpelaku, antar pemangku kepentingan dan antar wilayah/daerah;

h. Menyusun profil investasi pariwisata; i. Menyusun database kepariwisataan;

(19)

j. Memelihara dan melestarikan aset yang menjadi daya tarik wisata; k. Menyediakan atau mengalokasikan anggaran.

4.3.12 Bidang Kemiskinan

Untuk meningkatkan efektivitas program pembangunan dalam ikut serta mengatasi dampak krisis finansial global terhadap kemiskinan maka di setiap daerah sangat perlu untuk:

1. Meningkatkan koordinasi pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di dalam ketiga Kluster, melalui peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPK-D). Sebagaimana diketahui, Ketua TKPK-D adalah wakil Gubernur, yang beranggotakan pula Kepala Dinas/Satker di tingkat provinsi untuk TKPK-Provinsi dan Kepala Dinas/Satker tingkat Kabupaten/Kota untuk TKPK-Kabupaten/Kota. Sehubungan dengan itu, maka secara khusus program-program penanggulangan kemiskinan yang berada dalam 3 klaster dapat secara efektif membantu masyarakat miskin dalam mengatasi dampak krisis ini.

2. Mensinergikan program-program sektoral lainnya untuk melengkapi pelaksanaan program penanggulangan yang dikelompokkan di dalam 3 kluster tersebut, sehingga program-program pembangunan di daerah akan dapat membantu masyarakat dalam mengatasi dampak yang mengenai mereka.

Gambar

Gambar 4.1. Siklus Kerjasama Pemerintah dengan Swasta

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan variasi periode kawin pertama postpartus dikumpulkan dari data reproduksi sapi FH dara dan induk di kedua lokasi yang dikumpulkan oleh stasiun bibit BPTU

III. Instalasi Rekam Medis wajib melakukan pengkodean penyakit terhadap seluruh diagnosa, tindakan atau penunjang yang tercatat dalam dokumen rekam medis setelah

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi

adalah karya tulis ilmiah berupa paparan hasil penelitian yang membahas suatu masalah dalam bidang ilmu hukum untuk mencari pemecahan masalahnya dengan menggunakan teori-teori,

Produk yang diharapkan akan dihasilkan melalui penelitian pengembangan berupa model sarana pembelajaran atletik alat lempar cakram melalui modifikasi ukuran berat,

Peta administrasi Kecamatan Semarang Tengah serta data monografi Kecamatan Semarang Tengah digunakan sebagai masukan yang terdiri dari informasi tentang jumlah sarana

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit artinya bahwa auditor yang

Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) Bappeda Kota Bogor Tahun 2010-2014 ini, telah diupayakan menampung substansi dari Rencana